Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN NYERI KRONIS” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tentang asuhan
keperawatan pada pasien nyeri kronis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima karena tugas ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan lebih mengenai asuhan keperawatan pada pasien nyeri kronis ini. Kritik dan saran
dari pembaca juga berperan penting dalam isi makalah ini agar dapat di susun lebih baik lagi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 3
3.1 Pengkajian………….……………………………………………………………. 11
3.2 Diagnosa………………..………………..………………………………………. 13
.3 Intervensi…………....……………………………………………………………. 13
BAB IV PENUTUP…………..………………………………………………………. 17
.1 Kesimpulan………...……………………………………………………………. 17
.2 Saran……..………...……………………………………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA……...………………………………………………………… 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
(menggunakan skala peringkat rasa nyeri yang sesuai dengan umur dan kemampuan
anak, misal dengan menggunakan skala wajah), Evaluate behavior and physiologic
changes (mengevaluasi perubahan tingkah laku dan fisiologis seperti: menangis keras
atau menjerit, memukul dengan tangan atau kaki), Secure parent`s involvement
(melibatkan orang tua untuk mengamati reaksi anak dalam menghadapi nyeri), Take
cause of pain into account (menentukan dan mencatat penyebab rasa nyeri), Take
action and evaluate results (mengambil tindakan dan mengevaluasi hasilnya,
mengambil tindakan yaitu dengan menggunakan obat/tanpa obat, sedangkan untuk
mengevaluasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal) (Wong, 2003).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Menurut (Smeltzer & Bare, 2002) penyebab Nyeri Kronis, yaitu:
1. Usia
Usia adalah variable penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan
orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok
umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi
terhadap nyeri.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai
respon terhadap nyeri. Dan masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan
faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaiman bereaksi terhadap nyeri.
4. Ansietas
Meskipun pada umunya diyakini bahwa ansietas akan meningkatan nyeri, mungkin
tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan
secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
5. Pengalaman Masa Lalu Dengan Nyeri
Efek yang tidak di inginkan yang di akibatkan dari pengalaman sebelumnya
menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu
pasien dengan nyeri.
6. Efek Plasebo
Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan
lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar-benar bekerja.
Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan
nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang di dapatnya
tidak mempunyai efek apapun.
7. Keluarga dan Support Sosial
Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga
untuk mensupport, membantu, atau melindungi.
4
8. Pola Koping
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klian mungkin tergantung
pada support emosional dari anak-anak, keluarga, atau teman. Meskipun nyeri
masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian.
5
b) Objektif:
Tampak meringis
Gelisah
Tidak mampu menuntaskan aktifitas
2. Objektif:
Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
Waspada
Pola tidur berubah
Anoreksia
Fokus menyempit
Berfokus pada diri sendiri
6
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh
terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut :
a) Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri paling
Tidak Nyeri hebat
7
d) Skala nyeri menurut Bourbanis
Keterangan:
0 Tidak Nyeri
8
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang
lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan
jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurut dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan
meminta klien 21 untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri
terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating
scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm
(Potter & Perry, 2005).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan
nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian
dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005). Skala nyeri harus
dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak
waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam
upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi 22 perubahan kondisi
klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih
memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter,
2005).
9
.7 Patofisiologi Nyeri
Trauma jaringan infeksi, cidera
Tekanan mekanisme,
Pelepasan mediator nyeri deformitas, suhu
(histamine, bradikinin, ekstrim
prostaglandin, serotin, ion
kalium, dll)
Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)
Medulla spinalis
Sistem aktivasi
retikular Sistem aktivasi Area grisea
retikular peraikueduktus
Otak
( Korteks somatosensoarik)
Persepsi nyeri
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN NYERI KRONIS
.1 Pengkajian
1. IDENTITAS PASIEN:
Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan,
status perkawinan, dan lain-lain.
2. RIWAYAT KESEHATAN:
a) Keluhan utama:
Bagaimana karateristik nyeri nya?
Waktunya terjadi nyeri?
11
sebagainya) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi
nyeri.
4. SCALE (SKALA):
Seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri dengan
menggunakan skala nyeri deskriptif.
12
3.2 Diognasa Keperawatan
Nyeri Kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri, merasa tertekan, tampak meringis, gelisah, dan tidak mampu
menuntaskan aktivitas.
13
Fokus membaik Berikan teknik non
Fungsi berkemih membaik farmakologis untuk mengurangi
Perilaku membaik rasa nyeri (mis. TENS,
Nafsu makan membaik hypnosis, akupresur, terapi
Pola tidur membaik musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi
bermain)
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi:
Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Anjurkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
d) Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
analgetikk, jika perlu
14
2. Perawatan Kenyamanan
a) Observasi:
Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan (mis. Mual,
nyeri, gatal, sesak)
Identifikasi pemahaman tentang
kondisi, situasi, dan
perasaannya
Identifikasi masalah emosional
dan spiritual
b) Terapeutik:
Berikan posisi yang nyaman
Berikan kompres dingin atau
hangat
Ciptakan lingkungan yang
nyaman
Berikan pemijatan
Berikan terapi akupresur
Berikan terapi hipnosis
Dukung keluarga dan pengasuh
terlibat dalam terapi atau
pengobatan
Diskusikan mengenai situasi
dan pilihan terapi atau
pengobatan yang diinginkan
c) Edukasi:
Jelaskan mengenai kondisi dan
pilihan terapi atau pengobatan
Ajarkan terapi relaksasi
Ajarkan latihan pernafasan
Ajarkan teknik distraksi dan
15
imajinasi terbimbing
d) Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
analgesik, antipruritus,
antihistamin, jika perlu
3. Terapi Relaksasi
4. Aromaterapi
5. Edukasi Manajemen Stress
6. Eukasi Manajemen Nyeri
7. Edukasi Proses Penyakit
8. Edukasi Teknik Nafas
9. Kompres Dingin
10. Kompres Hangat
11. Latihan Pernafasan
12. Yoga
BAB IV
16
PENUTUP
.1 Kesimpulan
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional,dengan omset mendadak atau lambat dan
berintegritas ringan hingga berat dan konstan yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan dari asuhan keperawatan Nyeri Kronis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian.
Pengkajian berisi identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan.), Status Kesehatan.
Riwayat Kesehatan (Keluhan utama, Riwayat penyakit sekarang).
Pengkajian Pola Fungsi Gordon (Pengkajian nyeri), Pengakajian dapat
dilakukan dengan cara PQRST:
1) P: Provokatif atau Paliatif (Pemicu)
2) Q: Quality (Kualitas)
3) R: Region (Lokasi)
4) S: Scale (Skala)
5) T: Time (Waktu)
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri Kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri, merasa tertekan, tampak meringis, gelisah, dan tidak
mampu menuntaskan aktivitas.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan pada Nyeri Kronis:
Manajemen Nyeri (Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri)
Perawatan Kenyamanan (Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
(mis. Mual, nyeri, gatal, sesak)
Terapi Relaksasi
Aromaterapi, dan lain-lain.
.2 Saran
17
Jadi berhati-hati lah ketika kita melakukan sesuatu dalam segala hal agar tidak
terjadi sesuatu yang dapat menyebabkan nyeri pada tubuh kita. Namun, ketika kita
merasakan nyeri pada bagian tubuh kita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan ke
puskesmas atau Rumah Sakit, agar rasa nyeri yang terjadi pada tubuh kita tidak
merambat kebagian tubuh lainnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2016), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
TIM POKJA SDKI DPP cetakan III, 2017
Gordon M. (2007). Manual of Nursing Diagnoses, 10th ed. St. Louis: Mosby.
Gordon M. (2007). Nursing Diagnosis: Process and Application. St. Louis:
Gordon, M. (1994). Nursing diagnosis: process and Application (3ed). St. Louis Mosby
19