Anda di halaman 1dari 5

Bagi Andra, jatuh cinta bukanlah perkara mudah.

Setelah sebelumnya
dia terluka oleh sesuatu yang dia sebut cinta, kembali untuk jatuh cinta
dalam waktu dekat sudah pasti bukan sesuatu yang ingin dia lakukan.
Belakangan ini kehidupan Andra mulai sedikit berubah. Biasanya dia
akan pulang larut malam karena sibuk berkutat dengan pekerjaan nya diluar
menjadi dosen. Namun kini, sebisa mungkin sebelum Maghrib Andra sudah
akan tiba di rumah. Sekarang, ada seorang istri yang menunggunya pulang.
Setelah pertengkaran pertamanya dengan Andara beberapa waktu
yang lalu, Andra kini mulai memperhatikan gadis itu. Istrinya yang biasa
juga sama tak peduli dengannya itu kini juga mulai berubah. Perlahan
Andara mulai memposisikan dirinya sebagai seorang istri ketika dirumah.
Meski terkadang tak jarang Andra melihat jika Andara bersikap layaknya
remaja ketika berada di ruang lingkup kampus.
Awalnya Andra sempat pesimis dengan pernikahan yang dia jalani
saat ini. Meski Andara terlihat cukup kooperatif dalam memenuhi
kewajibannya sebagai seorang istri, tetap saja bagi Andra sosok Andara
terlalu muda. Apalagi jika Andra mengingat kilasan masa lalu yang pernah ia
alami bersama gadis itu.
Dulu ketika Andara lahir, Andra sempat menggendong tubuh mungil
Andara. Bahkan Andra juga ingat momen ketika Andara berlarian bermain
dihalaman rumahnya hanya mengenakan popok dan singlet. Dan Andra juga
yang pertama kali mendengar gadis itu berbicara dan memanggilnya dengan
kata “mah” yang bukan berarti mama, tapi mas.
Lalu seolah takdir mempermainkannya, kini Andara menjadi istrinya.
Rasanya aneh membayangkan sosok yang selama ini dia anggap adik
mendadak berganti peran menjadi seseorang yang akan menjadi partner
hidupnya hingga ajal menjemput.
“jika saya mau, saya bisa membuat kamu jatuh cinta pada saya detik
ini”, ucap Andra dengan yakin disuatu sore di beranda rumah orang tua
Andara. Entah setan mana yang merasukinya ketika mengucapkan kalimat
super pede itu. Bahkan Andara melemparkan tatapan geli yang tak ditutupi
gadis itu sesaat setelah mendengar kalimat Andra.
Kebimbangan akan hatinya membuat Andra sedikit menjauh.
Berusaha sejenak mencerna apa yang kini sedang ia rasakan. Hatinya masih
terluka. Meski dia menawarkan sebuah kesempatan untuk Andara masuki,
rasanya itu salah. Kini ia seperti bermain dalam sebuah sandiwara yang ia
ciptakan sendiri.
Bodoh. Terlalu bodoh.
Bahkan ketika Andara mulai jengah dengan sikapnya dan bersiap
untuk kabur, Andra juga tak yakin akan perasaannya. Yang dia inginkan
hanya agar Andara ada bersamanya. Tetap berada disisinya hingga luka yang
menggores hatinya menghilang secara utuh.
“obat dari patah hati itu ya nerima hati yang baru. Didunia yang
didominasi oleh mahluk berjenis kelamin perempuan ini, lo nggak akan
susah nyari pengganti yang bisa jadi obat buat luka lo. Tinggal lo sendiri aja
yang mau berjuang buat nyembuhin itu luka atau malah tetep hanyut dalam
luka”, ocehan Rio ketika selesai rapat rutin bulanan menyentil Andra.
Dulu selain Rio akan ada Satria yang menamparnya dengan ucapan
pedas bak bin cabe level 100. Tapi kini, untuk masalah ini, bercerita dengan
Satria sama saja seperti menggali kuburan sendiri. Andra bahkan masih ingat
dengan sangat jelas betapa menyakitkan nya tinjuan Satria tempo hari ketika
Andra akan menikah dengan Andara. Cukup kali itu dia merasakan rasa sakit
akibat bogem mentah Satria. Tak ada kali kedua.
Jadi berbekal nasehat Rio yang ala kadarnya itu, Andra mencoba
berdamai dengan diri sendiri. Menempatkan Andara kedalam hatinya adalah
prioritas pertama dalam hidupnya. Pernikahan ini akan menjadi kali pertama
dan kali terakhirnya.
Mulai kini motto hidupnya adalah jatuh cinta karena terbiasa.
Rasanya tidak akan sulit untuk jatuh cinta pada seorang gadis dengan
aura positif dan cerah seperti Andara. Ya, semoga.
***
“udah gue bilang, Kamares itu yang sejenis bajing. Bajingan maksud
gue”, umpat Andara.
Andra yang sedang berkutat dengan proposal mahasiswa nya
mendadak berhenti menatap kertas yang ada dalam genggamannya.
Diliriknya jendela satu arah yang berada persis dibelakangnya. Disana
terlihat Andara dan Icha duduk di area ruang belajar terbuka, persis diluar
ruangannya.
Ini bukan kali pertama Andra mendapati Andara mengumpat. Istrinya
itu biasanya sering memaki Ares ketika sahabatnya itu melakukan suatu
kesalahan yang berdampak fatal untuk Andara. Atau ketika Andara sedang
kesal karena sesuatu tak berjalan seperti keinginan nya.
Andra sudah pernah menegur perilaku buruk Andara ini. Namun
kelihatannya teguran itu tak dipedulikan oleh Andara. Lihat saja kelakuannya
saat ini.
“makanya, lo jangan mau satu kelompok sama dia”, Icha terlihat
santai dalam menanggapi umpatan Andara.
“abisnya lo malah satu kelompok sama Naya. Ya Ares lari ke gue
dong”
“Naya udah pasang muka melas gitu, mana tega gue nolak. Lo tau
kan hati gue ini selembut kapas?”
“nggak usah sok baik lo. Tampang devil kayak lo nggak ada aura
malaikatnya sama sekali, tau nggak?”
“nah tuh si bajing kesayangan”, Icha menunjuk satu sosok yang baru
saja keluar dari gedung perpustakaan. “lo maki deh puas-puas itu anak”
“sorry, gue ketiduran di perpus tadi pas lo nelpon”, Ares beringsut
duduk menghadap kearah jendela.
“kenapa nggak tidur selamanya aja sekalian. Lumayan kan bisa
mengurangi jumlah populasi penduduk bumi”, sinis Andara.
Tanpa sadar Andra tersenyum. Dia menyukai seorang Andara yang
sinis. Terlebih ketika mata gadis itu menatap lawan bicaranya dengan kilatan
tajam yang membunuh.
Kini Andra memutar kursinya hingga menghadap kejendela.
Ditatapnya punggung Andara yang sudah ia hapal betul. Rambut panjang
Andara yang biasa gadis itu kuncir, kini ia gerai. Biasanya Andra suka
memainkan rambut panjang Andara ketika ia akan tidur lalu sesekali
menghirup aromanya yang seperti campuran lemon dan mint. Candu barunya
ketika akan tidur malam.
“jangan ngomong yang jelek napa?”, sungut Ares. “kemaren gue
denger lo lagi mau nonton mas grey ya? Wah, lagi nyari inspirasi olahraga
malem lo?”
Sebuah pulpen melayang mengenai wajah Ares. Si pelempar yang
merupakan Andara tak segan menambahkan toyoran dikepala Ares.
Membuat pria itu mengaduh kesakitan.
“mulut lo mau gue sumpel pake kain pel? Kebiasaan banget kalo
ngomong. Olahraga malem apaan? Lo mau gue jadiin samsak tinju buat
olahraga malem gue?? Hah?!!”, omel Andara dengan intonasi yang cukup
tinggi.
“wah gue nggak nyangka selain lo suka modelan BDSM, lo juga suka
threesome”
Andra menahan nafasnya. Percakapan apa-apaan ini?
“Kamares!!!”, teriak Andara berang.
“apaan?”
“udahlah, Res. Lo itu bisanya teori doang. Praktek nya belom tentu.
Buat sekarang, cukup si Andara aja yang udah tahu teori plus praktek nya”,
Icha menyahut.
“lo nggak pengen bagi pengalaman, Ra? Mana tau bisa jadi petunjuk
gue pas malem pertama nanti”, Ares terlihat sangat ingin mengganggu
Andara kali ini.
Andra melirik remote AC yang ada dimeja. Suhunya sudah sangat
rendah. Tapi kenapa dia mendadak gerah?
“nikah aja dulu, baru gue ceritain”, Andara terdengar judes.
Istrinya itu tak benar-benar berniat untuk membagikan urusan ranjang
mereka dengan orang lain kan?
“ngomong-ngomong soal nikah, lo kapan nikah Cha? Bukannya
semua udah ready ya?”, Ares kini melempar pertanyaan pada Icha.
“tinggal nunggu mas Bima kelar tugas. Mungkin selesai magang
nanti”
Lalu percakapan itu beralih pada hal-hal yang cukup remeh. Icha
yang menceritakan tentang hobi barunya bercocok tanam. Ares yang
menceritakan soal kamera barunya dan Andara yang sesekali menyeletuk.
Tak lama terdengar tawa riang 3 serangkai itu.
Circle pertemanan Andara adalah sesuatu yang sudah tak asing lagi
bagi Andra. Terlebih semenjak dia menikah dengan Andara dan hubungan
mereka berdua harmonis layaknya suami istri pada umumnya. Andara sering
menceritakan hari-harinya dikampus dalam sudut pandang mahasiswa.
Istrinya itu juga sering menceritakan mengenai pertemanan ajaibnya dengan
Icha dan Ares yang masih bertahan tanpa aroma-aroma romansa hingga detik
ini.
Lewat cerita Andara, Andra sedikit banyak mengetahui bagaimana
pribadi Icha dan Ares. 2 mahasiswanya itu sama gilanya dengan istrinya.
Andra bersyukur Andara bisa menemukan sahabat yang cocok dengan
dirinya
***
“mas, kalo aku hamil gimana?”, pertanyaan Andara di suatu Minggu
pagi berhasil membuat Andra menghentikan kegiatannya melipat sejadah.
Andra menatap Andara yang masih memakai mukenah biru
langitnya. Istrinya itu menatapnya dengan serius. Untuk beberapa saat,
rasanya Andra tak mampu berpikir.
“ya Alhamdulillah, Ra. Anak itu rejeki. Nggak bagus nolak rejeki”,
jawaban Andra memicu sesuatu dalam diri Andara. Detik selanjutnya mata
istrinya itu berkaca-kaca.
Bingung. Andra sama sekali tak tahu kenapa istrinya yang biasanya
setelah sholat subuh langsung bergelung kedalam selimut untuk melanjutkan
tidur kini malah diam tak beranjak dari atas sejadah. Bahkan ditambah
dengan adegan mata yang berkaca-kaca.
Jika saja saat

Anda mungkin juga menyukai