Anda di halaman 1dari 2

Mimpi – Mimpi Nadhira

Karya Tyas Maharani

“ Bila kau tak mampu untuk tinggal, lupakan semua yang tlah berlalu, namun satu yang jadi
harapku,

Semoga kau dan aku tak berhenti disini…”Tak Berhenti Disini- Wedhar P.J

Nadhira menatap Angkasa Sanjaya dengan mata teduh namun penuh luka. Ia baru saja
menjahit lukanya sendiri setelah patah hati bertubi – tubi di usianya yang lebih dari dua puluhan, dan
ternyata apa yang ia ingini sekali lagi belum mendapatkan restu semesta. Mungkin, kita akan kembali
pada waktu mereka bertemu beberapa waktu lalu di bibir pantai dengan pasir hitam di kota
Yogyakarta.

Nadhira sibuk memunguti sampah lalu memasukkannya kedalam trash bag yang sudah hampir terisi
setengah.

“ Ya Tuhan… ini namanya bukan pengabdian lagi, tapi cobaan dan penderitaan. Dimana sih
kesadaran masyarakat soal membuang sampah pada tempatnya? Apa susahnya coba? Ini lagi bungkus
makanan banyak banget kenapa gak dimakan sama plastiknya aja coba?”Gerutu Nadhira namun tetap
memunguti sampah yang berserakan.

“Berisik banget sih, udah lakuin aja,” ujar Angkasa sambil memegang cangkul untuk
menanam bibit pohon Ketapang.

Ya, ia Nadhira. Sosok yang ceria, manis, ramah dan supel. Ia memiliki kepedulian kepada
lingkungan, memiliki jiwa sosial yang tinggi, namun juga memiliki sifat ambisius dan keras kepala. Ia
sedang mengikuti kegiatan kemah bakti bertema lingkungan ketika ia bertemu dengan Angkasa, sosok
misterius, berwibawa, berwawasan luas, pintar dan jenaka, namun bagi Nadhira, Angkasa tetaplah
Angkasa yang menyebalkan. Sebenarnya, Nadhira dan Angkasa pernah bertemu di suatu wawancara
untuk menjadi panitia di suatu kegiatan. Nadhira kesal sekali dengan Angkasa karena ketika
memberikan jawaban wawancara, Angkasa begitu fasih dan bahkan kekurangan waktu untuk
menjelaskannya. Ia mulai menandai Angkasa sebagai musuh bebuyutan yang akan ia buat tidak
tenang hidupnya di hari – hari setelahnya di kepanitiaan tersebut.

“ Iya ini juga dilakuin kok, tenang aja ntar juga kelar, mengeluh tapi tetap diselesesaikan
adalah sikap professional yang harus dilestarikan” balas Nadhira sengit.

“ Terserah lo… dasar tahu bulat, eh pipi bakpao deng..” balas Angkasa mengejek.

Hari itu Nadhira cukup bersyukur karena Angkasa tidak semenyebalkan biasanya. Entah apa yang ada
dalam pikirannya. Namun hari itu Angkasa Nampak lebih diam sejak kegiatan api unggun semalam.

“ Eh, Ra, tumben si Angkasa diem aja kek batu, padahal aku nungguin dia ngomong, bakalan
se – wow apa gitu. Belum denger dia ngomong banyak lagi setelah wawancara itu”
“Nggatahu juga deh Nadh, mungkin dia lagi sariawan..” balas Rara sahabat Nadhira sambil
tertawa. Ia juga mengenal Rara di waktu yang sama seperti Angkasa.

Di malam api unggun itu, setiap orang ditanyai mengenai motivasi mengapa dia mengikuti
kegiatan tersebut. Payahnya Nadhira memiliki alasan yang sama dengan Angkasa, jadilah mereka jadi
bahan ejekan semua orang di perkemahan malam itu. Membuat Nadhira semakin kesal pada sosok
manusia bernama Angkasa.

Malam itu senior Nadhira dan Angkasa yang bernama Batara mengajak mereka semua
berkumpul untuk membahas kegiatan mereka selanjutnya. Batara ini sudah memiliki tungangan
rupanya, namun ia kekeuh mengejar Nadhira, membuat Nadhira rishi dengan sikap posesif, playing
victim dan menyebalkannya apalagi setelah mengetahui Nadhira dekat dengan Angkasa meskipun
mereka adalah rival sejati.

Kringgg… suara gawai Nadhira memecah suasana di kafe Mawar malam itu.

“Nadh, dimana? Udah selesai belum?”

“ Belum, nyusul kesini aja, paling pojok” balas Nadhira sambil menutup teleponnya.

Anda mungkin juga menyukai