Anda di halaman 1dari 2

Selamat Nara, Kamu Abadi.

Di desa kecil yang terhampar luas di bawah gemerlap gunung-gunung, hiduplah seorang
pemuda bernama Angkara. Ia adalah sosok yang menginspirasi banyak orang dengan
semangatnya yang menyala-nyala dan senyum tulusnya. Namun, cahaya kehidupannya tiba-
tiba meredup saat Nara, kekasihnya yang merupakan seorang seniman berbakat, tiba-tiba
menghilang dari kehidupannya.

Nara adalah seseorang yang membawa warna ceria dalam hidup Angkara. Mereka
menjelajahi hutan, memperdebatkan ide-ide, dan bermimpi besar bersama. Namun,
kebahagiaan mereka tersedu-sedu oleh kecelakaan tragis yang menelan Nara.

Setelah kehilangan Nara, Angkara tenggelam dalam samudera kesedihan. Senyumnya yang
dulu hangat kini hanya menjadi kenangan yang pahit. Ia merasa kehilangan arah, tidak lagi
terpengaruh oleh keindahan dunia di sekitarnya yang sebelumnya menginspirasinya.

Minggu demi minggu, Angkara menutup diri dalam duka yang tak terucapkan. Namun,
kehidupan desa itu tidak tinggal diam. Mbok Sarinah, seorang perempuan bijak yang disegani
oleh semua penduduk desa, mendekati Angkara dengan penuh kasih dan kebijaksanaan. Ia
mengetahui bahwa luka batin yang dialami Angkara memerlukan pertolongan lebih dari
sekadar kata-kata.

Mbok Sarinah membawa Angkara ke tempat-tempat yang pernah mereka jelajahi bersama
Nara. Ia mengajak Angkara untuk merenungi kenangan indah yang pernah mereka bagikan,
meresapi keceriaan masa lalu yang kini menjadi bagian dari hati yang terluka. Dalam
kesenyapan hutan, di antara dedaunan yang berbisik, Angkara mulai merasakan kehadiran
Nara dalam jejak-jejak ingatan yang tetap hidup.

Angkara, yang sebelumnya terkunci dalam kesedihan, mulai melangkah perlahan. Ia memilih
untuk mengekspresikan perasaannya melalui karya seni. Dengan kayu sebagai kanvasnya,
Angkara mulai mengukir. Setiap goresan pisau di kayu menjadi sebuah ungkapan rasa yang
terpendam dalam hatinya.

Proses mengukir itu adalah proses penyembuhan. Melalui karya seninya, Angkara
mencurahkan semua perasaannya, membiarkan setiap irama dan detail menjadi suatu
ungkapan dari hatinya yang terluka. Ia menemukan kedamaian dalam setiap karya yang
dihasilkannya, seolah-olah Nara hadir dalam tiap pahatan kayu.

Angkara tidak lagi menyembunyikan karyanya. Ia membagikannya kepada penduduk desa.


Setiap karya adalah bukan hanya sekadar ukiran kayu, tapi cerita cinta yang terlukis dalam
setiap goresannya. Orang-orang mulai memahami rasa sakit yang Angkara alami dan
menemukan inspirasi dalam keberanian dan kekuatan yang ia tunjukkan.
Waktu berlalu, dan setiap karya yang dihasilkan oleh Angkara menjadi semacam terapi bagi
banyak orang. Karya-karya itu membawa harapan dan inspirasi kepada mereka yang juga
berjuang dengan kesedihan dan kehilangan di dalam hati mereka.

Kemudian, pada suatu hari yang cerah, Angkara menyadari bahwa meskipun Nara telah pergi,
kehidupan harus terus berlanjut. Ia memahami bahwa kehilangan itu tidak pernah mudah,
namun ada kekuatan dalam kenangan, dalam kisah cinta yang tetap hidup meskipun dalam
kepergian orang yang dicintai.

Angkara, dengan semangat yang telah ditemukannya kembali, memutuskan untuk


mengabdikan hidupnya dalam menyebarkan kebahagiaan dan kekuatan kepada orang lain,
melalui karya seni yang terus mengalir dari hatinya. Meskipun Nara telah tiada, cerita cinta
mereka tak pernah padam. Dan dengan setiap karya seni yang dihasilkannya, Angkara
memastikan bahwa cinta dan kenangan itu tetap hidup, menginspirasi dan menguatkan
banyak orang di sekelilingnya.

“ Aku hanyalah seorang laki laki yang berharap


bisa terus bersamamu, Nara. “

-Angkara

Anda mungkin juga menyukai