Anda di halaman 1dari 16

Bulan dan Bangkaiku

Ciptaan : Artum Artha

Baliho Kota

Ciptaan Adjim Arijadi

Pelabuhan Malam

Ciptaan Ahmad Fahrawi

Larut, kapal sungai singgah

menguak senyap sawang malam. Rumah-rumah

yang ditidurkan embun terjaga. Kabar apa

dari jauh, kerinduan atau kematian

Di seberang, lampu-lampu mengerdip

Ada yang menyungai, perahu parahu harapan

Gelepar pasang mendesau tepian

ada yang hanyut, ombak-ombak bulan

dan sepotong kayu yang kehilangan hutan

Larut, kapal sunyi singgah

mengeluarkan kabar pedalaman. Sosok-sosok

yang mengendap endap menyapa, muatan apa

bakal dibawa menuju muara

Sungai dibenam pasang

pelabuhan malam menghela kapal sunyi

ke liuk waktu ke kalbu misteri

Kasidah Biduan
Ciptaan : Burhan Soebely

inilah hamba, biduan yang mengais

remah dari dunia. Lalu bersenandung

ke telinga piala kesukaanmu

lagu tentang makhluk api yang sembunyi

di balik gincu si renta itu

inilah hamba, biduan yang mengais

air mata dari damba. Lalu bersenandung

ke telinga piala kesukaanmu

lagu tentang keriuhan zikir bulbul

ketika sayap-sayap berkepak mengangkat

ruh para penyujud cinta

inilah hamba, biduan yang mengais


kata dari titahmu. Lalu bersenandung

ke telinga piala kesukaanmu

lagu tentang kedahsyatan hari lepas akar

ketika degam beruntun degam

dan semesta membulu dalam angin

inilah hamba, biduan yang mengais

kasih dari kalbumu. Meramu lagu

Allah Hu

Kandangan Kotaku Manis

Ciptaan : Darmansyah Zauhidhie

Roma atau Paris

Indah Kandangan kotaku manis

Di Kandangan aku dilahirkan

Dibelai timang sang matahari

Dipeluk cium sang rembulan

Di Kandangan aku kenal diri dan cinta


Susah senang seluruh duka

Roma atau Paris

Indah Kandangan kotaku manis

Elegi Negeri Seribu Ombak

Ciptaan : Eko Suryadi WS.

Di negeri seribu ombak

kubangun kota-kota peradaban

Kutaburkan mimpi daun, sungai, cakrawala, hujan

Lewat kasih sayang bunga

Kuhisap udaramu

kuhirup sungaimu

kupijak bumimu

kukayuh lautmu

menjadi semestaku.

Di sini perarakan musim datang dari segala penjuru

membawa mimpi peristiwa

dari nol kilometer ke kilometer lima puluh tiga

kusapa duka lara.

Tangismu melarutkan jembatan kekinian

Air matamu meruntuhkan beton-beton

Menisbikan sejarah yang lahir dari doa-doa leluhur

Kuburnya ditenggelamkan para pengembara


Kota-kota telah dibakar para perambah

Mimpi musim pun diseret putaran waktu:

tak pernah kembali

tak pernah tersisa

Adakah semestaku.

Mereka lukai negeri ini

Mereka hirup darahnya

Dengan rasa haus dan mata terpejam

Di negeri seribu ombak

Burung-burung pemangsa meninggalkan bangkai

setelah pesta

Di Bawah Senja yang Sesaat

Ciptaan : Eza Thabry Husano

Kota 1.000 Sungai

Ciptaan : Hamami Adaby

Semesta Rinduku

Ciptaan : Jamal T. Suryanata

bukankah telah kautebarkan ayat-ayatmu, kekasih

dari negeri bersulam kabut bertatah intan rahasia


kepada pekat malam yang menanti purnama tiba

kepada laut biru yang menekuri amuk gelombang

kepada langit jingga yang merelakan matahari senja

kepada segala perindu yang lelah mengeja dunia

bukankah telah kauembuskan api cintamu, kekasih

yang melepas burung-burung pada liar kepaknya

membiarkan dingin sungai mengekalkan arusnya

menciumi aroma bunga di jelang layu kelopaknya

mendahagakan kapal mimpi di lepas jangkarnya

melarutkan berjuta kata bagi para penyair gila

ya, kekasih, akulah musyafir yang haus belai cintamu

akulah penyair yang gila pada keindahan bahasamu


ya, kekasih, kalau kau memang sedekat urat leherku

mengapa gelora rindu ini tak pernah terlunaskan?

Tentu Saja

Ciptaan : JJ. Kusni

tentu saja ada yang tak mengenal kemiskinan

sedang pahitnya kutelan sepanjang usia

maka namaku salah satu dari nama duka

tentu saja ada yang tak mengenal penindasan

beratnya orang dikejar diburu terhalau dari kampung

kelahiran

sedangkan aku adalah buruan itu sendiri maka jadi

kembara

nah, bukankah sejarah penuh tikungan

tajam dan mendadak di luar hitungan aljabar

hidup kadang seperti meja perjudian

tak ubah medan laga

kaya intrik tanpa kasihan

kelanggengan sangat jauh dari padanya

tentu saja ada yang tak buta aksara tapi tak sanggup

membaca

lalu mengambil jalan gampang malas bertanya


tak heran sebagai budak membunuh pun jadi

tak enggan. bangga!

penyair

kukira di sini kau dinanti

menarung kejahilan memanusiakan bumi

Aku Memilih

Ciptaan : Korrie Layun Rampan

Aku memilih tanah

Tapi ayahku berang

Ia memberiku sungai,

“Datangi sumbernya di udik sana,

Yang mancur di antara akar dan batu-batu.”

Aku memilih arus

Tapi abang memberiku air

“Ikuti arusnya sampai muara,”

Suaranya menghentak jiwa.


Aku ragu saat kudengar suara ibu

Yang mana harus kupilih

Muara atau sumbernya.

“Kau harus pilih kehidupan,”

ibuku tersenyum sambil meraba cahaya harapan

Aku gagu melangkah di antara tasik dan pegunungan

Di manakah kehidupan?

Adikku berseru, “Kau harus pilih hati dan cinta

Sumber segala cahaya.”

Di antara enggan dan keinginan

Aku bertanya rumah cinta


Di mana?

“Yang bersih hanya kasih,”

Kakekku berkata menunjukkan benih

Aku tengadahkan dada

“Di sini?” aku menunjukkan kepala

“Bahagia selalu ada di dalam sepi dan ramai,”

Nenekku menimpali sambil membersihkan kuali

Adakah kehidupan berbiak di antara tungku

Di dasar nyala api?

Aku menyusuri segala mula jadi

Fajar di kaki: di mataku jalan panjang sekali!


Membayangkan Sebuah Kota

Ciptaan : M. Rifani Djamhari

erilah kami sebuah plaza

bangku-bangku dan pohon palma

sebuah jalan raya setiap hari minggu

biarlah diliburkan

sehingga anak-anak kami leluasa

bermain dan berlari

di sana, para remaja kami

dapat mementaskan

kesenian mereka

di taman kota, setiap sore

biarlah kami leluasa

mendorong kereta bayi

ngobrol dan berkencan

-- berbekal sebungkus kacang

dan sebuah novel baru

di kota kami sebaiknya ada kafe

tempat penyair berdebat

membaca puisi dan memperbaharui janji

untuk kemanusiaan

tempat para cendekiawan kami

membulatkan tekad

untuk tidak khianat

-- untuk tidak sama sekali berkhianat


adalah lebih baik, bila penyair

disertakan jadi anggota

dewan kota

agar rencana dan pembangunan kota

tetap manusiawi dan berbudaya

di perpustakaan kota kami

yang buka 24 jam

orang-orang ditumbuhkan minatnya

untuk membaca dan meneliti

untuk menjadi diri sendiri

bukan dicurigai sebagai pencuri

ah, biarlah pengamen tua itu

-- seperti kemarin

bernyanyi dan bermain biola

di bawah monumen pahlawan kota

berilah kami

hanya sebuah kota

yang mampu kami cintai

sebab kota itu

adalah kami sendiri

Seribu Sungai

Ciptaan : Mama S. Tawie

Mabuk Puja
Ciptaan : Maseri Matali

Engkau deru berlalu, geraman pada masa ini berpadu

Adalah tiada menjadikan kengerian bagiku

Pintaku: Tegang di sini!

Aku mau juga ini deru

Gerak membangun, geram menggugah:

Pelaku kaku.

Sadarkan semua anggota panca-indera

Biarkan membising kau berlalu,

Membising dan menggeram selalu.

Pada ini musim kering aku minta

Engkau berjanji: Deru menjau dari sini __


Dan aku sebentar menjadi arca: Raja

Yang baru dinobatkan.

Sekarang akulah pertanda: punya segala rakyat

Raja Baru

Pada masa yang ditinggalkan.

Sebentar pujian mendesing, gemuruh bagai sorak

sorai tentara pulang: Menang perang!

Deru tiba berlalu, menerjang segala ketegangan

Dan aku :

Terbenam di bawah lapisan debu tebal.

Aku lupa pada deru,

Dan

Aku lupa arca sendiri.


Aku Rindu Aku Ingin

Ciptaan : Hamberan Syahbana

Aku rindu subur tanahku subur sawahku subur ladangku

aku rindu rindang pohonku rindang hutanku pesona gunungku

pesona sungaiku gelora debur lautku

aku ingin kau tak pernah porak-poranda tak pernah jungkir balik

tak pernah terbakar tak pernah bernanah

aku ingin anak cucuku tak pernah silau sinar kemilau emas intan

dan mutiaramu

Lanskap Kota

Ciptaan : Micky Hidayat

Episode Cakrawala

Ciptaan : Noor Aini Cahya Khairani

Musnah

Ciptaan : Yustan Aziddin

bagi manusia yang tiada pernah menghitung hari

ada-ada saja helah menyangkal tua

hanya pagi anugerah lereng gunung dan mentari

bersayap mencecap nikmat pada pagi kian menua

adakah yang lebih kocak dari permainan hati ke hati

kasihku, karenamu kulanda pagar berduri

tapi remaja tiada baka dan pergi tidak kembali

kerut yang dalam pada dahi tinggal bersama mimpi


kata-kata tiada pembatasan dan diri

boleh mencemplung timbul tenggelam di alam sangsi

antara derita kian mendalam dan terang di kabut pagi

hati siapa tiada musnah dijilat api?

Anda mungkin juga menyukai