Anda di halaman 1dari 20

PARA PEMINUM

Karya: sutardji calzoum bachri

di lereng lereng

para peminum

mendaki gunung mabuk

kadang mereka terpeleset

jatuh

dan mendaki lagi

memetik bulan

di puncak

mereka oleng

tapi mereka bilang

--kami takkan karam

dalam lautan bulan--

mereka nyanyi nyai

jatuh

dan mendaki lagi

di puncak gunung mabuk

mereke berhasil memetik bulan

mereka mneyimpan bulan

dan bulan menyimpan mereka

di puncak

semuanya diam dan tersimpan


AKU BERADA KEMBALI

Karya : Chairil Anwar

Aku berada kembali. Banyak yang asing:

air mengalir tukar warna,kapal kapal,

elang-elang

serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;

rasa laut telah berubah dan kupunya wajah

juga disinari matari lain.

Hanya

Kelengangan tinggal tetap saja.

Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;

lebih lengang pula ketika berada antara

yang mengharap dan yang melepas.

Telinga kiri masih terpaling

ditarik gelisah yang sebentar-sebentar

seterang

guruh

1949
PADA SUATU HARI NANTI

Karya : Supardi Djoko Damono

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.


SEBUAH JAKET BERLUMURAN DARAH

karya: Taufik Ismail

Sebuah jaket berlumur darah


Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita


Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu


Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana


Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
HANYA DALAM PUISI (karya : Ajip Rosidi)

Dalam kereta api


Kubaca puisi: Willy dan
Mayakowsky
Namun kata-katamu
kudengar
Mengatasi derak-derik
deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan
gunung-gunung
Lalu sajak-sajak
tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang
terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit
dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadI takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga
ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada
situasi?
Dalam lembah
menataplah wajahmu
yang sabar.
Dari lembah
mengulurlah tanganmu
yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari
besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
SURAT DARI IBU

Karya : Asrul Sani

Pergi ke dunia luas, anakku sayang

pergi ke hidup bebas !

Selama angin masih angin buritan

dan matahari pagi menyinar daun-daunan

dalam rimba dan padang hijau.

Pergi ke laut lepas, anakku sayang

pergi ke alam bebas !

Selama hari belum petang

dan warna senja belum kemerah-merahan

menutup pintu waktu lampau.

Jika bayang telah pudar

dan elang laut pulang kesarang

angin bertiup ke benua

Tiang-tiang akan kering sendiri

dan nakhoda sudah tahu pedoman

boleh engkau datang padaku !

Kembali pulang, anakku sayang

kembali ke balik malam !

Jika kapalmu telah rapat ke tepi

Kita akan bercerita

“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”


SEBELUM LAUT BERTEMU LANGIT

karya : Eka Budianta

Seekor penyu pulang ke laut


Setelah meletakkan telurnya di pantai
Malam ini kubenamkan butir-butir
Puisiku di pantai hatimu
Sebentar lagi aku akan balik ke laut.
Puisiku – telur-telur penyu itu-
mungkin bakal menetas
menjadi tukik-tukik perkasa
yang berenang beribu mil jauhnya
Mungkin juga mati
Pecah, terinjak begitu saja
Misalnya sebutir telur penyu
menetas di pantai hatimu
tukik kecilku juga kembali ke laut
Seperti penyair mudik ke sumber matahari
melalui desa dan kota, gunung dan hutan
yang menghabiskan usianya
Kalau ombak menyambutku kembali
Akan kusebut namamu pantai kasih
Tempat kutanamkan kata-kata
yang dulu melahirkan aku
bergenerasi yang lalu

Betul, suatu hari penyu itu


tak pernah datang lagi ke pantai
sebab ia tak bisa lagi bertelur
Ia hanya berenang dan menyelam
menuju laut bertemu langit
di cakrawala abadi

Jakarta, 2003
IBU

Karya: D. Zawawi Imron

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau


sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau


sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

ibu adalah gua pertapaanku


dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudera


sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal


Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
JANJI Karya Lino Neparasi

JANJI

Oleh Lino Neparasi

Bayar itu wajib

tak bayar berujung ke tabib

siapa mampu melawan?

taat jiwamu aman

hati kecil berbisik

kemerdekaan seakan memberontak

Bentrok!

Gelisah tak menentu

menanti janji yang tentu

mengapa masih seperti dulu ?

bukankah kita sudah merdeka?

kebebasan masih tertunda

Ku siapkan Amunisi

suara kekuatanku untuk menghabisi

biarlah aku tercatat sebagai pemberontak

teriakan kebebasan dengan congkak

membungkam janji janji palsu

membungkam senyum senyum palsu

memborbardir kekuatan peguasa

yang mulai lupa akan kewajibannya


TERIMAKASIH Karya Asmarita Dewi

TERIMAKASIH

Oleh Asmarita Dewi

Terimakasih tuhan,

Kau titipkan aku pada orang tua yg menyayangi aku

Kepada orang yang selalu memafkan kehilafanku

Bersama orang yang rela menangis demi senyumku

Bersama orang yang tak terlelap demi mimpi ku

Terimakasih tuhan,

Kau hadirkan saudara yang menemaniku

Saudara yang memberikan bahunya atas bebanku

Saudara yang mengulurkan tangannya saat aku terjatuh

Terimakasih tuhan,

Kaupertemukan aku kepada sahabat-sahabatku

Sahabat yang mnegakkanku saat aku mulai lemah

Sahabat yang menemaniku menapakkan jejak

Sahabat yang yang ada di setiap dukaku

Sahabat yang melengkungkan senyum terindahku

Terimakasih tuhan,

Aku yakin serta percaya

Engkaulah penulis scenario cerita terindah

Karena engkau yang maha tahu


INDONESIA Karya Rony Del Bachty

INDONESIA
Oleh Rony Del Bachty
Kita adalah bangsa yang besar;
Bangsa yang cinta damai;
Kita memang berbeda,
satu sama yang lainnya;
Walau kita berbeda suku, budaya, bahasa, adat istiadat dan agama;
Kita tetap satu
Kesatuan menjunjung tinggi perbedaan;
Kita berdaulat
Terpandang di mata dunia;
Karena kita bersaudara
Tiada yang akan memisahkan kita;
Tanah yang subur
Lambang kemakmuran negri;
Lautan luas, harta yang tak terkira;
Selama kita bersama-sama
Pastilah kita jaya!
Kita harus bangga
Bangga pada nusantara
Bangga sebagai anak bumi pertiwi;
Bangga pada tanah air kita;

Lihatlah selalu ke depan


Pantang surut ke belakang;
Marilah kita bersatu padu;
Bangun negri, dengan bijaksana;

Jangan saling berbantahan;


Jangan ada lagi pertikaian;
Jangan saling menyalahkan;
Jangan mudah di adu-domba
Jangan menjadi lemah

Kita kuat
Nyalakan syiar kebangkitan;
Bulatkan tekad kita
Pastilah kita pemenangnya;

Songsonglah kemajuan bangsamu;


Dengan jiwa ksatria
Tunjukkan pada dunia
Bangsa kita memang ada;
Dan akan selalu ada selamanya;
yaitu, Bangsa Indonesia.
BIMBANG Karya Lino Neparasi

BIMBANG
Oleh Lino Neparasi
Sayup - sayup kasih masih terasa
Ku hirup rasa tanpa mendua
jejak kecil perlahan tersapu
membunuh imajinasi masa lalu
setengah sadar kupahat harap
hadirkan janji yang telah berlalu
Rasa itu penyakit mematikan
perlahan menjalar dan tak terhentikan
siapa mampu meninju rasa yang kian menjangkit
biarlah menjalar tanpa obat pembangkit
Pada siapa ku mengiba?
nyala lilin semakin redup
sayu mata menatap langit
kutulis mimpi dengan pahatan askara
haruskah kubertahan seperti domba dalam kadang kambing?
atau memberontak bebas merdeka
secuit sukma mengusik
tersesat di padang belantara?
Resah Kutatap hujan
dinginya menyiksa tanpa ampun
ku rindukan hangatnya mentari
dulu kau tak terlambat bersinar
mengapa?
mungkinkah alam cemburu dengan keakraban ini?
aku tak mengerti
Kutatap lagi semut di dinding
masih sama, dia bersahabat
aku lelah
ingin kurobohkan kokohnya pondasi
biar semuanya rata tak berbekas.
UNTUK SAHABAT Karya Monika Sebentina

UNTUK SAHABAT

Oleh Monika Sebentina


Dear Sahabat ,
Selamat Tinggal sahabat
terimakasih atas perjuangan kita dulu
yang kini sudah terlupakan
bersama-sama dalam suka dan duka
Saat semua orang pergi hanya aku dan kamu yg berjuang
untuk hidup diperantauan ini
saat isi dompet mulai kosong aku dan kamu sama-sama
mencari pinjaman
saat pekerjaan kita berdua mulai hilang
aku dan kamu mulai berjalan menyusuri jalan dan berdiri
diteriknya matahari dan di dinginnya hujan
Dan ketika kita mulai bertengkar
kita sama-sama saling cuek dan tak ingin melihat
tapi dalam hati tetap perduli satu sama lain
ketika aku dan pacar mu mulai menghindar
karena kamu lebih perduli dengan teman mu yg lain
Dan ketika kamu mulai menangis
karena hubungan mu telah berakhir
kita masih terus bersama
Tapi sekarang semua terlupakan
kita yg dulu bernama sahabat
kini bernama teman pun tidak
Puisi Chairil Anwar ‘Aku Berkaca’

AKU BERKACA

Ini muka penuh luka

Siapa punya?

Ku dengar seru menderu

Dalam hatiku

Apa hanya angin lalu?

Lagi lain pula

Menggelepar tengah malam buta

Ah..!!!

Segala menebal, segala mengental

Segala tak ku kenal..!!!

Selamat tinggal…!!
TERATAI

Kerya : Sanusi Pane Kepada Ki Hajar Dewantara

Dalam kebun sekuntum bunga teratai

Tumbuh sekuntum bunga teratai

Tersembunyi kembang indah permai

Tidak terlihat rang yang lalu

Akarnya tumbuh di hati dunia

Daun bersemi laksmi mengenang

Biarpun ia diabaikan orang

Semoga kembang gemilang mulia

Teruslah oh teratai Indonesia

Biar sedikit penjaga taman

Biarpun engkau tidak terlihat

Biarpun engkau tidak diminati

Engkau pun turut menjaga zaman


PEJUANG SEJATI

Karya : Seysar Inggar Tofani

Pejuang sejati

Bukanlah orang yang berani mati

Melainkan orang yang berani hidup

Menghadapi tantangan ini

Aku ini kecil dan lemah

Aku tak menyerah

Aku rajin ke sekolah

Aku belajar tak kenal lelah

Aku ingin berkualitas dan berdaya

Aku ingin bermanfaat dan berguna

Aku ingin hidupku penuh makna

Dan sengguhnya, sebaik-baiknya manusia

Adakah yang bermanfaat dan berguna bagi sesamanya


Gadis Peminta-minta

(Toto Sudarto Bachtiar)

Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil

Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka

Tengadah padaku, pada bulan merah jambu

Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku iku, gadis kecil berkaleng kecil

Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok

Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan

Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral

Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal

Jiwa begitu murni, terlelu murni

Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil

Bulan di atas itu, tak ada yang punya

Dan kotaku, ah kotaku

Hidupnya tak lagi punya tanda


PARA PEMINUM

Karya: sutardji calzoum bachri

di lereng lereng

para peminum

mendaki gunung mabuk

kadang mereka terpeleset

jatuh

dan mendaki lagi

memetik bulan

di puncak

mereka oleng

tapi mereka bilang

--kami takkan karam

dalam lautan bulan--

mereka nyanyi nyai

jatuh

dan mendaki lagi

di puncak gunung mabuk

mereke berhasil memetik bulan

mereka mneyimpan bulan

dan bulan menyimpan mereka

di puncak

semuanya diam dan tersimpan


IBU

Karya: D. Zawawi Imron

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau


sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
Puisi Chairil Anwar ‘Senja di Pelabuhan Kecil’

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

Tiang serta temali.

Kapal, perahu tiada berlaut

Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam

Ada juga kelepak elang menyinggung muram

Desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan

Tidak bergerak dan kini tanah air tidur hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendirian.

Berjalan menyisir semenanjung

Masih pengap harap

Sekali tiba di ujung

Dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat

Sedu penghabisan bisa terdekap

Anda mungkin juga menyukai