Anda di halaman 1dari 32

TEKNIK MENULIS PUISI

Prof. Dr. Mohd. Harun, M.Pd.


Jurusan PBI, FKIP Universitas Syiah Kuala
11 Maret 2021
APAKAH PUISI ITU?

Puisi adalah karya imajinatif yang berisi pikiran/


gagasan, perasaan, dan pengalaman penyair
sebagai juru bicara masyarakat pada zamannya,
disampaikan dengan bahasa yang padat,
singkat, estetis, konotatif, dan simbolis.
PERKENALAN
Jagad Gumelar
 
PENGAMEN CILIK DI LAMPU MERAH
 
Pengamen cilik di lampu merah
Tidakkah kau merekas lelah
Naik turun bus kota (Jagad Gumelar, Siswa Kelas III SD
Bernyanyi mengharap sedekah Sangubanyu, Purwareja)
  Dikutip dari Kompas Minggu, 5
Desember 2004 pada lembar
Pengamen cilik di lampu merah
"Kompas Anak, Ruang Kita:
Tidakkah kau merasa malu Kirimanmu"
Dengan suaramu yang tak merdu
Menyanyikan lagu yang itu-itu
 
Pengamen cilik di lampu merah
Tidakkah kau punya ibu dan ayah
Yang selalu marah-marah
Menyuruhmu bersekolah
 
GURUKU
Padamu Ibu guruku
 
Kupersembahkan cinta dan sayangku
Padamu Ibu guruku
Yang tanpa pamrih meningkatkan ilmuku
Kuucapkan terima kasihku
Demi tercapai cita-citaku
Yang tanpa lelah mengajariku
 
Pagi siang tanpa henti
Padamu Ibu guruku
Walau letih tak terperi
Kukirimkan doa untukmu
 
Agar Allah selalu memberimu
Padamu Ibu guruku
Kesehatan dan keselamatan selalu
Kuhaturkan rasa hormatku  
(Ananda Yasmin Farhamah, 10 tahun, Kelas V SDN
Yang tanpa keluh kesah mendidikku Ngemplak 2, Bogor). Dimuat di Harian Kompas Minggu,
19 September 2004 pada lembar "Kompas Anak, Ruang
Membangun diriku menjadi berarti Kita: Kirimanmu”.
 

ULTIMATUM CINTA ALAM SEMESTA Dan atas nama alam semesta

Karya Sultan M. Ismuddin Kukutuk kau wahai manusia!

  Terutama kau!

Atas nama pohon Yang membuka pintu rumah

Yang tubuhnya ditebas gergaji mesin Agar kapitalis bangsat dapat masuk menjamah

Atas nama hewan


Yang nyawanya dicabut peluru-peluru Kelak, pada Tuhan

Atas nama sungai dan laut Kuadukan kau wahai durjana

Yang jernih airnya dicemari limbah-limbah Dan semoga kelak

Atas nama tanah Jasadmu dikubur di dasar-dasar neraka

Yang sucinya diperkosa tambang-tambang  

  Darussalam, 6 Desember 2019


   
BEBERAPA KIAT MENULIS PUISI
AKROSTIK
Mohd. Harun al Rasyid

HERAN

Belum terdengarkah suara itu


Azan subuh yang menggetarkan angkasa, dan
Noktah-noktah rahmat memayungi kota pengelana
Dalam cahaya mata malaikat yang nelangsa
Antara reruntuhan amal dan dinding-dinding iman

Aku saksikan orang-orang membelakangi kiblat


Cintanya bersemi di taman-taman korupsi
Entah bisikan apa menerang hatinya
Hingga azan pun disembelih dengan keji

Banda Aceh, 10 September 2021


Mohd. Harun al Rasyid

DALAM POTRET DIRI


 
menyusuri padang-padang berbunga
o, kutemukan wewangi kehidupan
hidup begitu warna-warni. ai, betapa indah
alam semesta mengulurkan tangannya
merangkul semua. aha, aku ingin berlama-lama
menzikirkan asma-asma. merangkai bunga-bunga
akan kusiulkan beragam irama kemerdekaan
dalam dendang hati tak pernah henti
 
harapan-harapan yang kuangankan
akan menjelma tanaman kemanusiaan, dan
risauku pada perseteruan antara yang diciptakan
untuk apa dihiraukan. untuk apa dicemaskan
nanti kan ada waktu untuk bersama. bersama-sama
 
Jakarta, 11 Juli 2005
Narasi (Bercerita, Berkisah)
Kusprihyanto Namma (Ngawi, Jatim)

GELATIK

Sudah lama tak kulihat gelatik melengkapi persawahan


padahal ketika aku belum menanggalkan celana kanak
terbangnya terjuni mimpiku membangun langit yang lain
dan kadang di saat muncul sifat-sifat kenakalanku
kubidik hinggapnya dengan ketapel-ketapel batu
 
Tapi semenjak zaman menetaskan telur-telur kepunahan
oh, darah! tempat bertimbun paruh-paruh yang runtuh
kau pacu kudaku, duka gembala yang bertangisan
sekali pun tak kudengar siulnya, apalagi riuh sayapnya.
Contoh Puisi Narasi Lainnya
Ricky Syah R
  Di kuburan ibu bapak
ORANG-ORANG SIBUK Menunduk
  Di waktu siang
Orang-orang sekarang tidak lagi pengangguran Menunduk
Mereka sudah punya pekerjaan: mereka telah Di waktu malam
sibuk Menunduk
Sibuk menunduk Di tempat sunyi
Di warung kopi Menunduk
Menunduk Di tempat ramai
Di warung nasi Menunduk
Menunduk Di rumah Tuhan
Di meja makan Menunduk
Menunduk Di rumah syaitan
Di meja hiburan Menunduk
Menunduk Di mana-mana
Di sekolah Menunduk
Menunduk Orang-orang sekarang tidak lagi
Di rumah pengangguran
Menunduk Mereka telah sibuk: sibuk menunduk
Di kuburan Belanda  
Menunduk RSR, 2018-2019
Deskripsi (Lukisan, Paparan)
Mohd. Harun al Rasyid

SKETSA TANAH ACEH


“Jangan panik
Sebuah bis sesak penumpang Jangan berlari-larian
melaju kencang di jalan berlubang. Kita sedang memotong arus
Sopir tetap menyetir dengan tenang: Segera lempar sauh di pelabuhan
“Jangan berteriak Dan tiba di darat untuk merajut
Jangan saling dorong harapan.”
Kita sedang menuju pelabuhan  
Di sana kapal segera berlabuh Sebelum bis dan kapal tiba di pelabuhan
Kita segera meninggalkan negeri kumuh.” dermaga sudah hilang ditelan lautan
supir, jurumudi, dan semua penumpang
Di rusuk Selat Sabang, di balik gugusan Pulo tidak sadar: mereka tak jelas arah tujuan!
Aceh  
sebuah kapal yang memerah di kejauhan Banda Aceh, 26 April 2014
sedang melawan badai dan gelombang
Jurumudi berkali-kali meneriaki:
Bermain dengan Gaya Bahasa
Personifikasi
Mohd. Harun al Rasyid
 
DI PANTAI LEUPUNG
  Di pantai Leupung
Di pantai Leupung Angin laut mengasin kenang
Sore ini ombak melambai Seperti setangkai senyummu
Seperti lambaimu malu-malu Yang mengawetkan harapan
Ketika itu, sore dipeluk kelam  
Lalu menghilang di balik pepohonan Tak ada yang lebih sempurna, kataku
  Selain saling bermain kejar-kejaran
Di pantai Leupung Di landai pantai maaf
Sore ini gerimis mulai turun Lalu di tangan kita yg kusam
Seperti gerimis di hatimu Kita tuliskan: maafkan aku sayang
Ketika itu, matari riang  
Lalu menghilang setelah bimbang Pantai Penyu Leupung, 25 Maret 2018
 
Personifikasi
Bussairi Ende

KUALA SIGLI, 1991

Wajah-wajah pelaut
lusuh dijilati matahari
di tepi biduk-biduk enggan melaut
ombak pecah menyayat kalbu

riak di pantai mengirimkan luka


di muara terbaca sunyi
dan dari tubuh perawan
membias bau mesiu, o

….
aku bersaksi di hadapan Tuhan yang menjaga
Mohd. Harun al Rasyid ratusan puak di negeri kami telah pergi entah ke mana
tangan-tangan perkasa telah menzaliminya
NYANYIAN ORANG UTAN
Teringat Leuser angin berhembus menyapu tanah-tanah terluka
bocah-bocah pepohonan membeku dalam kesunyian
udara mencabik-cabik kulitnya yang resah
aku bersaksi dengan segala keyakinan
akar-akar pepohonan menangis dalam pilu yang panjang
meratapi jasadnya yang dilibas dan dicincang sungai-sungai yang meliuk di pinggang bebukitan
tak lagi menawarkan kami keramahan
tiada lagi tarian daun dan dendang rerantingan kadang ia murka, kadang menangis tanpa air mata
mereka gugur ditinju tangan-tangan kekuasaan
aku bersumpah, aku berkata benar aku bersumpah inilah pengakuanku sesungguhnya
tanpa kemunafikan bersarang di jiwa raga
lebah yang bernyanyi dan berpesta di musim bunga tiada kutahu, dapatkah aku berkata benar selanjutnya
telah terbang melintas bukit, gunung, dan samudera jika warisan leluhurku telah punah semuanya
karena warisan leluhurku ditelanjangi, diperkosa
wahai manusia
kini, burung-burung merindukan embun senja
rindu yang tiada tara, seperti kami juga marilah saling menjaga!
kembali ke keriangan membasuh tubuh dalam canda
Malang, 11 Desember 2001
SIMILE
Amir Hamzah

DOA
….
Hatiku terang menerima katamu
bagai bintang memasang lilin
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu
bagai sedap malam menyirak kelopak
Aduh, kakasihku, isi hatiku dengan katamu
penuhi dadaku dengan cayamu,
biar bersinar mataku sendu
biar berbinar gelakku rayu
Doel CP Allisah
LAGU TEROR

engkau bagai angin menyusupi segala ruang


menggigilkan ladang yang ditinggal sunyi
menggigilkan tubuh, perempuan-perempuan yang tak
tidur dalam dekap gemetar tangan bayi
engkau tidak saja mengisi relung nafas dada-dada tua
tapi adalah teror dinihari yang merayapi
negeri darah "tanoh atjeh"
yang menorehkan Iuka menganga bagi generasi datang
turun-temurun, menjadi kado hitam bagi catatan sejarah.

engkau bagai angin yang menyusupi segala ruang


tak memberi kami pilihan ataupun harapan
selain sambungan nafas bagi ketakutan
dan anak-anak merekamnya dalam jiwa
sebagai dendam pagi hari.

Banda Aceh, Juni 1999


HIPERBOLA (melebih-lebihkan)
Mustofa W Hasyim

GUYONAN PEMIMPIN JAKARTA

….
Ia berhenti berkisah,
minum teh hangat, mempersilakan adik
….
“Hari berikutnya tak ada angin, langit jernih, tapi hati
tetap pedih.”

“Dalam beberapa hari, kurasa umurku bertambah


ratusan tahun, seperti mengembara dalam sejarah yang
luka.”
….
“Tak pernah kubayangkan, Aceh menjadi negeri anak
yatim nomor satu sedunia.”
METAFORA
(perbandingan dua hal secara langsung)

Subagio Satrowardojo

GAGAK TELAH MATI


….
Tak ada dewa di rawa-rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengitari bangkai
Pertapa yang tebunuh dekat kuil
LAKUKAN PERMAINAN
IMAJINASI
MENGUTAK-ATIK BAHASA
Hasta Indriyana

BAITURRAHMAN

Di masjid ini
Orang-orang
Bersarung

Di masjid ini
Burung gereja
Bersarang

Banda Aceh, 2009


Plesetan

Hamid Jabbar

PROKLAMASI 2 Akan habis


Diselenggarakan
Kami bangsa Indonesia Dengan cara saksama
Dengan ini menyatakan Dan dalam tempo
Kemerdekaan Indonesia Yang sesingkat-singkatnya
Untuk kedua kalinya!
Jakarta, 25 Maret 1992
Hal-hal yang mengenai Atas nama bangsa Indonesia
Hak asasi manusia
Utang piutang Boleh siapa saja
Dan lain-lain
Yang tak habis-habisnya
INSYA ALLAH
BEBERAPA KIAT LAIN
Bayangkan Anda Sedang Bercakap-cakap

Tulislah sebuah puisi yang berisi

Percakapan antara Anda dengan kawan Anda


Percakapan antara Teuku Umar dan Teungku Chik Ditiro
Percakapan antara kursi, meja, papan tulis, dan dinding kelas
Bayangkan Anda Ingin Menulis Surat

Tulislah sebuah surat untuk orang tua Anda dengan bahasa puisi!
Bayangkan Anda sedang Melakukan
Wawancara

Lakukan wawancara imajiner dengan seseorang yang….


Lakukan wawancara imajiner dengan gambar pahlawan
Lakukan wawancara imajiner dengan jin
Lakukan wawancara imajiner dengan malaikat
dst
Catatan Harian

Hari ini adalah hari yang paling menyenangkan bagiku


Hari ini adalah hari yang paling menyakitkan bagiku
Hari ini adalah hari yang paling bagagia bagiku

Pengalaman pertamaku menjadi guru


Pengalamanku menjadi seorang istri
Pengalamanku di rantau, jauh dari orang tua

Tentu banyak sekali yang menarik untuk ditulis!


Merespons Gambar
Batu Angin
Salam untukmu wahai batu di tepi laut Waktuku di sini telah habis
Yang masih tetap tegar walau Aku segera tinggalkan sejukmu
PADA ANGIN, OMBAK, DAN BATU
bermandikan air garam
 
Karya Tsuken (Agam Sukena) Yang masih setia untukku bercerita
Ombak
   
Bisikkan percikan cinta darimu
Angin Angin
Tetaplah bernyanyi meski nanti ku tak di sini
Terbangkan lagi khayal yang pernah ada Aku lelah dengan semua ini
Percayalah, sungguh ku merindukanmu
Berselancar di antara ombak dan batu Izinkan aku sejenak meneduhkan hati
 
yang dibasuh hangatnya kenangan dengan sejuk belaianmu
Batu
 
  Terimakasih telah bersamaku
Ombak
Ombak Masih banyak cita yang harus kujejaki
Desirkan lagi cerita itu
Deburkan kembali rasa di hati Kelak, aku akan kembali
Kenangan yang dulu pernah kubagi
Hanyutkan semua laraku padanya bersamamu Batu. Aku pergi.

Sebuah syair yang kubungkus dengan air


mata Batu Alue Naga, 25 Oktober 2018
Biarkan aku sesaat rebahkan raga
Yang kini rapuh berperban luka  
JIKA INGIN MENJADI PENYAIR, TULISLAH PUISI!

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai