Anda di halaman 1dari 7

PUISI ODE

DIPONEGORO
Karya : Chairil Anwar

Di Masa Pembangunan Ini


Tuan Hidup Kembali
Dan Bara Kagum Menjadi Api
Di Depan Sekali Tuan Menanti
Tak Gentar. Lawan Banyaknya Seratus Kali.
Pedang Di Kanan, Keris Di Kiri
Berselempang Semangat Yang Tak Bisa Mati.

Maju

Ini Barisan Tak Bergenderang-Berpalu


Kepercayaan Tanda Menyerbu.

Sekali Berarti
Sudah Itu Mati.

Maju

Bagimu Negeri
Menyediakan Api.

Punah Di Atas Menghamba


Binasa Di Atas Ditindas
Sesungguhny Jalan Ajal Baru Tercapai
Jika Hidup Harus Merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang
Puisi Himne

Doa
Karya: Chairil Anwar

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut nama-mu

Biar susah sungguh

Mengingat kau penuh seluruh

Caya-mu panas suci

Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di pintu-mu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling


Puisi Elegi
Batu Belah
Puisi Oleh : Amir Hamzah

Dalam rimba rumah sebuah macam sorak semarai ramai


teratak bambu terlampau tua kerana ada hati berbimbang
angin menyusup di lubang tepas
bergulung naik di sudut sunyi. menyahut ibu sambil tersedu
melagu langsing suara susah;
Kayu tua membetul tinggi
membukak puncak jauh di atas Batu belah batu bertangkup
bagai perarakan melintas negeri batu tepian tempat mandi
payung menaung jemala raja Insha Allah tiadaku takut
sudah demikian kuperbuat janji
ibu bapa beranak seorang
manja bena terada-ada Bangkit bonda bewrjalan pelan
plagu lagak tiada disangkak tangis anak bertambah kuat
mana tempat ibu meminta rasa risau bermaharajalela
mengangkat kaki melangkah cepat.
Telur kemahang minta carikan
untuk lauk di nasi sejuk Jauh ibu lenyap di mata
timbul takut di hati kecil
Tiada sayang; gelombang bimbang mengharu fikir
dalam rimba telur kemahang berkata jiwa menanya bonda
mana daya ibu mencari
mana tempat ibu meminta. lekas pantas memburu ibu
sambil tersedu rindu berseru
Anak lasak mengisak panjang dari sisi suara sampai
menyabak merunta mengguling diri suara raya batu bertangkup
kasihan ibu berhancur hati
lemah jiwa kerana cinta Lompat ibu ke mulut batu
besar terbuka menunggu mangsa
Dengar.........dengar ! tutup terkatup mulut ternganga
dari jauh suara sayup berderak-derik tulang belulang
mengalun sampai memecah sepi
menyata rupa mengasing kata Terbuka pula, merah basah
mulut maut menunggu mangsa
Rang... rang... rangkup lapar lebar tercingah pangah
Rang... rang... rangkup meraung riang mengecap sedap..
batu belah batu bertangkup
ngeri berbunyi berganda kali. Tiba dara kecil sendu
menangis mencari ibu
Diam ibu berfikir panjang terlihat cerah darah merah
lupa anak menangis hampir mengerti hati bonda tiada.
kalau begini susahnya hidup Melompat dara kecil sendu
biar ditelan batu bertangkup menurut hati menaruh rindu...
Batu belah, batu bertangkup
Kembali pada suara bergelora batu tepian tempat mandi
bagai ombak datang menampar Insha Allah tiadaku takut
sudah demikian kuperbuat janji.
Puisi Epigram

Bangunlah, o Pemuda!
Karya : A. Hasjmy

Gempita suara atas angkasa


Wahyu kebangunan tanah tercinta
Bangunlah pemuda saudaraku sayang
Dengarlah nyanyian girang-gemirang
Marilah saudara berbimbingan tangan
Mengayun langkah pulang ke taman

Bersinar cahaya di ufuk timur


Tanda bangsaku bangun tidur
Insaflah saudara, pemuda bangsaku
Mari berbakti kepada Ibu
Gunakan ketika selagi ada
Berbuatlah jasa selagi muda

Ombak berdesir lagunya merdu


Ditingkah kasidah alunan bayu
Bangkitlah pemuda saudaraku sebangsa
Dengarlah panggilan tanah tercinta
Jangan lagi duduk bermenung
Marilah kita menyadari untung
Puisi Satire

Kau Menang Dalam Hati

Kecil hingga Besar kau mencari keberhasilan


Bodoh hingga Pintar kau merangkai kesuksesan
Kau gores dengan noda yang pilu
Demi sekejap kenikmatan yang tabu

Kepala demi Kepala menunggumu dibelakang


Mengais sedikit sumbangan untuk sesuap nasi
Tidakkah kau terlalu melambung
Melampaui batas kerendahan hati

Dahulu kau cari mereka semua


Dahulu kau berjanji kepadanya
Dahulu kau susah payah bersama
Tapi sekarang Kau buang kami seperti tidak ada

Kemarin kau termangu seperti orang tak punya arah


Hari ini kau tersenyum seperti orang hebat
Besok kau akan menggongong di depan pasrah
Lusa kau akan masuk kedalam hutan yang penat

Kau berlari amat jauh seperti maling


Kau tidak tentram seperti angin topan
Semua itu kaurasakan sebagai balasan
Yang Maha Kuasa tentu akan melarang
Puisi Romans
Surat Cinta
Karya : W.S Rendra
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis kata yang bermula dari
bagai bunyi tambur mainan kehidupan, pikir dan rasa.
anak-anak peri dunia yang gaib.
Dan angin mendesah Semangat kehidupan yang kuat
mengeluh dan mendesah bagai berjuta-juta jarum alit
Wahai, Dik Narti, menusuki kulit langit:
aku cinta kepadamu! kantong rejeki dan restu wingit.
Kutulis surat ini Lalu tumpahlah gerimis.
kala langit menangis Angin dan cinta
dan dua ekor belibis mendesah dalam gerimis.
bercintaan dalam kolam Semangat cintaku yang kuat
bagai dua anak nakal bagai seribu tangan gaib
jenaka dan manis menyebarkan seribu jarring
mengibaskan ekor menyergap hatimu
serta menggetarkan bulu-bulunya. yang selalu tersenyum padaku.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku! Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Kaki-kaki hujan yang runcing Putri duyung dengan suara merdu lembut
menyentuhkan ujungnya di bumi. bagai angin laut,
Kaki-kaki cinta yang tegas mendesahlah bagiku!
bagai logam berat gemerlapan Angin mendesah
menempuh ke muka selalu mendesah
dan takkan kunjung diundurkan. dengan ratapnya yang merdu.
Selusin malaikat Engkau adalah putri duyung
telah turun tergolek lemas
di kala hujan gerimis. mengejap-ngejapkan matanya yang indah
Di muka kaca jendela dalam jaringku.
mereka berkaca dan mencuci rambutnya Wahai, Putri Duyung,
untuk ke pesta. aku menjaringmu
Wahai, Dik Narti, aku melamarmu
dengan pakaian pengantin yang anggun Kutulis surat ini
bung-bunga serta keris keramat kala hujan gerimis
aku ingin membimbingmu ke altar karena langit
untuk dikawinkan. gadis manja dan manis
Aku melamarmu. menangis minta mainan.
Kau tahu dari dulu: Dua anak lelaki nakal bersenda gurau
tiada lebih buruk
dalam selokan
dan tiada lebih baik
dan langit iri melihatnya.
daripada yang lain
Wahai, Dik Narti,
penyair dari kehidupan sehari-hari,
kuingin dikau
orang yang bermula dari kata
menjadi ibu anak-anakku!
Puisi Balada

Balada Orang-Orang Tercinta


Karya: WS. Rendra

Kita bergantian menghirup asam


Batuk dan lemas terceruk
Marah dan terbaret-baret
Cinta membuat kita bertahan
dengan secuil redup harapan

Kita berjalan terseok-seok


Mengira lelah akan hilang
di ujung terowongan yang terang
Namun cinta tidak membawa kita
memahami satu sama lain

Kadang kita merasa beruntung


Namun harusnya kita merenung
Akankah kita sampai di altar
Dengan berlari terpatah-patah
Mengapa cinta tak mengajari kita
Untuk berhenti berpura-pura?

Kita meleleh dan tergerus


Serut-serut sinar matahari
Sementara kita sudah lupa
rasanya mengalir bersama kehidupan
Melupakan hal-hal kecil
yang dulu termaafkan

Mengapa kita saling menyembunyikan


Mengapa marah dengan keadaan?
Mengapa lari ketika sesuatu
membengkak jika dibiarkan?
Kita percaya pada cinta
Yang borok dan tak sederhana
Kita tertangkap jatuh terperangkap
Dalam balada orang-orang tercinta

Anda mungkin juga menyukai