Anda di halaman 1dari 58

Supported

by :
Tari Sigeh Pengunten
Karya : Orang Lampung
Dibakukan oleh : Alm. Pun Marwansyah Warga Negara
Tari Sigeh Pengunten
Tari sembah Sigeh Penguten merupakan tari
adat budaya lampung yang berasal dari suku
Pepadun. Semula tarian ini di persembahkan
untuk menyambut kedatangan para raja dan
tamu-tamu istimewa sebagai cara menunjukan
keramahan dan penghormatan. Karena hal ini
kemudian tari sembah sigeh penguten identik
sebagai tari penyambutan.
.
Supported
by :
Cuplikan Puisi

Dikawinkan Kesumat
Karya : M. Harya Ramdhoni Juliarsyah

Musik Latar :
Sansayan Sekeghumong
Gubahan Risendy Nopriza (Alumni ISI Yogya)
Sendratari Sekala Brak
Gubahan Ahmad Matin Fauzi (IKPM Lampung Barat)
pun beliau,
kita berjumpa di sini.
di pinggir jurang tempat leluhur saling bertempur
hingga nyawa tertumpas.
seratus windu terlampau berat untuk dikenang.
memaksa setiap cicit sejenak menengok ke
belakang.
menyimak semula riwayat nenek moyang kami yang
terusir dari tanah mereka sendiri.
delapan ratus tahun kemudian ku buka kembali
catatan ini.
tulisan tangan puyang dalom ratu sekeghumong
dalam huruf ka ga nga.
had lappung itu sempurna tanggal dimakan masa.
tetapi beruntung masih dapat ku baca walau harus
terus meraba.
entah berapa ribu tangan telah membuka wasiat
keramat ini;
bau kulit kayu mencandra kehidupan tak lazim.
pertemuan kita bukan cerita cinta abad dua satu.
bacalah wasiat ini maka, engkau akan insyaf betapa
perbincangan kita sepatutnya ialah sebuah riwayat
tertunda.
dengarlah wahai lelaki yang ku cinta sepenuh
hati, betapa percintaan kita telah dinujumkan
sebelumnya.
kita ditakdirkan ke dunia sebagai peluruh segala
dendam yang pernah singgah.
tahukah engkau bahwa di pundakku memanggul
beban masa lalu yang tak dapat ku pikul?
cerita tentang orangorang yang dikalahkan oleh
para pendatang.
kisah nenek moyang kami yang terusir dari rumah
mereka sendiri.
lalu mereka harus telan nista ini :
beralih Tuhan atau terbunuh demi keyakinan.
orang - orang pemberani memilih mati sebagai
makhluk dewata yang taat.
sementara para pecundang memeluk ajaran baru
tanpa sepenuh hati.
engkau mungkin pernah mendengar riwayat nenek
moyang kami yang tak sudi berserah kepada Tuhan,
yang menurut mereka, tak pernah satu.
mereka lompati jurang di bawah tempat kita
bersua.
lebih baik mati daripada menghamba di
bawah duli Tuhanmu yang tak nampak,
begitulah prajurit tumi pernah berujar.
dan kau pun beliau, adalah serbuksari lelaki lelaki
penyamun yang mengusir nenek moyangku dari
kampung halaman sendiri.
persekutuan jahat dari utara yang memungut ajaran
dari negeri entah dimana.
Supported
by :
Cuplikan Cerpen

Sesiah Terakhir
Karya : M. Harya Ramdhoni Juliarsyah

Musik Latar :

Begukha Sekeghumong
Gubahan Risendy Nopriza (Alumni ISI Yogya)
sisa gemintang masih nampak di hujung langit yang jauh.
bintang kejora sesekali berkelip menemani peralihan fajar.
di remang pagi itu, sekumpulan burung pangau mengitari belantara
Hanibung.
siulan mereka memapah menuju kembara dunia entah.
begitu damai kehidupan unggas di atas sana.
seolah para dewa merestui dengan sepenuh hati.
teramat santun percakapan sesama unggas itu sebagai wujud kerendahan
hati hamba yang lemah kepada penciptanya penguasa kahyangan.
manakala di atas tanah tinggi itu kehidupan amat berbeda.
hanya ada kegelisahan yang terpendam.
ketakutan demi ketakutan berlomba membayangi ibu negeri Bunuk Tenuar
hingga pelosok pekon.
keresahan yang seolah tak nampak karena tertutup rerimbun pokok sekala
yang menutupi dataran tinggi itu.
kegundahan yang meraja dan mengusik ketentraman setiap jiwa penghuni
Negeri Sekala Bgha.
di suatu masa yang jauh dari ingatan bersama.
di suatu waktu ketika para gerinung menyembah tuhan yang belum satu.
Supported
by :
Tari Ngelajau
Karya : -

Musik Latar :

Tari Ngelajau
Gubahan --- Belum diketahui
Tari Ngelajau
Tari ini menggambarkan asal usul orang lampung yang berasal berasal
dari Sekala Brak, di gunung Pesagi, dimana pengembangan awal aksara,
mereka menyebar menuruni lembah, menyebrang sungai, menembus
hutan belantara, memasuki tanah para leluhur untuk memulai kehidupan
baru dan menyepakati empat prinsip utama, Piil Pesenggiri, Nemui
Nyimah, Nengah Nyappur, dan Sakai Sambayan, sebagai pemersatu
seluruh jiwa Masyarakat Lampung. Meskipun mereka saling tinggal
berjauhan namun memiliki permasalahan yang sama. Para leluhur
berharap masyarakat tidak bersikap ceroboh dan acuh karena apa yang
mereka miliki sekarang adalah buah kerja keras dari mereka sendiri. Tari
ini menggambarkan eratnya persaudaraan orang Lampung dalam
menyongsong masa depan.
Supported
by :
Tari Sansayan
Sekeghumong (1)
Karya : Ayu Erindiasti, Dina Febriani Alumni ISI Yogya

Musik Latar :

Sansayan Sekeghumong
Gubahan Risendy Nopriza (Alumni ISI Yogya)
Ratu Sekeghumong. Dapunta Beliau Sekeghumong. Begitulah pujangga
dan rakyat jelata menyebut namanya dengan takzim. Angin kering
musim kemarau di Perbukitan Bedudu akan menceritakan kepadamu
segala hal tentang dirinya. Angin kering musim kemarau yang berkesiut
di perbukitan, di mana jasadnya kini ditanam, akan meriwayatkan
kepadamu tentang segala kisah suka dan duka yang dialaminya
sepanjang hidup.

Sekeghumong, ratu terbesar sekaligus ratu penutup.


Ditangannya sekala bgha jaya, ditangannya pula sekala bgha
runtuh.
Supported
by :
Tari Bedana Kipas
Karya : Sanggar Bireun Seudati UPH

Musik Latar :

Tari Kipas Lampung


Gubahan Sanggar Bireun Seudati UPH
Tari Bedana Kipas
Tarian ini merupakan tari kreasi dari tari bedana dan tari
kipas (halibambang). Tarian ini menggambarkan kebahagiaan
dan keceriaan seperti kupu-kupu yang sedang beterbangan
dengan mengibas-ibas sayapnya di alam yang bebas dan
berayun-ayun di bunga. Tarian ini ditampilkan oleh beberapa
gadis.
Supported
by :
melihat kecantikan seperdu, lupalah ia dengan maksud
semula.
mabuk kepayang lantaran jatuh cinta.
Nujum Gerimung di tanah kerajaan sekala Beghak
Percintaan berbeda kasta adalah tabu....
Pangeran dan rakyat jelata tak akan bersatu...
Darah sai batin harus selalu biru, tak akan bercampur
dengan darah jelata seperdu
Inilah titah Pun beliau ratu..
Bertaruh nyawa risalah tanpa restu... kemurkaan
Sekeghumong saibatin ratu.
Supported
by :
Lagu

Tikham Hati
Karya : Saiful Anwar
Semanjang khejang bukit bakhisan Sepanjang tahun hatiku hancur
Semanjang tahun hatiku cadang Terdampar perahu hilang dayung
Tekambang biduk lebon tayuhan Kegundahan hatiku tak hilang
Gundah hatiku mak lekang
Kabarmu sudah lama kutunggu
Lohotmu ghadu tumbai kutunggu Dari hari, bulan, ke tahun
Jak khani, bulan, butahun Nyawaku sekarang jadi taruhan
Nyawaku ganta jadi takhuhan Jika kamu mengingkari janji
Kiniku tepikko janji
Abangku tersayang, cepatlah
Adin sayang, geluk mulang pulang
Khadu saka pulipang, tikham hati Sudah lama terpisah
Adin sayang, geluk mulang Terasa rindu
Kutunggu, kusandang Abangku tersayang, cepatlah
Sampai mati pulang
Kutunggu, kuharap
Sampai mati
Cuplikan Cerpen

Sesiah Terakhir
Karya : M. Harya Ramdhoni Juliarsyah

Musik Latar :

Sansayan Sekeghumong
Gubahan Risendy Nopriza (Alumni ISI Yogya)
Kekuk Suik bergegas memacu kudanya menuju Bukit
Kulut di wilayah pedalaman Sekala Beghakk.
Pekon di mana Seperdu kekasihnya berkediaman.
Kuda yang ditungganginya berderap semakin jauh
meninggalkan Ibu Negeri Bunuk Tenuar.

Belasan pekon balak dan pekon lunik telah ia lewati.


Hujung Langit, Batu Bgha, dan Gunung Batin telah
tertinggal di belakang.
Yang tersisa kini adalah keinginannya untuk segera
menemui sang kekasih.
Kekuk Suik telah mantap dengan niatnya untuk
melarikan diri bersama Seperdu. Ia akan melakukan
sebabambangan untuk menghindari tuntutan adat
wangsa sekala Beghak.
Keanggunan parasnya yang konon melebihi seribu
putri titisan bidadari adalah petaka.
Sesiapa saja yang mencumbu kecantikan Seperdu
akan segera hilang ingatan.
Para raja jukuan hingga rakyat jelata saling
berbunuhan untuk memperebutkannya
Supported
by :
Kini kekasih yang dipujanya dengan sepenuh hati telah
berpulang ke pangkuan dewa dewi yang mahakasih.
Tak ada lagi kecantikan itu.
Musnah sudah riwayat perempuan terindah di bumi tempat
bersemayam dewa dewi.

Pandangan mata nankosong terjulur mengerikan.


Jiwa lugu dan cantik itu melayang ke angkasa biru menuju
rumah keabadian para hamba yang patuh dan taat.
Perjaka tampan dan perawan jelita dikurbankan
demi merayu kebaikan hati para Dewa dan lelembut penguasa
puncak Gunung Pesagi.
Semua itu demi kelanjutan penerus wangsa.
Supported
by :
Tari Bekugha Sekeghumong
Karya : Ayu Erindiasti, Dina Febriani
Alumni ISI Yogya

Musik Latar :

Sansayan Sekeghumong
Gubahan Risendy Nopriza (Alumni ISI Yogya)
Tari Bekugha Sekeghumong
Tari ini mengisahkan kehebatan Sang Ratu Sekeghumong yang
memiliki hewan kesayangan berupa seekor harimau raksasa
yang menjadi tunggangannya.
Sejak kecil, Ratu Sekeghumong dibesarkan oleh denting
pedang dan lolongan kesakitan para prajurit.
Serbuan anak panah dan lemparan tombak turut pula mengisi
masa remaja beliau.
Hingga beliau pun tumbuh dewasa menjadi seorang
perempuan bengis dan pemarah.
Supported
by :
Telah tercium aroma kedatangan para pengacau dari utara
sebagaimana ramalan leluhur dahulu. Merekalah yang akan
merubuhkan pokok suci melasa kepampang sesembahan suku
tumi. Kemudian mereka tegakkan Dewa baru diatas bumi sekala
bgha. Dewa antah berantah berwujud sembilan puluh sembilan.
alkisah datanglah empat lelaki.
mereka bermunculan dari rerimbun pokok manau.
sungging senyumnya jumawa.
ketepikan dewa dewi leluhurku di tanah sekala.
duhai empat lelaki jumawa, kalian tentang segala dewa
sesembahan rakyatku.
jangan kau usik dewa dewi kami apabila hendak kau
agungkan tuhanmu yang suci
seorang tetua pernah berucap kepada keempat moyangmu.
namun keempat lelaki ini berwatak nyinyir serupa beruk tertawa
geli.
mereka umpat dewa dewi pujaan leluhurku.
mulanya bisikbisik tak kentara lalu serupa ejekan yang tak jelas.
hingga suatu waktu yang tepat mereka tuntaskan hinaan tak
termaafkan kepada dewa dewi penguasa kahyangan.
di suatu pagi yang gerah, mereka tebang melasa kepappang.
mereka duduki pokok sesembahan leluhur kami sambil
bersabda lantang :
wahai rakyat sekala Beghak, sembahlah Allah kami yang
satu!

sebuah tamadun pun tumpas.


lesap satu adab orang orang dari selatan setelah kalah bertarung
melawan gerombolan petualang dari utara.
kisah yang tak boleh hinggap di telinga anakku kelak.
pun beliau,
Sekeghumong, engkau dan sekala Beghak akan musnah, tetapi
kau tak akan tinggal diam mempertahankan harga dirimu dan
rakyatmu hingga titik darah penghabisan
Supported
by :
Tari Kreasi

Tari Bedana Lunik


Kreasi : Tri Mumpuni (Guru Seni SMP 1 Metro)

Musik Latar :

Tari Bedana Lunik


Gubahan Sanggar Ibu Tri Mumpuni (SMP 1 Metro)
diambil dari Tari Bedana
Tari Bedana Lunik
Tari ini merupakan kreasi dari Tari Bedana. Tari Bedana merupakan
akulturasi dari kebudayaan Lampung dengan Islam Melayu. Tari Bedana
memperlihatkan keceriaan dan semangat dalam menjalankan berbagai
aktivitas.
Tari ini ditampilkan secara berpasangan, sebaiknya putra dan putri. Satu
keunikan bernilai plus dari tari berpasangan ini adalah bahwa ragam gerak
tari bedana tidak memperkenankan penari bersentuhan dengan
pasangannya. Hal itu merupakan refleksi sebuah pergaulan masyarakat dan
muda-mudi yang harus penuh kehati-hatian dan saling menjaga kehormatan
diri untuk tidak bersentuhan dengan orang yang bukan mahramnya. Filosofi
tersebut tidaklah mustahil ada, sebab tari Bedana ini memang dibawa oleh
orang Arab yang memiliki budaya demikian.
Supported
by :
Cuplikan Cerpen
Riwayat yang Dituturkan
oleh Hembusan Angin
Karya : M. Harya Ramdhoni Juliarsyah

Musik Latar :

Sendratari Sekala Brak


Gubahan Ahmad Matin Fauzi (IKPM Lampung Barat)
Kelak, angin musim kemarau yang tak henti berkesiut di
perbukitan Bedudu akan menjadi saksi bisu kisah kekalahanku
yang perwira.
Ia akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan suaranya yang
muram seraya menerbangkan jerebu, bebungaan dan reranting
pokok kamboja.
Angin kering musim kemarau yang tak henti bertiup di atas
perbukitan Bedudu ini juga akan terus mengulang-ngulang
riwayat itu hingga kau bosan.
Ia memang kutugaskan menyampaikan wasiat keramat ini
kepada siapa pun yang bertandang kemari.
Dengan dukacita ia akan bertutur tentang kekalahan
pertempuranku melawan lelaki muda dari utara.
Tentang tubuhku yang dihujam belati beraroma gaharu dan
cendana.
Tentang kemakzulan Sangga Langit oleh kedigdayaan dan
keperkasaan belati ajaib dari bumi Blambangan
Supported
by :
Cuplikan Puisi

Dikawinkan Kesumat
Karya : M. Harya Ramdhoni Juliarsyah

Musik Latar :

Sendratari Sekala Brak


Gubahan Ahmad Matin Fauzi (IKPM Lampung Barat)
biarkan riwayat keberanian pengawal setia puyangku menjadi
teman kembara ke alam mimpi.
biarkan lesap bersama angin watak lanun moyangmu yang
berlagak suci.
disini kita selesaikan perhitungan ini.
mari kita hitung bersama segala kesumat yang membakar
segala sumber kehidupan.
beban yang ku panggul, bebanmu jua.
mimpi yang ku tanak tak lain adalah mimpimu.
mendekatlah di sampingku, pun beliau.
lingkarkan tangan kekarmu di pundakku.
bacalah nujum puyang dalom ratu sekeghumong dengan
sepenuh cinta yang kita punya.
kembara orangorang menuju selatan yang datang dan pergi
karena pertarungan kuasa.
sejak semula wangi darahmu siratkan drama yang ganjil.
tentang tualang orangorang barbar penghuni lembah tak
berdasar.
sejak semula kita telah dikawinkan.
oleh kesumat penyembah berhala.
oleh kebencian penyebar risalah.
Supported
by :
Tari Mukeu Saur
Karya : Linggar Nunik Kiswari, SSn

Musik Latar :

Tari Mukeu Saur


Gubahan : Supriyanto, SSn
Tari Mukeu Saur
Tari Mukeu Saur : Tarian ini menggambarkan
tentang tradisi membangunkan orang sahur pada
saat bulan ramadhan. Tradisi ini sangat berkaitan
dengan masuknya budaya Islam dan dijalankannya
salah satu syariat islam yaitu berpuasa. Tarian ini
berasal dari tulang bawang dimana masyarakatnya
pada saat bulan ramadhan selalu berkeliling
kampung untuk membangunkan orang sahur.
Supported
by :

Anda mungkin juga menyukai