Anda di halaman 1dari 11

Desah Indonesia Bukankah negri ini lantas merdeka atas keberanian Rengas

dengklok yang mencengan.


Desah mendekap amarah. Atau, atas keberanian pendobrakan kantor berita milik Jepang.
Sunyi telah sempurna. Masihkah kau sebut ini pemberontakan.
bumi menelan purnama.
Temaram menghunus puja. Ada yang harus engkau pahami.
Kami ini tidak dilahrikan atas nama penghargaan
kemana perginya putih, dimana persembunyian merah ? Melainkan jiwa yang tertempa dalam lumpur kepemimpinan.
Kami meminta persetujuan, kau malah menyepelehakn.
Dongeng-dongeng masih kudengar dalam gegap gempita Kami bertindak tanpa persetujuan, malah kau sebut ini
berita. pemberontakan.
Drama air mata diperankan nyata bocah-bocah desa.
Berdendang alunan jerit mengiringi tarian na'as para pemalas Kami ini pemuda yang berjiwa muda.
dipojok kelas seusai mengucap janji bias. Janganlah kau nina bobokkan dengan janji yang menggiurkan
dan penuh kepalsuan.
Oh kibar dwi warna... pada siapa kau akan bertitah... ? Jangan pula kau risaukan jika kami terpaksa berjalan tanpa
alas sandal.
Berhembus sepoy perlahan angin pantai lhoknga, membela Sudah saatnya ranting putra sang fajar mengguncangkan
semak beluntas punggung jaya wijaya. bumi, awan dan lautan.
Angin nusantara wewangi udara surga. Maaf kan kami yang bertindak diluar arahan.
Hembus sepoy angin surga mendorong aliran kejernihan Semoga kami mampu mempertanggungjawabkan dan
sungai2 air mata. membuktikan.
Membasuh suci seluruh menara2 tempat ibadah. Karena semangat dan tekad kamilah yang lebih dibutuhkan
Berkumandanglah sajak2 suara jiwa, membangkitkan langkah sang garuda kebanggan.
juang para gerilya. Bukam ribuan pengalaman belaka yang duduk tenang diatas
kursi goyang.
Umpak-umpak bendera kembali berjajar rapi disetiap hati
nurani, menghantarkan seluruh makhluk nusantara untuk 11 Agustus 2017
berucap
"kami telah bersatu... maka tersenyumlah indonesia..." Dibalik Bilik Demokrasi
Nampak pada anggun matamu yg berkaca-kaca, engkau hanya
mendesah. Serentetan persiapan hajat demokrasi negri ini telah dilalui
dengan penuh drama komedi dan sedikit geram pada hati.
14 september 2018 Atas nama demokrasi, konspirasi dusta berebut suara tumbuh
subur dinegara yang hampir hilang daulat dirinya.
Pemberontak ataukah Pendobrak Rakyatnya. Satu sama lain saling merayu, saling menuduh
bahkan saling menganggap musuh.
Jika kau mampu dengar tangis burung dalam sangkar. Bocah-bocah yang seharusnya terjaga kemurnian jiwanya, ikut
Kau pasti paham akan semangat muda yang terkekang. terpengaruh.
Namun, jika kau tak mampu membedakan pecundang dan
pejuang. Petaka apalagi yang sedang kau ujikan pada bangsa kami
Pemberontak dan pendobrak pun pasti akan kau sama ratakan tuhan.. ?
Ataukah, semua ini bukan ujianmu.
Bukan kami ingin menentang, Melainkan awal dari kemurkaanmu ?
Kami ini tumbuh dan dibesarkan dalam laga perjuangan. Maaf tuhan. Aku tak mampu berbuat sesuatu untuk meredam
Perjuangan atas Hak dan Keadilan. keganasan saudara-saudaraku.
Perjuangan akan tanggung jawab dan kebijaksanaan.
Perjuangan melawan kepongahan dan kelicikan Tatkala tiba pada puncak hajat negri kami.
Angkara belum juga mereda, justru semakin berbahaya.
Kami paham kau punya seribu pengalaman kehidupan. Hujan pun tak kulihat mempersiapkan diri guna meredam
Tapi kami, punya api semangat yang tak mampu dipadamkan. angkara yang terjadi.
Seribu pengalaman kau gunakan mencekal langkah Mungkin hujan pun muak untuk turun ke bumi, sebab dibumi
beriringan. telah banjir hujan caci maki.
Api semangat kami kian menyala melahap dusta berselimut Satu sama lain saling sibuk mencari cela kekurangan untuk
kepongahan. dijadikan bahan menjatuhkan

Tidakkah kau mengingat. Namun, Di balik bilik-bilik suara.


Aku tengah melihat manusia-manusia yang sibuk pula Aku dengar tuhan telah mulai naik pitam.
mempersiapkan resepsi hajatan dengan sangat teliti. Sebab, Namun, bagaimana dapat sembuh secepat itu.
mereka sadar jika ada yang tidak beres, merekalah yang akan Jika dusta dan serakah masihlah menjadi landasan konstitusi
menjadi tumbal demokrasi. negriku.
Maka enyalah seluruh rasa lelah, lapar dan rindu dalam diri
mereka. 28 november 2019

Hingga. Terdengar kabar yang memaksa air mataku tumpah. Goro Goro
Beberapa dari mereka, harus berpulang namun bukan pulang
ke rumah menemui anak istri dan orang tua setelah dua hingga Kesatria memang terpandang gagah.
empat hari sibuk mempersiapkan hajat bangsa. Namun menjadi prahara saat lupa kodratnya.
Mereka berpulang menuju tuhan yang sangat menyayangi Berbekal lencana, retas apa saja yang dapat dijadikan
mereka dengan cara yang cukup mulia sembari mambawa pemasukan dompetnya.
kerinduan akan keluarga yang tak sempat diucapkannya. Berbekal prisai, lindungi dengan nyawa bagi siapa saja yang
tidak telat upetinya.
Maka. Atas nama para jiwa yang gugur dalam menuntaskan Berbekal pedang, teracung geram pada cangkul tumpul yang
hajat demokrasi bangsa ini. mempertahankan ladangnya
Dan atas nama seluruh pahlawan demokrasi yang sanggup Indah Hastina Pura berganti menjadi negri darah saat angkara
menahan lapar, menahan latih, menahan kesabaran dengan menguasai jiwa para kesatria.
penuh kebesaran hati.
Enyahkanlah angakara, dusta dan pertikaian yang sia sia pada Sedang di Khayangan
negri ini. Para dewa sibuk musyawarah mempertahankan politik
pengaruh dan jumlah pemujanya
(Bekas TPS 03, 10 mei 2019) Sebab, shang Hyang tunggal mengamandemen beberapa
Undang-Undang Dewa, agar berkembang katanya.
Kabar Keadilan Negriku Menjadikan Sengkuni dan bethari durga memiliki tempat dan
suara didalamnya
Jangan bertanya keadilan pada negriku. Kacau balau dan bencana dalam perjalanan menuju jagat
Namun bertanyalah, sudah amankah tempat dudukmu ? semesta
Duduklah bersimpuh diantara kaki kaki kursi jabatan, agar
dirimu aman. Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon lir kincanging
Dan sesegera mungkin lupakan anganmu tentang keadilan. alis.
Sebab, Mencari keadilan tak ubahnya merogoh ular didalam Risang maweh gandrung, sabarang kadulu wikir moyag-mayig
lubang. saking tyas baliwur.
Kau tak akan dianggap pahlawan saat keadilan engkau Ong.....
tegakkan.
Justru, kau akan diadili atas dasar membuat kegaduhan dan Namun jauh di suatu pelosok semesta, tetap benderang suatu
mengganggu kinerja pemerintahan. cahaya
Karang kadempel tempatnya. Tanah air punakawan yang tetap
Wahai keadilan berkaki pincang. ceria penuh tawa.
Wahai keadilan bermata dajjal. Tapi pagi ini punakawan tidak sesantai minum kopi
metingkrang ongkang-ongkang seperti biasanya
Bukankah telah teramanatkan padamu senyum semerbak Kang gareng tengah sibuk mencoret-menyalin catatan lama,
nusantara. kembali menjilid ajaran luhur amanat angkasa.
Bukankah seharusnya kau menjadi lumbung padi pada Kang petruk pun tak tinggal diam, berorasi kesana kemari
keroncong perut anak-anak jalanan. mempertebal percaya diri pada negri dan rasa saling
Mata air dahaga ibu buruh kota raya. menyayangi.
Namun ternyata, dirimu hanyalah air mata bayi yang tak Tapi kok kang bagong malah mondar mandir kayak layangan,
tertebus biayanya. eh ternyata ia lagi nyariin kyai semar.
Atau hanya kupon undian bagi mereka yang ingin kaya Benar saja jagad kacau-balau.
dengan menyesap keringat rakyatnya. Lhawong kyai semar baru saja moksa mentalak dunia

Meski keadilan berbeda tipis dengan balas dendam. (18-04-17)


Penghayatan hati nurani lah yang akan membenarkan.
Keadilan adalah ibu kandung kemakmuran, istri tercinta
kejujuran.
Maka. Lekaslah sembuh wajah lebam keadilan negriku.
Itulah hitam resam do'a dan tekad yg terpendam akibat laut,
Kopi Revolusi udara dan daratan tak tersisa lagi ruang untuk keponakan-
keponakanmu bermain layang-layang.
Bung kemarilah. Mendekatlah. Atau, sekedar bertukar pikiran.
Adakah sejenak waktu untuk kita meminum kopi bersama ? Hitam kental kokohnya persatuan dan gotong royong dalam
Kopi yang khusus aku seduh untuk memperingati harimu dan merebut kemerdekaan. Ah, saya kok jadi merindukan
hari perngorbanan nyawa kawan2mu, yah.. termasuk nyawa persatuan yg tumbuh meski tanpa janji-janji palsu dalam
buyutku bung. pidato kenegaraan itu ya bung ?

Monggo bung. Dicicipi kopinya. Monggo bung, diseruput kopinya. Keburu dingin entar.
Syahdu bukan ?
Ah.. Tentu sajalah bung. Lho, kenapa bung ? Kepanasan ya
Untuk itu, kopi itu aku beri nama kopi revolusi. Iya bung, sepanas itulah mulut-mulut masyarakatmu sekarang.

Coba bung hirup terlebih dahulu aroma kepul asapnya ? 10 november 2019
Tidakkah bung juga menghirup aroma dari kepul asap yg
sama. Belajar Pancasila
Aroma asap yang mengepul dari letup mesiu.
Letup yang menggantikan kepul asap rokokmu. Perlahan dengan merayap kususuri liuk lintang kabarmu.
Sebab, peluru mendesir tepat disamping bibir hitammu. kabar tentang dunia yang tengah mencekik licik nadi nafasmu.
Meskipun berkat kepul asap gelora semangat juang dan Tanpa jeda, dengan bringas lututnya pun ikut menyumpal
keberanianmulah hari ini aku dapat menghisap dalam kepul suara batin murnimu.
asap rokokku sembari heran menyaksikan ini negara yang Sedang pena dan tinta, jauh diasingkan darimu.
semakin gaduh.
Dalam genggam.
Bung, tahu tidak kenapa Aroma kepul asap kopi itu sangat Secarik kertas tertulis tempat terakhir kau ditindas.
dahsyat aromanya ? Namun tempat itu, hanyalah sebuah ruang kosong yg kumuh
itu karena asap yang mengepul berasal dari biji kopi yang dgn kebisingan, Kebisingan akan gaung namamu.
bukan semabarang biji.
Biji Kopi revolusi ini bung, tidak bisa ditanam disembarang Petaka.. Tundalah kedatanagmu.
tanah. Musibah.. Antarlah aku bertemu.
Hanya ditanah adiluhung, tanah tumpah darah, dan tanah air
matalah bisa untuk ditanaminya. Puji cipta alam raya, Tuhan pun mengabulkan do'aku.
Butuh sekitar 350 tahun untuk bisa berbuah. Musibah itu, kini mempertemukanku denganmu.
Tapi, bukan 350 tahun aeeperti dongen ibu guru TK yang Apalah istilah yg lebih tepat dari musibah tatkala ternyata
menceritakan masa dijajahnya negri kita. yang menuntunku menemui tanah makammu adalah arwahmu.
Lhawong buktinya, bung tidak tinggal diam kan atas
penjarahan-penjarahan itu. Dalam langkah yg terpendam didalamnya isak tangis dan
Meskipun hingga hari ini kami masih dijarah sih oleh saudara- haru, kau genggam penuh hayat lengan tanganku.
saudara kami sendiri dengan mengatasnamakan kepentingan Kau antar jasadku terlebih dahulu pada aliran deras sungai
negri ini tapi ternyata hanya untuk partai politiknya sendiri. yang sangat jernih tempat batinmu bersuci. Bahkan katamu,
Sebab, hari ini bung. setiap partai politik negara ini sedang angkara, ego dan serakah pun akan hanyut jika terseret arus
saling membinasakan partai politik lainnya agar mampu sungai itu.
menguasai kekayaan negara kita. Kau ajak diriku jejaki aliran itu hingga bertemu samudra dan
engkau berkata
Dan, Air mendidih yang dituangkan kedalam caagkrinya pun ”Disinilah seluruh aliran sungai akan bertemu. Maka
juga tidak bisa sembarang air bung. janganlah kau risaukan prihal aliran. Selama aliranmu akan
Adalah air yang membasuh perbedaan sebagai penghalang mengantarkanmu pada samudra,maka ikutilah tanpa
kebersamaan. menyalahkan dan memaksa. Dan jadikan dirimu adalah
Air yang menumbuhkan dedaunan cemara dipegunungan, pun samudra yang akan menampung seluruh macam sampah dan
juga menumbuhkan tanaman lamun dilaut perbatasan. aliran yang datang padamu”
Dan air yang manyiram keinginan mendapati tanda jasa
kehormatan. Lantas dari samudra itu, kau ajak nuraniku menepi di pantai
dan berteduh diteras gubuk reyot seorang janda tua yg
Oh iya bung, Lihatlah hitam resam ampas pada dasar cangkir ditinggalkan anak semata wayangnya.
kopi itu.
Kau perintahkan aku untuk sungguh2 menafsirkan isak tangis Meski tiada janji kalian ikut menikmati jerih payah
yg tiada jeda akibat dirampasnya tanah makam miliknya oleh perjuangan ini.
adik kandungnya. Tetap jangan pamrih.
Jangan pula saling menikam kawan sendiri hanya demi
Belum tuntas esai tafsirku, kau cengkram tekadku dan kau gengsi.
lempar pada taman seribu bunga di lembah nestapa. Ikhlas yang kalian miliki, adalah matahari dikegelapan dan
Aku kira kau akan menyuruhku menyebutkan macam praha-praha akhir zaman.
jenisnya. Ternyata kau hanya memerintahkan padaku untuk Daulat dan rasa bersama yang kalian cipta, sesungguhnya
membuka cara pandang saja, guna menemukan keindahan mampu mencabut semeru dari akarnya, Persis ucap bung
taman itu yang tersusun akibat keberagaman bunga-bunga. karno tercinta.
Akan tetapi, bagaimana aku mengawalinya. Dan jangan pula kembali ada gelisah dalam setiap ayunan
langkah.
Jawabmu justru susah dicerna. sebab, kini kau ajak akalku Segala yang kalian perjuangkan sesungguhnya adalah
menikmati pagelaran orkestra. kemauan tuhan yang maha kuasa.
Aku semakin bingung saja, namun kulihat arwahmu tengah Maka, Masih ragukah tatkala allah yang menjadi penanggung
menari gembira diantara gesekan violin dan petik gitar jawabnya ?
orkestra.
Alunan simponi yang sungguh indah hingga tak sadar terlelap 11 mei 2020
akalku dikursi pemirsa.
Kijang Kencana
Seusai orkestra itu melantunkan karya beethoven symphony
nomor 9. Seekor kijang kencana berjalan sempoyongan menjunjung
Kau gugah aku dan aku terkejut sebab aku terbangun diatas kembang kusuma panca warna diantara rimba belantara kota
ranjang kamarku. seusai meneguk lencana.
Kau tersenyum padaku, melambaikan tangan tanda
berpamitan sembari mengatakan Tiba dipadang kuru setra. kijang kencana terlalu lelah untuk
"Tanah makamku berada di dalam setiap kejujuran hatimu". melanjutkan langkah, beristirahatlah ia dibawa pohon beringin
tua, peninggalan para leluhurnya.
Guru aku merindukanmu.
Tiba2. Tanpa aba2, Tanpa tanda2, sekelibat Melesat anak
1 juni 2019 panah brahmastra. mengglinding dari arah utara pusaka cakra
baskhara. Dan menghujam dari khayangan Gada nenggala.
Sayap sayap pergerakan. Tercengan kijang kencana memandangi pusaka bangsanya
yang hampir mengancam jiwa.
Adalah fajar ketika mereka melangkah. Berlarilah terseok terjungkal sekuat tenaga. Kembang kusuma
Adalah petir tatkala mereka berfikir. panca warna berserakan disepanjang jalan pelarian. Nafas
Adalah bumi ketika mereka diuji. kijang kencana tersisa dua tiga hembus saja.
Adalah semesta tatkala mereka bersama.
Alhamudillah puji tuhan yang maha merubah....
Manusia2 itu, seolah menolak hidup nyaman diatas Beruntung Musa datang menghadang dengan tongkatnya.
pembaringan. Beruntung Brahmana datang membimbing arah menuju
Memilih caci maki sebagai asupan nutrisi usia dini. kandang.
Bersahabat dekat dengan rakyat. Beruntung Brandal lokajaya sigap mengais ceceran kembang
namun, bukan untuk mencari kedudukan dan pangkat. kusuma panca warna.
Sebab bagi mereka, rakyat adalah peliharaan kesayangan Beruntung Semar telah usai membenahi tapak hingga atap
tuhan penuh rahmat. kadang.
Meski terkadang rakyat sedirilah yang menghambat mereka
berkhidmat. Tatkala adzan maghrib mulai diteriakkan syahdu dari surau2
tanpa pengeras suara.
Oh.. Garuda yang terbuang dijalanan Kijang kencana terlihat telah kembali dengan selamat menuju
kandang keramat tempat kembang kusuma panca warna
Malaikat, para nabi, dan daun gugur dimuka bumi. tersemat.
Mengirimkan salam tulus dari hati. Dalam linglung diantara adzan dan iqomat, si kijang kencana
Memohonkan ketabahan pada ilahi. bertanya pada naga dan beruang yang mengaku tetangganya
Maka usaplah keringat yg membasah pada dahi. tentang siapa yang telah mengkudeta pusaka agung bangsa
Dan lanjutkan langkahmu yang sempat terhenti. dan leluhurnya. Mereka tidak menjawab. Mereka justru
tertawa gembira.
(16 febuari 2018) 20 january 2017
Sang Pengembara Kisah syahdu seorang ibu.

Entah sudah berapa ratus kilo meter jarak yang terpeluk Seusai menyandarkan sepeda onthel berkaratnya di
telapak kakinya. pohon mangga. Ibu yg gelisah itu belingsatan menyeka
Entah sudah berapa ribu wajah yang ditatap dengan keringat didahinya akibat menempuh jarak 5 Km jauhnya.
senyumnya. Dengan hati gemetaran, ibu itu ragu tatkala akan
Ratusan kilo meter yang dilalui bukanlah hanya tentang lelah menabrakkan jari keriput dekilnya pada gerbang besar nan
yang didapati, melainkan kesungguhan memahami jati diri. agung milik pak haji yg tersoshor namanya.
Dan ribuan wajah, bukan hanya tentang tegur sapa.
Melainkan memahami elok unik manusia. Wah, kok kebetulan. Tidak lama dalam keraguan itu,
pak haji membuka pintu rumah yang juga tak kalah megah
Wahai.. Panas aspal jalan raya. sembari membenarkan lilitan sarungnya. Wajah ibu yg
Kau ajarkan hidup adalah ketabahan dalam perjuangan dan terdiam linglung didepan gerbang pun berubah menjadi lega.
kebosanan. Namun tidak dengan wajah pak haji yg jadi bermuram durja.
Wahai.. Gelap dingin rimba raya.Kau sabdakan bahwa tuhan
sangat dekat dengan hamba yg sudah tiada daya. "Woy, ngapain. Mau ngutang lagi ya ? Mau
ngembaliin pakek apa kamu ? Lhawong denger2 suamimu
Arah ? tiada peduli ia terhadapnya. sekaeang terkapar gak guna dipembaringan gtu" Sahut
Sebab kompas perjalanan, adalah mata hatinya. seketika pak haji membuka obrolan. Tapi, ibu yang tadi itu
Uang ? tiada berharga baginya. Kepercayaan diri didalam hanya terediam dan ada berubah pada mimik wajahnya. lantas
selimut ketangguhan itulah bekal pengembaraan. ia pun melangkah kebelakang sembari ada yang sangat ia
Bahan bakar ? tak sedetik pun ia memikirkan. Gelora juang tahan.
dan semangat untuk membuktikan keindahan dan kearifan
indonesialah bahan bakar langkahnya. Ibu yg tadinya belingsatan menyeka keringat
Penginapan ? Apalagi hal sesepeleh itu. Adakah yang lebih didahinya, kini belingsatan menyeka air mata dipipi kerutnya
nyaman dari tenda yg berdiri atas dasar kebersamaan dan sembari mengayuh ontel berkarat miliknya menuju rumah
berdindingkan kehangatan riang tawa canda dibawa langit yang terbuat dari papan-papan tipis bekas proyek bangunan
yang penuh berbintang. tempat sang suami menjadi kuli.

Wahai pengembara. Kesuksesan Apakah yang akan kau Belum kering air mata di pipi kerutnya, Ibu itu
dapatkan dari itu semua ? Terjaminkah kemapananmu dimasa terperanjat kaget saat tiba dihalaman sempit rumahnya. Benar
yang akan datang ? saja, Hati tertegar siapakah yang tak terkejut tatkala melihat
Aku lihat, salah seorang dari mereka menolah anggun dgn tuhan bersama para malaikat dan nabinya sedang mengadakan
muka kusut penuh noda dan berkata "ini bukan tentang syukuran besar dan pesta suka cita didalam rumahnya.
kekayaan harta dunia. namun ini, tentang kekayaan akal dan
jiwa". 23 november 2019

Tutur, 18 januari 2016 Berita gembel tentang dunia.

Kenyamanan Pemain Balik Layar Ratap nista hardik semesta.


Sigembel dan anjingnya tengah berpesta.
Tetap tegar mempertanggungjawabkan kesalahan banyak Putik kembang seketika menjelma luka.
orang. Astaga... Ada berita apa.
Sikap tersiap menerima cacian dan hinaan pada barisan saat
yang lain lari berhamburan. Usai pesta si gembel berteriak keliling dunia.
Memandang dengan senyum lebar saat penghargaan Mengabarkan semesta harus segera meredam angkara.
diserahkan pada kucing-kucing di balik semak rerumpunan. Bumi telah letih memendam sedih sendiri.
Hallah... Gembel kok beri instruksi.
Para pemain balik layar sangat paham akan ketulusan dan
keikhlasan. Kota gelap asap.
Tetap semangat wahai para pemain dibalik layar. Mentari seolah ogah menyinari.
Jasamu tak berwujud namun begitu melekat dirasakan. Desa, riang tipu dan serakah.
Ajarkan cara menikmati racun dan kopi yang dicampurkan. Semesta, mana tahan melihatnya.
Negri ini membutuhkan uraian pimikiran dan keberanian yang
engkau sembunyikan. Gemertak ombak suarakan peringatan.
Lantang suaranya menerobos kursi tuhan.
Tuhan pun mengizinkan semesta menebar virus pembersihan. Redamlah seluruh sedih, Seusai hening membisikkan "Laa
Manusia pun kalang kabut saling menyalahkan. tahzan, Innallah ha ma'an" (Sidoarjo, Purnama Ramadan 1441
H)
Wahai gembel dunia. Apa ini obatnya ?
Ia diam tak memberi sahutan. Gembel Akhir Zaman
Dan si gembel, tengah tenggelam dalam pesta bersama
gunung, awan dan lautan. Selembar kertas tertumpa cairan noda.
Tak akan bersih meski dibilas tujuh kali.
23 febuari 2020 Selembar kertas tidak akan menjadi seimbang.
Sebab digunting tepat pada tengah lipatan janji.
Balada Ramadhan Akhir zaman
Ya tuhan. Betapa nikmat menjadi kawanan gembel akhir
Ya ghaffar... zaman.
Kedzaliman berlenggang menari dipermukaan bentang Melihat komedi kawanan manusia yang saling tipu menipu
karunia yang engkau ciptakan tanpa malu dan penuh satu sama lainnya,
kesombongan. Kami pun tertawa terbahak bahak, sebab diantara mereka ada
Ya qowiyyu... Masihkah panjang usia bumimu ? yang sampai tercekik sendiri oleh tipu muslihatnya
Ataukah sengaja engkau sisakan waktu, hanya untuk ia
menuntaskan ratap pilu. Lihatlah. Betapa damai kami para kawanan gembel akhir
zaman.
Jernih basuh Quddus mu, makin sukar aku temukan. namamu Sembari tidur miring berpangku tangan ditrotoar kota dan
kian laris diperjual belikan. teras gedung megah.
Embun shubuh Lathif mu, sungguh dahaga aku merindukan di Kami pun sangat asik menikmati pagelaran tari topeng,
tengah terik teriak dan gemertak hamba-hambamu yang penuh topeng2 kemunafikan.
kepongahan dalam memaksakan pandangan, hingga tega Setiap kawanan manusia itu bahkan membawa ribuan macam
menyulut pertikaian terhadap saudara sebangsa dan seiman. topeng diranselnya. Mulai dari topeng kayu hingga topeng
Terlebih, akan keakbaranmu tuhan. maaf kan kami telah rayu. Mulai dari topeng kaca hingga topeng pemercantik
mengkerdilkannya dgn keingingan yang penuh kerakusan wajah.
hingga menuntutmu untuk selalu terkabulkan. Semuanya mereka lakukan utk bisa bertahan hidup katanya.
Atau, demi tersohornya suatu nama ditengah masa
‫َو َجَع ْلَنا ِم ۢن َبْي ِن َأْيِد يِه ْم َس ًّد ا َو ِم ْن َخ ْلِفِهْم َس ًّد ا َفَأْغ َشْيَٰن ُهْم َفُهْم اَل ُيْبِص ُروَن‬ Hahahaha...
Kok untungnya, kami ini hanyalah kawanan gembel akhir
Asap-asap gelap pekat mulai engkau tiupkan. zaman, Uang dari mana untuk membeli topeng kemunafikan
Semesta, engkau berikan izin melakukan pembersihan. yang sangat mahal.
Kocar kacir kami penuh ketakukan.
Saling tuduh dan menyalahkan dalam kebingungan. Kulihat dari sela2 ranting pohon beringin. Mereka sangat
Akal, harta, dan jabatan terlampau rapuh tak mampu bersemangat memenangkan lomba kedunguan. Ada yang
diandalkan sibuk berteriak hingga lupa tuk mendengar, Ada yang beringas
Hingga sunyi, adalah lorong keselamatan di zaman yang meminta namun takut membaginya, dan Ada pula yang
penuh perubahan. berebut menjadi berperangai suci agar seluruh nafsunya
dituruti.
Ya sallam... Masihkah kau luangkan ruang pertaubatan,
sedang pintu2 rumahmu telah engkau rapatkan. Ah... Sayang sekali. tatkala kami menghisap dalam putung
Hingga seolah wajah Rahmanmu mulai engkau telengkan. rokok yg kami pungut dari limbah kuliah dan trotoar2 jalan.
Maka apa dan bagaimanakah lagi langkah kami untuk tetap Kami jadi sangat bersedih.
melanjutkan kehidupan, tuhan ? Mengapa harus orang2 yang baik diantara merekalah yang
menjadi korban keserakhan penghujung zaman ? Tidakkah
Akan tetapi. orang2 baik itulah harapan untuk tetap berlangsungnya
Didalam lorong sunyi ini. aku melihat bumi kembali bercanda kehidupan ? Waduh... Pasti tuhan tidak akan tinggal diam ?
bersama angkasa.
Aku dengar sungai kembali bercerita dengan gembira pada Geram hati kawanan ini ingin kelaur dari gorong2
batu yang tersenyum sebab sahabatnya kembali berbicara. peristirahatan meski dengan badan berlumpur dan suara
Ia bercerita tentang betapa damai ia mengalir, sebab tiada lagi lantang untuk berteriak ditelinga meja jabatan pun juga telinga
provokasi limbah produksi yang membuat keruh hati nurani reklame popularitas kekeruhan.
sungai-sungai jernih. Ah.. Sialan, lupa. kami ini kan hanya gembel akhir zaman.
Dan didalam lorong sunyi ini.
Lebih baik kami hisap lagi lebih dalam sisa2 putung rokok ini Tidak perlu dirisaukan sepi orderan.
agar hati lebih tabah dan khusyuk mendoakan terbitnya Tender tersebar seluas mata memandang, bahkan sampai pada
cahaya. dunia tak kasat pandangan.

Benarlah apa yang pernah diorasikan oleh kawanan kaum Inilah bisnis kebaikan.
pecinta cahaya dan kedamaian. Meski hasil susah dirasakan.
Bukan tanpa alasan tuhan memerintahkan berbuat kebaikan Tapi pasti datang saat dibutuhkan.
harus diiringi kesabaran dan ketulusan. Mari berbuat kebaikan.
Sebab, pada zaman yang akhir ini, Kebaikan adalah lahan Atas nama tuhan yang maha Gratisan.
kesempatan meenggiurkan bagi para kawanan keserakahan.
Bukan tanpa alasan semesta berpihak pada pemegang teguh 23 Mei 2018
kemurnian.
Sebab, manusia semakin buram arah tujuan. Dan pincang Tadarus malam dua sembilan
langkah perjalanan.
Tadarus malam dua sembilan
Minggu, 9 febuari 2020 Semesta syahdu dalam bacaan.
Riang diantara ledakan petasan.
Air Mata dan Mata Air
Malam dua sembilan...
Apa yang akan didapat dari penyesalan. Seribu ibadah haji dikaruniakan.
Bukankah hanya akan menyisakan rasa kesal. Meski, shaf-shaf terawih mulai mendekati tempat berdiri sang
Menyalahkan tuhan dan menuhankan nafsu bisikan setan. imam.
Pasar2 mulai ramai orang bertukar pikiran.
Usaikan itu semua kawan.
Sadarlah, keinginan itulah kunci pembuka penderitaan. Tadarus malam dua sembilan...
Skenario tuhan tak mungkin mengecewakan. Huruf berganti ayat, ayat menjadi surat, surat menjelma sorot
Bagi yang paham akan ketuhanan dan kemanusiaan. matamu yang memikat diantara sela-sela harakat dan hamzah.
Bayanganmu ikut menari-nari mengikuti naghom lantunan
Lebih baik kita nyalakan unggun kedamaian. irama.
Kita nyanyikan musik musik sungai dan desis udara. Dan, tanpa sadar. idzhar memperjelas rasa yang semakin
Kita rengkuh bersahabat pundak sang masalah dan duka membesar.
Betapa memuakkan kehidupan andai ia tak menjamah hidup Lantunanku kian berantakan.
kita Riang tawamu berebut jalan, berdesakan dengan ghunnah di
Dan betapa ampas kopi senja andai tak teraduk olehnya. ruang pendengaran.
Entah, fitnah apa yang merubah syiddah menjadi alis matamu
Usaikan air matamu. sewaktu tertawa dipangkuan senja sembari menanti waktu
Semesta rindu mata air kasihmu. berbuka.
Dan bersama kita akan teriakkan
”Terima kasih masalah telah menuntunku pada kesadaran Wahai lailatul qodar... Bersalahkah atas cinta yang membias
dewasa” pada kalam ilahiah.
Bukankah, hanya dengan jalan cinta si hamba dapat bermesra
6 Febuary 2017 dengan sang pencipta.

Bisnis Tanpa Rugi Tadarus malam dua sembilan.


Aksara cintamu telah aku bacakan bersama semesta yang tak
Jangan bertanya tentang modalnya. pernah ingkar atas suatu kemurnian.
Sebab, tak perlu untuk diperhitungkan. Dan tak akan mampu
mengkalkulasikan. 3 juni 2019

Jangan khawatirkan karakter client dan partnernya. Gumamku Untuk Sang Kekasih.
Sebab, dia sudah tidak membutuhkan harta kekayaan, apalagi
hanya sekedar laba keuntungan. Kekasih, benar kah kau suka bermain hujan ?
Aku lah kekasih rintik derai air itu, Sendu sejuk yang
Dalam bisnis ini, tidak perlu adanya ansuransi. memeluk tubuhmu.
Sebab, tidak akan didapati rugi. meski pasca di hantam gempa Namun, mengapa masih kau kenakan payung diatas
bumi yang disusul tsunami. kepalamu ?
Sewaktu shubuh, kita saling merindu. Dari pengorbanan nyawa merekalah kita ada energi untuk
Malam hari, kita ganti membenci. terus berkarya ataupun memperkaya dengan membunuh
Dimata, kita berburu berita. mereka yang sudah langkah.
Dihati, gengsi membungkam kata. Meskipun benar yg pernah kamu sampaikan sayang, Bahwa
Kita tak ubahnya dua insan yang hanya berpegang pada negara kita kini mulai sedikit memperhatikan nasib hewan.
kesetiaan tanpa pernah menyelaraskan jiwa dan pandangan. Dibuktikannya dengan membuat taman nasional khusus
budidaya tikus berdasi sampai dengan tikus berpeci.
Kekasih.. Berapa lama kita akan diam..
Hening berpesta menabur kebisuan. Sayang. Aku pun mendengar ribuan juta pemuda berteriak
Hanya doa yang kita interaksikan. ubah sistem negara sesuai syariah.
Meski dingin semakin membekukan kotak obrolan. Apabila ada yg menghalangi ataupun mempersulit, mereka
menyebutnya penista agama dan halal darahnya.
Kekasih, jikaku lihat-lihat, Kisah kita tak ubahnya seperti arah Sesosok balita pun menangis gemetar mendengar kata agama.
bangsa yang kian hari entah kemana berjalannya. Akibat kesan yang sangat mengerikan dan mencekam, sayang.
Semuanya serentak berkata demi bangsa dan negara. Meski begitu kekasih, aku selalu bertanya ?
Namun korupsi dan pertikaian antar golongan, tidak ada Mana mungkin agama dicipta untuk dijadikan media
habisnya. pembunuhan, permusuhan dn penghancuran.
Tapi. Mereka selalu menjawab "ini perintah tuhan"
Yang di utara dengan yang selatan, yang diatas dgn yang Pertanyaanku menajadi semakin padat "jika begitu, apa yang
dibawah. sebenarnya sedang mereka pertuhankan"
tidak pernah benar-benar sepakat untuk suatu persatuan dan Namun, pertanyaan itu hanya bergeliat dalam benakku saja.
kedaulatan bersama. Aku takut jikalau dituduh melanggar sila pertama pancasila
Menjadikan bangsa kita hanya bersatu tanpa berdaulat, kita tercinta.
sehingga rakyat hanya suatu alat pemakmur golongan2 kecil Dan Kekasih, bukankah pernah kau ajarkan padaku bahwa
yang berkuasa, sebab sirna adat istiadat setempatnya. syariat memang penting. Syariat ibarat lekuk lesung aliran air
Atau hanya, melahirkan suatu kedaulatan tanpa persatuan, dari hulu menuju hilir. Namun yang lebih penting dari aliran
kekasih. air tersebut, adalah kadar kemurnian dan manfaat dari air itu
Maka berlangsunglah pemaksaan kebenaran dari golongan kan kekasih ?
satu ke golongan lainnya.
Garuda pancasila tidak lebih dari sebuah hiasan semata Ahh.. Entahlah sayang.
didalam istana merdeka.
Persis seperti saat kita sedang berdebat tentang siapa yang Tapi kekaaih, sungguh. Bukanlah jarak dan waktu yang
benar dan sama sama tidak mau salah. bersalah.
Bukan kah kita sudah berjalan diatas keduanya ?
Atau juga, tentang kasus-kasus besar yang tidak pernah Hanya saja sepertinya beban perjalanan kita yang terlalu
diselesaikan dan hanya dimasukkan kedalam saku belakang. berlebih, kekasih.
Hingga pada kesempatan lain saat bangsa kita akan selangkah Beban ego dan gengsi.
lebih maju, ada saja oknum-oknum yang kembali
membawakan hal itu agar batal suatu kemajuan. Kekasih, jika memang benar engkau suka bermain hujan.
Tak ubahnya layaknya kamu yang suka ungkit-ungkit Semoga. Lekas kau Letakkan payung diatas kepalamu.
hubunganku dengan mantan yang memang sebenarnya belum Segera, akan kujatuhkan pula air hujan kesungguh-
pernah benar-benar terselesaikan. sungguhanku yang penuh kemurnian.
Tapi maaf, aku takut menyampaikan hal itu kepadamu. Dan kita benar-benar bersatu, berdaulat dan selaras dalam
melangkah menuju cerah pelangi seusai kelabu bertudung
Dan yang paling vital, sayang. senja.
Adalah masalah kesadaran. Semoga.. Dan aku tidak memaksa.
Aku melihat berjuta juta pemudi bergoyang ala negri barat
dengan pakaian ketat menampakkan sebongkah pantat. 15 desember 2019
Tapi anehnya, kekasih.
Saat ada yang menjamah, dia berteriak ini pelanggaran HAM Sendu.
dan pelecehan seksual. Sedangkan kekasih, setahuku yg tidak
berpakaian itu kan hanya hewan. Sendu tatap matamu, binar sempurna purnama.
Toh, negara juga belum menerbitkan peraturan hak asasi Kibar kerudungmu, sepoy angin nusantara.
hewan. Pasti harum hatimu, damai tercium darimu.
Padahal kan andai tidak ada hewan, negri ini juga tidak akan Pasti sahaja jiwamu, sirna letihku digenggammu
perkembang kan.
Cinta tiba tanpa aba aba. Bertahan meski tanpa penjaga.
Cinta mampu memilih memilah. Hanya hati harum dan sahaja Ini hati bukan besi.
yang ku damba. Memang tak akan berkarat.
namun luka, akan dengan cepat terserap.
Di timur cahaya terbit, menyusuri lembah hingga puncak
bukit Kita sama manusia.
Dalam senyummu cintaku bangkit, membasuh duka dan sakit. aku manusia biasa dan kamu manusia elok rupa.
Namun mengapa ? dusta hanya menjadi hak dan
Tuhan... Bisakah kiranya diantara waktu senja dan adzan wewenangmu semata.
maghrib dari mushola. Aku mengecup keningnya. Tidak kah kau percaya akan karma, Yang kini menajadi hak
milikku karena dustamu
6 agustus 2018 Semesta dan fajar telah menjabarkan segala yang kau
rahasiakan.
Unggun Samar Asmara
Kecuali hati muhammad, cakrawala cinta semesta
Aku dengar kayu-kayu bakar itu membicarakan tentang kita. Hati siapa yang tak akan mendendam atas niat dan usaha baik
Celotehnya tetap saja bergemuruh meski ia sadar akan yang dibalas dengan ribuan pengulangan dusta ?
menjadi abu.
Minyak tanah kesedihanmu terlalu murni membasahi Namun. Benarlah kata muhammad. Jika dalam sedih dan derai
dahannya. dendammu, ada ketulusan dan niat baik tuhan untuk
Hingga obor amarahku, menghidupkan apinya. menyelamatkanmu lebih cepat meskin tanpa drimu bersiap.
Masihkah kau bersedih dendam ?
Remang rawa pandangmu mengundang mendung nestapa.
Mengundang capung bergerombol mengisyaratkan badai akan 21 maret 2019
menerpa.
Angin mulai halus menjamah, Menjatuhkan bulir air matamu Pada Suatu Malam
pertama.
Seketika. Melesat Aku terjun dari balik mendung membawa Menari percik bara penghantar api unggun.
hujan. Tanpa angin Tanpa daun kering.
Menyamarkan apa yg telah engkau tumpahkan. Hanyalah malam mendesak renung kening.
Memeluk sejuk jiwa resahmu penuh kelembutan. Cipta siluet nona lembut nan anggun.
Membasahi panas jiwamu yang tengah dalam kesedihan.
Pada bayang rasa, api menggelora.
Tetapi, Atas nama hujan. Dasar nestapa, daulat Akal menolaknya.
Tanpa sadar terpadamkan unggun samar asmara itu. Dingin malam mengkacau jiwa.
Dalam tanah basah, tersisa hanya abu dan debu. Purnama tertawa menyaksikannya.
dingin kembali merasuki tubuhmu.
Tetapi, percayalah. Berteriaklah sang sunyi menghardik purnama
Unggunmu terlanjur mengembunkan sukma hujanku. "Sungguh manusia berhak mencita apa dan siapa saja.
Sungguh adalah cinta penyebab tersusunnya semesta raya"
31 maret 2018 Pancar sinar purnama pada pandang lembah, gelisah seketika.
Berganti para malaikat menertawakan purnama.
Gelombang hati
Ditengah hilir mudik tawa semesta.
Riuh ombak gelombang hati. Ada akal dan rasa yang tengah berdebat tentang arah.
Ombak bergulung menabrak karang, buih merembak menodai Saling gagas berlomba tegas.
lautan. Namun, percik bara tetaplah kerlip merah dibentang luas
Lambai nyiur angin nurani. malam redup purnama.
Angin menerpa angan, menggiring riang kelabu awan. Unggun menolak merah api menyala.
Gelisah hembus angin menyibak daun kering.
Malam Akhir bulan dibibir pantai, Namun bulan tengah Dan percik bara merah itu tetap ia simpan dalam rongga retak
piknik dan bersantai. ranting dan arang
Malam gelap sukar ku melihat. Abadi. Hanya tuhan yang mengetahui.
Namun fajar dan semesta, Mengabarkan apa yang
sesungguhnya 13 april 2020

Wahai jala nelayan yang terkoyak sumbunya. Pada Suatu Kedai.


Haruskah niat baik akan selalu dibalas dusta ?
Pada suatu kedai yang berpayung lembayung senja, kita Terkekang jiwa menanti gemericik, gerimismu tak kunjung
duduk berdua. tiba.
Menegaskan tetapkah kita menjadi kita, atau akan ada yang Hingga, cerah akal sehat menyibak mendung penyelimut rasa.
tiada.
Terkenang hujan gunung di ujung senja.
Diantara kepul asap kopiku, kau bercerita tentang segala Balita pulas tertidur menyimak rintiknya.
angin. Namun Aku, meregang mengenang suatu kisah.
Angin laut yang memabukkan sadar fahammu. Rantai terlanjur berkarat, rapuh, dan retak dalam kubangan
Angin gunung yang mengaburkan arah pandangmu. remaja.
Hingga angin ladang yg telah memisahkan anganmu dengan
janjimu. 2 Des 2018.
Hanyalah angin-angin itu yang kutangkap dari ceritamu.
Sebab. Angin-angin yang lain, engkau ceritakan dengan angin Maaf
nafasmu yang tertahan.
Terlihat jelas ada yang engkau sembunyikan. Pada Luka nestapa dan derai air matamu aku menghadap.
Itulah sebabnya kualihkan pandangku dan telingaku pada Basuhlah darah tak basah itu dgn jernih air ikhlas dan
senja di belakangmu. maafmu.

Pada senja yang bersiap menuju ranjang tidurnya. Wahai wanita yg mengusap kelabu senja...
Aku mendapati cerita tentangmu yang sesungguhnya. Wahai selendang sutra yang memecah samudra...
Ia bercerita bahwa dalam salah satu pandangnya, ia melihat
dirimu merebahkan kepala pada dada seorang lelaki yang aku Bukan maksudku menumpah luka.
kenal pula namanya. Aku lah nona pedang remuk terbentur perisai itu.
Menjadikanku seketika malas memandangimu meski dirimu Sudah kupaksa tuhan agar engaku dan aku menjadi kita.
memelas memandangiku. Namun kelakar amuk guntur timur, memaksa lepas
genggamku pada sendu senyummu.
Bukan aku sudah tidak lagi mempercayaimu.
Hanya saja aku lebih percaya pada semesta. Bimbangku adalah sapamu di ufuk shubuh.
Bahkan semesta yang mengajarkan padaku akan kemurnian, Sedang langkahku, adalah garis senja bedebah.
keteguhan hingga kesetiaan yang dilandasi sehatnya akal
pikiran. Atas nama luka yg mengoyak berbaringmu menuju mimpi.
Izinkalah kuretas duri2 mawar diseluruh muka bumi.
Adzan maghrib samar-samar membubarkan pertemuan kita. Biar berdarah telapak tanganku ini. Aku tidak perduli.
Meski pertemuan ini menjadikan ada yang tiada diantara kita, tak ingin kulihat kau menangis atas duri mawar lain yang akan
namun tetap kita masihlah akan menjadi kita. kembali melukai.
Hanya saja kita sebelum saling mengenal dan saling bertegur
sapa. 14 mei 2019

19 maret 2020 PULANG

Hujan Sudah seharusnya kembali kulintasi lorong sunyi.


Seusai sekian huruf, angka, nada dan bahasa kosong sia sia.
Kan terkenang pada kening jiwa resah berkerling hujan. Sudah waktunya kembali ku mendekam diruang kosong yang
Tergerus genangan air mata, gelisah gunung tergenggam. menjadi isi.
Berderai desah, dekap rimbun cemara, terpendam rindu dalam Sebab segalanya hanyalah hampa yang menjelma permata
dendam.
Sekelibat guntur amuk jiwa menikam mata rantai, retak tak Dengus udara malam mendendangkan nyanyian ketulian.
terêlak. Memaksaku kembali menari Tarian pertapaan.
Pagi tiada lagi harap tuk mengawali.
Kelabu mendung menggulung cerah syahdu elok senja. Dengung ku rindu membacakan puisi.
Terlontar senyum semu wajah ayu si nona. Atau shubuh biarlah lebih panjang hingga senja dan malam
Membara unggun dalam rimbun gelap belantara. kembali.
Seusai luka menjelma kabut, terbias jalan terjal romansa.
Dalam gelap aku senang.
Aku kira engaku payung, sejuk aku rasa tanpa basah. Mata tak lagi tertipu menatap kilauan.
Namun, ternyata dirimu hanyalah jarak diantara keduanya. Dalam sunyi aku berseri.
Cinta murni menyelimuti tanpa perlu tipuan kata serius Dan Mulut, hanya mengeluarkan suara2 tiruan yang
berbunyi. dipaksakan pemegang tertinggi lencana popularitas ketenaran

20 januari 2019 Senja telah tiba pada ambang.


Hanyalah jiwa yang tergenggam.
Aku adalah siapa ? Menangis, tertawa, berteriak tak ada yg mendengar.
Hanya mata sekejap melihat cahaya dari tanah makam.
Aku adalah pemimpin di bumi. Jiwaku kuhempas ke arah cahaya itu, Sebab tubuhku sudah
Allah sendiri yang memberikan mandat ini. lagi bukan milikku.
Meski iblis dan malaikat terlihat sangat iri lebih dengki. tatkala jiwa telah mejamah cahaya tanah makam pembunuhan.
Tetap aku yang terpilih. Kulempar tombak bermata kesadaran ini ke arah tubuh yang
tengah menari diatas tangisan nona berselendang hitam.
Dengan dua tanganku. Tubuh ku sirna, Seiring melebarnya senyum manis si nona.
Kucipta lautan ditengah daratan, dan daratan ditengah lautan. Tinggallah hanya jiwa yang tersisah. Meski milikku, aku tidak
Melalui dua kakiku. Kutumbuhkan mata air kehidupan, berdaulat atasnya.
kutanamkan air mata masa depan. Kurasakan dia sedang berpesta, namun tidak di gedung
Bahkan hanya dengan satu akalku. Kuturunkan angkasa, berkilau permata
kuterbangkan dasar samudra. Kudengar dia sedang bernyanyi lagu asmara, namun tidak
ditujukan untuk wanita.
Gunung2 penyangga langit adalah tempat berliburku. Kulihat dia sedang melangkah, namun tidak untuk kekayaan
Laut beserta keganasan ombaknya, tempat membersihkan harta dunia.
tubuh. Dia melangkah kearah bocah yang sedang menggembala
Gajah, kuda, byson, kuperalat semauku. kerbaunya. Dan kali ini, kudengar dia bertanya. Kemana jalan
Bahkan macan, serigala dan singa tak lebih hanya hiasan di menuju sang pencipta.
ruang tamu.
14 januari 2020
Siapa yang tidak mengenalku ?
Adakah satu jengkal ruang dibumi ini yang tidak aku jamah
dan kelolah ?
Bahkan beberapa ruang diangkasa, mulai aku jajah.

Kulihat iblis tidak lagi iri kepadaku. Namun justru dendam


kepada kami, Kumpulan para aku dimuka bumi.

Melalui kemampuan birokasi dn marketing yang handal dan


penuh pengalaman.
Satu per satu dari aku, perlahan saling berebut gemilang,
keuasaan dan kekayaan. hati nurani dn jiwa suci dikorbankan.
Semua atas dasar kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Amanat kepemimpinan titah tuhan, sirna dalam nafsu
kerserakahan.

Mendung bergulung dari utara.


Darah mulai tertumpa.
Tangis terlukis pada beberapa wajah. Beberapa lagi adalah
wajah penuh khianat, dusta yang meratap penuh pura2.

Dua tanganku hilang daya, bahkan untuk menyeka tangis bayi


diranjang kelahirannya.
Dua kaki'ku hilang arah, tanpa sangaja kusepak kucing yang
menangis meminta makanan sisa sisa.
Akal dan hatiku kian redup menuju buta, seketika terseret arus
kemilau permata.

Muka lusuh tersepak zaman penghabisan.


Telinga tuli tersumbat dentum dentum pesta kemenangan.

Anda mungkin juga menyukai