Anda di halaman 1dari 10

LIR ILIR

Bisakah luka yang teramat dalam ini nanti akan sembuh?


Bisakah kekecewaan bahkan keputusasaan yang mengiris-iris hati berpuluh-puluh juta saudara kita ini pada
akhirnya nanti akan kikis?
Adakah kemungkinan kita akan bisa merangkak naik ke bumi dari jurang yang teramat curam dan dalam?
Akankah api akan berkobar-kobar lagi?
Apakah asap akan membumbung lagi dan memenuhi angkasa tanah air?
Akankah kita semua akan bertabrakan lagi satu sama lain?
Jarah menjarah satu sama lain dengan pengorbanan yang tidak akan terkirakan?
Adakah kemungkinan kita tahu apa yang sebenarnya sedang kita jalani?
Bersediakah kita sebenarnya untuk tahu persis apa yang sesungguhnya yang kita cari?
Cakrawala yang manakah yang menjadi tujuan sebenarnya dari langkah-langkah kita?
Pernahkah kita bertanya bagaimana cara melangkah yang benar?
Pernahkah kita mencoba menyesali?
Hal-hal yang barang kali perlu disesali dari perilaku-perilaku kita yang kemarin?
Bisakah kita menumbuhkan kerendah hatian di balik kebanggaan-kebanggaan?
Masih tersediakah ruang di dalam dada kita dan akal kepala kita untuk berkata pada diri kita sendiri bahwa yang
bersalah bukan hanya mereka?
Bahwa yang melakukan dosa bukan hanya ia tetapi juga kita.
Masih tersediakah peluang di dalam kerendahan hati kita untuk mencari apapun saja yang kira-kira kita
perlukan meskipun barang kali menyakitkan diri kita sendiri?
Mencari hal-hal yang kita benar-benar butuhkan agar supaya sakit (3x) kita ini benar-benar sembuh total.
Sekurang-kurangnya dengan perasaan santai kepada diri sendiri untuk menyadari dengan sportif bahwa yang
mesti disembuhkan itu nomer satu bukan yang diluar diri kita tetapi di dalam diri kita.
Yang kita perlu utama lakukan adalah penyembuhan diri, yang kita yakini bahwa harus betul – betul
disembuhkan itu justru adalah segala sesuatu yang berlaku dalam hati dan akal fikiran kita...
Saya ingin mengajak engkau semua untuk memasuki dalam dunia ilir-ilir
Lir ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Bocah angon bocah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodot-iro
Dodot-iro dodot-iro lumintir bedah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung jembar kalangane
Mumpung padang rembulane
Yo surako
Surak: iyooo!
Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir, tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar :
Kanjeng Sunan Ampel seakan-akan baru hari ini bertutur pada kita tentang kita. Tentang segala sesuatu yang
kita mengalaminya sendiri namun tak kunjung kita sanggup untuk mengerti. Sejak lima abad yang silam syair
itu telah ia lantunkan dan tak ada jaminan kita telah paham. Padahal kata-kata beliau itu mengeja kehidupan kita
sendiri alfa, beta, alif, ba', tha' kebingungan sejarah kita dari hari ke hari. Sejarah tentang sebuah negeri yang
puncak kerusakannya terletak pada ketidak sanggupan para penghuninya untuk megakui betapa kerusakan itu
sudah tidak terperi
Menggeliatlah dari matimu tutur sang sunan, siumanlah dari pingsan berpuluh-puluh tahun, bangkitlah dari
nyenyak tidur panjangmu sungguh negeri ini adalah penggalan sorga. Sorga seakan-akan pernah bocor
mencipratkan kekayaan dan keindahannya dan cipratan keindahannya itu bernama Indonesia raya. Kau bisa
tanam benih kesejahteraan apa saja diatas kesuburan tanahnya yang tidak terkirakan. Tidak mungkin kau
temukan makhluk tuhanmu kelaparan di tengah hijau bumi kepulaan yang bergandeng-gandeng mesra ini.
Bahkan bisa engkau selenggarakan dan rayakan pengantin-pengantin pembangunan lebih dari yang bisa dicapai
negeri-negri lain yang manapun. Tapi kita memang telah tidak mensyukuri rahmat sepenggal surga ini kita telah
memboroskan anugerah tuhan ini melalui cocok tanam ketidak adilan dan panen-panen kerakusan
Cah angon - cah angon penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo mbasoh dodot-iro
Kanjeng sunan tidak memilih figur misalnya pak jendral, juga bukan intelektual-intelektual, ulama-ulama,
sastrawan-sastrawan atau senian-seniman atau apapun tapi cah angon (2x). Beliau juga menuturkan penekno
blimbing kuwih, bukan penekno pelem kuwih, bukan penekno sawuh kuwih, juga bukan buah yang lain tetapi
blimbing bergigir lima terserah apa tafsirmu mengenai lima yang jelas harus ada yang memanjat pohon yang
licin itu lunyu-lunyu penekno agar belimbing bisa kita capai bersama-sama. Dan yang harus memanjat adalah
bocah angon anak gembala, tentu saja boleh siapa saja, ia boleh seorang doktor, boleh seorang seniman, boleh
seorang kyai, boleh seorang jenderal atau siapapun. Tapi dia harus mempunyai daya angon, daya untuk
menggembalakan, kesanggupan untuk ngemong siapa pun, karakter untuk merangkul dan memesrai siapa saja
sesama saudara sebangsa. Determinasi yang menciptakan garis resultan kedamaian bersama, pemancar kasih
sayang dibutuhkan dan diterima semua warna, semua golongan dan semua kecenderungan. Bocah angon adalah
seorang pemimpin nasional bukan tokoh golongan atau pemuka suatu gerombolan. Selicin apapun pohon-pohon
tinggi reformasi ini sang bocah angon harus memanjatnya harus dipanjat sampai selamat memperoleh buahnya
bukan ditebang, dirobohkan atau diperebutkan dan air sari pati belimbing lima gigir itu diperlukan bangsa ini
untuk mencuci pakaian nasionalnya. Pakaian adalah akhlak, pakaian adalah sesuatu yang menjadikan manusia
bukan binatang. Kalau engkau tidak percaya berdirilah di depan pasar dan copotlah pakaianmu maka engkau
kehilangan segala macam harkatmu sebagai manusia. Pakaianlah yang membuat manusia bernama manusia.
Pakaian adalah pegangan nilai, landasan moral dan sistem nilai. Sistem nilai itulah yang harus kita cuci dengan
pedoman lima

Dodoth-iro dodoth-iro kumitir bedah ing pinggir, dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane mumpung jembar kalangane yo surako - surak iyooo
Pakaian kebangsaan kita, harga diri nasionalime kita, telah sobek-sobek oleh tradisi penindasan, oleh tradisi
kebodohan, oleh tradisi keserakahan yang tidak habis-habis. Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore,
harus kita jahit kembali, harus kita benahi lagi, harus kita utuhkan kembali agar supaya kita siap untuk
menghadap ke masa depan. Memang kita sudah lir-ilir, sudah ngelilir sudah terbangun dari tidur, sudah bangun,
sudah bangkit sesudah tidur terlalu nyenyak selama 30 tahun atau bahkan mungkin lebih lama dari itu. Kita
memang sudah bangkit beribu-ribu kaum muda berjuta-juta rakyat sudah bangkit keluar rumah dan memenuhi
jalanan, membanjiri sejarah dengan semangat menyeruak kemerdekaan yang telalu lama diidamkan. Akan tetapi
mungkin karena terlalu lama kita tidak merdeka sekarang kita tidak begitu mengerti bagaimana mengerjakan
kemerdekaan sehingga tidak begitu paham beda antara demokasi dan anarki. Terlalu lama kita tidak boleh
berfikir lantas sekarang hasil fikiran kita keliru-keliru sehingga tak sanggup membedakan mana asap mana api,
mana emas mana loyang mana nasi dan mana tinja. Terlalu lama kita hidup dalam ketidak menentuan nilai
lantas menjadi semakin kabur pandangan kita akan nilai-nilai yang berlaku dalam diri kita sendiri sehingga
yang kita jadikan pedoman kebenaran hanyalah kemauan kita sendiri, nafsu kita sendiri, kepentingan kita
sendiri. Terlalu lama kita hidup dalam kegelapan sehingga kita tidak mengerti melayani cahaya sehingga kita
tidak becus mengurusi bagaimana cahaya terang sehingga dalam kegelapan gerhana rembulan yang membikin
kita buntu sekarang kita junjung-junjung pengkhianat dan kita buang para pahlawan. Kita bela kelicikan dan
kita curigai ketulusan.
Gerhana rembulan hampir total, malam gelap gulita. Matahari berada satu garis dengan bumi dan rembulan.
Cahaya matahari yang memancar ke rembulan tidak sampai karena ditutupi oleh bumi sehingga bulan tidak bisa
memantulkan cahaya matahari ke permukaan bumi. Matahari adalah lambang Tuhan, cahaya matahari adalah
rahmat nilai kepada bumi yang semestinya dipantulkan oleh rembulan. Rembulan adalah para keasih Allah, para
nabi, para rasul, para ulama, para cerdik-cendikia, para pujangga dan siapapun saja yang memantulan cahaya
matahari atau nilai-nilai Allah untuk mendayagunakannya di bumi. Karena bumi menutupi cahaya matahari
maka malam gelap gulita dan di dalam kegelapan segala yang buruk terjadi. Orang tidak bisa menatap wajah
orang lainnya secara jelas. Orang menyangka kepala adalah kaki, orang menyangka utara adalah selatan. Orang
bertabrakan satu sama lain. Orang tidak sengaja menjegal satu sama lain atau bahkan sengaja saling menjegal
satu sama lain. Di dalam kegelapan orang tidak punya pedoman yang jelas untuk melangkah akan kemana
melangkah dan bagaimana melangkah.
Ilir-ilir, kita memang sudah ngelilir, sudah bangkit, sudah bangun bahkan kaki kita sudah berlari kesana kemari
namun akal fikiran kita belum, hati nurani kita belum, kita masih merupakan anak dari orde-orde yang kita
kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan hidup di dalam darah dan jiwa kita. Kita mengutuk
perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik, kita mencerca maling dengan penuh kedengkian
kenapa bukan kita yang maling. Kita mencaci penguasa lalim dengan berusaha untuk menggantikannya. Kita
membenci para pembuat dosa besar dengan cara syetan yakni dengan cara melarangnya untuk insyaf dan
bertobat. Kita memperjuangkan gerakan anti penggusuran dengan cara meggusur. Kita menolak pemusnahan
dengan cara merancang pemusnahan-pemusnahan. Kita menghujat para penindas dengan riang gembira
sebagaimana cara iblis yakni kita halangi untuk memperbaiki diri. Siapakah selain iblis, syetan dan dajjal yang
menolak khusnul khotimah manusia yang memblokade pintu surga, yang menyorong mereka ke pintu neraka.
Sesudah ditindas kita menyiapkan diri untuk menindas. Sesudah diperbudak kita siaga untuk ganti
memperbudak. Sesudah diancurkan kita susun barisan untuk menghancurkan.

Yang kita bangkitkan bukan pembaharuan-kebersamaan melainkan asyiknya perpecahan. Yang kita bangun
bukan nikmatnya kemesraan tapi menggelegaknya kecurigaan. Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan
melainkan parasangka dan fitnah. Yang kita perbaharui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana
panjang untuk menyelenggarakan perang saudara. Yang kita kembang suburkan adalah kebiasaan untuk
memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri. Kita tidak memperluas cakrawala dengan menabur cinta
melainkan mempersempit dunia kita sendiri dengan lubang-lubang kebencian dan iri hati. Pilihanku dan
pilihanmu adalah apakah kita akan menjadi bumi yang akan mempergelap cahaya matahari sehingga bumi kita
sendiri tidak akan mendapatkan cahayanya. Atau kita akan berfungsi menjadi rembulan, kita sorong diri kita
bergeser ke alam yang lebih tepat agar kita bisa apatkan sinar matahari dan kita pantulkan nilai-nilai Tuhan
itukembali ke bumi.

Satu tembang tidak selesai ditafsirkan dengan 1000 jilid buku. Satu lantunan syair tidak selesai ditafsirkan
dengan 1000 bulan dan seribu orang melakukannya. Aku ingin mengajakmu untuk berkeliling utuk memandang
warna-warni yang bermacam-macam dengan membiarkan mereka dengan warnanya masing-masing. Agar kita
mengerti dengan hati dan ketulusan kita, apa muatan kalbu mereka mengenai lir-ilir, mengenai ijo royo-royo,
mengenai tementen anyar, mengenai bocah angon dan belimbing, mengenai mbasuh dodotiro dan mengenai
gumitir bedah ing pinggir.
Yang akan kita bicarakan tentu saja kapan saja bersama-sama.tapi aku ingin mengajakmu untuk mendengarkan
siapa saja diantara sauara-saudara kita tanpa perlu kita larang-larang untuk menjadi ini-untuk menjadi itu.
Asalkan kita bersepakat bahwa bersama-sama mereka semua kita akan menyumbangkan yang terbaik untuk
semuanya bukan hanya bagi ini-bagi itu bukan hanya bagi yang disini atau yang disana...
By: Cak Nun
GERHANA REMBULAN

Gerhana rembulan hampir total


Malam gelap gulita
Marahari berada pada satu garis dengan bumi dan rembulan
Cahaya matahari yang memancar ke rembulan tidak sampai ke permukaan rembulan
karena ditutupi oleh bumi
Sehingga rembulan tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke permukaan bumi
Matahari adalah lambang Tuhan
Cahaya matahari adalah rahmat nilai kepada bumi yang semestinya dipantulkan oleh rembulan
Rembulan para kekasih Allah, para Rasul, para Nabi, para ulama, para cerdik cendekia, para pujangga dan siapa saja yang memantulkan cahaya
matahari atau nilai-nilai Allah untuk mendayagunakannya di bumi
Karena bumi menutupi cahaya matahari, maka malam gelap gulita
Dan di dalam kegelapan segala yang buruk terjadi
Orang tidak bisa menatap wajah orang lainnya secara jelas
Orang menyangka kepala adalah kaki
Orang menyangka Utara adalah Selatan
Orang bertabrakan satu sama lain
Orang tidak sengaja menjegal satu sama lain
Atau bahkan sengaja saling menjegal satu sama lain
Di dalam kegelapan orang tidak punya pedoman yang jelas untuk melangkah
Akan kemana melangkah ? dan bagaimana melangkah ?
Ilir-ilir kita memang sudah nglilir, kita sudah bangun, sudah bangkit bahkan kaki kita sudah berlari namun akal pikiran kita belum !
Hati nurani kita belum !
Kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan hidup subur di dalam aliran darah dan jiwa
kita
Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik
Kita mencerca maling dengan penuh kedengkian kenapa bukan kita yang maling
Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya
Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan yakni melarangnya untuk insaf dan tobat
Kita memperjuangkan gerakan anti penggusuran dengan cara menggusur
Kita menolak pemusnahan dengan merancang pemusnahan-pemusnahan
Kita menghujat para penindas dengan riang gembira sebagaiman iblis yakni menghalangi usahanya untuk memperbaiki diri
Siapakah selain setan, iblis dan dajjal yang menolak khusnul khotimah manusia ?
Yang memblokade pintu sorga ?
Yang menyorong mereka mendekat ke pintu neraka ?
Sesudah ditindas, kita menyiapkan diri untuk menindas
Sesudah diperbudak kita siaga untuk ganti memperbudak
Sesudah dihancurkan kita susun barisan untuk menghancurkan
Yang kita bangkitkan bukan pembaharuan kebersamaan
Melainkan asiknya perpecahan
Yang kita bangun bukan nikmatnya kemesraan tapi menggelegaknya kecurigaan
Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah
Yang kita perbaharui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana panjang untuk menyelenggarakan perang saudara
Yang kita kembang suburkan adalah memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri
Kita tidak memperluas cakrawala dengan menabur cinta
Melainkan mempersempit dunia kita sendiri dengan lubang-lubang kebencian dan iri hati
Pilihanku dan pilihanmu adalah :
APAKAH KITA AKAN MENJADI BUMI YANG MEMPERGELAP CAHAYA MATAHARI SEHINGGA BUMI KITA SENDIRI TIDAK AKAN
MENDAPATAN CAHAYANYA ATAU KITA BERFUNGSI MENJADI REMBULAN KITA SORONG DIRI KITA BERGESER KE ALAM
YANG LEBIH TEPAT AGAR KITA BISA DAPATKAN SINAR MATAHARI DAN KITA PANTULKAN NILAI-NILAI TUHAN ITU
KEMBALI KE BUMI
"TAKBIR AKBAR"
[Konser Bersama Kiai Kanjeng]

Sayang kalau ke mana-mana engkau menabur api kenapa kamu kaget kalau terjadi kebakaran

Kalau ke mana-mana engkau menebarkan provokasi kenapa marah kepada kerusuhan

Kalau ke mana-mana engkau menyebarkan dusta kenapa kaget menyaksikan pertengkaran

Dan kalau ke mana-mana engkau memadamkan cahaya kenapa marah melihat orang bertabrakan

Kalau ke mana-mana engkau memasarkan disinformasi kenapa kaget jika orang saling melukai

Dan kalau ke mana-mana engkau sibuk menolak ilmu sejati kenapa marah kepada pembunuhan dan pemusnahan

☆☆☆

Sayang kalau yang satu menawarkan kebenaran sedangkan lainnya menyiapkan kepentingan

Kalau yang satu mengusulkan kemuliaan sementara lainnya terlanjur mabuk kekonyolan

Dan kalau yang satu mengelus-elus kebaikan tetapi lainnya memborong kerendahan

Kalau yang satu memperhitungkan keselamatan yang lainnya pesta pora fantasi

Kalau yang satu mempelajari pencahayaan lantas lainnya terbang di kegelapan

Kalau yang satu menatap dengan empati kemudian lainnya meneriakkan keangkuhan

Maka tak ada yang aneh dengan peperangan dan kemusnahan

☆☆☆

‫اعوذ باهلل من الشيطان الرجيم‬

‫سبح هلل ما في السموات واالرض وهو العزيز الحكيم‬

‫هللا اكبر هللا اكبر الاله اال هللا هللا اكبر هللا اكبر وهلل الحمد‬

☆☆☆

Yang suka memercik-mercikkan api yang akan akan memperoleh gilirannya untuk terbakar

Yang dikasih bambu dibikin bambu runcing akan kaget tiba-tiba tertikam

Yang biasa menembak-nembakkan prasangka akan tiba waktu disiksa oleh fatamorgana

Dan yang senang menyerimpungkan kecurangan akan panik karena terjengkang

☆☆☆
‫الاله اال هللا هللا اكبر هللا اكبر وهلل الحمد‬

‫الاله اال هللا وحده صدق وعده ونصر عبده واعز جنده وهزم االحزاب وحده‬

‫الاله اال هللا هللا اكبر هللا اكبر وهلل الحمد‬

‫يا مفتح االبواب يا مسبب االسباب يا مقلب القلوب واالبصار يا مدبر الليل والنهار يا محول الحال واالحوال حول حالنا الى احسن االحوال حول حالنا الى احسن‬

‫االحوال حول حالنا الى احسن االحوال‬

☆☆☆

Yang mengganti amanat dengan dusta akan segera tersapu dan sirna

Yang terlalu mantap meremeh-remehkan akan menjumpai dirinya diperhinakan

Yang bergembira memelihara fitnah-fitnah akan terpojok dan dikepung oleh anak-anak panah

Yang merajalela mentertawakan kebenaran akan terjerembab dan air matanya berlinang-linang

Yang jalan berpikirnya dikendalikan oleh selera akan menjadi pengemis yang meronta-ronta

Yang bernikmat-nikmat memelintir kenyataan akan segera ditimpa oleh kerusuhan-kerusuhan

Yang hatinya mengandalkan keangkuhan akan memekik dalam sunyi

Yang kakinya curiga dan tangannya culas akan diborgol oleh rantai besi kebuntuan

Yang menanggapi cinta dengan sinisme dan skeptisme akan gugup karena digotong di atas keranda kesepian

Dan yang menggelapkan kesejatian akan berangkat tua dalam kesunyian

Ya Allah ya Allah ya Allah ya Allah

Orang-orang pada membangun rumah dengan batu bata dusta

Orang mendirikan bangunan dengan semen curiga pasir prasangka cor fitnah tembok pelecehan tata ruang egoisme tiang

kecurangan atap merendahkan cungkup meremehkan lantai ketidakrelaan genting kekejaman jendela kemunafikan dan

pintu ketertutupan

Lantas mereka menyangka hasilnya adalah rekonsiliasi, persatuan dan kesatuan, kedamaian dan kerukunan, keamanan dan

keselamatan ya Allah

☆☆☆

‫هو هللا الذي الاله اال هو عالم الغيب والشهادة هوالرحمن الرحيم‬

‫هو هللا الذي الاله اال هو الملك القدوس السالم المؤمن المهيمن العزيز الجبار المتكبر سبحن هللا عما يشركون‬

‫هو هللا الخالق البارىء المصور له االسماء الحسنى يسبح له مافى السموات واالرض وهو العزيز الحكيم‬

‫ يا عالم الغيب والشهادة يا رحمن يا رحيم‬... ‫يا‬

‫يا مالك يا مالك يا قدوس يا سالم يا مؤمن يا مهيمن يا عزيز يا جبار يا متكبر يا قاهر يا قاهر يا قهار‬

☆☆☆
Ya Allah ...

Cukuplah sudah kesabaran-Mu kepada para penyelingkuh cinta

Paduka buyarkanlah perkumpulan-perkumpulan mereka

Paduka bikin cemas hati mereka

Paduka bikin mereka tertipu terjebak terpeleset oleh ilmu mereka sendiri

☆☆☆

‫يا خالق يا بارىء يا مصور‬

‫الاله اال انت الاله اال انت سبحانك سبحانك اني اني اني كنت من الظالمين‬

‫ الاله اال هللا الاله اال هللا الاله اال هللا الاله اال هللا‬. . . . .

‫ يا هو يا هو يا هو يا هو يا هو يا هو يا هو‬. . . ‫ هو‬. . . . .

Cahaya Maha Cahaya

Usiaku enam hari

Enam hari yang menakjubkan, Tuhan bermain ruang

Waktu di tangan-Nya, bisa kau bayangkan?

Hari pertama cahaya maha cahaya

Cahaya maha cahaya tak bisa dikisahkan

Bisa, mungkin. Tapi kita ini dungu

Ilmu kita tingkat serdadu

Hari kedua kegelapan tiada tara

Beberapa kata mulai bisa mengucap, karena rahasia mulai berlaku di depanmu sebagai rahasia

Hari ketiga kau adalah aku, aku masih aku

Baru kelak Tuhan, semua kita nangis cengeng

Kita melempari galaksi supaya bintang runtuh, kita mengais-ngais bumi mencari emas permata untuk kita kunyah-kunyah

demi mengisi hari dengan ketololan

Di hari keempat engkau adalah dunia ini

Kalau kau gembira bukanlah kau yang bergembira sebab sesungguhnya tak kau perlukan kegembiraan

Kalau kau bersedih kehidupanlah yang bersedih sebab kesedihan tak sanggup menyentuh jiwamu

Kau tak membutuhkan suka duka, harta atau kepapaan, kau tak terikat oleh penjara atau kemerdekaan, kau lebih perkasa

dari ketakutan atau keberanian, kau lebih tinggi dari derajat atau kehinaan, kau lebih besar dari kehidupan atau maut

Dimanakah engkau bersemayam?


Hari keempat telah senja dan fajar hari kelima mulai menyiapkan pemenuhan janjinya

Hari kelima gelap gulita

Hari dimana engkau sirna, dimana engkau tak engkau

Hari yang menjelmakanmu kembali menjadi cahaya

Menyatu ke hari keenam cahaya maha cahaya

"Lautan Jilbab"
Para malaikat Allah tak bertelinga, tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab

Para malaikat Allah tak memiliki mata, tapi mereka menyaksikan derap langkah beribu jilbab

Para malaikat Allah tak punya jantung, tapi sanggup mereka rasakan degup kebangkitan jilbab yang seolah berasal dari

dasar bumi

Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya, tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara-suara: ini tidak

main-main! ini lebih dari sekedar kebangkitan sepotong kain!

Para malaikat Allah seolah sedang bercakap-cakap di antara mereka

Kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?

O, amatilah dengan teliti: ada yang bersungguh-sungguh, ada yang akan bersungguh-sungguh, ada yang tidak bisa tidak

bersungguh-sungguh

Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?

O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum yang tersingkir, sama pentingnya dengan keputusasaan kaum

gelandangan, sama pentingnya dengan kematian jiwa orang-orang malang yang dijadikan alas kaki sejarah

Bagaimana mungkin ada kelahiran di bawah injakan kaki Dajjal? bagaimana mungkin muncul kebangkitan dari rantai

belenggu kejahiliyahan?

O, kelahiran sejati justru dari rahim kebobrokan, kebangkitan yang murni justru dari himpitan-himpitan

Alamkah yang melahirkan gerakan itu atau manusia?

O, alam dalam diri manusia. Alam tak boleh benar-benar takluk oleh setajam apapun pedang peradaban manusia, alam tak

diperkenankan sungguh-sungguh tunduk di bawah kelicikan tuan-tuannya

Apakah burung-burung ababil akan menabur dari langit untuk menyerbu para gajah yang durjana?

O, burung-burung ababil melesat keluar dari kesadaran pikiran, dari dzikir jiwa dan kepalan tangan

Para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhitung, berseliweran melintas-lintas ke berjuta arah di seputar bumi

Para malaikat Allah yang amat lembut sehingga seperjuta atom tak sanggup menggambarkannya
Para malaikat Allah yang besarnya tak terkirakan oleh matematika ilmu manusia sehingga seluruh jagat raya ini disangga

di telapak tangannya

Tergetar, tergetar sesaat, oleh raungan sukma dari bumi

Para malaikat Allah seolah bergemeremang bersahut-sahutan di antara mereka

Apa yang istimewa dari kain yang dibungkuskan di kepala?

O, hanya ketololan yang menemukan jilbab sekedar sebagai pakaian badan

Lihatlah perlahan-lahan makin banyak manusia yang memakai jilbab, lihatlah kaum lelaki berjilbab, lihatlah rakyat

manusia berjilbab, lihatlah ummat-ummat berjilbab, lihatlah siapa pun saja yang memerlukan perlindungan, yang

memerlukan genggaman keyakinan, yang memerlukan cahaya pedoman, lihatlah mereka semua berjilbab

Adakah jilbab itu semacam tindakan politik, semacam perwujudan agama, atau pola perubahan kebudayaan?

Para malaikat Allah yang bening bagai cermin segala cermin, seolah memantulkan suara-suara:

Jilbab ini lagu sikap kami, tinta keputusan kami, langkah-langkah dini perjuangan kami

Jilbab ini surat keyakinan kami, jalan panjang belajar kami, proses pencarian kami

Jilbab ini percobaan keberanian di tengah pendidikan ketakutan yang tertata dengan rapi

Jilbab ini percikan cahaya dari tengah kegelapan, alotnya kejujuran di tengah hari-hari dusta

Jilbab ini eksperimen kelembutan untuk meladeni jam-jam brutal dari kehidupan

Jilbab ini usaha perlindungan dari sergapan-sergapan

Dunia entah macam apa, menyergap kami

Sejarah entah di tangan siapa, menjaring kami

Kekuasaan entah dari nafsu apa, menyerimpung kami

Kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami

Langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di pagar-pagar jalan protokol peradaban ini

Buku-buku pelajaran memakan kami

Tontonan dan siaran melahap kami

Iklan dan barang jualan menggiring kami

Panggung dan meja-meja birokrasi mengelabui kami

Mesin pembodoh kami sangka bangku sekolah

Ladang-ladang peternakan kami sangka rumah ibadah


Mulut kami terbungkam, mata kami nangis darah

Hidup adalah mendaki pundak orang-orang lain

Hari depan ialah menyuap, disuap, menyuap, disuap

Kalau matahari terbit kami sarapan janji

Kalau matahari mengufuk, kami dikeloni janji

Kalau pagi bangkit, kami ditidurkan

Ketika hari bertiup, kami dininabobokan

Kaum cerdik pandai suntuk mencari permaafan atas segala kebobrokan

Kaum ulama sibuk merakit ayat-ayat keamanan

Para penyair pahlawan berkembang menjadi pengemis

Tidak ada perlindungan bagi kepala kami yang ditaburi virus-virus

Tak ada perlindungan bagi akal pikiran kami yang dibonsai

Tak ada perlindungan bagi hati nurani kami yang dipanggang di atas tungku api congkak kekuasaan

Tungku api kekuasaan yang halus, lembut dan kejam

Tak ada perlingungan bagi iman kami yang dicabik-cabik dengan pisau-pisau beracun

Tak ada perlindungan bagi kuda-kuda kami yang digoyahkan oleh keputusan sepihak yang dipaksakan

Tak ada perlindungan bagi akidah kami yang ditempeli topeng-topeng, yang dirajam, dimanipulasi oleh rumusan-rumusan

palsu yang memabukkan

Tak ada perlindungan bagi padamnya matahari hak kehendak kami yang diranjau

Maka inilah jilbab. Inilah jilbab!

Ini furqon, pembeda antara haq dan bathil

Jarak antara keindahan dengan kebusukan

Batas antara baik dan buruk, benar dan salah

Kami menyarungkan keyakinan di kepala kami

Menyarungkan pilihan, keputusan, keberanian dan istiqomah, di nurani dan jiwa raga kami

Ini jilbab Ilahi Robbi, jilbab yang mengajar ilmu menapak dalam irama

Ilmu untuk tidak tergesa, ilmu tak melompati waktu dan batas realitas
Ilmu bernapas setarikan demi setarikan, selangkah demi selangkah, hikmah demi hikmah, rahasia demi rahasia,

kemenangan demi kemenangan

Para malaikat Allah yang lembut melebihi kristal, para malaikat Allah yang suaranya tak bisa didengarkan oleh segala

macam telinga, berbisik-bisik di antara mereka

Wahai! anak-anak tiri peradaban! anak-anak jadah kemajuan dan perkembangan

Anak-anak yatim sejarah, sedang menghimpun akal sehat

Menabung hati bening, menerobos ke masa depan yang kasat mata

Lautan jilbab! lautan jilbab! gelombang perjuangan, luka pengembaraan, tak mungkin bisa dihentikan

Wahai! sunyi telah memulai bicara!

Anda mungkin juga menyukai