Terasa hari akan jadi malam Ada beberapa dahan ditingkap merapuh Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi Tapi dulu memang ada satu bahan Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan Sebelum pada akhirnya kita menyerah Karya :Chairil Anwar
PELAJARAN TATABAHASA DAN MENGARANG
“Murid-murid, pada hari Senin ini
Marilah kita belajar tatabahasa Dan juga sekaligus berlatih mengarang Bukalah buku pelajaran kalian Halaman enam puluh sembilan
“Ini ada kalimat menarik hati, berbunyi
‘Mengeritik itu boleh, asal membangun’ Nah anak-anak, renungkanlah makna ungkapan itu Kemudian buat kalimat baru dengan kata-katamu sendiri.”
Demikianlah kelas itu sepuluh menit dimasuki sunyi
Murid-murid itu termenung sendiri-sendiri Ada yang memutar-mutar pensil dan bolpoin Ada yang meletakkan ibu jari di dahi Ada yang salah tingkah, duduk gelisah Memikirkan sejumlah kata yang bisa serasi Menjawab pertanyaan Pak Guru ini
“Ayo siapa yang sudah siap?”
Maka tak ada seorang mengacungkan tangan Kalau tidak menunduk sembunyi dari incaran guru Murid-murid itu saling berpandangan saja
Akhirnya ada seorang disuruh maju ke depan
Dan dia pun memberi jawaban
“Mengeritik itu boleh, asal membangun
Membangun itu boleh, asal mengeritik Mengeritik itu tidak boleh, asal tidak membangun Membangun itu tidak asal, mengeritik itu boleh tidak Membangun mengeritik itu boleh asal Mengeritik membangun itu asal boleh Mengeritik itu membangun Membangun itu mengeritik Asal boleh mengeritik, boleh itu asal Asal boleh membangun, asal itu boleh Asal boleh itu mengeritik boleh asal Itu boleh asal membangun asal boleh Boleh itu asal Asal itu boleh Boleh boleh Asal asal Itu itu Itu.”
“Nah anak-anak, itulah karya temanmu
Sudah kalian dengarkan ‘kan Apa komentar kamu tentang karyanya tadi?”
Kelas itu tiga menit dimasuki sunyi
Tak seorang mengangkat tangan Kalau tidak menunduk di muka guru Murid-murid itu cuma berpandang-pandangan Tapi tiba-tiba mereka bersama menyanyi:
“Mengeritik itu membangun boleh asal
Membangun itu mengeritik asal boleh Bangun bangun membangun kritik mengeritik Mengeritik membangun asal mengeritik
Mengarang itu harus dengan kata-kata sendiri Tapi tadi tidak ada kosa kata lain sama sekali Kalian cuma mengulang bolak-balik yang itu-itu juga Itu kelemahan kalian yang pertama Dan kelemahan kalian yang kedua Kalian anemi referensi dan melarat bahan perbandingan Itu karena malas baca buku apalagi karya sastra.”
“Wahai Pak Guru, jangan kami disalahkan apalagi dicerca
Bila kami tak mampu mengembangkan kosa kata Selama ini kami ‘kan diajar menghafal dan menghafal saja Mana ada dididik mengembangkan logika Mana ada diajar berargumentasi dengan pendapat berbeda Dan mengenai masalah membaca buku dan karya sastra Pak Guru sudah tahu lama sekali Mata kami rabun novel, rabun cerpen, rabun drama dan rabun puisi Tapi mata kami ‘kan nyalang bila menonton televisi.” 1997
Karya Taufiq Ismail
Seoalah-Olah Cinta, namun Kebencian Rahasia
Kesunyian memikat, jejak balpoin menyusuri puisi
Seoalah-olah cinta, namun kebencian rahasia, kesombongan sia-sia <> Kerenyuhan mengajak ke cakrawala Senja berganti malam Perut gersang menanti makan Entah dari mana Apakah sunyi itu hendak mengantar? Menyulamkan sepiring kedamaian Menjamui kegersangan perut-perut itu
Kata-kata merindui, janji-janji Tuhan
Kesabaran beku Oleh waktu Dimanakah keagungan dan kemaha-anmu? Membiarkan aku menjerit beku Mata panas berairmata
Orang-orang aku benci, Tuhan pun aku benci
Janji kosong, ritualku kosong, Buah-buah kosong dari sentuhan maha
Maha kini hanya status
Tak memiliki makna apa-apa
Ritualmu sudah aku lalui
Perintahmu sudah aku cermati Laranganmu sudah aku beri, tapi Keterdiamanmu sudah aku benci
Yogyakarta, 2012
Karya Matroni Muserang
DITANYAKAN KEPADANYA ~ Emha Ainun Najib
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga Tak demikian Allah menata Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya Tak demikian sunnatullah berkata Maka cerdusta ia Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya Menjadi kacaulah sistem alam semesta Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya sapakah penindas Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota Dilanggarnya tradisi alam dan manusia Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan Ialah burung terbang tinggi menuju matahari Burung Allah tak sedia bunuh diri Maka berdusta ia Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar Ialah air yang mengalir ke angkasa Padahal telah ditetapkan hukum alam benda Maka berdusta ia Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang Orang wajib menebangnya Agar tak berdusta ia Kemudian siapakah orang lemah perjuangan Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan Orang harus menggertak jiwanya Agar tak berdusta ia Kemudian siapakah pedagang penyihir Ialah kijang kencana berlari di atas air Orang harus meninggalkannya Agar tak berdusta ia Adapun siapakah budak kepentingan pribadi Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya Agar tak berdusta ia Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau Nyanyikan puisi di telinganya Agar tak berdusta ia
1988
puisi : "Menyorong Rembulan" oleh EMHA AINUN NAJIB
(Kyai Kanjeng) Sabtu, 11 Juni 2011 | Tsiqoh di 06.45 | Label: poetry
Gerhana rembulan hampir total
Malam gelap gulita Marahari berada pada satu garis dengan bumi dan rembulan Cahaya matahari yang memancar ke rembulan tidak sampai ke permukaan rembulan karena ditutupi oleh bumi Sehingga rembulan tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke permukaan bumi Matahari adalah lambang Tuhan Cahaya matahari adalah rahmat nilai kepada bumi yang semestinya dipantulkan oleh rembulan Rembulan para kekasih Allah, para Rasul, para Nabi, para ulama, para cerdik cendekia, para pujangga dan siapa saja yang memantulkan cahaya matahari atau nilai-nilai Allah untuk mendayagunakannya di bumi Karena bumi menutupi cahaya matahari, maka malam gelap gulita Dan di dalam kegelapan segala yang buruk terjadi Orang tidak bisa menatap wajah orang lainnya secara jelas Orang menyangka kepala adalah kaki Orang menyangka Utara adalah Selatan Orang bertabrakan satu sama lain Orang tidak sengaja menjegal satu sama lain Atau bahkan sengaja saling menjegal satu sama lain Di dalam kegelapan orang tidak punya pedoman yang jelas untuk melangkah Akan kemana melangkah ? dan bagaimana melangkah ? Ilir-ilir kita memang sudah nglilir, kita sudah bangun, sudah bangkit bahkan kaki kita sudah berlari namun akal pikiran kita belum ! Hati nurani kita belum ! Kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan hidup subur di dalam aliran darah dan jiwa kita Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik Kita mencerca maling dengan penuh kedengkian kenapa bukan kita yang maling Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan yakni melarangnya untuk insaf dan tobat Kita memperjuangkan gerakan anti penggusuran dengan cara menggusur Kita menolak pemusnahan dengan merancang pemusnahan-pemusnahan Kita menghujat para penindas dengan riang gembira sebagaiman iblis yakni menghalangi usahanya untuk memperbaiki diri Siapakah selain setan, iblis dan dajjal yang menolak khusnul khotimah manusia ? Yang memblokade pintu sorga ? Yang menyorong mereka mendekat ke pintu neraka ? Sesudah ditindas, kita menyiapkan diri untuk menindas Sesudah diperbudak kita siaga untuk ganti memperbudak Sesudah dihancurkan kita susun barisan untuk menghancurkan Yang kita bangkitkan bukan pembaharuan kebersamaan Melainkan asiknya perpecahan Yang kita bangun bukan nikmatnya kemesraan tapi menggelegaknya kecurigaan Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah Yang kita perbaharui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana panjang untuk menyelenggarakan perang saudara Yang kita kembang suburkan adalah memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri Kita tidak memperluas cakrawala dengan menabur cinta Melainkan mempersempit dunia kita sendiri dengan lubang-lubang kebencian dan iri hati Pilihanku dan pilihanmu adalah : APAKAH KITA AKAN MENJADI BUMI YANG MEMPERGELAP CAHAYA MATAHARI SEHINGGA BUMI KITA SENDIRI TIDAK AKAN MENDAPATAN CAHAYANYA ATAU KITA BERFUNGSI MENJADI REMBULAN KITA SORONG DIRI KITA BERGESER KE ALAM YANG LEBIH TEPAT AGAR KITA BISA DAPATKAN SINAR MATAHARI DAN KITA PANTULKAN NILAI-NILAI TUHAN ITU KEMBALI KE BUMI