TENTANG PUISI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
Fiki Aditya
Farel Fanreza
Dimas Adi Prayoga
KELAS : VIII F
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmatnya kepada
penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas kliping “Bahasa Indonesia”,
Adapun penyusunan kliping ini ditunjukan untuk memenuhi kewajiban kami sebagai siswa
dalam melengkapi salah satu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Penyusun menyadari bahwa kliping ini masih banyak kekurangan meskipun kami
telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami Oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga dengan adanya kliping ini dapat menambah wawasan bagi kami pada
khususnya dan bagi pambaca pada umumnya.
KELOMPOK V
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................................i
Kata Pengantar ....................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................iii
Pusi......................................................................................................................................1
Daftar Pustaka .....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
https://gasbanter.com/kumpulan-puisi-karya-chairil-anwar/#1_Aku
#1. Aku
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
#2. Diponegoro
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
terjang
Februari 1943
#3. Krawang-Bekasi
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu
nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan
harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
#4. Sia-Sia
Sia-Sia
Penghabisan kali itu kau datang
membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
#7. Doa
Doa
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
#9. Di Mesjid
Di Mesjid
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia Bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkannya
Bersimbah peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang.
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila
#10. Persetujuan dengan Bung Karno
Kupohonkan cempaka
harum mula terserak...
melati yang ada
pandai tergelak...
Amuk-beramuk buru-memburu
"Tusuk-menusuk laru-melaru.
Purnama raya
gemala berdendang
tuan berkata
naiklah abang
Purnama raya
bujang berbangsi
kanda mara
memeluk dewi
Purnama raya
bunda mengulik
nyawa adinda
tuan berbisik.
Purnama raya
gadis menutuk
setangan kuraba
pintu diketuk
Purnama raya
bulan bercengkerama
beta berkata
tinggallah nyawa
Purnama raya
kelihatan jarum
adinda mara
kanda dicium
Purnama raya
cuaca benderang
permata kekanda
pulanglah abang...
CEMPAKA MULIA
Kalau kulihat tuan, wahai suma
kelopak terkembang harum terserak
hatiku layu sejuk segala
rasakan badan tiada dapat bergerak
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Matahari - bukan kawanku.
HANYA SATU
Timbul niat dalam kalbumu.
Terbang hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak
Aduh kekasihku
padaku semua tiada berguna
Hanya satu kutunggu hasrat
Merasa dikau dekat rapat
Serpa musa di puncak tursina.
DOA
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas
payah
terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir,
membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar
mataku sendu, biar berbinar
gelakku rayu!
BERDIRI AKU
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang