Anda di halaman 1dari 25

PUISI CHAIRI ANWAR

BawelOhBawel.Com Chairil Anwar adalah penyair terkenal di Indonesia sampai saat ini.
Dia merupakan legenda dalam menciptakan puisi yang sangat bagus. Chairil Anwar
dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922 lalu hijrah dan menetap di Jakarta.
Berikut ini merupakan Kumpulan Lengkap Puisi Chairil Anwar yang sampai saat ini masih
sangat disukai oleh pecinta puisi Indonesia.
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
PUISI KEHIDUPAN
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Tapi coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan
Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk

Kutimbang keinginanku.
Hmm masih lebih besar duniawiku
Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?
Ya Allah.
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah
Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu
Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana
Ya Allah,
Ijikanlah
AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba


Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
1949
Monday, October 27, 2003

Posted 6:34 AM by camar


PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

MALAM
Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?- jagal tidak dikenal ? tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang
Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957

KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak


Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957

DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri

Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO


Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
(1948)
Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954

Thursday, April 03, 2003

Posted 6:01 AM by camar


AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
Posted 6:01 AM by camar

PENERIMAAN
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.


Maret 1943
Posted 5:59 AM by camar
HAMPA
kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Posted 5:59 AM by camar
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku

aku mengembara di negeri asing


Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
Posted 5:58 AM by camar
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Posted 5:58 AM by camar
SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap


1946
Posted 5:58 AM by camar
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
Posted 5:57 AM by camar
MALAM DI PEGUNUNGAN
Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!
1947
Posted 5:57 AM by camar
YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,


menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
1949
Posted 5:53 AM by camar
DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Puisi Chairil Anwar

Chairil Anwar, seorang penyair legendaris Asal Indonesia yang amat terkenal dengan karya
puisinya. Tak sedikit karyanya yang bertema Cinta, berikut ini adalah kumpulan puisi cinta
karya Chairil Anwar yang bisa membuat kita merinding ketika membacanya.
TAMAN
Taman punya kita berdua
tak lebar luas, kecil saja
satu tak kehilangan lain dalamnya.

Bagi kau dan aku cukuplah


Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
halus lembut dipijak kaki.
Bagi kita bukan halangan.
Karena
dalam taman punya berdua
Kau kembang, aku kumbang
aku kumbang, kau kembang.
Kecil, penuh surya taman kita
tempat merenggut dari dunia dan nusia
Maret, 1943
LAGU BIASA
Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudra jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
Dalam lakon pertama
Orkes meningkah dengan Carmen pula.
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai Ave Maria
Kuseret ia ke sana
Maret 1943
SAJAK PUTIH
buat tunanganku Mirat
bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda
sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku

hidup dari hidupku, pintu terbuka


selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah
Buat miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di
alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku
18 Januari 1944
HAMPA
kepada Sri yang selalu sangsi
Sepi di luar, sepi mendesak-desak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Sepi memagut
Tak suatu kuasa-berani melepaskan diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencengkung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertampik
Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti.
Maret 1943

SENJA DI PELABUHAN KECIL


buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak


dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai ke empat, sedu penghabisan bisa terdekap.
1946
Posts Related to Puisi Cinta Chairil Anwar

Kumpulan Puisi cinta

Kumpulan Puisi cinta Anda bingung mencari kumpulan puisi cinta ? anda bisa
membaca dan mencari kumpulan puisi cinta diwebsite kami.. karena semua puisi cinta
yang ...

Kata Cinta dari Kahlil Gibran

Ketika Khalil Gibran bicara tentang cinta, semua pasti sudah tidak asing lagi dengan
Khalil Gibran. Dia adalah seorang seniman, penyair, dan penulis asal Lebanon.
Berikut ini adalah Kata mutiara ...

Persahabatan Puisi Khalil Gibran

Sahabat itu sungguh luar biasa bermakna dalam hidup kita, dibawah ini adalah sajak
Persahabatan karya Khalil Gibran. isi dalam sajak ini sungguh bermakna, semoga bisa
...

Kumpulan Puisi Karya Taufik Ismail

Taufik Ismail adalah seorang sastrawan legendaris Indonesia. Hasil karyanya sangat
terkenal dan banyak jumlahnya, contohnya adalah hasil karya berbentuk puisi. Berikut
adalah puisi hasil karya ...

Kau Kekasihku

Hati ini tak lagi layu Semenjak kau sirami dengan air cinta Hariku semakin berwarna
Saat Kau mulai melukiskan kasih sayang di kanvas hatiku Diri ini ...
Puisi Chairil Anwar Karawang Bekasi - Kumpulan Puisi Chairil Anwar. Salah satu puisipuisi perjuangan karya Chairil Anwar yang sangat terkenal yaitu puisi berjudul Karawang
Bekasi. Puisi ini memiliki nilai sejarah yang sangat penting dan sangat menginspirasi kita
semua para penerus bangsa.

Puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar mengisahkan perjuangan bangsa indonesia
merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Sehingga tidak heran, ketika kita masih duduk di
bangku sekolah dan mempelajari sejarah kemerdekaan indonesia seringkali kita membaca
pusi chairil Anwar yang berjudul Karawang Bekasi ini.
Dan berikut adalah isi dari Puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar.
Karawang Bekasi Karya Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi


tidak bisa teriak Merdeka dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami


yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957
Dari puisi perjuangan karya chairil Anwar yang berjudul Karawang Bekasi diatas, tentu
sangat menginspirasi bagi kita semua para penerus bangsa untuk selalu semangat membela
tanah air tercinta.
Puisi Cinta
Puisi cinta seringkali ditulis para orang muda yang sedang jatuh cinta, dan
banyak orang yang ingin membaca puisi-puisi cinta ini. Seringkali puisi-puisi
cinta yang menyentuh adalah puisi yang menggambarkan cinta yang tak
sampai. Bukankah puisi cinta Chairil Anwar yang berjudul Senja di Pelabuhan
Kecil adalah puisi cinta yang patah hati kepada Sri Ajati. Orang mengingat puisi
cinta Chairil Anwar itu dan merasakan kesedihan penyair seakan-akan dialami
sendiri oleh pembacannya. Pada puisi terebut Chairil Anwar menulis: "Ini kali tak
ada yang mencari cinta....".

Berikut adalah puisi cinta Chairil Anwar yang sangat terkenal dan banyak dikenang oleh
banyak pembaca puisi.
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis memepercepat kelam. Ada juga kelepak elang


menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan


menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Chairil Anwar
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Chairil Anwar

Chairil Anwar

26 Juli 1922
Lahir

Meninggal
Pekerjaan
Kebangsaan

Medan, Sumatera Utara, Hindia


Belanda
28 April 1949
Jakarta, Indonesia
penyair
Indonesia

Suku bangsa Suku Minang

Periode
menulis

1942 - 1949

Angkatan

Angkatan '45

Karya
terkenal

Krawang Bekasi

Dipengaruhi[tampilkan]

Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 meninggal di Jakarta, 28
April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya
yang berjudul Aku [2]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai
Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern
Indonesia.
Daftar isi

1 Masa kecil

2 Masa dewasa

3 Akhir hidup

4 Karya tulis yang diterbitkan

5 Terjemahan ke bahasa asing

6 Karya-karya tentang Chairil Anwar

7 Pranala luar

8 Referensi

Masa kecil

Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes,
mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra
Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. [1] Dia masih punya
pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. [2]
Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang
pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia
keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun
puisi awalnya yang ditemukan.

Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan
ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak
selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia
mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti:
Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du
Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung
memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.
Masa dewasa

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah
Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisipuisi yang dia tulis merujuk pada kematian.[3]. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di
Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki
keberanian untuk mengungkapkannya.[4] Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama
masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.[5][6]
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga
buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan
Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Akhir hidup

Makam Chairil di TPU Karet Bivak

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat
gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia
sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit
TBC[7] Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya

diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu
diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Karya tulis yang diterbitkan

Sampul Buku "Deru Campur Debu"

Deru Campur Debu (1949)

Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)

"Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh


Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)

Derai-derai Cemara (1998)

Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide

Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck

Terjemahan ke bahasa asing

Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa
Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:

"Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley,


California, 1960)

"Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati"


(Madrid: Palma de Mallorca, 1962)

Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New
York, New Directions, 1963)

"Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby
[New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)

The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan


diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York
Press, 1970)

The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh


Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University
Education Press, 1974)

Feuer und Asche: smtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter


Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)

The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh
Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International
Studies, 1993)

Karya-karya tentang Chairil Anwar

Patung dada Chairil Anwar di Jakarta.

Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh


Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan,
Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)

Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag:
Martinus Nijhoff, 1972).

Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar"


(Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra,
Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)

S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and
Chairil Anwar" (New York, 1976)

Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jaya,


1976)

Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar,
Auckland, 1976

H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil
tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)

Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam


Ratulangi, 1984)

Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia


modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)

Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair


Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)

Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995)

Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)

Puisi Chairil Anwar Aku | Puisi yang sangat Fenomental ini berbicara Kepada diri
sendiri Terhadap kehidupan yang dilalui, Di puisi charil anwar aku ini dia mencoba
menyampaikan kepada Masyarakat Bahwa dirinya begitu dekat dengan kehidupan
dan tidak terpisah dalam waktu yang lama. Begitu Kental Gaya bahasa yang ia
Gunakan dalam puisi ini, Puisi ini mengingatkan kita Untuk selalu Ingat dan
mengendalikan diri, Pesan Moralnya Cukup Kental disini.
Pada waktu yang lalu ilmuini juga Pernah menshare Puisi Chairil anwar silahkan
baca bagi yang belum membacanya karena disana Banyak puisi karya Chairil
anwar,

Puisi Chairil Anwar Aku


Aku Pria Jalang
Dari Kumpulannya Yang Terbuang
Aku Kecantol Wanita Jalang
Demi Tubuhnya Kuhambur Uang

Gejolak Hasrat Nafsu Berpetualang


Membuat Masakan Di Rumah Terasa Kurang
Aku Anak Manusia, Aku Anak Malang
Affairku Akhirnya Tercium Orang
Karir Sukses Agency Akhirnya Hilang
Karena Ada Kelemahanku Yang Bisa Diserang
Semuanya Hancur Gara-gara Selembar Kutang
Kepada Siapa Aku Pantas Berang?
Semua Kesalahan Kulimpahkan Kepada Si Jalang
Tetapi Sebenarnya Godaan Si Wanita Jalang
Takkan Mempan Kalau Akunya Sendiri Tidak Jalang!
Kesadaran Selalu Datang Menjelang Petang
Kini Yang Ku-punya Tinggal Tulang
Tapi Sebelum Aku Berpulang
Aku Ingin Berpesan Kepada Sesama Hidung Belang !
Kiamat segera datang

Tobatlah mulai sekarang


Kumpulan Puisi Chairil Anwar Diponegoro. Meskipun karya-karyanya sudah
terbilang sangat lama sekali, namun Puisi karya Chairil Anwar masih banyak
dipelajari oleh masyarakat kita di era modern ini. Banyak puisi karya beliau yang
sangat fenomenal, mulai dari Puisi Doa, Puisi Cinta maupun Puisi Perjuangan
seperti Karawang Bekasi dan/atau Puisi Diponegoro.

Dalam Puisi Diponegoro karya Chairil Anwar, menggambarkan perjuangan


Diponegoro dalam medan perang, berjuang demi tanah air dan kemerdekaan. Beliau
tak gentar meskipun musuh jauh lebih banyak. Puisi perjuangan charil anwar
hingga sampai saat ini masih tetap menjadi motivasi bagi kita semua para penerus
bangsa.

Berikut adalah bunyi bait-bait Puisi Perjuangan Chairil Anwar yang berjudul
Diponegoro

Diponegoro Puisi Perjuangan Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini


tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai


Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954

Setelah kita mempalajari makna puisi diponegoro karya chairil anwar diatas, maka
ada beberapa pesan yang dapat kita ambil.

Lewat puisi tersebut, Chairil Anwar Menghimbau pada generasi muda untuk
menghayati lagi semangat perjuangan para pahlawan (dalam hal ini: Diponegoro) dan
menerapkannya di era pembangunan dan teknologi sekarang ini.

Untuk itu, sebagai generasi penerus bangsa marilah kita untuk selalu semangat
memperjuangkan bangsa dan negara tercinta ini.

Apabila Anda mengetahui makna yang lebih luas tentang puisi diponegoro yang
merupakan puisi perjuangan karya chairil anwar, silakan Anda dapat berbagi lewat
kolom komentar dibawah. Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai