Anda di halaman 1dari 13

Syairmu Tertancap di Nadi

Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Kaurangkul nyawaku, merasuki sukmamu


Terlentang diri dalam pasrah
Terbentang tubuh dalam luka
Tertantang tapi tak mampu menantang

Kaurebahkan jiwaku, sampai tercekik dalam kebisuan


Terkoyak dalam dermaga khayalmu
Tersungkur dalam bayang hitammu
Terbalut dengan duri baris katamu

Telah terasa yang tak pernah terasa


Telah tercium yang tak pernah tercium
Telah terungkap yang tak pernah terungkap
Telah telanjang yang tak pernah telanjang
Sebab syairmu tertancap di nadi

1
17-8-1945
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.
Hening,….sebersit cahaya melintas lewat corong jendela negeriku
Angin lengang mengusik diantara helai-helai rambut
Aku pun bisu tersekat dalam pesona keabadian
Aku pun terselip dalam keharuan kisah zaman
Diantara kata dan kalimatnya
Diantara lampau dan kini, dan
Diantara cerita masa lalu

Hening,….resah itu tiba-tiba kurasakan


Ketika mulai beranjak dari titik ini
Ketika cerita masa lalu mengoyak kesunyian malam
Tentang prasasti
Tentang amanah
Tentang keabadian

Titik ini Agustus 45


Diantara kemegahan yang kita rasakan
Diantara keharuan yang kita nikmati
Dibalik persada tergelepar tulangbelulang yang tak utuh merintih
ingin teriak
Sesaat sebelum keranda diangkat, semua bangkit dengan lilitan
kain putih

Mereka lama menantikan Agusutus untuk bisa kembali dikenang


Mereka bersikir menantikan Agustus untuk melihat generasinya
Mereka hanya mengenal satu bulan AGUSTUS untuk bisa teriak
Merdeka!!!
Mereka saat ini berada diantara kita dan Bangga melihat kita
Mereka tak ingin kita rasakan apa yang mereka rasakan
Mereka sudah haus teriak

Saat ini diantara Roh-Roh kematian ada yang berseru


Diantara pedang dan Badik, diantara Balira dan Bambu runcing
Mereka teriak………
Mataku adalah darah !!!
Hatiku adalah darah !!!
Jasadku adalah darah !!!
Hidupku adalah darah !!!
Dan Darahku adalah MERDEKA !!!
Mereka tak ingin kita rasakan apa yang mereka rasakan.

2
Titik ini 1254

Tumpukan keemasan tercatat dalam kitab keabadian


Tentang keutuhan Sumpah dan Janji Tumanurunga
Dalam sakral dan kekokohnya benteng
Dalam khusyuk penyerahan Hamba Kepada Tuhannya
Dalam dasar yang tak terukur
Terwujud dalam berkah BANTAYAN
Lautan yang tak kunjung tidur menghempaskan ombak legah pada
karang dan pantai
Jiwa kita pun menyatu menjadi gelombang besar
Daratan yang tak kunjung padam menganugrahi kehidupan kekal
Karena sumpah kita kan kekal disini
Pegunungan kokoh dengan wibawa memperlihatkan karismanya
Menghantarkan kita menjadi
Pengagum sejati PANTAI SELATAN

Ketika menjelang 17 Agustus


Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

3
DI__KAU__
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd

Menjelang
Dan kutahu setelah matahari sembunyi dibalik angan-angan
Dan bersiap menyinari alam keesokannya
Semua kenangan terisi dengan cahaya dalam pusaran hadirnya dikau
Biarkan semua terkapar dalam kenangan yang semu
Biarkan kucoba menatap akankah ada kenangan yang akan terukir disaat
hari kembali bersahabat dengan matahari
Mengapa dikau datang tiba-tiba
Apa harus ada penyesalan
Apa harus ada kata mulai
Seperti wasit yang teriak jingkrak-jingkrak sesaat pertandingan dimulai
Apakah harus berteriak di depan beranda pertanda babakan dimulai
Apakah harus ada coretan halus mengawali sebuah lukisan di atas
kanvas
Apakah pena harus bercerita diatas kertas putih tentang dikau
Atau…….
Apakah harus segalanya diawali dengan penyesalan
Tentang Mengapa tidak jauh sebelumnya Dikau hadir
Namun kutahu sesaat matahari kembali bersinar
Seperti kicau burung Nuri dengan riang menyambut hari baru
Seperti dedaunan berbisik lirih diterpa cahaya mentari
Seperti leluasanya ombak menghempas bibir pantai
Seperti keyakinan tentang kenangan hari esok yang penuh tekateki
tentang di__kau__

4
KEADILAN DIANTARA BESAR DAN KECIL
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Terdiam, membisu …
Hati perih, lirih, teriris
Mendengar jeritan rakyat kecil dalam ratap tangis kecil
Terhimpit dalam celah yang begitu kecil
Hngga mereka makin terpuruk dalam ciut hati
Yang makin kecil …
Isak tangis berhenti sejenak
Terbayang dahi lebar bertubuh besar
Dengan omongan-omongan besar
Dengan janji-janji mereka yang besar
Pencipta luka yang teramat besar
Mereka tenggelamkan keadilan
Dalam perut-perut mereka yang besar
AKANKAH? DAPATKAH? MUNGKINKAH DAN KAPAN?!
Tidak ada celah diantara besar dan kecil
Tidak ada ruang hampa diantara megah dan sesak

Perjuangan untuk mereka yang kecil, yang kadang tenggelam


Hanya karena kantong mereka yang tipis
Keadilan yang indah diantara besar dan kecil
Adalah keadilan yang sama
Diantara setiap sudut, diantara setiap tepi
Yang rata di semua sisi

5
DENDANG dan DINDING
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd

Dendang di dinding bersama dingin


Dingin berdendang berbahasa dendam
Dinding berkelana mencari dendang
Dirundung malu dingin tak berdendang
Datang dendang menyapa dinding
Dinding tak mampu berdendang
Dindondindong syair dendang
Didinding diam penuh dendam
Dalam dendam
Ditemukan
Dirimu
Diterkam
Dan
Di

6
INGIN AKU
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Perasaan gunda kembali tenang


Pelupuk mata tak lelah memandang langit-langit kamar
Pikiran kembali dipenuhi bunga-bunga harapan
Kembali kuraih harapan yang kemarin sempat samar
Kini....
Aku ingin Menjadi fakta dalam bayangku
Aku ingin cita-cita bukan semu
Aku ingin tenar dalam ruangku
Aku ingin menjadi apapun yang tak terlintas orang lain

Bukan kata mungkin yang ada


Bukan kata akankah
Tetapi keyakinan yang membawaku
Untuk menjadi....
Yang terbaik seperti yang kubingkai
Pada setiap harapanku
Tentang....
Aku ingin sukses dalam hidupku
Aku ingin sukses dalam hidupmu
Dan merangkai sukses yang terbingkai
Seperti jalan lurus
Dalam setiap harapku.

7
TAKLUK dalam KASTIL
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Sekuntum bunga yang telah menghiasi sebuah Pot berukiran


lilitan batik, memberikan sebuah suasana baru bagi kehidupan
baru.
Mekarnya kembang yang telah lama kuncup memberikan sebuah
kejutan bagi perasaan gunda.
Namun, semuanya hanya deretan batu cadas
tak bersemaikan hijau yang ada hanya kegersangan.
Seperti genangan air yang menanti anak sungai.
Seperti ilalang yang tumbuh tanpa tahu siapa yang
menginginkannya.
Seperti murai yang hanya bisa berkicau tanpa tahu esok bisakah
dia kembali berkicau.
Seperti halnya Sang Penguasa yang tak tahu untuk apa dia
berkuasa.
Seperti Tanya yang menyelimuti kediaman jiwaku
Akankah engkau bisa menjadi embunku disaat fajar kembali
tersenyum
Segala wangi telah kucoba tebarkan pada sela-sela dinding
keabadian
Akankah ada orang yang mau mengerti tantang keabadian
dikemudian hari dengan cerita tentang engkau dan aku.
Angan yang terhempas membisu tidak bisa berucap apa-apa
Semua terdiam membisu
Kembali hanya pusaran angin yang tak tahu akan berhembus
kemana
Bukanlah sebuah istana yang megah jika tak sekuntum bunga
pun yang bisa merangkai diri pada mahkota yang melilit, yang
suatu saat nanti menjadi sebuah kastil yang tak meninggalkan
apa-apa.
Silakan berucap tentang cerita antara aku dan engkau dalam
impian pada malam terakhir dan kurangkai bunga pada detik-
detik kau berucap ya!.

8
SENJA BERDUA
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

senja di atas telapak tangan bidadari dan menari-nari


mencari kapan awal pertama kau akan berani mengatakan
bahwa sebenarnya penyair tidak akan pernah memulai
dengan awal dan tidak pula dengan akhir
semuanya telah ada jauh sebelum awal dan akhir

cobalah terkah, seberkas kertas putih


pemberian seseorang dan seseorang itu aku
jangan tunduk, jangan termangu, jangan pernah mengawali
kalau hanya untuk mengakhiri
jangan sebut namaku sesaat saat senja menutup mata

tatap mataku karena senja hari ini


sudah kubuat menari-nari di depanmu
katakan apa yang ingin kau katakan
sebelum aku mengatakan apa yang akan kau katakan

kembalikan aku seperti semula


seperti seberkas kertas putih pemberianku
biarkan aku kembali
sebab kudeklarasikan tidak ada lagi aku
yang ada kita
kau dan aku menjadi kita
dan kutahu kau juga ingin menjadi kita
tidak ada lagi kau, dan tidak ada lagi aku
yang ada kita
jika senja redup
kubiarkan
dan isinkan kita berdua
tidak dengan mereka
tidak dengan siapa-siapa
yang ada kita berdua
ya kita berdua.titik

9
PELANGI DI BULAN APRIL
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Dengan sengatan lembut matahari


Menghias dunia dengan cerah biasnya
Terurai ke urat – urat negeri
Iringi bekal penguasa
Ciptakan pelita dari alam beda

Warna warni april menyeruak


Dinding dunia bak terlukis berpuluh wajah baru
Seakan goreskan kesan terbaik
Lisan memekik dalam pekikan nan sakral
Yang entah tak tahu
Hati yang melukis lisan
Atau …..
Wajah melukis lisan….??????

Getar persaingan menderu dalam perang


Puluhan rupa mengaung dengan harapan
Tuturkan cinta dalam sapaan
Luapkan pekik rayuan
Dalam bingkai janji abadi
Sekejap meluas, menyebar…
Di celah insan pemerhati
Menyapu sunyi, hening
Mengundang riak bising yang memekik

Mengapungkan pelita penguasa


Yang menuntut mata dan tangan
Besar hati sertakan dukungan
Tuk tujuan mayoritas pribadi

10
PEKIK HATI PEMERHATI
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Gambar menghias dalam beraneka macam pose


Kesan tertata dengan bingkisan kebanggaan
Tak merasa, disudut dunia
Beragam Tanya terpatri mendasar
Ada titik ragu mengabur dalam polesan
Jauh terfikir dalam hati
Adakah fiksi belaka atau terlahir dari suci kalbu????

Macam pose itu menari dalam ingatan


Menyita fikir kalbu insan
Meliput banding yang menggumam
Berpacu dengan imbang tak tentu
Merangsang hati tetapkan pilihan
Satukan pilihan cipta nurani

Harap cita tak pernah lepas


Harap damba tak terbuang lekas
Harap pilh tak salah terka
Lambungkan kuasa penadah suara

11
SI POLOS LEPAS BERBICARA
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Berjalan melepas peluh


Beranjak dari keseharianku meniti ilmu
Tersorot mentari siang
kuTerikat tali lesu
titik air tertuang alirkan dari muara kulit
Menuang penat ………
Pekik lembut bertaut runtut dalam wadah
Menjalar meniti dahaga, tapi
Dengung ajaran masih menggema
Menggelitik otak fikir

Langkah tertahan,
Ada angin baru menyapa
Ada lingkup baru tercipta
Ku bangun dari lamunan….
tertiti dalam hati
Siapa dia??

Gambar menghias dalam beraneka macam pose


Kesan tertata dengan bingkisan kebanggaan
Tak merasa, disudut dunia
Beragam Tanya terpatri mendasar
Ada titik ragu mengabur dalam polesan
Jauh terfikir dalam hati
Adakah fiksi belaka atau terlahir dari suci kalbu?

Abjad mengeja lapis kataan


Menyirat ukir rapi simpati
Terlihat pekik pelan
Tersisip kata abadi,, Serukan hati rakyat
Hadirkan gurat di dahiku

Aku masih mengeja


bersandar pada tiang
fikir belum berbuah
tapi satu Tanya terujar,, nyatakah coretan penyita pandanganku?

12
UTUHKAN AKU DI SINI
Karya: Wahid Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Ku kokohkan penantian sebelum seragam patriotmu tertata di kekarnya


keyakinanmu
Jika engkau berangkat demi tugas,…
Buat satu ikrar untuk kugenggam
Ikrar yang kujadikan kitab abadi cinta Kita
Tulis dengan tinta sayang
Bahwa…..
Engkau akan tetap menjadi penuntun hidupku
Menjadi imam bathin kecilku
Memperkuat rapuhnya diriku
Membingkai indah kisah kasih kita

Utuhkan aku di sini….


Ungkapkan dengan penuh yakin
Jangan rangkai kebohongan pada keranjang mawar beracun
Jangan dekap diriku jika imajinasimu hanya pada sosok lain
Jangan pernah kagum pada paras lain yang lebih menggiurkan
Tetaplah tergiur pada keaslian yang aku suguhkan saat engkau kembali
Jangan jadikan tatapan umpanmu, mengail semua rahasia-rahasia hawa
Sebab telah kukunci, hanya ada satu rahasia yang akan tertancap dalam hatimu
Yaitu rahasia kita…
Jangan kecup kening ini hanya untuk meloloskan skenario bersalahmu
Jangan jadikan sayang sebagai tameng penghianatan
Buat hati ini damai sedamai saat pertama kita berdua di ranjang pengantin
Buat kisah indah, seindah pertama bening bola mataku engkau tatap.
Desah nafas legah akan engka dengar
Saat langkah yakinmu menerobos masuk kelubang hatiku
Sebab ikrar KITA tetap utuh

13

Anda mungkin juga menyukai