PUISI WAJIB PEMBACAAN PUISI GERBANG LASTRA 3 TINGKAT
SMA/SEDERAJAT DAN MAHASISWA SE-KOTA KENDARI
KRAWANG-BEKASI Oleh: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi Tidak bisa teriak Merdeka dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan Atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.
PAMPLET CINTA Oleh : W.S. Rendra
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi. Memandang wajahmu dari segenap jurusan Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan. Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku. Aku merindukan wajahmu,dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa. Kampus telah diserbu mobil berlapis baja. Kata-kata telah dilawan dengan senjata. Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini. Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat. Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan
Suatu malam aku mandi di lautan. Sepi menjadi kaca. Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit. Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada. Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan? Udara penuh rasa curiga. Tegur sapa tanpa jaminan. Air lautan berkilat-kilat. Suara lautan adalah suara kesepian. Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna Makna menjadi harapan. Sebenarnya apakah harapan? Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu. Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak. Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu. Aku tertawa, Ma !
Angin menyapu rambutku. Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi. Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur. Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung. Perutku sobek di jalan raya yang lengang.Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian. Aku menulis sajak di bordes kereta api. Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu. Lalu muncullah kamu,nongol dari perut matahari bunting,jam duabelas seperempat siang. Aku terkesima. Aku disergap kejadian tak terduga. Rahmat turun bagai hujanmembuatku segar,tapi juga menggigil bertanya-tanya. Aku jadi bego, Ma !
Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih. Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku, dan sedih karena kita sering berpisah. Ketegangan menjadi pupuk cinta kita. Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak. Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang. Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,memandang wajahmu dari segenap jurusan
Selamat Pagi Indonesia Oleh: Sapardi Djoko Damono
Selamat pagi Indonesia Seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu. Aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu Dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu Dalam kerja yang sederhana
Bibirku tak biasa mengucapakan kata-kata yang sukar dan Tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal. Selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah, Di mata para perempuan yang sabar, Di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan; Kami telah bersahabat dengan kenyataan Untuk diam-diam mencintaimu. Pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu Agar tak sia-sia kau melahirkanku.
Seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam padamu, Kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya. Aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan, merubuhkan kesangsian, Dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng Kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, Oo anak jaman yang megah, Biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu Wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat, Para perepuan menyalakan api, Dan di telapak tangan para lelaki yang tabah Telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura. Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil Memberi salam kepada si anak kecil; Terasa benar : aku tak lain milikmu