Anda di halaman 1dari 9

Doa seorang serdadu sebelum perang

Karya : W.S.Rendra
Tuhan ku,

Wajah mu membayang di kota terbakar

Dan firman Mu terguris diatas ribuan

Kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapak

Tanah sepi kehilangan lelaki nya

Bukan nya benih yang di sebar dibumi subur ini

Tapi bangkai dan wajah mati yang sia sia

Apabila malam turun nanti

Sempurnalah warna dosa

Dan mesiu kembali lagi bicara

Waktu itu , tuhan ku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku


Malam dan wajah ku

Adalah satu warna

Dosa dan nafas ku

Adalah satu udara

Tak ada lagi pilihan

Kecuali menyadari

Biarpun bersama penyesalan

Apa yang bisa kuucapkan

Oleh bibir ku yang terjajah ?

Sementara kulihat kedua lengan Mu yang capai

Mendekap bumi yang menghianati mu

Tuhan ku

Erat erat ku genggam senapan ku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku


Tanah air mata
Karya: Sutardji C.Bachri
Tanah air mata Tanah tumpah dukaku

Mata air air mata kami

Air mata tanah air kami

Di sini lah kami berdiri

Menyanyikan air mata kami

Di balik gembur subur tanah mu

Kami simpan perih kami

Di balik etalase megah

Gedung gedung mu

Kami coba sembunyikan derita kami

Kami coba simpan sestapa

Kami coba kuburkan duka lara

Tapi perih tak bisa sembunyi


Iya merebak kemana mana

Bumi memang tak sebatas pandang

Dan udara luas menunggu

Namun kalian tidak bisa menyingkir

Ke mana pun melangkah

Kalian pijak air mata kami

Ke mana pun terbang

Kalian kan hinggap di air mata kami

Ke mana pun berlayar

Kalian arungi air mata kami

Kalian sudah terkupung

Takkan bisa mengelak

Takkan bisa kemana pergi

Menyarah lah pada kedalaman air mata

[1991]
Krawang – Bekasi
Karya : Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara kerawang – bakasi

Tak bisa berteriak “MERDEKA “ dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami

Terbayang kami maju mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda . yang tinggal tulang di liputi debu

Kenang , kenanglah kami.

Kami sudah mencoba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai , belum bisa

Memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami Cuma tulang tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaan mu

Kau lah lagi yang tentukan

Nilai tulang tulang berserakan


Atau jiwa kami melayang

Untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

Atau tidak untuk apa apa

Kami tidak tahu , kami tidak bisa berkata

Kau lah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang , kenang lah kami

Terus kan ,teruskan jiwa kami

Menjaga bung karno

Menjaga bung hatta

Menjaga bung sjahrir

Kami sekramng mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas

Pernyataan dan impian


Kenang , kenang lah kami

Yang tinggal tulang tulang di liputi debu

Beribu kami terbang antara krawang – bekasi

[1948]
Sebuah jaket berlumur darah
Karya : Taufik Ismail
Sebuah jaket berlumur darah

Kami semuah tlah menatap mu

Telah berbagi duka yang agung

Sebuah sungai membatasi kita

Di bawah terik matahari jakarta

Antara kebebasan dan penindasan

Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang

Seraya mengucapkan ‘selamat tinggal perjuangan ‘

Berikrar setia pada tirani

Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan

Spanduk kumal itu , ya spanduk itu

Kami semu tlah menatap mu

Dan di ats bangunan bangunan

Menunduk bendera setengah tiang


Pesan itu telah sampai kemana mana

Melalui kendaraan yang melintas

Abang abang beca , kuli kuli pelabuhan

Teriakkan teriakkan di atas bisa kota , pawai pawai perkasa

Prosesi jenazah kepemakaman

Mereka berkata

Semua berkata

LANJUTKAN PERJUANGAN

[1966]

Anda mungkin juga menyukai