Keluh dan gelak silih berganti, pekik dan tempik sambut menyambut.
KAMUS KECIL
Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman
Joko Pinurbo
MASKUMAMBANG
Cucu-cucuku
karena kami tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa lalu
dan tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa kini
Cucu-cucuku
o comberan peradaban,
tetapi politik
GERGAJI
SABDA GARUDA
Pada hari Indonesia lahir, ku dapati pendeta berhati ramah, rahib-rabib berwajah
sumringah, ulama dan kiyai pun hanyut dengan pekik takbir yang megah.
Didepan ruang persalinan garuda akan lahir, masing-masing berdoa kepada
Tuhanya. Tak ada saling tuding, tak ada saling caci, tak ada saling sikut bahkan
tak ada saling bunuh. Semua sibuk dengan doanya, dengan rasa gembiranya akan
kelahiran garuda.
Ini Indonesia, republik ini lahir bukan hanya karena jasa saudaraku diujung timur
dengan kekayaan alamnya. Bukan hanya karena jasa saudaraku di jawa dengan
kerisnya. Bukan hanya karena renconganya, badiknya, cluritnya, mandaunya, dan
goloknya, tetapi karena darahnya. Darah yang sama-sama anyir dan amis untuk
garuda.
Kini, saat garuda menginjak usia renta. Aduh...duh..duh! Aku melihat anak cucu
garuda bergulat berebut warisan, sekan-akan menyumpahi besok pagi garuda
akan moksa. Aku melihat anak-anak pejabat memaksa bapaknya mengambil
tanah-tanah anak yatim. Ribut soal qunut, ribut soal idola yang dianut, kesucian
persaudaraan pun direnggut. Aku mendengar yang mungkar teriak Allahu Akbar,
yang makruf teriak Allahu Akbar! Aku jadi bingung ikut yang mana?
Hingga kini, saat garuda di usia tua. Disana sini aku dengar huru hara. Di negeri
ini aku dengar seorang guru dipenjarakan muridnya, aku dengar meraka
membakar kartu suara, aku dengar aparat bersenjata main mata di gudang-
gudang negara, aku dengar anak-anak bermata bening diperkosa, aku dengar
seorang ibu membuang bayi karena malu tak ada bapaknya, aku dengar hakim-
hakim mulia dirusak wajahnya, aku dengar para sarjana kehilangan moralnya, aku
dengar perempuan-perempuan bunting dibakar karena mencuri susu, aku dengar
nenek tua dipenjara karena mencuri kayu. Terakhir aku dengar ada jenazah
ditolak dikuburkan karena beda pilihan presidennya.
Yang aku tahu seharusnya ahli ibadah menjaga lidah, yang aku tahu seharusnya
yang rajin ngaji tak sibuk mencaci. Yang aku tahu mimbar-mimbar yang suci
harus di jaga sampai mati. Yang satu menuduh yang lain intoleran dan radikalis.
Yang satu teriak dirinya paling nasionalis.
Kini sebagian anak-anak garuda tak mau lagi hormat bendera, bahkan
mengatakan hormat bendera adalah perilaku ahli neraka, menyanyikan lagu
Indonesia raya adalah pengingkaran kesetiaan pada tuhan, mengamalkan bhineka
tunggal ika adalah kekufuran. Tak habis pikir, padahal garuda bukan berhala.
Lihatlah, kesitu! kehatimu dipenuhi benci dan cemburu. Dirimu, istrimu, anakmu
sedang ditimang-timang oleh zaman tak karuan. Maka tulis lagi di hatimu tentang
sabda yang indah. Sabda garuda: Bhineka Tunggal Ika.
BURUNG-BURUNG MURUNG
burung-burung murung
sayapmu menggantung
burung-burung murung
lenguh suaramu
sisa parau
melepuh
sangkarmu abadi
jeruji
kepungan mimpi'mimpi
harga diri
transaksi
siang-malam
dipaksa meracau
merampas kemerdekaanmu
beranak-pinak
burung-burung murung
bulu-bulumu mabung
tinggal kenangan
2019
JEMBATAN
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai
plaza
Kenapa kini ada sesuatu yang terasa jauh beda di antara kita?
yang ada.
Padamu negeri
Airmata kami
2014