Anda di halaman 1dari 4

DERU CAMPUR DEBU

Data buku kumpulan puisi


Judul : Deru Campur Debu
Penulis : Chairil Anwar
Cetakan : III, 1993
Penerbit : PT. Dian Rakyat, Jakarta
Tebal : 47 halaman (28 puisi)
ISBN : 979-523-042-5
Ilustrasi isi : Oesman Effendi
Beberapa pilihan puisi Chairil Anwar dalam Deru Campur Debu

Aku Senja di Pelabuhan Kecil


Buat Sri Ayati
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Tidak juga kau di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada
Tak perlu sedu sedan itu berlaut
menghembus diri dalam mempercaya
Aku ini binatang jalang mau berpaut
Dari kumpulannya terbuang
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga
Biar peluru menembus kulitku kelepak elang
Aku tetap meradang menerjang menyinggung muram, desir hari lari
berenang
Luka dan bisa kubawa berlari menemu bujuk pangkal akanan. Tidak
Berlari bergerak
Hingga hilang pedih peri dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak
Dan akan akan lebih tidak perduli
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap
Aku mau hidup seribu tahun lagi harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat
jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan
bisa terdekap.
Cintaku Jauh di Pulau Kawanku dan Aku
Cintaku jauh di pulau Kami sama pejalan larut
Gadis manis, sekarang iseng sendiri Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Perahu melancar, bulan memancar Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
di leher kukalungkan ole-ole buat si
pacar Darahku mengental pekat. Aku tumpat
angin membantu, laut terang, tapi terasa pedat
aku tidak ‘kan sampai padanya
Siapa berkata-kata?
Di air yang tenang, di angin mendayu Kawanku hanya rangka saja
di perasaan penghabisan segala melaju Karena dera mengelucak tenaga
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.” Dia bertanya jam berapa?

Amboi! Jalan sudah bertahun Sudah larut sekali


kutempuh! Hilang tenggelam segala makna
Perahu yang bersama ‘kan merapuh Dan gerak tak punya arti
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan
cintaku?!
Doa
kepada pemeluk teguh
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu

Hampa Biar susah sungguh


Kepada Sri mengingat Kau penuh seluruh
Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak cayaMu panas suci
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Sampai di puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut Tuhanku
Segala menanti. Menanti. Menanti
Sepi aku hilang bentuk
Tambah ini menanti jadi mencekik remuk
Memberat-mencengkung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa Tuhanku
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti. aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Kepada Kawan Kepada Peminta-minta
Sebelum ajal mendekat dan Baik, baik, aku akan menghadap Dia
mengkhianat, Menyerahkan diri dan segala dosa
mencengkam dari belakang ‘tika kita Tapi jangan tentang lagi aku
tidak melihat, Nanti darahku jadi beku
selama masih menggelombang dalam
dada darah serta rasa, Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
belum bertugas kecewa dan gentar Nanah meleleh dari muka
belum ada, Sambil berjalan kau usap juga
tidak lupa tiba-tiba bisa malam
membenam, Bersuara tiap kau melangkah
layar merah berkibar hilang dalam Mengerang tiap kau memandang
kelam, Menetes dari suasana kau datang
kawan, mari kita putuskan kini di sini: Sembarang kau merebah
Ajal yang menarik kita, juga mencekik
diri sendiri! Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Jadi Di bibirku terasa pedas
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Mengaum di telingaku
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan Baik, baik, aku akan menghadap Dia
kalau merayu, Menyerahkan diri dan segala dosa
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Tapi jangan tentang lagi aku
Jangan tambatkan pada siang dan Nanti darahku jadi beku
malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa
angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian
madu!!!
Cerita Buat Dien Tamaela
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu

Beta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut

Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan

Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala


Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama

Dalam sunyi malam ganggang menari


Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.

Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!

Awas jangan bikin beta marah


Beta bikin pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu!

Beta ada di malam, ada di siang


Irama ganggang dan api membakar
pulau...

Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu

Anda mungkin juga menyukai