Tatengkeng
SUKMA PUJANGGA
Catatan:
Jan Engelbert Tatengkeng lahir 19 Oktober 1907 di Sangihe, wafat 6 Maret 1969 di Makassar.
Karyanya Rindu Dendam (1934).
Sanusi Pane
SAJAK
Catatan:
SANUSI PANE lahir 14 November 1905 di Muarasipongi, Tapanuli Selatan, wafat 2 Januari 1968
di Jakarta. Karyanya: Madah Kelana (1931), Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1927).
M. Yamin
PERMINTAAN
Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku.
Catatan:
MUHAMMAD YAMIN, lahir 23 Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatra Barat. Ia wafat 26 Oktober
1962 di Jakarta. Karya: Tanah Air (1922, berupa manuskrip tersimpan di PDS H.B. Jassin) dan
Indonesia Tumpah Darahku (1928)
Marius Ramis Dajoh
PEREMPUAN PENUMBUK PADI
Blek-blok, blek-blok!
Berjam-jam menumbuk padi.
Ia menyanyi sedikit-sedikit,
supaya kuat menumbuk padi,
supaya lupa tulang sakit,
disakiti alu berat!
Blek-blok, blek-blok!
Tiap hari menumbuk padi,
Alu berat melompat-lompat,
Sangat lelah menumbuk padi,
menjadi beras amat lambat,
alu terlalu amat berat!
Blek-blok, blek-blok!
Tak berhenti menumbuk padi!
Anak masih minum susu,
Bungsu lahir tak lama lagi!
Hati hampir hancur luluh!
Kesusahan sangat berat!
Blek-blok, blek-blok!
Kekuatan menumbuk padi,
Kekuatan berkurang-kurang,
Kesusahan menumbuk hati,
Kesusahan menggarang-garang,
Aduhai!
Kemiskinan terlalu berat!
Sutan Takdir Alisjahbana
DI CANDI PRAMBANAN
II
SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA lahir 11 Februari 1908 di Natal. Bersama Amir Hamzah dan Armijn
Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru pada tahun 1933. Karyanya antara lain Tak Putus
Dirundung Malang (1929), Dian yang Tak Kunjung Padam (1932), Anak Perawan di Sarang
Penyamun (1941), Layar Terkembang (1936), Tebaran Mega (1936), dan Lagu Pemacu Ombak
(1978).
Chairil Anwar
PENERIMAAN
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!
Chairil Anwar
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Buat Sri Ajati
Foto kenangan
masa kanak
tujuan berkunjung sejenak,
masuk biara waktu
menimang rindu
bertahta di puncak karang
gunung batu,
seperti burung
di jalan berbatu-batu
jalan turun ke danau,
sebelum tikungan terakhir,
pandang mencari elang.
anjing menyalak.
Segera aku akan menginjak gerbang lembah,
hilang resah,
masuk desa
seperti elang
pulang sarang.
Subagio Sastrowardoyo
MANUSIA PERTAMA DI ANGKASA LUAR
Ke segenap arah
berlaksa-laksa hasta
di atas dan di bawah
membentang warna biru muda.
Tanpa angin
mentari terpancang
bagai kancing dari tembaga.
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya.
Tiada kuasa lagi menegak.
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
ke dada musuh yang merebut kotanya.
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya.
Ia sudah tua
luka-luka di badannya.
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya.
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata:
“Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah:
tanah Ambarawa yang kucinta.
Kita bukanlah anak jadah
kerna punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mataairnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah jiwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa.
SAJAK RAJAWALI
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Beri daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi malam hari
Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan tiga ekor kuda
Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari
Beri daku ranah tanpa pagar, luas tak terkata, namanya Sumba
Kirdjomuljo
DI BAYANG MATA PAK DIRMAN
Sumber:
Sapardi Djoko Damono, Dukamu Abadi . Ciputat: Editum, 2012; halaman 9.
Sapardi Djoko Damono:
BENIH
Sita yang hamil itu tetap diam: pesona. “Tetapi, si Raksasa itu
ayahandamu sendiri, benih yang menjadikanmu, apakah ia
juga yang membenihimu, apakah…” Sita yang hamil itu tetap
diam, mencoba menafsirkan kehendak para dewa.
Sapardi Djoko Damono
SEPASANG SEPATU TUA
/1/
/2/
“Guntingan-guntingan ini
indah sekali, akan kujahit
jadi perca merah, hijau, dan biru
bahan baju untuk ibu.”
/3/
Hartojo Andangdjaja
PAKANSI
di sini
sendiri bermandi di bening mentari
sendiri mengulai di dada bumi
jauh buku, pencarian arti dan rizki
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dan arahnya
Dalam gelap
kini aku nyala
pada lampu padammu
Abdul Hadi WM
LAGU DALAM HUJAN
Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung
Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca
Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata
Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas
Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api
1970
Sutardji Calzoum Bachri
WALAU
kalau mati
mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat
jiwa membumbung dalam baris sajak
Takkan jemu napas bergelut di sini, dengan sunyi dan rindu menyanyi
dalam kerja berlumur suka-duka, hikmah pengertian melipur damai
begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal, penanggalan penuh coretan
selalu sepenanggungan, mengadu padaku dalam manja bujukan
1995
Isma Sawitri
UBUD
SANG KERIKIL
Lembaran-lembaran hikayat
yang ditulis tangan-tangan agung
hanya kita buka
ketika hati linglung dan bingung
Senandung ayat-ayat bergema
dan menggeliat
hanya ketika kita merasa hampir tamat
kita selalu gagal menyelam di telaga hikmat
kerna kita hampir selalu lupa sangkan-paran alamat
Sumber:
Harian Kompas, Sabtu 4 Februari 2017; halaman 26 .
Isbedy Stiawan ZS:
POHON DI DEPAN RUMAH
Pohon yang kutanam semasa kecil
di depan rumahku, masih melambai
daun-daunnya bagi pulangku
setelah lama kutinggalkan
sebab pohon
--juga kau—
muara ciuman
setiapkali rindu
yang membuatku
ingin pulang!
D. Kemalawati
mengapa bersiteru
bila tak mampu menghitung
dengan jitu
negeri ini ladang semu
selamanya hanya di halaman buku
di saku pemilik yang maha tahu
2007