PAGI
KESADARAN
CANDI MENDUT
Di dalam ruang yang kelam terang
Berhala Budha di atas takhta,
Wajahnya damai dan tenung tenang,
Di kiri dan kanan Bodhisatwa.
Waktu berhenti di tempat ini
Tidak berombak, diam semata;
Azas berlawan bersatu diri,
Alam sunyi, kehidupan rata.
Diam hatiku, jangan bercita,
Jangan kau lagi mengandung rasa,
Mengharap bahagia dunia Maya
Terbang termenung, ayuhai, jiwa,
Menuju kebiruan angkasa,
Kedamaian Petala Nirwana.
CANDRA
Badan yang kuning-muda sebagai kencana,
Berdiri lurus di atas reta bercaya,
Dewa Candra keluar dari istananya
Termenung menuju Barat jauh di sana.
Panji berkibar di tangan kanan, tangan kiri
Memimpin kuda yang bernapaskan nyala;
Begitu dewa melalui cakrawala,
Menabur-naburkan perak ke bawah sini.
Bisikan malam bertiup seluruh bumi,
Sebagai lagu-merawan buluh perindu,
Gemetar-beralun rasa meninggikan sunyi.
Bumi bermimpi dan ia mengeluh di dalam
Mimpinya, karena ingin bertambah rindu,
Karena rindu dipeluk sang Ratu Malam
MAJAPAHIT
Aku memandang tersenyum arah ke bawah:
Bandung mewajah di dalam kabut.
Jauh di sana bermimpi Gede-Pangrango,
Seperti pulau dalam lautan awan.
Langit kelabu,
Alam muram.
Dan ke dalam hatiku,
Masuk perlahan
Rindu dendam.
Jiwaku meratap bersama jiwa
Gembala yang bernyanyi dalam lembah.
Ratap melayang bersama suara
Kedalam kemuraman
Kehilangan.
TANAH BAHAGIA
Bawa daku ke negara sana, tempat bah’gia,
Ketanah yang subur, dipanasi kasih cinta.
Dilangiti biru yang suci, harapan cinta,
Dikelilingi pegunungan damai mulia.
Bawa daku kebenua termenung berangan,
Ke tanah tasik kesucian memerak silau,
Tersilang sungai kekuatan kilau kemilau,
Dibujuk angin membisikkan kenang-kenangan
Ingin jiwa pergi ke sana tidak terkata:
Hatiku dibelah sengsara setiap hari,
Keluh kesah tidak berhenti sebentar jua.
O tanah bah’gia, bersinar emas permata,
Dalam duka cita engkau mematahari,
Pabila gerang tiba waktu bersua?
MELATI
Kau datang dengan menari, tersenyum simpul,
Seperti dewi, putih-kuning, ramping-halus,
Menunjukkan diri, seperti bunga yang bagus.
Dalam sinar matahari, membuat timbul
Di dalam hati berahi yang suci-permai.
Jiwa termenung, terlena dalam samadi,
O Melati, memandang kau seperti Pamadi,
Kebakaan kurasa, luas, tenang dan damai
Engkau tinggal sebagai bunga dalam taman
Kenang-kenangan: dipetik tidak ‘kan dapat,
Biar warna dan wangi engkau berikan.
Engkau seperti bintang di balik awan,
Terkadang-kadang sejurus berkilat-kilat
Tapi jauh, ta’ ‘kan pernah tercapai tangan
KEMBANG MELATI
Aku menyusun kembang melati
Di bawah bintang tengah malam,
Buat menunjukkan betapa dalam
Cinta kasih memasuki hati.
Aku tidur menantikan pagi
Dan mimpi dalam bah’gia
Duduk bersanding dengan Dia
Di atas pelaminan dari pelangi
Aku bangun, tetapi mentari
Sudah tinggi di cakrawala
Dan pujaan sudah selesai
O Jiwa, yang menanti hari,
Sudah Hari datang bernyala,
Engkau bermimpi, termenung lalai.
ARJUNA
Kepada R.P. Mr. Singgih
WIJAYA KESUMA
Di balik gunung, jauh di sana,
Terletak taman dewata raya,
Tempat tumbuh kesuma wijaya,
Bunga yang indah, penawar fana.
Hanya sedikit yang tahu jalan
Dari negeri sampai ke sana.
Lebih sedikit lagi orangnya,
Yang dapat mencapai gerbang taman.
Turut suara seruling Krisyna,
Berbunyi merdu di dalam hutan,
Memanggil engkau dengan sih trisna.
Engkau dipanggil senantiasa
Mengikuti sidang orang pungutan:
Engkau menurut orang biasa.
KEPADA KRISYNA
Aku berdiri sebatang kara,
Tidak berteman, tidak berkawan,
Tangan tertadah k’atas udara,
Jiwa menjerit disayat rawan.
Hatiku kosong, tanganku hampa,
Tidak ada yang sudah tercapai
Aku bermimpi di dalam tapa
Mengingat untung termenung lalai
O Krisyna tiadakanlah kembali
Meniup suling di tanah airku.
Biarkan daku sekali lagi
Jatuh ke dalam jurang gulita,
Supaya lupa, tidak bercita.
TAJ MAHAL
Kepada Andjasmara
TERATAI
Kepada Ki Hajar Dewantoro
SAJAK
Di mana harga karangan sajak,
Bukanlah dalam maksud isinya,
Dalam bentuk, kata nan rancak
Dicari timbang dengan pilihnya.
Tanya pertama ke luar di hati,
Setelah sajak dibaca tamat,
Sehingga mana tersebut sakti,
Mengingat diri di dalam hikmat.
Rasa bujangga waktu menyusun,
Kata yang datang berduyun-duyun
Dari dalam, bukan nan dicari
Harus kembali dalam pembaca,
Sebagai bayang di muka kaca,
Harus bergoncang hati nurani
DIBAWA GELOMBANG
AWAN
TERATAI
SAJAK
Betapa sari
Tidakkan kembang,
Melihat terang
Simata hari.
Betapa kami
Tidakkan suka,
Memandang muka
Sijantung hati.
ARJUNA
KEPADA KRISJNA
TAJ MAHAL
Kepada “Anjasmara”
PENYANYI
LAUTAN WAKTU
bertabur bintang.
DOA
tersenyum.
KECAPI
bernyanyi.
nyikan lagu pada kecapi. Ah, tiada suara yang keluar dan
kan kecapi.”
murung caya.
SYIWA-NATARAJA
Kepada R. Soeratmaka
O, jiwa India
Tanah Hindustan.
Natesa berdiri
Keindahan.
MENCARI
Aku mencari
Di kebun India,
Aku pesiar
Di kebun Junani,
Aku berjalan
Di tanah Roma,
Aku mengembara
Di benua Barat,
Segala buku
Perpustakaan dunia
Sudah kubaca,
Segala filsafat
Sudah kuperiksa.
Ke dalam taman
Hati sendiri.
Di sana Bahagia
Sudah lama
Menanti daku.
SAJAK
AIR MANCUR
KEMATIAN ANAK
MENUMBUK PADI
MENANTI KATA
CANDI
DI LERENG SALAK
KE PANTAI
Ombak berdesir
Di pantai pasir
Suka lagu
Dicium syamsyu
Permainan mata,
Ratna permata,
Bunga melati,
Si jantung hati,
Adindaku mari,
Meriangkan hati,
Melihat mega
Berwarna neka.
Desik berdesik,
Bisik berbisik,
Daun kayu
Memuji syamsyu
RINDU
KENANGAN