Bintang-bintang menjelma ikan-ikan kecil Berbaris rapi, Keluar dari mimpi masuk ke masa silam Meninggalkan bayang-bayang
Butir-butir pasir bermekaran menjelma Mawar-mawar kecil, Bertebaran dan diterbangkan angin
Kemesraan sekadar nama Dan satu kata, Melebihi ungkapan kehanyutan semesta
Menghabiskan malam Meletakkan rahasia di kuku jemari Angin, Cahaya menari melingkari batas kejemuan
MEMBACA SENJA
Seutas tali cahaya menjulur dari langit Mengancam leherku sejak waktu melingkar Kehidupan, Antara tidur dan jaga tiada berjarak
Andai masa depan dan masa lalu Dapat saling bertukar tempat Musim berhenti beredar Kefanaan membeku
Duka meniupkan kegamangan ke tepian Meski diri, Kian renta dan sunyi melepaskan raga Kelam membatas tenang, rindu pertama
Kuarungi sepuluh ribu lautan Pulang ke kerajaan kenangan Menaiki puncak-puncak badai Dan jiwa terasa fana
Nyeri pun menyatakan diri Kukawinkan dendam dan harapan Heran, Tuhan tak habis dihitung
Segala kejadian terasa remaja Tak ada yang lebih mengesan Kecuali, Membaca kehidupan semakin senja
PERBURUAN
Aku tidak tidur sepanjang abad Hanya terbaring di jantung kalbu Tanpa henti kuucap rahasia langit
Tetapi hanya bias-bias cahaya biru Dan kutemui pula kemuraman jagat Waktu mengasuh segala peristiwa beku
Lonceng berdentang sampai ke mimpi Bayangan hilang ketemu kembali Tersergap kelam, Di langit tak tertulis puisi
Kalaulah tangan menampar sepi Kenangan pulang biar abadi Di tiap musim, Tubuh hamil oleh misteri
PENAT
Kembang plastik menyimpan rahasia di putiknya Daun-daun waktu berontokan di atas meja Terbakar napas, Sia-sia di lorong diri memeras makna
Cahaya luruh dari pusat lampu Terhampar, Memantul menerangi luka kalbu
Antara tidur dan jaga hanyalah lupa Di mana kini harus merumahkan jiwa Di mana-mana, Hewan ajaib berkeliaran mencari mangsa
UNDANGAN
Selamat datang masa silam yang berdebu Silakan masuk tak usah lepas sepatu
KESENJANGAN
Kulewatkan waktu dengan tiduran semata Berlintaskan kenangan, Di pucuk pagi kudiamkan saja
Kupandangi sunyi menuliskan nama Dengan cahaya, Angin menyanyi amat sederhana
Tak ada yang mau berangkat Di sudut kamar, Hari Minggu tidur melepas penat
Kubiarkan kesangsian menyamar Keinginan terkapar Suara asing menderu di kalbu Masa lalu berdiri kelu di pintu
Kuletakkan sukmaku di atas sekuntum bunga Menatap air telaga yang tenang Dan anak-anak angsa bernyanyi Di tepi pagi
Ada suara-suara memanggil Entah dari mana Barangkali dari mulutku sendiri
Di sini napas keheningan berpusar Awan dan ular tidur bersama Di kasur tua di dasar telaga
Ikan-ikan bader berbaris rapi Diam-diam saja Barangkali sekadar menuju ke surga
Di saat kehilangan menyapa Apa pun yang terlupa terasa punya makna Menyimpan hari-hari di genggaman Berlinangan segala tanya Di tepi diri
IRAMA KESUNYIAN
Perahu jiwaku melaju perlahan Menempuh samudera keheningan Menuju ke ujung waktu
KENANGAN
Kuda Terbang melintas di langit kalbu Dunia hilang, Berlabuh kesenyapan dan rindu
Burung hitam bersarang di lorong waktu Mata terpejam, Terbayang sukma menggeleng ragu
KONTEMPLASI
Bayangan kelam muncul dari masa silam Menaburkan luka-luka membunga Hantu kecil bersenandung lirih Mendesahkan kepedihan semesta
Apakah yang tak dikhianati zaman? Apakah yang tiada sebelum memakna?
Keindahan meremukkan kesederhanaan Tak perlu diperbincangkan; Nurani, derita, dan segala kegalauan
Leen Willaeys merintih lirih Di tepi pagi, Angin biru mengibarkan rambutnya Begitu saja tanpa makna
Di antara segala yang hilang Mendekatlah, Hanya sesuatu yang sederhana Akan membuat bahagia
BINGKAI MIMPI
Berlepasan mimpi-mimpi remaja Di kebun bunga, Kelam dan dingin menyergap tiba-tiba
GELOMBANG RINDU
ALBUM KOSONG
Bagaimanakah bisa tergapai Yang telah pergi, Dalam mimpi pun tiada tercari
MELEPAS KENANGAN
Bayanganmu terkurung di dalam gelas Kukenali segala yang asing Jemu bermahkota
PERJAMUAN
SELINTAS SUNYI
Terakit Harapan
BAYANGAN MEMBATU
Tak ada tempat bagi jiwa Yang penat, Di keremangan kenangan membatu
KESENDIRIAN
Surya bertapa di balik candi Berguguran sejumlah mimpi Selebihnya tak ada yang menyapa
Barangkali segala yang telah abadi Sekadar segala yang tidak pasti
PENYEMPURNAAN
Sesaat sebelum kesunyian berangkat Cahaya putih menulis semua nama Di balik dinding: dilingkari rahasia!
Dan kesetiaan yang nyaris terluka Mendidihkan seribu mimpi di cakrawala Kalau saja, Kegelapan membeningkan yang telah putus Kebisuan menyebut yang dilupakan cinta
KABAR
RUANG BELAJAR
Matamu adalah ruang yang nyaman Aku ingin berdiam di situ Belajar, Membaca buku-buku
KEKASIH
PERISTIWA SEDERHANA
NYANYIAN ANGIN
Bulan jelita betapa bening Selembar daun melayang Ditiup angin, Siapa tersedu di balik dinding?
Bersama kabut : Sebuah suara ! Kurakit sejumlah kebimbangan Teka-teki tanpa makna Ke mana kita ?
PULANG
Ke sebuah negeri yang hilang Burung hitam kembali pulang O, kekasih yang berkhianat Seandainya hidup ini cuma mimpi Tak usahlah berangkat tidur
Aku bermimpi dikejar-kejar hantu Kekasihku, Ayolah masuk ke dalam mimpiku Tolong, kau usir hantu nakal itu
DI TAPLAK MEJA
Demikian malam mengandung Angin menukar kabar Di taplak meja, Beribu puisi meregang nyawa
MEDITASI
Yang belum dilunaskan abad-abad lampau Dalam hening kehidupan menggilas hari Kita baca di sini dalam diam Tanda dan makna cinta Atau maut melintas Kekasih! Sekalipun semua janji sia-sia Tetap menerang keindahannya
Seandainya terus kupeluk kematianmu yang membunga Tiadakah selesai jalan panjang dari pertanyaan ini?
Tanpa kejelasan apa pun yang cukup memadai Dalam waktu panjang teramat panjang Aku berusaha menemukan setiap luka Yang putih membunga
Dan tak sesuatu pun bisa didapat Di tengah gelombang kesunyian mahafana Hanya garis kecil biru menggores pelupuk mata Hilang! Hilanglah hilang semua dalam rinduku Sekadar pelarian atau apa pun namanya Kalau diperlukan biarlah hadir begitu saja Tidak semua hal bisa tak diratapi Sangat jauh, Meski selintas sajapun mungkin tersentuh
Keabadian pastilah terlampau luas Dengan apa kini kujangkau duniamu Yang sudah sukar dibayangkan Seandainya hari ini dapat ditukar hari kemarin Tidak kuperbolehkan waktu berjalan ke depan
Sedangkan menanti di tepi kesunyian aku tak mampu Apalagi memetik bencana demi bencana bersamamu Rasanya tak layak diselesaikan di pengasingan Hanyalah luka biru dan maut yang kelu Berserah pada kebimbangan Atau masa lalu membatu Di mana tempatmu kini? Telah kulupakan kenyerian yang tak dapat hilang Kenangan bukan lagi sesuatu yang perlu disimpan Ayolah manis, Pergi!
Sekadar melerai penipuan-penipuan panjang Penjelasan apa pun tetaplah menggelapkan Keheningan sedemikian menakutkan hatiku
Tak mungkin cair impian Dan segala yang mengungkapkan perjalanan kemarin Atau sebaiknya barangkali dibiarkan begitu saja Sampai batas-batas menghilangkan dirinya sendiri Sebab kepercayaan apa pun Hanya kesangsian Yang tersembunyi Kalau saja kemungkinan terbaik adalah mati Semestinya tak kupilih suatu cara!
Misalkan sunyi tidak memekakkan telingamu Cari bulan sepotong dan benamkan dalam gelas Apa yang terkubur selain cinta yang hilang Kutengok diriku dalam dirimu Wajah terluka diam membeku Dekaplah aku, manis! Meski dunia tertawa kelu Keabadian bukan apa-apa lagi Dan kemungkinan yang mulai menderu Melepas semua tanda di seluruh duniaku
Berulang kali kujelaskan dengan isyarat kelu Jarak dan waktu menghapus segala kenangan Apa yang berarti menjadi pudar mengabstrak Lalu kita menggigil diam saling memandang Berseberangan; disergap keheningan!! Di dua kutub berbeda didera cahaya kelam
Ada yang hilang Ada yang hilang Di kelopak mawar bermahkota sunyi Ada yang hilang, hilang, hilang
Serigala raksasa menjilati jejakmu Dunia kosong, Tak terjumpai yang lama dicari
MENGHITUNG RENJANA
Gadis kecil berwajah rembulan Tidur di kekosongan hatiku Kesedihan, Menyelimuti tubuhnya Yang perlahan membatu
Gadis kecil berwajah rembulan Tidur di kekosongan hatiku Kesedihan, Menyelimuti tubuhnya Yang perlahan membatu
MENGUBUR WAKTU
Tertulis indah di kartu nama Bukan senja, bukan senja Barangkali antara tidur dan jaga Bisa cukup jelas terbaca
Rindu pada aroma tubuhmu Membuyarkan, Keserasian seluruh semesta jiwaku Kupahami mimpi di mana bertemu Bukan senja yang mengubur waktu
PERJALANAN KEHILANGAN
Seperti kilat menggaris langit Merpati megan terbang melesat Menempuh sejarah masa laluku
Semua yang tidak sempat tercatat Tidak dilupa meski dibalut kecewa Melelehkan kenangan demi kenangan Terkubur sunyi, terkubur sunyi Sesuatu yang tidak pernah abadi
BIANGLALA MEMUDAR
Bidadari melintasi samudera kesunyian Noktah kenangan luruh Air mata jatuh Di dataran kepedihan
Di kenyerian ingatan Cahaya dan kata Menggenapkan, Apa pun yang dikhianati semesta Serta duka dan duka dan duka
POTRET BURAM
Dalam gelap mengambang di mata Bidadari kecil bersayap patah Menyapa tanpa kata Dan suara
Kerisauan mengalir dalam gumam Memisau kekosongan makna terpendam Mestikah memeluk segala kesenjangan? Atau mimpi yang tak terurai? Kehilangan arti diri!
ROMANSA
Kenapa kau simpan badai di saku bajumu? Kenapa kau tidurkan naga di pelupuk matamu? Kenapa kau biarkan sukmamu terserang flu?
Kenapa kau simpan naga di saku bajumu? Kenapa kau tidurkan badai di pelupuk matamu? Bidadari yang terserang flu, kenapa?
Mata yang menyimpan hutan belantara Mata yang mengandung pesona pelangi Mata bidadari kecil putus asa Mata yang dibalut gelap bianglala Meneteskan beribu mutiara Di keheningan jiwa
TIDURLAH DI KESUNYIAN
Bidadari yang dikoyak-moyak serigala Merahasiakan jejak dan bayangan Membalut luka dengan kesunyian
Badai menggeliat di kedalaman kalbu Raksasa hitam mengamuk sepanjang jalan darah Semua kenangan terasa pahit Durhaka dan menggarami luka Di mana kesedihan bermuara?
Ketulusan meranggas Kesucian robek Harapan remuk dan remuk dan remuk Tak berbentuk dan betapa terkutuk
Luruh, meniada, hening menggelora Kepedihan membatukan kilatan cahaya Betapa rindu meraga lalu melenyap Hampa menerkam lalu mencengkeram Selesailah; Yang Tak Bernama!!!
AMARAH
Menari sempoyongan dimabukkan kemarahan Menghantami langit dan meludahi bulan Air mata menetes membasahi sekujur kaki Menginjak-injak rindu, kelu membatu
Jalanan dipenuhi genangan nanah Pikiran digelapkan kilatan cahaya darah Kalaupun nista disempurnakan oleh kata Senyuman melahirkan kutuk pengkhianatan Waktu pun melerai pudarnya kemungkinan Hari menjadi hara, lalu bukan siapa
MENJARING MAKNA
Tidaklah cukup meski jalan hidup bertautan Yang terucap lenyap dikubur keremangan senja Angan-angan mengalir menghanyutkan kata Dusta menyuburkan punahnya harapan Kekasih, jangan menabur janji!
Menjaring makna dalam hubungan gelap Mengkhianati diri sendiri, Melukai sejarah. Masa depan sejarah!
Tidaklah cukup memandang dan bergenggaman Napas mendesahkan berjuta-juta kebohongan Membiarkan jiwa dimabukkan keheningan Ayolah merumuskan kebusukan, Kebersihan diri memutiarakan alpa dan cinta!
PURBASANGKA
Sukma pun meranggas dinodai prasangka Keinginan terlelap di kaki cakrawala Menuli dan membuta, Mencari jejak darah di dunia hilang
Kenapa sumpah-serapah dikukuhi? Cinta mengubur diri di kesunyian? Nestapa menanti lalu berlari pergi?
Telah kukuh keyakinan di puncak kehancuran Duka menggunung merobek langit kelam Keabadian sekadar soal remeh-temeh Alangkah hina menabung kepalsuan Rindu mencemari indahnya keputus-asaan
BERTUKAR DUSTA
Langit jiwa menumpahkan hujan air mata Candra pesona meredupkan 1000 tanda tanya Hanguslah mimpi yang terukir di jalan raya
Saling bercermin di mata. Merias dusta Saling bertukar napas. Alangkah lupa Di mana kesadaran? Melenyap ke bulan Di mana birahi? Meringkuk di saku Terasing di kegelapan kurungan diri sendiri Derita semesta menggeletarkan intuisi Kabur dan tersungkur. Letih. Letih Berkelana di padang ketidaktahuan Menggenapkan semua ketidaksempurnaan
Andai tak jumpa pasti lebih bahagia Tidur mati tak direcoki bayangan Terbatuk-batuk memangku 1000 kenangan Bukan asmara namanya, Kalau tak menghadiahi berjuta penderitaan
PANGGUNG DUNIA
Menyerahkan diri dilelapkan dusta Nikmat nian anggur bernama lupa Lalu terlentanglah sukma Di padang cahaya hampa
Tapi hidup terasa sedemikian pahit Menjangkau surga tersentuh neraka Sandiwara menjadi panggung dunia
Makhluk bertubuh api berkeliaran dalam diri Membakar hutan, bangunan dan angkasa Lalu melelehlah bianglala Fatamorgana terkubur usia senja Sukma teler oleh influenza
SEKADAR KASMARAN
Bukan puisi yang terucap dari hati Tapi kutuk, khianat dan pengingkaran Berapa harga keindahan?
Permusuhan dipelihara bagai benalu Kelu dibungakan dianakpinakkan Apa nilai persahabatan?
Membangun mimpi besar Membunuh waktu dengan cucuran keringat Mengukur umur dan menakar nasib Di mana asmara diletakkan?
Jalan terbuka menuju puncak menara cahaya Makna mengelopak memancarkan restu semesta Tinggal langkah diayun, diayun, diayun Keindahan, persahabatan, asmara dikristalkan Memanah matahari dan memetik bintang Melunaskan yang digariskan takdir Kenapa prasangka dibirukan?
Kesabaran tak melimpahkan berkah Masa lalu selalu mengharu biru Hati yang dingin, Curiga menyelubungi pandangan mata
Kembali kepada diri sendiri Waktu nanti tinggal dijalani Menghitung makna luasnya kemungkinan Melafaskan keyakinan, Takdir tersergap di senja ketiadaan
HANYA ILUSI
Percakapan semu. Membakar waktu. Sia-sia Bertukar napas mengulum kelu. Bangsat! Curiga. Bertatap mata. Pura-pura jatuh cinta Mabuk dusta. Hati meranggas. Gila! Gila!! Sementara senja mulai tertidur di saku celana
Sunyi mendamprat rindu. Sendu. Angin membiru Serangga nyanyi. Mata basah. Berkeluh kesah Dingin. Nyeri. Terasing. Inspirasi keruh. Gema Siapa menjerit dalam gelap? Burung kelaparan? Tidak. Bukan siapa. Barangkali bukan berita Mereguk pengkhianatan menghangatkan luka lama Hidup sekadar ilusi kosong kehilangan makna Lalu lusuh. Mendebu. Percuma. Kata berlalu Biarlah yang abadi yang tidak pernah terjadi
Bertengkar mesra memperebutkan ketiadaan asmara Gerimis melengkapi indahnya kengerian sandiwara Gelap kian merambat. Bergenggam tangan. Merapat Hening. Berontak pada dinding pembatas. Kelu Kemudian selesai mewariskan kebusukan semesta
MENARUH KENANGAN
Mata tak berbintang. Getir. Sejarah gelap mengambang Nafsu menggeletar. Bianglala hangus. Tubuh mengkarat Omong kosong. Hilang diri dalam senyap. Kenangan membatu Mengaduk impian menisbikan dendam. Intuisi menggelap Pulang ke mana jika rumah dalam jiwa luluh lantak?
Senja mendesir nyeri mengalir Kebisuan merayap. Sempurna! Mulut berdusta dan berdusta
Rasa malu mati. Riuh kerajaan diri. Dunia pecah Kesadaran terbang ke angkasa bagai burung hantu raksasa Kesedihan menggelombang. Kehilangan mengharu biru Bayangan hampa bermuara di laut ketiadaan tak terduga
Hancurkan saja bukit asmara. Lepaskan kuda jalang Langit mengucurkan kebencian berabad-abad sudah Kesepian hati menjadi bangunan cahaya jernih abadi Lupakan arti bahagia. Bunuh. Lupakan makna derita Sebaiknya hari esok biar tanggal dari gambar peta
Belum jelas tapi kesimpulan lahir Rawan benar. Kepercayaan memar Yang diduga melenyap sementara
Gamang. Rindu. Muak. Mengilusi Hari membusuk menggugurkan harapan Badan merenta tiba-tiba
Pintu kemungkinan terkunci rapat Kalimat hancur. Keindahan retak Kemuliaan hanya bayangan hantu Cerita sendu menghangatkan derita
Galau memuisi. Berlepasan suara hati Betapa nyeri tak bakal bisa dibagi
Di lembaran kalbu tercatat nama Mencederai ingatan di kala lupa Hening membadai. Mengekalkan keluh Merajut kesialan, dan keterasingan Yang mewujud melenyapkan tanda
WAKTU MEMBUSUK
Setelah dekat kenapa justru semakin jauh? Misteri belum hilang. Kedirian masih remang Kenapa batas menebal padahal dinding runtuh?
Hasrat kian sembunyi. Harga diri kian mati Yang pergi menolak kembali. Yang pudar membayang Sialan! Sialan!! Waktu membusuk. Sialan! Sialan!! Seumur jagung cuma. Pesona meletakkan mahkota
Kecantikan hanya dagangan. Senyuman hanya jebakan Bermuram durja. Bicara tanpa kata. Wajah terhina Rindu tak berjawab. Lepas. Meniada. Cinta hangus Masa silam menampar. Tak terhitung penyesalan Senja. Angin. Teka-teki. Luka. Senyap. Romansa
Pancaran cahaya ternyata menggelapkan pandangan Kehalusan sikap memalsukan kebengisan penipuan Rahasia dirumahkan di kekelaman tak terduga Hantu galak membangun sarang di pelupuk mata Di mana kebaikan? Borok merata. Di mana muara? Kepercayaan berlebihan meluluhlantakkan keanggunan Pendurhakaan menyempurnakan keindahan disamarkan Lalu hidup menjadi pertunjukan teater bayangan Segalanya bertanggalan melayang bagai daun gugur
PENIPUAN
Kejalangan terpendam di kedalaman mata rembulan Kebetinaan bagai naga menggelenyari sekujur badan Betapa panjang petualangan kelabu tersembunyi Meratapkan keangkuhan. Meluruh dalam kelam Perahu jiwa terdampar. Disapu gelombang rindu
Kapan layar panggung sandiwara ditutup? Kapan karakter murni ditampakkan? Kapan keterbukaan ditempatkan?
Permainan pilu. Tak menyentuh kalbu Gagap. Melukai batin. Percuma Topeng terpasang salah posisi Mengelabuhi diri sendiri Betapa buntu
Taruh saja kehormatan di lantai dasar Lupakan kemuliaan badak bermahkota duri Hidup memang pahit. Sukar! Menakutkan!!! Ketegangan memperindah pencapaian memalukan Lalu segalanya selesai tanpa kepastian Matahari salah terbit. Hari berjalan mundur Kesederhanaan menghancurkan kemewahan pikiran
Anjing kecil melompat-lompat di kekosongan bola mata Tujuh warna pelangi melengkung menghias kening Angin sore menebar misteri. Jiwa mengambang Tenang. Nafsu dipendam. Nyeri. Dendam membeku Mendekap fatamorgana. Ngungun. Duka mendinding batu Cedera masa lalu menggeletari cinta yang menubuh Tapi pemberontakan sia-sia dikelamkan kefanaan Kemudian kegamangan menyelimuti pandangan tentang waktu Semesta membuka layar menyajikan adegan-adegan baru
Barangkali keberuntungan berumah di ketiadaan harapan Kemungkinan digugurkan kesetiaan serta ketakutan Barangkali nasib berputar tidak seperti jarum jam
Amarah melumpuhkan kepekaan dan merusak pintu kesadaran Kesombongan mempersempit jangkauan, mengecilkan keabadian Cakrawala meleleh. Awan berjatuhan. Sukma kelimpungan Cahaya membutakan mata hati. Sepi membunuh puisi Purbasangka? Lelah? Sia-sia? Lapar batin? Sudah? Sekadar bersujud ke bumi tidaklah cukup menyelesaikan Burung hilang tidaklah mustahil kembali pulang ke kandang Debaran misteri kasih sayang memutihkan kesalahan Lalu mati. Lalu mati. Bahagia. Lalu mati. Lalu mati
BERBAGI MIMPI
Mengeja nasib di tepi danau kelengangan Tukar menukar mimpi. Asmara digadaikan Bulan mengintip. Muram. Sukma menggigil Bukan kemewahan teraih tapi semata kesederhanaan Memenuhkan diri demi menyempurnanya kekosongan
DI TEPI SENJA
Saling berbisik. Jual-beli tanda tanya. Geram Birahi mengalir. Kelam. Meremuklah harapan Hantu jahat bertahta di puncak kepala
Adakah yang lebih indah selain derai air mata? Adakah yang lebih sakit selain hati dijatuhkan?
DINDING
Meski berdekapan betapa jauh jarak terasa Tubuh cuma sarang. Jiwa ialah burung terbang Angkasalah wilayah pencarian. Hampa didapatkan Hilang hati. Renjana. Gelap cahaya. Sempoyongan Memeluk erat apa yang tidak terjangkau Yang tak pernah pergi senantiasa ditangisi Alangkah nista cinta karatan di genggaman
Setiap pagi di meja tersaji batu pengkhianatan Bunga cahaya tampaknya. Kotoran jiwa hakekatnya Betapa tega meludahi keagungan dewa keindahan Merasa merana padahal bermandi kasih sayang
Di mana terima kasih pernah diletakkan? Di mana kekerdilan diri lalu diistirahatkan?
Remuk redam. Tersia. Tidur jaga. Berlenyapan Kepercayaan jatuh. Sungguh naas. Hidup merapuh Masa silam buram disunggi semulia mahkota duri Kemesraan dicampakkan dibuang di lorong keheningan Yang terlukis hanya bayangan mayat biru membusuk Yang dilupa justru pandangan luas di depan mata Mengasihani diri. Lupa mangaca. Meludahi cinta Realita digelapkan demi terangnya mentari kepalsuan Pasti: tak ada baiknya lagi bergandeng tangan
HAMPIR TAMAT
Tak lama lagi sejarah hidup bakal rapat tertutup Tapi pengingkaran budi makin gelap meniada Tapi senja memperpagi hitungan utang piutang Tapi kecewa bukan soal ruginya keraguan Mawar merekah di ketiadaan. Retorika cuma api Apa yang merapuh? Kasih. Di mana kebahagiaan?
Tanda tanya menggunung batu di tepi hari Tapi keluh kesah meredup di padang cahaya Tanpa kecurangan hati di manakah rahasia?
Pesona menabir sempurna. Usia dirampok derita Kegalauan menipu daya. Di kening naga bertahta
Matahari berjalan tanpa mencipta bayangan Cinta diri menidurkan hasrat terpendam Asmara busuk meleleh nanah pengkhianatan
Beribu tahun drama dimainkan tanpa sutradara Peristiwa menghitam kelam bagai bayangan Adakah yang nista? Raga. Apa yang menjadah? Manis nian luka zaman. Kian kelu duka rindu Terkunci intuisi. Misteri pecah. Kata mengambang Andai mabuk puisi mencuci bersih sesat pikiran Rasa haru membangkitkan kematian inspirasi
MABUK
Yang dikhianati rindu bakal mati pagi hari Hasrat mendidih di ujung kelelapan naluri Pulang kembali ke dunia hilang
Rahasia menjerit membuka kedok Yang dipagut duka pasti hidup sampai senja Segala alpa menerangi kegelapan semesta
Benarkah ranjang terindah adalah pelupuk mata? Tetapi sarang sepi hanyalah di pusat hati Benarkah sakit asmara tak sepedih air mata?
Yang dirundung rindu mengalami pengayaan jiwa Kepedihan meneteskan air mata menjelma mutiara Inspirasi membadai. Kalimat membius bianglala Rebah di puncak gelombang. Birahi di puncak gunung Nyawa menjernih. Semesta penuh. Waktu mencahaya Diri? Perjalanan? Memuisi? Hakekat? Pencapaian? Yang tak terlupa adalah yang tak pernah diingat Penyirnaan diri memahkotai pengutuhan eksistensi Hadir supaya lenyap. Hilang agar kembali Kenapa melahirkan diri cuma untuk sekadar mati? Mendinginkan secangkir mimpi melipat rahasia hati Reguk racun dunia. Ayo! Ayo habiskan saja!!!
DIALOG
Berbisik hilang kata. Tanpa memantikkan makna Diguyur hujan kebajikan. Tereguk kebimbangan Kenapa bibir dikatupkan padahal jiwa meronta? Bukan kecurigaan yang memperterang cahaya Lupakan kekasih. Simpan di buku. Tutuplah Kebisuan sejenak membeningkan kerisauan Tak ada pendustaan. Tak ada Tak mungkin ada
Perjumpaan tidaklah kebetulan Takdir tercetak tanpa awal-akhir Saling tatap saling meluk saling tampar Menabung kesangsian. Dan kasih dibelakangkan Waktu robek. Terbakar nama. Jejak menyiapa Yang sederhana mengabadi melalui puisi Tidurkan raksasa api di kedalaman sunyi kalbu Menyatukan visi tak cukup sekadar saling menyinta Nasib tumbuh! Nestapa menubuh! Jarak tumbuh!
PENANTIAN
Wajah terlupa diselimuti kabut sihir semesta Namun senyum jelas membayang di balik cahaya Membiaskan kegetiran. Tangis tertahan. Beruraian Seabad sudah. Teralun lagu bisu. Menghambar Terapung di laut kecemasan. Terlibas ketidakpastian Setan manakah yang meludahi kecantikan rembulan? Tidak tersentuhkah yang terengkuh di dalam dekapan? Berlepasankah mimpi yang terangkum menjadi bebungaan? Lalu bagaimana mengalirkan waktu yang mengristal rindu?
Ketulusan maaf pasti memutihkan segala kesalahan Berdamai dengan masa lalu. Gelombang dendam beku Kapal tanah air kesunyian mengembangkan layar
Berdiri kukuh di pantai hilang menanti bayangan Melupa kepada rumah. Dijerat tali halusinasi Tapi sesal mematahkan sisa keping kenangan Berlindapankah? Raga oleng. Perih? Tak sampai Rintihan kedasih meluruhkan kejalangan batin Suasana menjernih. Risau memisau. Sepi memedih Bingung. Tak segala. Ahh. Mungkin. Tak terkira Berulang kali terjadi selalu tak bisa dimengerti Yang hilang muncul kembali yang muncul hilang lagi Selalu selalu selalu selalu selalu selalu selalu selalu Membangun menara imajinasi! Menyucikan harga mati!!
MEDITASI
Sejenak keluar dari hari. Pergi dari diri sendiri Melupakan hutang budi. Menjauh dari misteri Di mana sembunyi yang tak mungkin tercari? Di mana bangkai Tuhan yang katanya telah mati? Apakah sunyi itu sunyi? Apakah sunyi itu sunyi? Sejenak keluar dari hari. Pergi dari diri sendiri Melupakan hutang budi. Menjauh dari misteri
Ayolah saling bertukar ludah Sebentar saja. Tak usah lama-lama Bangsat!! Ada yang ngintip di balik pohon mangga
Mengingat persetubuhan yang gagal alangkah malu Kelamin mengacung langit tidak juga tersentuh Tubuh terbanting. Sukma meraung. Tubuh terbanting Kelamin mengacung langit tidak juga tersentuh Mengingat persetubuhan yang gagal alangkah malu
Rembulan melepas gaun telanjang di tempat tidur Betapa jorok paha mengangkang mengundang bintang Ular hitam yang datang. Ular hitam kelam yang datang Menyelusup tanpa permisi. Menyelusup tanpa peduli Apakah Tuhan diam-diam memotret peristiwa ini?
Terbaring nyenyak semalaman di atas meja makan Mimpi bersetubuh dengan kuntilanak. Ngompol sedikit Seekor ular jantan perkasa terkulai di balik celana Tiba-tiba terbangun lalu berdoa sembari menangis Mohon kepada Tuhan agar semua hutang terbayar Dan Tuhan menjawab dengan meludahkan keajaiban Terima kasih Sang Maha Tinggi: Besok pagi hobi berhutang bisa dimulai lagi!
Menyapu otak kotor akibat keseringan nonton film biru Mendadak saja sapu patah. Film biru diputar lagi Tuhan tergelak menyaksikan. Bukan menyaksikan film biru Tapi kelakuan tolol-kocak. Menyedihkan tapi lucu Tuhan memang tak pernah marah melihat segala kebejatan Sebab Dia jugalah asal-usul semua kejadian seperti itu Meski ogah mengakui dan enggan bertanggung jawab
BINATANG JALANG
Membayangkan Paris Hilton telanjang. Berkomplot dengan setan Mau onani agak enggan. Padahal istri tengah memangku bulan Bagaimana kalau sembahyang? Mohon hujan duit seratus ribuan?
Di atas ranjang berserakan majalah-majalah porno Di lantai tergelar indah sajadah rindu sentuhan Pilih Paris Hilton atau Tuhan? Tuhan atau Paris Hilton?
Diancuk!!
MENCARI PENCERAHAN
Setelah orgasme gagal total dilaksanakan Minum kopi bagai minum air comberan Semangat ambruk memeluk dinding penyesalan Di mana Tuhan menyembunyikan kebahagiaan?
MEMBUNUH WAKTU
Mengasah pisau belati di kamar mandi Kikuk merasa dipergoki oleh Tuhan Gundah mendengar Tuhan tertawa cekikikan Ah, barangkali Tuhan lagi kurang kerjaan!
MENDADAK INSYAF
Mencari lonte muda di Pasar Kembang Padahal uang tak cukup buat makan Ah, sebaiknya pulang langsung sembahyang Siapa tahu Tuhan jatuh kasihan Dan menggelontorkan uang dari surga Nah, lalu bisa balik lagi pelesiran!
GELETAR LIBIDO