tangguh
(mengungkap rasa tersirat di dalam kalbu)
By. LACR
Melewati Akhir
Tuhan sang pencipta
Maha kuasa yang abadi
Bidaddari seorang mahluknya
Ciptaan tuhan tidaklah kekal
Yang hidup akan mati
Dengarkan!
Bidadari itulah ibu
Kehidupannya akan binasa
Kehadirannya cepatlah sirna
Tak ada yang menyangka
Tak ada yang tahu
Ah!
Satu yang abadi
Perasaan sayang bagi anaknya
Melewati akhir kebinasaan
Tak lekang oleh waktu
Suara Hati
Aku hanya beruntung
Yang tak dekat secara takdir
Kesalahan diri yang menyiakan
Pada akhirnya
Apa yang ku dapatkan?
Sebuah lubang kosong tak berdasar
Bakti
Hei nak!
Mana baktimu?
Kau torehkan luka di hati kartini
Mematah juang dengan durhaka
Memoles luka di dada
Bagai merah di atas putih
Hei nak!
Mana baktimu?
Diasuh dengan rupawan
Masa kecil penuh didikan
Saat besar hilang perasaan
Kau tinggalkan semua
Durhaka dibentangkan
Hei nak!
Mana baktimu?
Lihatlah sejadah lusuh
Pelupuknya membasahi
Mata air telah mengalir
Sujudnya menguntai do`a
Mangiringi langkah dimana-mana
Tapi, apa balasan?
Hei nak!
Mana baktimu?
Saat suara malam dikalahkan
Sang pencabut nyawa diujung mata
Setitik do`a dipanjatkan
Ketauhilah! Kau diharapkan
Apalah daya para mahluk
Tuhanlah yang maha adil
Kini kartini telah dijatuhi masa
Hei nak!
Mana baktimu?
Hingga akhir tak kunjung hadir
Sungguh
Kini tuhan tlah menentukan takdir
Pelaut Tangguh
Samudera malam yang mengganas
Deru ombak merobek langit
Airnya meluap siap meledak
Dititik sana
Sang pelaut tangguh pun hadir
Bartahun-tahun melaut
Menangguhkan samudera
Perahunya bak tank besi
Rakitnya bak pedang tajam
Singa samudera pun ditaklukkan
Dialah pelaut tangguh
Yang memahami buih lautan
Yang menentukan arah mata angin
Yang tak gentar oleh ombak
Dialah pelaut tangguh
Yang menghendaki badai mengikutinya malam ini
Bidadari Penjaga
Ini malam yang buruk
Saat langit dan bumi berselisih
Petir yang menggelegar
Dan tanah tang bergemeretak
Perbedaan keduanya
Cukuplah nyata adanya
Diantara keduanya hadirlah penengah
Tuhan yang menurunkan
Seorang bidadari penjaga tak bersayap
Meredakan perselisihan
Menjaga keseimbangan
Mengasihi penghuni alam
Bidadari yang tak letih
Ditengah langit dan bumi
Hangat
Taukah engkau?
Hangat kini berwujud lain
Bukan lagi cahaya mentari
Bukan pula hawa di bumi
Taukah engkau?
Hangatmya tak hanya menembus kulit
Menembus raga
Membekas dalam jiwa
Taukah engkau?
Hangat kini adalah ibu
Cahaya mentari pun kalah
Pelukan demi pelukan
Mengantar berjuta kehangatan
Menggerus hati
mengukir memori
Kepada Anak
Ibu di malam hari
Duduknya di sejadah lusuh
Menggantungkan do’a terbaik
Bermunajad pada sang khalik
Harapan pada sang anak
Berderai air matanya
Mengharap kebaikan
Sungguh..
Pada anak apapun diperbuat
Pada anak pahit pun di telan
Pada anak terbaik diberikan
Menelan Pahit
Dengarkanlah!
Bidadari ini bercerita
Masa mudanya yang terlewat
Melesat begitu saja
Pahitnya hidup masa lampau
Catatan hidup di raupnya
Dengarkanlah!
Bidadari ini bercerita
Bagaimanakah menelannya
Meneguk pil pahit kehidupan
Segudang takdir dalam diri
Penentu yang adil
Proses dewasa yang pelik
Layu
Layulah mawar indah
Termakan masa dunia
Si tangguh akan hilang
Gugur kelopak satu persatu
Hari esok menghantui
Bak bayang sinar mentari
Mawar indah gugur sudah
Layu dimakan dunia
Siapa dia?
Kutanya pada pagi
Fajar hanya meninggi
Awan biru yang mengombak
Tetes embun enggan bersuara
Siapa Dia?
Kutanya pada bumi
Lautnya hanya bising
Gunung pun tahu magma
Hutan saja terasa mati
Siapa dia?
Kutanya pada hati
Bergetar ia penuh rasa
Ribuan kupu kupu bergejolak di jiwa
Tak tahan diri tuk bersua
Siapa dia?
Kutanya pada akal
Pikiran berputar mengingat
Kenangan cepat berkelebat
Rupa diri yang mengetahui
Siapa dia?
Seorang yang telah lampau
Yang melebur di masalalu
Yang hidup dalam nostalgia
Pantas...
Tak ada yang tau
Pada Ilahi
Jika pengikut Rasulullah selubang semut
Maka aku satu diantaranya
Kutiadakan sekutu bagi ilah
Dan tak ada Ilah bagiku kecuali yang maha esa
Tak ada kubah yang bisa diharap
Tidak pula berhala
Dan kubur bukanlah sebab dari penyebab
Tidak
Tidak sama sekali
Tidak pula batu
Tidak pula phon dan mata air
Tidak ada ku kalungkan jimat
Tak juga rumah kerang dan taring
Demi manfaat dan tolak bala
Orang akal ingkar bid`ah
Selamatkan aku darinya
Tak rela ku bersarang di dalam ingkar
Yang tak ada kebenaran
Gelap di dalmnya
Kepada Ilah ku memohon
Terimalah syair in
Cinta Sesaat
Pandang yang beradu
Menatap dan ditatap
Waktu membeku
Udara hilang, sesak
Lidah tak mampu berkelit
Semua seakan berhenti
Rasa yang sesaat
Lalu ia melenyap
Hati yang tak bisa didekap
Semula harapan belaka
Pergi
Hakikat kehidupan
Apa pergi abadi atau sementara
Namun ini pilihan
Dari nurani terdalam
Kembali adalah pergi
Tak kurang tak lebih
Ssst..
Jaga rahasia hidup
Tentang pergiku saat ini
Jarak diujung cakrawala
Membentang jauh
Dekat tak menyatu
Jauh tak merapuh
Percaya pada prasangka
Yang ada dengan jarak berjuta
Mengukur kesetiaan
Tanpa dia
Tak bernilai pengorbanan pada pertemuan
Mari arungi pergi
Yang menjembati pada kembali
Ini rahasia hidupku
Jagalah demi niat pergiku
Nostalgia
Masalalu..
Yang indah penuh makna
Yang bersih tak ternoda
Yang suci sempurna
Si kecil kesayangan
Bak putri negeri tetangga
Bidadari yang mendidiknya
Si tangguh akan menjaga
Ini nostalgia
Masa kecil penuh harapan
Diantara kehidupan
Demi menjemput janji masa depan
Tak tahu diuntung
Demi magma gunung merapi
Sungguh mengesalkan hati
Ingin diri membalas hal serupa
Kebaikan selama kemarau
Hilang dalam hujan
Perang dingin
Tak apalah..
Mengapa?
Stelah berabad, baru ku sadar
Jikalau benar mari dimulai
Satu perkara lagi
Ribuan manusia dunia
Tak menyisakan dia seorang
Pekerja cerdas
Kemarin
Bangunan besar tlah di sulap
Di beri mantra menjadi ruang
Sekat sekat didirikan
Berbasir kursi membentuk shaf
Inilah penentuan
Tuk janji masa depan cerah
Yang pekerja keras
Banjir peluh menetes
Menumpahkan hasil semalam
Ini ajang penentuan
Tuk mengambil janji masa depan
Yang pekerja cerdas
Lebih memilih pintas
Dengan cara culas
Tak bergunalah patroli ruangan
Si pekerja cerdas
Melihat celah antara kesempatan
Mengambil janji masa depan
Maret untuk kami
Maret yang gemilang telah datang
Mengetuk pintu kelegaan
Beri kami senyuman
Tuk penantian bertahun lamanya
Tuhan yang maha tahu
Badai pastilah datang
Entah kapan hanya Tuhan yang paham
Cukup taati perundang undangan
Cobaan menerpa
Bagai hujan bulan Desember
Semua terbendung dalam botol
Bersama tangis keluhan dan ratapan
Maret yang gemilang telah datang
Menghitung jari
Lepas beban dipundak
Siap tuk masa depan
Rembulan untuk kami
Awan cerah telah menanti
Melindungi segenap penghuni Djauhari
23 Maret tahun Masehi
Isyarat
Bertanya ku pada dunia
Apakah ini hukum tertera
Yang dijalani dengan paksa
Hingga waktu berada pada takhta
Membawa benak berkelana
Melintas melewati masa
Hembusan angun yang menerpa
Menyampaikan tanpa kata
Bahkan terasa hampa
Helaan nafas tak mampu menguabah
Hingga hati pun memaksa
Walau terkadang enggan menerima
Minggu
Hai minggu?
Apa kabar engkau?
Semoga Minggu menjadi cerah
Tuk menjalani hari bersinar
Lalu..
Apa kabar Sabtu?
Saat semua tertinggal
Yang kelabu pastilah abu-abu
Yang kemarin jadi sejarah
Lalu..
Apa kabar Senin?
Esok yang menentukan
Segala mimpi diciptakan
Misteri menjadi tanya
Minggu yang dinanti-nanti
Kini tlah jadi hari
Elok mengiringi larik jingga
Di atas cakrawala
Kenangan
Menatap hamparan taman bunga
Bersama dia
Bersandar nikmat di pundak
Lingkaran lengan di pinggang
Tersenyum dengan jumawa
Saat mata air telah mengalir
Di senja terakhir
Sakit tuk mengingat
Senja tak pernah salah
Hanya kenangan
Yang membuatnya basah
Anugrah
Nafas sesak di hembuskan
Demi meratap nasib
“mati”
Akal mencerna kembali
Akankah diri berpikir singkat
Helaan nafas legakan hati
Sesak suara yang melirih
Sungguh cobaan ilahi
Ingin lari dari nyata
Tapi, apa daya kalbu
Suatu yang tersirat
Sulit tuk dijabarkan
Cobaan adalah anugerah
Saat Tuhan tunjukkan
Rasa cinta pada hamba
Merangkul duka
Menyakitkan
Detik demi detik bagai sembilu
Netranya memandang kegelapan
Mata yang terpejam
Tak membendung beningnya intan
Saat hati menerka
Diri ini satu dari seribu
Namun
Kenyataan yang pahit
Tak habis jika meratap
Takkan utuh jika bersedih
Jiwa akan habis
Sepertiga Malam
Di sepertiga malam,
Rintik hujan membangunkan aku dari lelap
Mataku terbuka
Tiba-tiba, aku rindu bercerita kepada Tuhan
Tuhan,
Lelahku hari ini kembali menghasilkan tangis
Aku ingin bangkit,
Tetapi, realita yang tak sesuai harap kembali
menjatuhkanku
Tuhan,
Aku selalu ingin menutup hari dengan tawa
Tetapi, selalu ada kecewa yang mendera
Haruskah aku berpura-pura bahagia?
Di sepertiga malam, aku kembali mengaduh
Tuhanku Maha Mendengar
Aku akan terus berdoa sampai Tuhan
memberiku Bahagia
Kehangatan Doa
Sebagai manusia yang lemah
Aku selalu berlindung dalam doa
Aku yakin, Tuhan akan selalu mengulurkan
tangannya kepadaku
Hidupku tak selalu sesuai mauku
Berkali-kali aku tersakiti atas harap yang
menguap
Aku tak bisa mencipta realita atas mauku
Tetapi, aku tak pernah berhenti berdoa
Dalam setiap kesuksesan yang aku raih, doa
menyelamatkanku
Aku kembali bersyukur atas berkah Tuhan
Dalam setiap kegagalan yang kuterima, doa
pun menyelamatkanku
Aku tidak terpuruk, Tuhan sedang mengujiku
Doa selalu menjadi penghangat di saat
kehidupan perlahan membeku
Doa pun bisa menjadi pendingin ketika
kehidupan memanas
Sebagai makhluk bertuhan,
Doa adalah bentuk kepercayaan utama
kepada Sang Pencipta
Tentang ayah
Ia sulit ditebak
Tak seperti Ibu, Ia jarang membelaiku dengan
hangat
Tak seperti Ibu, Ia jarang menemaniku
bermain
Meski begitu, aku mencintainya
Ayah
Waktu yang kuhabiskan bersamamu tak
sebanyak ibu
Ayah punya cara yang berbeda
Untuk menunjukkan cinta
Bentuk cintanya adalah tanggung jawab
Ia memastikan kami hidup nyaman
Ia memastikan semuanya berjalan lancar
Dari kami,
Mungkin ayah yang paling tak bahagia
Mungkin ayah yang paling sering merasa
kesepian
Terima kasih ayah,
Pengorbananmu sangat besar
Aku tak putus untuk mendoakanmu
Semoga kita selalu bertemu dalam keadaan
bahagia
Melukisnya
Malam ini bulan purnama
Malam yang cerah menampilkan keindahan
bulan yang sempurna
Tak seperti biasa, malam ini begitu hangat dan
indah
Terbawa suasana,
Aku merindukannya
Tak seperti dulu, temu tak lagi menjadi
rutinitas
Aku melukis ibu,
Bukan di atas kanvas
Tetapi, dalam rindu yang segera berujung
temu
Di lukisan itu,
Aku tak putus untuk mendoakannya
Semoga Tuhan menjaganya
Sampai saatnya nanti
aku menjaga keduanya dengan usahaku
sendiri
Bunga Bangsa
Jika bangsa diibaratkan sebagai alam
Engkau adalah bunga yang tak pernah layu
Engkau selalu mekar
Engkau selalu menebar harum
Wahai,
Engkau ibarat Bunga Bangsa
Tugas besar untuk mendidik generasi ada di
pundakmu
Semoga kekuatan tak terkira selalu datang
Sehingga beban berat itu tak lagi terasa berat
Wahai,
tugasmu sangat mulia
Engkau bumbing kami
Menuju masa depan cemerlang
Engkau bunga bangsa
yang berada di garda depan untuk
memajukan negara
Mari berjuang bersama demi masa depan
yang cerah
Tiba tiba
Tak kusangka, aku jtelah jatuh pada senyum
itu
Kita telah lama bersama,
Tetapi
Tiba tiba aku menatapmu dengan penuh rasa
Ya, senyum mu kali ini membangkitkan rasa
Kau kembali tersenyum,
Sementara aku tersipu
Kau bertanya kepadaku,
“Kenapa wajahmu memerah?”
Aku semakin malu
Terpuruk
Telah menimpa
Sekian banyak bala` menyakitkan
Yang mencampakkan
Pada kehidupan sulit dan berat
Meremukkan jiwa yang redup dan asa
Duhai
Kesabaran ini kan tegak tuk perangi hawa nafsu
Sementara
Diriku amat rapuh
Dan dunia menipuku
Angan angan mengering atas hasrat yang lelah
Maka tak pernah tahu
Adakah setitik cahaya
Tunjukkan kepada istiqomah
Duhai..
Lewat angin berdesing
Kukirim keinginan yang tinggi
Menembus waktu
Menembus ruang yang tersembunyi
Genggam tanganku dari kerendahan fitnah
Duhai..
Hanya surga nikmat nan agung
Tak mampu diri raih kecuali istiqomah
Adakah untaian rahmat mu?
Adakah bagiku yang papa?
Yang mengantar padamu
Dari kebaikan nan berlimpah
Duhai..
Andaikata ku dapat terbang ke langit
Bersama sayap lemah sisa cinta
Kan kuadukan padamu sejarahku yang
membentang
Di antara nafas
Air mata, derita, dan cobaan
Duhai...
Sinarilah diri ini dengan hidayah
Hingga mati menjemput tanpa rugi
Sungguh
Engkau mendengar dan dekat
Mengabulkan segala do`a
Teman
Wahai teman
Dahulu amat menyenangkan
Kita bersahabat demi ridho Tuhan
Wahai teman
Apa yang terjadi?
Apa yang membuat hati berubah
Apa yang membuat diri berbeda
Apa yang membuat hati mengeruh
Wahai teman
Ingatlah hari milik kita
Bintang menerangi indahnya
Jarak yang membentang
Apakah terpaksa?
Ataukah sengaja?
Katakan wahai teman
Aku tak akan menyalah janji
Katakan dengan nama kejujuran
Wahai teman
Dalam pedih kuulangi
Tapi kau menentang
Dalam pedih kuulangi
Tapi kau tak mengerti
Dalam pedih kuulangi
Telah berlalu dan berlanjut
Dalam pedih kuulangi
Sehingga basah mata ini
Sengguh
Aku benar berkata
Maka jangan saling salah dan menentang
Kembalilah segera
Jadikan mendungmu hujan deras
Wahai teman
Prahara cinta merdeka
Kala suati hari burung itu kembali
Pada saranganya sendiri