Anda di halaman 1dari 2

Cahaya Peleburan

Bangkit, tubuh ini berpendar


Hangat, cahaya terang bersinar
Ini lagi selalu pagi, setiap sudut gelap jadi terang
Ruang dan waktu menyatu dalam alam sadar

Debu-debu kepedihan yang terseduh air hujan,


mengendap di sawah-ladang jadi kebun buah-buahan
Manis madu, lembut susu, dan rebusan bunga mawar menguar
Aroma panca warna bersinar menyentuhi hidungku,
menjadi manis sampai ke dalam dada, meresap seluruh sel mitokondria
DNA berputaran dalam pertemuan proton dan elektron
Energi melesap menembus jarak dan waktu

Langkahku mengikuti aroma wangi dan kesejukan


Setiap pintu yang kulewati terbuka menawarkan pemberhentian
Seperti sudut-sudut gelap mendapat penerangan,
suara air mengalir memenuhi pendengaran,
tubuhku dikirimi air terjun kelembutan
Kuhirup dalam, semakin dalam, semakin kurasakan kedamaian

Sakit di dada, ulu hati yang meronta, cekot-cekot di kepala,


karena lapar dan derita,
tiba-tiba menjadi dingin seperti ditempel gelas es teh manis,
Entah bagaimana caranya, dan dari mana asalnya, cahaya menetes terus menerus,
menyentuh hidungku, mataku, bibirku, telingaku, pori-poriku, luruh masuk ke dalam tubuh,
membasuh debu toxic yang dibawa angin Baper di waktu silam,
terangi lorong dan tembok yang menjedoti keningku, siang dan malam,
menuntunku ke telaga kedamaian,
membilas luka kehampaan di sabana kekelaman
Walaupun seribu iming-iming rebahan di sebelah kanan,
dan sepuluh ribu omong-omong berceceran di sebelah kiri,
tubuh tidak takut tergoda di belokan
karena jelas cahaya bersinar ke depan

Aku memandang aku yang duduk dan menangis lalu tertawa


Aku,
yang menangis, patah hati, berharap,
mencintai, diam, pergi, bingung, dan tak berdaya,
memadang aku yang gelap,
lalu tertawa

Angin membawa harapan membumbung naik ke angkasa


Mungkinkah aku sudah mengenal aku di dalam aku
Angin berputar-berputar bersama cahaya senja,
memutar bandul kehidupan, makin cepat makin naik ke atas, bersuara keras
Wuft wuuft wuuuft wuuuuft
Waw baling-baling rindu
Mata tidak jadi menangis, senyuman terlukis di wajahku

Saudara Saraga, kita satu udara satu raga


Saudara, menghirup udara yang sama
Di manapun sang raga berada, di sanalah rumah bagi jiwa
Salam hormat kepada langit sang bapak,
Salam sayang kepada bumi sang ibu,
Telah kumiliki raga dan jiwa ini sepenuhnya

Samson Wiryolegimin, 2023

Anda mungkin juga menyukai