Anda di halaman 1dari 3

Puisi Pilihan

Sajak di Atas Rakit


Karya : Fitryani

Kurangkai sajak ini di atas rakit


Setelah angin tanpa irama
Setelah hujan tanpa suara
Mengguyur lorong, kebun, dan sawahku
Menggenang pondok atap rumbia
Peraduan anakku yang mati tanpa keranda
Tanpa kuburan berhias nisan juga taburan bunga kenanga

Kurangkai sajak ini di atas rakit


Ketika air mulai membukit
Melaut nestapa sederas air mata
Kukayuh sendiri mencari bangkai anakku
Dengan kayuh tangan ini, langka

Nak, kau harus tahu


Merekalah yang menenggelamkanmu
Seiring musnahnya kayu jati dan pohon meranti
Yang ditanam kakekmu dengan siraman darah dan keringat
Yang dtebang penjahat berkawan aparat

Nak, kau harus tahu


Ketika sampai pada bait ini
Kampung dan pondok kita benar-benar tenggelam
Rakit ini makin melaju
Selaju kata menyambangi penyair
Yang dirangkai bagi mereka
Yang tak punya hati nurani
Puisi Pilihan

Meratus Berduka
Karya : Eko Suryadi WS

pergantian abad milenium


warnakan kedukaan
meratus dilukai
dilukai
air matanya mengaliri
melarutkan balai-balai
tandik babalian
tihang manteraku
selaput kabut
sungai dan hulunya

meratus berduka
satwanya menangis
meratusku berduka
ketika kemerdekaan dihanyutkan

kita menyaksikan dunia kecil


paru-paru dunia
dihapuskan dari peta dunia
kita pun melawannya
karena kita sedang dipersiapkan dalam sebuah kubangan
padang ketiadaan
kuburan peradaban

meratusku berduka
meratusku terluka
meratusku
ketika burung-burung meninggalkan sarangnya

Kotabaru, April 2000


Puisi Wajib

Sungai Martapura
Karya : Jamal T Suryanata

memandang lama-lama riak sungai di ujung senja


serasa bersitatap dengan wajah sendiri dalam seribu cermin
menekuri jejak perjalanan antara kekinian dan kesilaman

lihatlah matahari betapa risaunya akan tinggalkan senja


dengan pasti ia melukis haluan jukung puluhan rombong

dalam bayang memanjang di lengkung air tarian gelombang


mengekalkan senyum penjaja kebuli, peluh perahu tambangan,
gurau anak-anak, dan lekuk tubuh galuh di lanting pemandian
sementara kertuk dayung masih riuh menggoreskan ombak
dan kecipak saluang lalu membentuk pusar di tengah arusnya
menyimpan kembali beribu kisah dalam batas kelampauan

memandang lama-lama riak sungai di ujung senja


seperti membaca kembali lembar sejarah masa silam
menyaksikan perjalanan panjang sebuah kota tua

sungai martapura yang masih terbentang membelah kota


yang airnya semakin menguning bercampur lumpur jelaga
adalah sungai masa lalu tempat kita menambatkan rindu
menautkan hati dalam gelisah menuju keakanan

sungai martapura yang masih terbentang membelah kota


yang arusnya semakin pelan dan kian sarat memikul beban
adalah sungai kenangan yang terus ditimbun hiruk peradaban
kini telah menjadi sepotong dongeng di tebing kesangsian

memandang lama-lama riak sungai di ujung senja


seakan membutiri kembali airmata yang menguap perlahan
sebelum ia mengering dalam cerita ketiadaan

2004

Anda mungkin juga menyukai