HEMAT
(Karya: Sutardji Calzoum Bachri)
Maut menabungKu
Segobang-segobang
PERJALANAN KUBUR
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
Ke bintang-bintang
Membaca Tanda-tanda
(Taufik Ismail)
Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Allah
Allah
1979
"O"
SOLITUDE
Kau!
JEMBATAN
Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
mengucap
di antara kita ?
mengucapkan kibarnnya.
padamu negeri
airmata kami.
Kucing
lewat dia mengalir ngilu ngiau dia bergegas lewat dalam aortaku dalam rimba
darahku dia besar dia bukan harimau bukan singa bukan hiena bukan leopar
ngiau dia lapar dia merambah rimba afrikaku dengan cakarnya dengan amuknya
beri roti dia tak mau roti ngiau kucing meronta dalam darahku meraung
merambah barah darahku dia lapar 0 alangkah lapar ngiau berapa juta hari
tak kenyang berapa juta lapar lapar kucingku berapa abad dia mencari mencakar menunggu tuhan
mencipta kucingku
mencariMu dia lapar jangan beri daging jangan beri nasi tuhan menciptanya tanpa setahuku dan kini dia
minta
tuhan jemput saja untuk tenang sehari untuk kenyang sewaktu untuk tenang..
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mengatup luka
aku bersuka
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
12 November 1943
Nuh
taklagi matari
jam mengucurkan
detak nanah
1977
(Sutardji Calzoum Bachri, 1981, O Amuk Kapak, hlm. 116)
Doa
Tuhanku…
Dalam termangu
Tuhanku…
Tuhanku…
13 November 1943
angin
Doa
Puisi: Doa
Asmaradana
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun, karena
angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi
pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan
mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.
Anjasmara, adikku, tinggallah, seperti dulu.
kulupakan wajahmu.
1971
Puisi: Asmaradana