Anda di halaman 1dari 4

Pertemuan

Meniti tasbih
Malam pelan-pelan
Dan burung pedasih
Menggaris gelap di kejauhan
Kemudian adalah pesona
Wajah-NYA tersandar ke kaca jendela
Gunawan Muhammad
Sastra Th.IV No. 1, 1964
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Tuhanku
di pintumu aku mengetuk
aku tidak bisa berbaring
.
Chairil Anwar
Potongan puisi tersebut bertemakan ...
A. keluhan terhadap Tuhan
B. bersyukur terhadap Tuhan
C. berdoa terhadap Tuhan
D. protes terhadap Tuhan
E. pasrah terhadap Tuhan
Nisan
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertakhta
Chairil Anwar
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Sanusi Pane
Nisan
Untuk Nenekanda
Bukan kematianmu benar menusuk kalbu
Keridaanmu menerima segala tiba
tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertahta
Chairil Anwar0
PERTEMUAN
Meniti tasbih
Malam pelan,-pelan
Dan burung pedasih
Menggaris gelap di kejauhan
Kemudian adalah pesona
Wajah-Nya tersandar ke kaca jendela
Memandang kita, memandang kita lama-lama
Demikianlah sunyi telah dititahkan
Dan demikian pula manusia
Dikirim ke bumi yang terbentang
Dari surga
Yang telah dititipkan. Dan kini tinggallah
Cinta mencar-mancar dari sunyi kaca jendela
Goenawan Mohamad
Kutipan:
DOA
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat-Mu penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Chairil Anwar

Kita Adalah Pemilik Sah Repubtik Ini


Taufik Ismail
Tidak ada jalan lain, kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini.
..
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacung tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutu dan hama
EBTANAS-SMA-91-60
Tapi
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!
(Sutardji Calzoum Bachri)
------------------------------------------Kutipan
Di tiang barat lentera mengerjap dalam basah
Anak perempuan itu dua tahun, melengkap dalam
pangkuan.
Malam makin lembab, kuning gemetar lampu stasiun.
Kakaknya masih menyanyi "Satu Tujuh Delapan
Tahun."
(Stasiun Tugu, oleh Taufik Ismail) Kami sudah mencoba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa.
Memperlihatkan arti 4 - 5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan.
(Deru CampurDebu, oleh Chairil Anwar)
Tinggallah tuan tinggal nama
Sepanjang hari segenap masa
Pikiran kanda hanyalah kemala
Dilindungi Tuhan Maha Kuasa
Baik-baik adindaku tinggal
Aduhai kekasih emas tempawan
Kasih kanda demi Allah kekal
Kepada tuan emas rayuan
(Buah Rindu, oleh Amir Hamzah)

TERATAI
Kepada Ki Hajar Dewantara
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi kembang indah permai.
Tiada terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun berseri laksmi menerang;
Biarpun dia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.
Teruskan, O Teratai bahagia,
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminati,
Engkaupun turut menjaga zaman.
(Sanusi Pane)
EBTANAS-SMA-93-59
YANG KAMI MINTA HANYALAH
Yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Penawar musim kemarau dan tangkal bahaya banjir
Tentu bapak sudah melihat gambarnya di koran kota
Tatkala semua orang bersedih sekedarnya
Dari kakilangit ke kakilangit air membusa
Dari tahun ke tahun ia datang melanda
Sejak dari tumit. ke paha lalu lewat kepala
Menyeret semua
Bila air surut tinggallah angin menudingi kita
Di atas langit dan di bawah lumpur di kaki
Kelapak podang di pohon randu
Bila tanggul pecah tinggallah runtuhan lagi
Sawah retak-retak berebahan tangkai padi
Nyanyi katak bertalu-talu
Yang kami minta hanya sebuah bendungan saja
Tidak tugu atau tempat main bola
Air mancur warna-warni
Kirimlah kapur dan semen. Insinyur ahli
Lupakan tersianya sedekah berjuta-juta
Yang tak sampai kepada kami
Bertahun-tahun kita merdeka, bapa
Yang kami minta hanya sebuah bendungan saja
kabulkanlah kiranya
(Benteng Taufiq Ismail)
KARANGAN BUNGA
Tiga anak kecil.
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu
"Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak siang tadi."
(Taufiq I small)
Duka
Duka?
Duka itu anu
Duka itu saya, saya ini engkau, kau itu duka
Duka bunga duka danau duka duri duka hari
Duka ku duka siapa dukamu duka siapa duka bila duka
Duka duki
Dukaku, dukamu, duka diri dua hari dari sepi
(Ibrahim Sattafy

Nyanyian Seorang Petani


Berilah kiranya yang terbaik bagiku
Tanah berlumpur dan kerbau pilihan
Biji padi yang manis
Berilah kiranya yang terbaik
Air mengalir
Hujan menyerbu tanah air
Bila masanya buahnya kupetik
Ranumnya kupetik
Rahmat-Nya kuraih
(AbdulHadiWM)
JALAN SEGARA
Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan
Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari
Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini
Ditembakkan ke punggung
Anak-anak sendiri
(Taufiq Ismail)
Pernyataan
Demi amanat dan beban rakyat
Kami nyatakan ke seluruh dunia
telah bangkit di tanah air
sebuah aksi perlawanan
terhadap kepalsuan dan kebohongan
yang bersarang dalam kekuasaan
orang-orang pemimpin gadungan
Taufiq Ismail
KARANGAN BUNGA
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu
"Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi"
Taufiq Ismail
DIPONEGORO
Di miasa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan keris di kiri
Berselempang semangat yang tidak bisa mati
Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
Maju
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamha
Binasa di atas dilindas
Sungguhpun dalam .ajal baru tercapai
Jika hidup harus mcrasai
Maju
Serbu
Serang terjang.

Niatkanlah menegakkan kalimat Allah


Di atas bumi kita ini
Dengan menegakkan keadilan
Dan kebenaran
Tanpa dendam dan kebenaran
Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan
Serta Rasul kita yang tercinta
Taufik Ismail
Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang
Perempuari-perempuan yang membawa bakul di pagi
buta, siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
mereka; cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi
desa.
Hartoyo Andangjaya
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Teja dan cerawat masih gemilang
Memuramkan bintang mulia raya
Menjadi pudar padam catiaya,
Timbul tenggelam berulang-ulang
Amanat
Walau panas terik matahari mendiang
Segala unggas berteduh bernaung
Aku tetap mengemudi bajak
Biar alam tidak bergerak
Lagi lembuku tak tahujemu
Mengikuti les patuh sekali
Tidakkan aku berpeluk lutut
Mengingkari amanat ibu
Biar panas mendiang membakar
Kukemudikan bajak sukmaku
Mencari segala keindahan
(Pujangga Baru, Th. II 10 April 1935)
MIMPI
Bila kau buka jendela untuk mendengar siapakah yang
bercakap-cakap di taman,
Mereka sudah tak ada di sana
Mereka terbang ke seberang lautan bersama tiupan badai
Kota-kota mereka masih meninggalkan gema, tapi kau
selalu gelisah setiap mendengarnya dan hanya bisa
menangkap
Ucapan yang terpenggal lantas bergegas melupakannya
Kau bermimpi tentang kematian yang berulang-ulang
Tak terbayang petir, topan, dan halilintar sudah
menunggu
Kau mengira sedang terbangun ketika Kau berjalan
Tapi rumput sedang terbangun ketika Kau berjalan di
taman
Masih mengigau dalam kehidupan yang mati
Dalam mimpi kematian yang hidup berulang-ulang
(LeonAgusta;i998)
yang Kami minta Hanyalah
yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Penawar musim kemarau dan tangkal bahaya banjir
Tentu bapa telah melihat gambarnya di koran kota
Tatkala semua orang bersedih sekedamya.
Dari kaki langit ke kaki langit air membusa
Dari tahun ke tahun ia datang mulkamu.

Sejak dari tumit ke paha, lalu lewat kepala menyeret


semua.
Bila air surut tinggalkah angini menudungi kami
Di atas langit dan di bawah lumpur di kaki
Kelapak padang di pohon randu
Bila tanggul pecah tinggallah reruntuhan lagi
Sawah retak-retak berebahan tangkai padi
Nyanyi katak bertalu-talu
Yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja
Tidak tugu atau tempat main bola
Air mancur warna warni
.
Sumber: Benteng
Tuhan Telah Menegurmu
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat perut anak-anak yang kelaparan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat semayup suara adzan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup menahan
kesabaran
lewat gempa bumi yang berguncang
deru angin yang meraung kencang
hujan dan banjir yang melintang pukang
Adakah kau dengar?
(Apip Mustopa)
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
kau tak akan mengerti segala lukaku
karena cinta telah sembunyikan pisaunya.
Membayangkan wajahmu adalah siksa.
Kesepian adalah ketakutan dan kelumpuhan.
Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi.
Itulah berarti
aku tungku tanpa api
Rendra
Aku lalai di hari pagi,
Beta lengah di masa muda,
Kini hidup meracun hati,
Miskin ilmu, miskin harta.
Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kehal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang
gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau
hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
Toto Sudarto Bachtiar

DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar lawan banyak seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tidak bisa mati
Chairil Anwar
Menyesal
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di mata muda
Kini hidup nieracun hati
Miskin ilmu. miskin harta
Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju ke atas padang bakti!
(A. Hasjim. Puisi Baru. STA)
Kail
Kau ajari aku memetik gitar kehidupan
Agar tercipta kasih yang lama tak
Kudengarkan
Kau yang ajari aku mengeja nama Tuhan
Yang lama tersingkir dalam benak
(Tahukah kau? Semua itu membuat
kekagumanku tandas untukmu)
Kau izinkan kau duduk di beranda hatimu
Agar cukup kudongakkan kepalaku
Untuk melihat apa yang tersimpan di sana
Dan mengambil sebongkah cinta untukku
Kau yang ajari aku sisa hidup
Menghitung karunia yang tak terhingga
Bersama saputangan jingga di langit biru
Dalam sisa usia yang semakin luas
Dan
Mari kita bersandar
Di tiang kasih yang kita tegakkan
Mari kita berteduh
Di bawah pilar kebersamaan yang kita bangun
Suparmiati
Sajak Kita
Di, pagi kita cerah
Akankah hari ini kita indah
Dik, jika senja kita merah
Mungkinkah malam benderang dengan sinar mentari

Dik, rimba kita gersang


Sanggupkah kita menadah hujan-Nya
Kelak kita Dia curahkan diam-diam.
Sutoyo
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu
"Ini dari kami bertiga
Pita hitam dalam karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati siang tadi."
Karena kasih-Mu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu
(Amir Hamzah)
Bunga mawar bunga melati
ditabur orang di batu karang
sungguh elok tanahku ini
walau jauh tetap kukenang
Kurang pikir kurang siasat;
Tentu dirimu kelak tersesat.
1943
Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam-membelam J
alan kaku-kurus. Putus
Candu.
siul pagi betapa manis
mengusap pipi gadis
dadanya telanjang setengah
jantung di tengah sawah
wajahnya sumringah
Hati-hali memilih kawan
Salah-salah menjadi lawan
Pedang di kanan keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
Ini barisan tak bergandengan berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Racun berada di suguh pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam-membelah
Jalan kaku-kurus. Putus
Candu.
Saya mengerti
tentang kematian
tetapi mengerti sekali tentang diri
tak mengenal benar akan kelahiran
tapi sadar akan cinta
Karena kasih-Mu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu

Anda mungkin juga menyukai