Sebuah jaket berlumur darah Kami semua telah menatapmu Telah berbagi duka yang agung Dalam kepedihan berahun-tahun Sebuah sungai membatasi kita Di bawah terik matahari Jakarta Antara kebebasan dan penindasan Berlapis senjata dan sangkur baja Akan mundurkah kita sekarang Seraya mengucapkan Selamat tinggal perjuangan Berikrar setia kepada tirani Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan? Spanduk kumal itu, ya spanduk itu Kami semua telah menatapmu Dan di atas bangunan-bangunan Menunduk bendera setengah tiang Pesan itu telah sampai kemana-mana Melalui kendaraan yang melintas Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa Prosesi jenazah ke pemakaman Mereka berkata Semuanya berkata LANJUTKAN PERJUANGAN 1966 (Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda, Jakarta, 1993)
SIAPA LELAKI DI ATAS KUDA ITU
Oleh :Tengsoe Tjahjono Ini bumiku, angin di atas itulah nafas telah kuhirup sejak kukenal semesta Jangan mendekat, jangan ciptakan api pada rimba, pada gunung, pada belantara biru Ini tanahku, ladang pengembaraan permadani rumput Embun membasahi telapak, sejukkan semilyar jejak Jangan sentuh belukar daun dengan kemarau laut mendidih karena bara derita Ini rumahku, tempat istirahat dan menyusun langkah Tempat kubermimpi membangun mahligai dan puri-puri Jangan congkel daun jendela dengan linggis nafsu merampok taman bunga dan ruang tamu ketika bertemu Ini kebunku, tempat pepohonan lebat dan berbuah tempat kutanam harapan akan hidup di masa datang Jangan tebarkan bubuk hama pada penampang rumputan alam membusuk dalam jantung (Siapa lelaki di atas kuda itu, menerjang debu Menembus kabut mesiu: Akulah Diponegoro Tak sejengkal kan mundur, walau tubuh hancur kan kubela bumi persada, walau raga lebur)
(dirgantara, februari 2011)
DIBALIK SERUAN PAHLAWAN
Oleh : Zshara Aurora Kabut, Dalam kenangan pergolakan bumi pertiwi Mendung, Pertandakah hujan deras Membanjiri asa yang haus kemerdekaan Dia dan semua yang ada menunggu keputusan sakral Serbu.... Merdeka atau mati.. Allahu Akbar Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa Dalam serbuan bambu runcing menyatu Kau teruskan bunyi-bunyi ayat suci Kau teriakan semangat juang demi negeri Kau relakan terkasih menahan terpaan belati Untuk ibu pertiwi.. Kini kau lihat, Merah hitam tanah kelahiranmu Pertumpahan darah para penjajah keji Gemelutmu tak kunjung sia Lindungan-Nya selalu dihatimu Untuk kemerdekaan Indonesia abadi.