Anda di halaman 1dari 16

puisi

Soni Farid Maulana

Telah kutulis jejak hujan


Inikah musim semi yang saat nyanyian
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum
Juga tarian burung-burung itu?
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Kerinduan bagai kawah gunung berapi
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma
Sarat letupan. Lalu desah nafasmu
Yang saling memahami gairah terpendam
Adalah puisi ialah gelombang lautan
Dialirkan ke sungai muara
Yang menghapus jejak hujan
Di pantai hatiku. Begitulah jejak hujan
Sesaat kita larut dalam keheningan
Pada kulit rambutmu
Cinta membuat kita betah hidup di bumi
Menghapus jarak dan Bahasa,
Ekor cahaya berpantulan dalan matamu
Antara kita berdua
Seperti lengkung pelangi
Sehabis hujan menyentuh telaga
Kuntum = bunga Pada bait pertama penyair
Kalbu = hati yang suci Rambut dan kulitmu
Kuntum menggunakan rata kiri,
Sukma = jiwa; nyawa kemudian pada bait
Gairah = keinginan Matamu
Pelangi kedua, ketiga, dan kelima
Muara = sungai yang menggunakan tipografi
dekat dengan laut Hujan
Burung-burung zigzag.
Telaga = danau;
pegunungan Gunung Berapi
Sarat = penuh dan berat Lautan
Letupan = letusan; Pantai
ledakan
Imaji
-Majas Personifikasi
Larik: Nyanyian Gerimis
Makna 'nyanyian gerimis' dinyatakan seolah-olah gerimis bisa
bernyanyi seperti manusia.

-Majas Metafora
Larik: Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma
Makna pada larik tersebut ialah kata 'dipetik' yang dibandingkan
sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk buah dan bunga.
Kemudian kata 'dipetik' diperuntukkan pada kondisi 'kesepian'
yang dimaksudkan oleh penulis.
Toto Sudarto Bachtiar

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Melintas-lintas di atas air kotor, tapi begitu yang
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu kau hafal
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bias membagi dukaku
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang kebawah jembatan yang melulur sosok Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Hidup dari kehidupan angan-angan yang Bulan diatas itu, tak ada yang punya
gemerlapan Dan kotaku, ah kotaku
Gembira dari kemayaan riang Hidupnya tak punya lagi tanda
"Gadis kecil berkaleng kecil"
Kalimat yang memperkonkret kata peminta-minta.
⁠"Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok"
Kalimat yang memperkonkret keadaan gadis peminta-minta (memiliki tempat
tinggal yang cukup untuk dirinya sendiri).
⁠"Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan"
Kalimat yang memperkonkret bahwa gadis peminta-minta tersebut memiliki
kebahagiaan semu.
"Kalimat Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral"
Kalimat ini menunjukkan tingginya martabat gadis peminta-minta yang sama
dengan manusia yang lainnya (sebagai kalimat yang menunjukkan bahwa penyair
berempati terhadap gadis peminta-minta tersebut).
Kalimat “Setiap kali kita bertemu, gadis kecil
berkaleng kecil” terdapat kata bertemu
melambangkan imaji visual pada puisi
tersebut.

Kalimat “Gembira dari kemayaan riang”


terdapat kata gembira yang melambangkan
imaji taktil atau perasaan pada puisi tersebut.
Bentuk tipografi puisi ini adalah diawali dengan huruf
kapital pada setiap awal barisnya, tulisan ditulis dari kiri
ke kanan dan rata kiri, serta tidak dibuat menjorok
kedalam. Puisi tersebut terdiri dari 16 baris yang sering
disebut dengan puisi bebas.
Sapardi Djoko Damono

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni


dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni


dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni


dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Tema
Penyair menggambarkan perasaan
sedih akan ketulusan cinta,
kesabaran dan kesederhanaan yang
mandalam dalam puisi yang berjudul
“Hujan Bulan Juni” ini.
Nada yang digunakan pada puisi yaitu cenderung
lirih dengan emosi tenang, hal tersebut tergambar
dari pemilihan kata dari setiap bait yang digunakan
penulis seperti kata tabah, bijak dan arif adalah kata
yang mencirikan nada dalam puisi ini.
Kalimat “diserap akar pohon Kalimat “kepada pohon Kalimat “dibiarkannya yang
bunga itu” terdapat kata berbunga itu” terdapat kata tak terucapkan” terdapat kata
diserap yang melambangkan pohon berbunga yang tak terucapkan yang
imaji taktil pada puisi melambangkan imaji visual melambangkan imaji auditif
tersebut. pada puisi tersebut pada puisi tersebut
Tipografi
Puisi Hujan Bulan Juni menggunakan tipografi rata kiri
dengan terdiri dari 3 bait. Masing-masing baitnya
memuat empat baris. Setiap baris terdiri atas empat
sampai lima kata. Tiap baris memuat kurang dari 12 suku
kata.

Anda mungkin juga menyukai