Anda di halaman 1dari 3

04.

11 10:39 PM
Kumpulan sajak Sigit Pamungkas
Aku mendengar hening ketika angin mengantarkan pagi melarungkan bilah-bilah cahaya
di hamparan kabut

Hembus udara mendesirkan bait-bait sunyi sebuah pagi, yang kemudian lesap ke dalam
jenggala rindu matamu

Pagi menjadi demikian getas, ketika perlahan kita saling meletakkan catatan mimpi
yang tak usai kita jelajahi

Remang senja di antara riap rumpun ilalang, betapa lama luka berdiam di bilik-bilik
kesunyian

Senja ini, sepi turun dari puncak bukit kenangan membawa sekeping ingatan tentang
masa lalu yang lama berdiam di pucuk pohon-pohon kerinduan

sepasang kepodang, berkicau riuh di dahan kemuning. Betapa, pagi adalah sebuah
kitab kerinduan yang tak pernah usai kita terjemahkan

aku mencari sisa hujan semalam. mungkin di sela bulirnya masih bisa kutemukan
sekeping kenangan yang dulu kutitipkan

Bulan menggantung di sela rimbun daun-daun bambu petung, begitu juga angan
mengembara di luas semesta yang begitu suwung

jika senja serupa dermaga, betapa aku ingin berlabuh menyandarkan letih dari
perjalanan yang sekian lama kutempuh

Lalu senja menyajakkan kesepian, tentang rindu yang hitam serupa burung-burung
malam yang mematuk remah sinar rembulan

Lalu kita kayuh perahu kayu yang telah rapuh, menelusuri tepi senja pada sebuah
telaga; melarungkan doa

Tentang sepotong senja; kau, aku, dan kenangan tentang setapak jalan berdebu di
belantara akasia-sebuah perjalanan luka
#

Masih tersisa sepotong cahaya rembulan menempel di lembar daun jati, bertuliskan
sebait puisi yang lahir dari rahim sepi

Pd begitu banyak aksara yg kau toreh dengan doa,semoga masih sempat kau tulis
sebuah kata di langit subuh;perjalanan yg harus kita tempuh

Dan pagi menguak semesta dengan larik-larik cahaya. Mungkin juga doa-doa sahaya
yang menjelma merupa embun di pucuk-pucuk cemara

Di musim-musim yang ranggas angin begitu deras menampar reranting getas. Begitu pun
kenangan; menjelma di tiap deru nafas
#

Sebilah senja menyimpan ribuan kenangan. Mungkin saat ini, di sebuah sudut kota kau
sedang melukis hujan. Hujan dan senja

Ada gemawan melintas di langit barat; di lengannya kenangan bergelayut mesra,


melafazkan sajak-sajak luka

Lalu senja merayap di gigir senyap, membahasakan luka menjadi titik-titik lembab di
atas daun-daun akasia

Lembut halimun suarakan kidung pagi, menjalar di liuk batang-batang padi. Sebuah
elegi musim yg abadi

Aku menuliskanmu dalam puisi pagi, tentang riap angin membelai pucuk ilalang,
menyongsong terang agar gelap menghilang

Kita sempat mendengar pagi mengetuk mimpi, namun kita memilih lelap agar dapat
memaknai rindu yg begitu lekap

Kamu angin, aku sehelai daun kering. Bersama kita menjelajah setiap celah hutan
untuk menemukan tempat persinggahan

Lalu kusajakkan cinta lewat desir angin utara, semoga dg baitbait yg sederhana kita
mampu menjaga dia tetap menyala

#
Di selasar pagi kutemukan secarik puisi;semalam malaikat menuliskannya dengan tinta
doa untuk kita

Dan doa mengaliri tempat-tempat di lembah penantian, menghanyutkan segala resah


tentang ketidakpastian

Siapkan saja secangkir rindu saat aku singgah di berandamu; menghabiskan malam
menepikan kenangan

Lamat-lamat angin mendesaukan suara di getas ranting malam; mungkin tangis yang
tersimpan diam-diam di bilik kenangan

Yang akhirnya kita simpan hanya sebait kenangan kusam karena senyum kita telah
lesap bersama hujan tengah malam

Senyum telah hilang dari bibir malam, kini hanya air mata sebagai penanda; sebuah
hati terluka

Ada samar tergambar dalam senyum purnama, mungkin denyar yang kian hingar di mata
malam yang penuh binar

Anda mungkin juga menyukai