September
Di penghujung bulan
Aku menemukan sebuah daun
Yang jatuh
Dari pohon pencarian
Akan arti asmaraloka
Tanganku mencari-cari
Setiap lekuk pelangi yang jatuh di atas jemarimu yang harum
Dan penuh dengan kuntum bunga anyelir
Serta ribuan daun mapple yang terbang dari hilir
Perlahan,
Bunga mawar tumbuh di dalam hati kita
Dan di antara relung jiwa yang fana
Nafas-nafas penuh cinta berhamburan
Kita,
Membuka jalan
Menuju perjalanan panjang
Di bawah pelangi yang terbentang.
Malam, dan Pagi yang Berjanji
Lewat layar
Kita berlayar
Melewati setiap hari yang sibuk berganti
Menemui minggu yang bosan menunggu bulan
Setiap detik
Yang terlintas dalam benak
Hanya ketik
Yang kau rangkaikan kotak-kotak
Aku menunggu
Setiap balasan pesan darimu.
Wajah
Bisakah kita,
Saling bertatap muka?
*
Kamar putih, tempatmu rebah
Menjadi semacam seremoni
Yang aku saksikan setiap hari
Kita berjumpa
Lewat udara
Saling sapa
Lewat layar telepon kita
Kapan ya,
Kita bertemu?
Api Unggun
Jam,
Yang diam
Mulai menyulam setiap malam
Merajutnya, menjadi selimut
Yang penuh dengan harapan
Setiap bintang
Yang berkeluyuran
Bertekuk lutut di hadapan masa
Yang kedinginan
Aku, berjalan
Keluar dari hutan
Sembari menelisik setiap jalan setapak
Yang menghubungkan hutan dengan padang rumput
Di sisiku kini,
Ada matahari kecil
Yang tersenyum dan menghangatkan badanku yang gigil
Kami,
Akhirnya memutuskan untuk berkemah
Di bawah malam yang pasrah
Akan takdir yang sewaktu-waktu bisa berubah
Kini
Api unggun menyala
Mengusir setiap sudut malam yang terlena
Oleh dendang serangga yang sedang senang
“janji.”
Jalan
“tentu saja.”
Meski gelap
Dan pengap
Tali yang kita jalin
Namun rasa yang aku dera
Dan rasa yang kamu punya
Bukankah itu sama?
Mengapa tidak kita satukan
Dua hati yang saling berlarian?
Mau, kan?”
Karawang
Gubuk-gubuk menguap
Dengan atap ijuknya yang penuh debu
Denting notifikasi
Yang aku nanti-nanti
Akhirnya tiba dikirim merpati
Dan meletakannya dengan presisi
Di atas teleponku yang berbunyi
Pesan rahasia
Dari hubungan rahasia
Menyalami pagi yang asyik bermain dengan atap rumah
Lewat sinarnya yang ramah
Sejak mengenalmu,
Karawang sudah bukan lagi kota padi
Ia menjadi kota bunga
Yang penuh dengan udara bahagia.
Sukabumi
Di antara ribuan kota di dunia
Mungkin Sukabumi
Yang dititipkan oleh tuhan
Dengan sesosok manusia dari taman surgawi
Di sana berada
Bagian hati dan sukma
Sesosok lelaki yang selalu datang
Saat malam menjelang
1.
Aku
Menunggumu di sini.
2.
3.
Aroma hujan
-petrikor
Sedang mengamati kita
Dari balik jendela
5.
Beberapa meter
Dirasuki oleh udara yang mati
Cinderamata
Sepasang buaya
Aku berjanji
-dan kau pun begitu pula
Suatu waktu
Aku dan kamu
Akan menjadi reptil
Yang bermesraan
Di kandang penuh daging
Di surga nanti.
Alegori Perpisahan
Sampai jumpa,
Di jilid buku selanjutnya.
Sekat
Tiga hari
Dialog kita
Menghasilkan sebuah pohon
Yang berbuah air mata
Dalam pikiranku
Seakan ada bioskop raksasa
Yang memutar film dokumenter
Sepanjang ribuan kilometer
Nanti
Kita akan bertemu lagi.
Bibir
Terjebak
Menit ini rusak
Ketika usai
Aku bergelantungan pada bibirmu
Malam itu
Aku sempurna jadi abu.
Kebun Teh
Seolah ia berkata
“semoga kalian kembali lagi, dan menemuiku
Sembari bergenggam tangan seperti dahulu”
Rumah
Kasih,
Air mataku mengambang
Kini,
Kamarku terendam
Oleh hati yang terpendam
Dan tenggelam
Kasih,
Hujan yang kemarin
Mengguyur Sukabumi
Kini kembali turun
Di kamarku yang sepi
Tirai kamar
Yang memar
Duduk dan merintih
Bersedih
Harapkan perpisahan
Tak pernah terjadi
Dan memisahkan
Raga dan hati seperti ini.
Tadi,
Aku menemuimu lagi
Kembali lewat layar
Kita saling Bertukar kabar
Mata kita
Saling berkaca
Seakan bersuara
Dan meminta kita
Untuk bersama
Air mata
Merembes
Dari benak kita yang terisak
Ia keluar bersama jutaan riak
Yang menabrak batu dan sekat yang melekat
Aku menggapai-gapai
Pada engkau yang terlerai
Sibuk
Tak usahlah
Kita terus menguras tangis
Tak perlu
Kita berkabung dalam asmara yang pilu
Cinta yang terbang
Menuju awang-awang
Mercusuar
Aku berteriak
Pada gulungan ombak
Matahari
Seakan tuli
Dan tak peduli
Dengan aku yang terpanggang
Rasa rindu yang gersang
Kelomang-kelomang
Dan bintang laut
Semuanya hanya membilang
Tanpa mau menyebut
O, Mercusuar
Jika pagi nanti
Merpati datang kemari
Tolong kabarkan padanya sekali lagi
Hilang
Hari berganti
Bertemu minggu
Minggu berlari
Menemui bulan
Berkali-kali
Aku tanyai
Ke mana pergi
Semua surat yang aku beri?
Ke mana hilang
Semua rasa kasih yang menggenang
Apatah ia disembunyikan oleh merpati
Yang kerap kemari?
Amplop-amplop biru
Yang dulu sering dikirim ke rumahku
Teronggok di atas meja yang berdebu
Utusan
Seorang utusan
Berpedang rotan
Datang membujuk bintang
Ia kemari
Menemuimu yang asik duduk sendiri
Sedari tadi
Ditangannya
Tergenggam cempaka jingga
Yang menawarkan nirwana