Anda di halaman 1dari 34

Melisah 1

2 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Melisah 3
Kunamai Jalan Ini dengan Namamu
©️Melisah

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


All Rights Reserved

Penyunting: Melisah
Gambar Ilustrasi & Sampul: Melisah
Desain Isi: Melisah
Desain Sampul: Melisah

Cetakan Pertama : November 2021


Kunamai Jalan Ini dengan Namamu
168 Halaman, 13 cm x 19 cm

ISBN:

Dilarang mengutip atau memperbanyak naskah ini


sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun
tanpa izin tertulis dari penerbit.

4 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Kata Pengantar

Melisah i
Daftar Ini:
Lorong Nestapa
1
Kunamai Jalan Ini dengan Namamu
2
Kencan Tukang Becak
3
Penyakit yang Datang Saat Rindu Menyerang
4
Simpan di Juni Tumpah di November
7
Jembatan Sayidan Sebelum Pulang
8
Sudah Jauh Tertimpa Rindu
9
Hati Kosong Berbunyi Sendu
10
Persamaan Samudra dengan Matamu
13
Jangan Berani Membeli Cinta
14
Sajak Kasih Tak Sampai
15
Ayahku Seorang Nelayan
16
Meremukan Cintamu
19
Menangis di Meja Makan
20
Bukan Kasih Ayah
21
Ujung Jalan Kehidupan
22

ii Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Melisah iii
kita pulang,
membawa sebakul kenangan:

iv Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Lorong Nestapa

berjalan ke ujung kegelapan, lampu-


lampu telah lama padam
tidak ada kunang-
kunang

jalan yang kau tempuh berlubang dan becek


kaki kecilmu bisa saja
terjebak dan terluka, tapi kau
terus melangkah

beberapa kali kaki telanjangmu berdarah, menginjak


pecahan kenangan yang berhamburan
meninggalkan genangan air mata
pada setiap bekas
tapak kakimu

tertatih kau mencari cahaya,”di mana? di mana?”


cahayamu telah lama hilang
sementara malam
tak kunjung
pulang

Melisah 1
Kunamai Jalan Ini dengan Namamu

Di Jalan Malioboro, lampu-lampu tak pernah padam


memayungi kita yang berjalan di bawahnya,
bersamamu aku ingin selalu merasa pulang
dan menemukan senyummu yang selalu mengembang
mengumpulkan tawa kita yang pecah
berceceran di sepanjang jalan

sementara kaki kita terus berjalan


membawa kita pada pedagang kue putu,
juga es krim mekdi
kita pulang, membawa sebakul kenangan:

setumpuk buku dan Jembatan Sayidan


semangkuk soto dan sepiring nasi olive
setiap sudut kota dan jalan menuju penyesalan

suatu pagi, kubuang semua kenangan


kutinggalkan di sepanjang jalan kota
yang kunamai dengan namamu

2 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Kencan Tukang Becak

pagi tiba-tiba datang


bersiap menjemput omelan dan cuan
tidak ada panas terik di bulan Desember
hanya kelabu bergelayut manja pada langit

kota adalah kekejaman yang membelai mesra


memisahkan dan menyatukan cinta dengan cara-cara keji
dan ketidakpedulian pada cinta menjadi penawar kekejian

tapi siapa yang tidak membutuhkannya?

mengayuh kehidupan
cinta tumbuh dari tatapan
menjemput hari-hari bertaut

tapi siapa yang dapat menolak cinta ketika ia datang tiba-tiba?

Melisah 3
Penyakit yang Datang
Saat Rindu Menyerang

mencintaimu berarti mendulang luka dan siap kehilangan

beratus
beribu
berjuta
bermilyar kali
aku mendengar atau membaca kalimat itu

kusadari sepenuhnya, memang benar mencintai sama dengan


mendulang luka
tapi aku terus membuka mulut dan membiarkan luka mengalir
ke seluruh tubuh
penyakit-penyakit mudah sekali menyerang
sakit punggung, pegal rindu, perasaan tersumbat

ah!
tatapanmu yang tidak begitu dalam itu menimbulkan efek
samping
memperparah penyakit
padahal hanya sekilas atau dua kilas atau tiga kilas bening
matamu
tertangkap mataku

jika malam tiba dan rindu semakin menyerang


maka meriang sudah sekujur badan, ya
cinta adalah penyakit
dan berani mencintai
adalah jalan kematian
perlahan

4 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Melisah 5
barangkali
selama ini kita hanya saling
mengisi ruang kosong

6 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Simpan di Juni
Tumpah di November

Juni tidak lagi tabah


menurunkan rintik yang dulu pernah ia sembunyikan
di balik dedaunan
Juni menumpahkan air yang ia tahan dengan
membabi-buta

Hujan Bulan November


menimbulkan malapetaka

Melisah 7
Jembatan Sayidan Sebelum Pulang

hidupku adalah aliran deras air di Sayidan


menampar bebatuan, menghanyutkan sampah:
popok bayi, dedaunan, bangkai kucing, limbah cucian
dan segala yang kita sebut sampah
dan Sayidan mencintai kesunyian
di mana hanya ada suara aliran air
dan desah lirih dari rumah-rumah pinggir kali

sesekali Sayidan merindukan kerumunan


orang-orang bernyanyi diiringi petikan tawa
berbotol-botol ciu oplosan dan kepulan asap tingwe
menunggu pagi sambil memaki malam
dan kehidupan

“Gusti! Aku kudu piye?!”


“HAHAHAHA”

8 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Sudah Jauh Tertimpa Rindu

punggung kita saling memunggungi, matamu sangat jauh


aku tak bisa menatapnya lekat
degubmu tak lagi terdengar, dan degubku makin kencang
adakah sesekali kau mengingat malam kita yang ketiduran
tanpa percakapan panjang
tapi aku menikmati hembusan nafasmu

sementara jam dinding senada degub jantungku


kalimat tak pernah menemui titik
sementara kepalaku terus mengeja dan memilih kata yang pas
kau terburu-buru, ejaku belum selesai

bagaimana aku bisa menjalani hari tanpa tidur nyenyak


sementara kau menemukan tempat paling hangat di muka bumi

Melisah 9
Hati Kosong Berbunyi Sendu

tanah basah masih bau hujan, ketika tiba-tiba kau pergi


ruang kosong di sampingku meninggalkan hangat
aku ingat aku pernah berkata “menetaplah sebentar lagi,
hujan akan turun sekalipun tak kau lihat mendung”
“Ya, hujan itu dari matamu,” katamu.

kita terbiasa seperti ini


memintal harapan panjang di malam yang pendek
hingga akhirnya, kita menemukan diri kita yang using
dalam keterasingan

barangkali selama ini kita hanya saling mengisi ruang


kosong
tanpa pernah tau perlukah kekosongan itu terisi

10 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Melisah 11
mencintai
adalah paket super
menuju kematian

12 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Persamaan Samudra dengan Matamu

Jika aku melihat matamu, kubayangkan sepasang samudra


penuh rahasia
permukaan yang tenang dengan kedalaman yang riuh
aku tak pernah sanggup menduga seberapa dalam samudra itu
berapa banyak rahasia kau sembunyikan di sana
seberapa ganas terporak-porandakan lautan
ketika badai datang?

pernah suatu ketika aku menduga, jangan-jangan


kau sembunyikan atlantis
dalam matamu yang samudra itu
dan ketika mataku yang limbah sungai ini bertemu matamu
wajahku berpaling secepat maling
habis, aku selalu takut tenggelam di dalamnya

dan dugaan-dugaan serta


ketakutan-ketakutan tak berdasar lainnya
membawaku jauh
dan sangat jauh
dan semakin tak mengenal lautan

Melisah 13
Jangan Berani
Membeli Cinta

mencintai adalah paket super menuju kematian


ketika tidak benar-benar kau mengenal
apa dan siapa bentuk yang kau cinta
kenapa dan bagaimana cinta bekerja
karena paket cinta ini bukan system yang menjalankan
sekali beli, kau terjebak di dalamnya

14 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Sajak Kasih
Tak Sampai

Aku hadir menjelma angin malam


Menerobos melalui jendela kamarmu
menyuarakan rindu
yang berderik-derik
Dan kau bersembunyi di balik selimut
berlapis-lapis
tak bisa kumasuki hatimu
bahkan dari celah-celah selimut itu

Aku berpendar mengitari kamarmu


Mungkin kan kutemukan
Satu dua rindu
yang kau simpan
pada larik-larik sajakmu

Namun tak kutemukan


barang satupun
yang ada hanya
bekas tetes air mata
di atas meja
dan sajak-sajak untuknya.

Melisah 15
Ayahku Seorang Nelayan

ayahku adalah seorang nelayan


yang memancing ikan
untuk terus hidup

ayahku membawa perahu untuk berlayar


mengarungi badai dan terpaan
angin topan

berlayar ke tengah samudra


bertemu hiu, paus, dan
segitiga bermuda

kapal ayah pernah berlubang


lalu hampir tenggelam
ayah tambal kapal
tanpa bantuan

ayahku nelayan yang hebat


meski kapal penuh
dengan tambalan
ayah tak pernah mau
membeli kapal
baru

ayah akan terus berlayar


sampai waktu telah
dirasa cukup

sampai nanti ikan-ikan


habis di lautan
ayah akan

terus berlayar

16 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Melisah 17
aku ingin mendekapmu
seperti guling,

lalu
k
u
r
e
m
u
k
jika
bisa
18 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu
Meremukkan cintamu

aku ingin mendekapmu seperti guling, lalu kuremuk jika bisa


menjadi seperti telur yang pecah
lalu kuinjak-injak lagi

aku akan mengulangi adegan itu lagi dan lagi


sampai kau benar-benar hancur
dan cintamu lebur
aku akan menangis ngotot

berteriak dan memaki


seisi dunia
menendang dan meninju apapun dan siapapun
yang kutemui

sebab aku selalu mencintaimu dengan amarah

Melisah 19
Menangis di Meja Makan

hatiku seikat kangkung di pasar


sudah murah, masih kau tawar
sampai rumah, kau potong kasar
kau petik daun-daunku yang hijau

sakit dan babak belur aku,


masih kau campur bumbu gongso
panas, lukaku kau tabur garam
perih, kau aduk-aduk
pusing

di meja makan aku meraung-raung


kau sisihkan aku, di pojok meja
bersama sisa-sisa tulang ayam panggang

20 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Bukan Kasih Ayah

kasih ibu seperti lilin,


tidak terlalu terang,
tak juga terlalu redup
cahayanya cukup
hanya cukup

dalam remang lilin, panggung dimulai


hangat tawa dan pelukan
permainan bayangan

ketika perlahan lilin habis


dan lampu mulai menyala
kehidupan kembali seperti semula
berlari lagi, terburu lagi

tapi ketika nanti lampu mati lagi


hidupkan lilin
jangan sampai tidak ada lilin
di rumah

Melisah 21
Ujung Jalan Kehidupan

aku pernah bertanya, jika aku hidup tidak untuk mencintai


diriku sendiri
bagaimana aku menjalani hidup?
berapa banyak kesedihan dan kesalahan kulempar pada diriku?
di bagian mana aku akan menyerah menjalani kehidupan?

angin musim berulang kali melemparkanku pada keadaan-


keadaan tidak terduga dan tiba-tiba
air mata menjelma mata air yang tak mengenal kering
akhir tahun yang pendek
dengan perenungan yang panjang

anjing menggonggong di luar, sementar ketenangan tak juga


didapatkan
perjalanan ini tak berujung
patah hati
ambisi
kecewa
kesedihan
kehidupan dan kehidupan
perlu dijalani dengan mencintai diri sendiri

bahwa menerima diriku adalah cukup

22 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu


Melisah 23
24 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu
Tentang Penulis

Melisah 25
26 Kunamai Jalan Ini dengan Namamu

Anda mungkin juga menyukai