Anda di halaman 1dari 2

Cerita Martindas dan Putri Pingkan

Martindas sosok seoarang panglima perang yang mengukir patung menyerupai kecantikan putri pingkan yang sangat ia cintai
agar ia bisa membawa kemanapun ia pergi, patung itu mengukir perasaan Martindas, merekam juga kecantikan dan kebaikan
hari Putri Pingkan,…..” Ciumlah Aku Jika Kau Merindukanku”….kata Putri Pingkan kepada Martindas.

HUJAN DI BULAN AGUSTUS

Seperti Sakura yang mekar di awal musim semi, kemudian langsung gugur,
tapi sakura tidak pernah berhianat.
Angin dari bukit masuk lewat jendela matamu sehabis mengemas warna dan aroma bunga di terjal perbukitan sana,
seperti memandang langit yang tidak ada batasnya dan selalu bercermin pada laut, apa dosa dan salahku yang selalu mencintai
wanita Manggarai – Ende yang keras kepala ini….??? Tapi memang kepala diciptakan Tuhan sebagai bagian tubuh yang paling
keras. Cerita itu memang itu memang jawaban paling jitu bagi pertanyaan yang diajukan oleh suatu kaum, tentang banyak hal
yang menyangkut keberadaannya.
Bagaimana mungkin seseorang bisa terbebaskan dari jaringan benang yang susun bersusun, silang menyilang, timpa
menimpa dengan rapih, di selembar sapu tangan yang ditenunnya dengan sabar, oleh jari - jarinya sendiri, oleh kesunyiannya
sendiri , oleh ketabahannya sendiri, oleh tarikan nafasnya sendiri, oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri, oleh kerinduannya
sendiri, oleh penhayatannya sendiri, tentang hubungan - hubungan pelik antara perempuan dan laki – laki yang tinggal di
sebuah ruangan kedap suara yang bernama KASIH SAYANG, ….bagaimana mungkin. …???

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan agustus,


dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu,
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan agustus,
dihapusnya jejak – jejak kakinya yang ragu – ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan agustus,
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.
Sebuah perjalanan bisa merubah seseorang yang tadinya memiliki kebebasan mutlak seorang lajang menjadi sosok yang
merupakan bagian dari sepasang burung merpati yang sudah ditakdirkan berada dalam satu sangkar walaupun keduanya
berada dari hutan yang berlainan
Pada suatu hari nanti jasadku tak aka ada lagi ,
tapi dalam bait – bait sajak ini kau tak akan kurelakan sendiri,
Pada suatu hari nanti suaraku tak tersegar lagi,
tapi diantara larik – larik sajak ini kau akan tetap kunikmati,
Pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi,
namun disela – sela huruf sajak ini kau takkan letih – letihnya kucari.
Perjalanan aku dan kamu dengan cepat menjadi bagian dari kemarin, kami kembali berada disini, di tempat yang mendadak
terasa kecil karena tak cukup untuk menampung semua rasa, didalam rentang waktu yang mendadak terasa singkat untuk
menggemakan semua kisah sebuah tempat persinggahan sebelum kami melanjutkan perjalanan yang searah. Dan hari inipun
tiba, hari dimana aku memulai sebuah perjalan baru.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku inign mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat sisampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Cinta itu menembus apapun yang tidak bisa dipahami oleh pengertian pinggir jalan
Cinta adalah sebuah ruang kedap suara
Cinta tak bisa disidik dengan kata sekalipun berupa Sabda
Cinta beriman pada senyap.
Bayang – bayang hanya berhak setia
Menyusun partitur ganjil suaranya angin tumbang agar bisa berpisah
tubuh ke tanah, Jiwa ke angkasa, bayang – bayang ke sebermula
Suaramu lorong kosong sepajang kenanganku
Sepi itu, mata air itu, diammu ruang lapang
Seluas angan-anganku, luka itu, muara itu
Dijatungku sayup terdengar debarmu hening
Di langit-langit tempurung kepalaku terbit silau cahayamu
Dalam Hatiku kau terbenam Kita akan bertemu, aku dalam dirimu
Tiadakah pilihan kecuali disitu Kau terpencil dalam diriku.

Anda mungkin juga menyukai