Anda di halaman 1dari 7

Sajak-sajak Kurnia Hadinata

Seroja: Nostalgi dalam Segelas Kopi Rang Pasaman

Wahai sejora kembang rupawan! sepuhan sang rembulan


kembang kopi mulai bertunas, batangnya meranggas
bijinya berkapal-kapal dihanyutkan orang ke tanah seberang
daunnya diseduh angin pada kemuning latas seketika
semacam suar menyala-nyala mengabarkan cerita musim
atau mempertegas rupa kita pada segelas kopi,
dalam kasidah musim puncak Pasaman yang sangsi,
dan kita menikmatinya sambil mengeram malam.

Sekian lama gigil di rupa jendela rumah gadang1,


ia yang sekarang memudarkan kita dalam rendevus zaman
menggugurkan setiap cerita pada hari yang kurus di almanak
wahai Seroja adakah malam sesendu, semuram ini gerangan?
menggulung rupa dalam riak awan mengantarkan Ratok2
kabar yang mengisahkan ”Oi orang rantau pulanglah-pulanglah!”
dan rindu itu temeram di tepian3 lengang digamis dusun bacin.
dikaukah yang datang itu, serupa rindu yang menggulung?

Onde4Seroja Puan Lestari, sejarah kita baca diam-diam,


Oi takana maso dahulunyo, adalah rantau sarantaunyo
Rantau labuahnya rami bukan kepalang dendang balirik di kualo
Dendang niago dari Aceh, dari Bugih jo Makassar
Dendang Malako banua siam kapa rang Cino singgang juo5
kita seruput serupa waktu, di puncak segala jarak
membayangkan buyut kita di paksa menanaman kopi,
dipangkasnya lereng Pasaman, Talamau diketamnya akar kayu,
diejanya kaji6 berulang, diziarahinya makam engku sekaumnya
tangis mereka di bawa orang ke Emmahaven7, ke lumbung kapal
berlayar bersama maskapai besi ke Amisterdam atau Rotterdam.
Siapa lanun-lanun itu kah? Para datu dari kapal-kapal batu
Ia yang duduk di kelas loge8 sewaktu gambar hidoep diputar,
itu dulu dan sekarang kita di sini mengisyarakatkan perjamuan
menyangsikan kecanduan yang tak ada namanya
terkatup dalam ratap si tukang saluang9 dan bansi10.

Ingatlah Seroja Puan Lestari, kembang kopi mulai kuncup


batangnya pias dipuja, digeruskan gerimis, hillalang hilang
bijinya direndang orang di Talu11
daunnya diseduh orang di Simpang Tonang Gunung Kulabu 12
pegang erat tanganku!, aku antar engkau ke pucuk-pucuk pinus
dalam kabut yang mengitari magisnya deru sepeda tua ini.
Inilah perjalanan angin ngilu itu, meratapi zaman,
jangan tengok ke belakang Seroja! angin lasi berkabar candu
menghapuskan jejak kita tergadai dilumat hujan sore
lalu menfosilkan sejarah silsilah di langgar, surau dan pasar pekan
laksana menjanjikan isyarat berlamat-lamat di Bukit Tajadi13
ketika para paderi berkabar petuang.

Kemana kita Seroja? ke kota kecilmu,


tanah kelahiran dikau di altar Pasaman dan Talamau,
gagahnya indah nian di pandang
dibalut sepoinya angin ngarai, berpadu aroma rendang,
gulai gariang14 yang mengugah selera, Oh nikmatnya sate lokan,
rang Sasak menghimbau
dan aku rindu gerimis gemulai di ujung-ujung rangkiang15,
jalanan bersimpang di Simpang Ampek
juga pada orang-orangnya yang menawar cahaya matanya.
dalam sajak-sajak nanar, kaba-kaba si tukang dendang
duhai Seroja, di nafasmu aku jenguk masa lalu,
berbayang kemarau, tanah ringkih di lepas masa depan

Ranah Pasaman, oh, jalanan berliku itu, Palupuh ranah jelita


kukenang kau duhai sayang, nan sejuk, ranahmu Puan,
Ingatlah Seroja! kembang kopi mulai mekar,
sebab desau angin menakar hilang hilalang,
sekumpulan kumbang menghiba kembang kopi merekah16
daunnya di seduh orang, bijinya berlayar ke barat
wajah-wajah manusia seperti memuja dalam kasidah kota,
Kopi kita seruput habis dan kita berjabat dalam malam
menakar perjalanan, dalam rabab Oi pulanglah orang rantau!,
hujan emas di rantau orang, hujan batu di ranah kita,
namun kampung juga yang menunggu, ranah Pasaman
ranahmu Seroja, daerah bertuan di negeri dalam hati, dalam jiwa
dalam seduh kopi ampas khas melayu Rang Talu.

Panti- Pasaman, 02 Juni 2014

1) rumah adat Minangkabau, 2) kesenian khas Minangkabau/meratap 3) istilah Minangkabau untuk


tempat mandi di pinggir sungai, 4) ungkapan khas dalam bahasa Minang, 5) kutipan kaba dalam seni
tuturan minangkabau 6) ayat Alquran, 7) nama pelabuhan Teluk Bayur di masa penjajahan, 8) kelas
penonton di bioskop pada zaman kolonial, 9,10) alat musik tradisional Minangkabau, 11,12) nama daerah
di Pasaman yang terkenal dengan kopi arabikanya yang khas, 13) Bukit yang menjadi benteng Tuanku
Imam Bonjol. 14) nama masakan gulai ikan gariang salah satu masakan khas di Pasaman.15) bangunan
khas Minang yang biasa digunakan sebagai lumbung padi, 16)Puisi Anton Kurniawan Penyair Lampung
dengan judul Narasi Pertemuan.

Sajak-sajak Kurnia Hadinata


Gunung dalam Dirimu
Ratap Pasaman

Gunung dalam dirimu yang menghempaskan angin


risalah, kepak elang, dan sehelai takdir mengalir jauh
awan berarak mendera seperti terhiba
pucuk-pucuk pinus memekik, lasi percuma

berlumut bebatu
Terbaca sebagai fosil tentang risalah
Orang-orang meretas jalan kembali pulang
Diam-diam menyulam mimpi, merenda sejarah
Melupakan waktu, menyeruput pagi

Gunung dalam dirimu menghiba benua


Di tepinya anak-anak berkecimpung mengeja kaji
sejarah yang dialirkan sepanjang Rokan, Kampar
Lurah Barangin, Sumpur dan Beremas.

Adalah jantungmu yang membersitkan arah angin


Kematian datang peradaban lahir digantikan
kembara dan hujan yang memberi kabar penakluk
Meminjam pagi arau secuil mimpi masa silam

Arah angin itu, Langkisau dan kelasi menjadi terhiba


Sampai ke hilir bukan Adam ataupun Nuh yang bercerita
perahu ini dipecahkan dihanyutkan di atas gunung itu
Atas badai juga lidah gelombang yang menjalar

Melumpur dalam-dalam pada korneamu


melupakan takdir, diam-diam.
menjadi tersemat pada angin gunung
membatu rupa-rupa

Rumah Kayu, 27 Juli 2013


Sajak-sajak Kurnia Hadinata

Kosa1

Amboi ku ingat di pekan itu


Panti pasarnya ramai bukan kepalang
orang-orang bersesak esok Ramadhan
Rumah Batu, Pungien dan orang-orang Silayang2 berdendang
“Onde orang rantau pulanglah-pulanglah sesedap kosa menghimbau”
Ya, senyum melayunya mengapit, si buyung menggoda
“Eeloklah Kito nak Ko Topien bosamo-samo bolimau isuak Puaso!3”
Digamitnya tangan si upik dengan kerlingnya nan lembut.

Kisanak, taukah engkau Kosa itu?


Seperti santan yang tergadai di kuali
Sedapnya bukan kepalang, dagingnya empuk
Kuah pekat, cengkeh, pala, rempah-rempah mengugah selera
Secuil garam kuahnya nan kental mengundang selera
Diaduk-aduk orang Padang Gelugur7
Dengan sedikit senyum dan lantunan
Tembang-tembang risalah masa lampau
Kian terasa di lidah
Dagi sapi nan empuk dicelupkan ke kuah kuning
Aduhai sedap nian mengungah selera

Kampung-kampung sibuk, Rao, Sungai Ronyah, Kota Nopan4


Berdenyut
Onde “Nak Komano Kolien?5” tutur seorang tua
Si buyung dan si Upik kian lengit
Ditelusurinya pematang sawah
Dijumpainya teman sepengajian
Marhaban Ya Ramahan
Surau-surau berdenyut
Muda-mudi berdendang, Bolimau6
Aroma Kosa membawa kabar ke rantau
“Onde, Pulanglah, Pulanglah sanak di Rantau!”

Panti Pasaman Awal Ramadhan 2015

1)Kosa adalah masakan khas di daerah Panti, Rao. Biasanya dimasak menjelang memasuki bulan suci Ramadhan atau di
bulan baik hari baik. 2) nama kampung di wilayah kecamatan mapat Tunggul Pasaman, 3) Bahasa Minang Pasaman yang
berarti Marilah kita ke tepian mandi untuk mandi sebagai tradisi menyambut bulan suci Ramadhan, 4) Nama daerah di
kecamatan Rao Pasaman, 5) bahasa Minang Rao yang berarti hendak kemana kamu? 6) tradisi Balimau mandi di sungai
mensucikan diri sebagai buday menyambut bulan Ramadhan, 7) nama kecamatan pemekaran kecamatan Panti.

Sajak-sajak Kurnia Hadinata


Sepotong Hujan dan Angin Rimbo yang Nyinyir
Kepada Penyair Pasaman

Apa yang ditangisi pohon pada akar dan daun-daun yang mendengkur?
Jika yang sembab dari cerita selalu akibat hujan teramat sentimentil,
Ia yang melupakan jejak-jejak semalam, memusuhi kemarau
Membaca setiap peta pada pepohonan yang mendengkur
seperti ayat suci para sufi yang terakhir melata di seputar altar
menziarahi setiap kata-kata yang meratap dalam doa dan dupa

Hujan serinai kemarin, Rimbo Panti dilamun kabut


seperti sekarung kidung yang teramat pilu
Tanpa menghiraukan jeritanmu, ia meminjam luka pesta pora
Hanya daun jendela yang mengelupas dan merindukan kepulangan
semakin pudar seperti potret di dindingnya yang kian miris
Tak tahu pintu itu akan tertutup dan taman-taman di halaman bersorak
terkikis dan terus memburu, mengubah bunga-bunga menjadi gamis
serupa senyawa air dan mendung mengepulkan pekat

Dalam ingatan hanya kecipak hujan menjelma gaib


Pohon-pohon dalam Rimbo yang pekat menghujam
Membawa kita pada bayang masa silam
Dalam laman-laman yang terus hanyut
Lalu apa yang ditangisi pohon pada akar dan daun-daun itu?
Hanya serinai yang mengasami luka, jawabmu
Ya pintamu dalam sajak-sajak kurus itu

Rumah kayu, 23 Juni 2015


Sajak-sajak Kurnia Hadinata
Kutunggu

Buat Nurhalina Rang Kamek Pasaman

Kita berjanji di sini Nur? di lintang benua


Di ranumnya senyum angin
Mengunci rupa lamat-lamat
Memahat dinding berlapis rahim ibu kita

Aku tahu seribu senja labuh di matamu,


seperti nafiri tertiup roh angin
itu bukan ingkar Nur!
membatukan seluruh simfoni cintaku di pesisir ini.
Pulanglah, menyudahi segala takdir ini, ejamu
menantimu adalah perjanjian terakhir dari kehidupanku.

Kutatap seribu pijar melingkar menciummu


laksana kupu pada musim senja datang.
aku tak peduli, mungkin kau juga

Aku tak tahu kapan kau pergi,


mungkin saat embun pagi temeram di mataku
atau pada senja dengan langit merahnya bungkam di mataku.
Tapi aku tetap tak peduli

Nur, cahyamu pias di laman jantungku


Mengulcak diam memuja isyarat
Mendekam dalam dalam
Di sini di bentang benua khaltulistiwa
Memahat rupa yang kian gamis

Biar sunyi menggigilkan,


biar mati mengerat paruh umurku,
Kutunggu
walau, aku tahu kau tidak datang
Walau kutahu engkau tak peduli

Panti- Pasaman 2010


KURNIA HADINATA, SEORANG GURU SEKALIGUS
PECINTA SASTRA. Tumbuh dan melewati sepanjang
hidupnya di negeri kecil pinggir Rimbo Panti Pasaman.
Alumnus Pascasarjana Univ. Negeri Padang ini telah menulis
semenjak tahun 2000 silam dan pernah bekerja sebagai
jurnalis. Berbagai karyanya telah dimuat diberbagai media
massa seperti Haluan, Padang Ekspres, Singgalang, Majalah
Sastra Horison, Kartini dan Kompas.
Sejumlah bukunya juga telah terbit. Beberapa kali memenangkan berbagai sayembara
menulis baik ditingkat lokal maupun nasional. Beberapa cerpen dan puisinya
terhimpun dalam sejumlah antologi seperti Kisah Tak Berkesudahan di Tanah Banjar
(2011), Sejuta Warna di Langit Jakarta (2011) Epitaf Arau (2012). Sekarang selain
mendedikasikan diri sebagai staf pengajar di salah satu sekolah di pedalaman Pasaman
ia kerap diundang mengisi berbagai pelatihan menulis. Ia juga membuka sekolah
menulis kreatif bagi anak-anak kampung dan pemuda putus sekolah di rumah kayunya
yang berada di Kedai Rani Jl. Pasar Inpres Air Terbit Panti No 31, Kecamatan Panti
Kabupaten Pasaman, Sumbar kode pos 26352 . Alamat kantor SMP Negeri 2 Panti Jl.
Tapus-Kuamang Kenagaraian Panti Selatan Kec. Panti Kabupaten Pasaman- Sumbar
Email : hadinata_kurnia@yahoo. Com, Kontak Person (HP)
081363928177/085274420197

Anda mungkin juga menyukai