Anda di halaman 1dari 8

Nama : Galuh Wheysky Andra Venusa

Kelas : XI-MM 1
No. Absen : 28

ANALISIS PUISI

Senja Di Pelabuhan Kecil

(Karya : Chairil Anwar)

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

a. Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok
persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya. Dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” tema yang diangkat oleh penulis, yaitu
“Cinta Kasih”. Tema ini dipilih oleh penyair karena adanya desakan hati terhadap persoalan cinta
yang dihadapinya. Tema “Cinta kasih” di sini tidak selalu diasosiasikan dengan kisah cinta yang
indah dan bahagia, seperti halnya pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” cinta kasih tersebut
lebih mengarah pada kehilangan dan kerinduan.

Tema bersifat menjiwai seluruh isi puisi. Dalam puisi tersebut penyair mengusung tema
“Cinta Kasih” yang mengarah pada pada kehilangan dan kerinduan.
Dalam bait pertama, penyair menggambarkan dilema cinta. Penyair dalam kondisi patah hati
masih berharap bisa kembali pada kekasihnya. Hal ini tergambar pada kalimat berikut ini.
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Dalam bait kedua, penyair menggambarkan suasana hati yang semakin hampa. Selain itu,
penyair semakin menyadari bahwa harapan dan kerinduannya untuk kembali pada kekasihnya
semakin mustahil. Hal ini tergambar pada kalimat berikut ini.
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Dalam bait ketiga, penyair menggambarkan situasi yang semakin jelas, dimana kehilangan itu
semakin dirasakan oleh penyair. Selain itu juga, di bait ketiga pun menceritakan kehilangan dan
kerinduan yang dialami penyair telah mengajarkan penyair untuk ikhlas walau perih dan sedih.
Hal ini tergambar pada kalimat berikut ini.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

b. Analisis Diksi

Diksi :
Desir Hari Berenang menuju bujuk pangkal akanan
> Hari hari telah berlalu dan berlalu dan berganti dengan masa mendatang
Mempercaya mau berpaut
> Tiada lagi harapan
Diantara gudang, rumah tua
> Sesuatu yang tidak berguna, seperti si Penyair yang dianggap tidak berguna lagi

c. Nada dan Suasana

Nada iringan hati dari puisi ini adalah iringan nada bercerita sambil meratap. Sang penyair
mengkisahkan sebuah urungan kisah cintanya yang disertai ratapan yang amat mendalam, bahwa
terciptanya urungan hatinya itu membuat sangat terluka serta sendu sedihnya benar teramat
dirasakan sangat kuat. Puisi tersebut ditandai dengan bahasa puisi yang digunakan adalah bahasa
pragmatis. Hal ini disampaikan secara kamuflase secara eksplisit. Penggunaan gaya bahasa atau
majas hiperbola dan bahasa figuratif di dalam beberapa bait puisi tersebut cukup
memperjelas,membuat intens dan tidak menggangu pemahaman makna. Menurut Aeni, &
Lestari (2018) gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan
seseorang yang mempergunakan bahasa tersebut. Contohnya halnya pada salah satu baris berikut
ini :

“dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap”

Lalu perasaan penyair digambarkan oleh kepakan sayap elang dan lari berenang yang
menambahkan terdapatnya sayu kelemahan yang bersemayam di dalam jiwanya. Dikarenakan
kelam serta sepinya itu, suara kelepak elangpun hingga dapat didengarkannya. Suara kelepak
sayap itu menambahkan lagi serta memperdalam keduakaannya, hal tersebut merasakan
tambahan hatinya yang sangat muram. Harapan yang dirasakan untuk dapat berjumpa dengan
kekasih hatinya timbul tenggelam seperti “lari berenang”, namun tiba-tiba muncul “bujuk
pangkal akanan”. Penyair masih diombang-ombangkan antara munculnya kembali harapan untuk
memadu kasih dengan sang pujaan hati dengan putusnya akan rasa harapan itu. Perhatikan bait
berikut :

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

Menyinggung muram, desir hari lari berenang

Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak

Kemudian bait kedua tersebut atensi penyair memusatkan rasa dari suasana pelabuhan serta tidak
pula terhadap semua benda yang berada sekitar pelabuhan dengan bermacam rupa. Di pelabuhan
itu jatuh rintik gerimis yang “mempercepat kelam” hal ini menambah kesedihan penyair, dan
“kelepak elang” yang “menyinggung muram” hal ini pun membuat perasaan penyair lebih
muram, dan “hari-hari seakan lari berenang” mengisyaratkan bahwa kegembiraan telah musnah.
Suasana yang terjadi bersamaan di pantai tersebut suatu saat hal yang membuat hati penyair diisi
penuh dengan intensi untuk terhibur “menemu bujuk pangkal akanan”, tapi kenyataannya
suasana yang berda tepat di pantai itu lenyap seketika, sebab “kini tanah, air tidur, hilang
ombak”. Bagaimanakah jika laut kehilangan ombak ? seperti halnya manusia yang kehilanhgan
harapan dan kebahagiaan. Bait ini mempertegas suasana kedudukan penyair.

bait berikutnya merasakan kesedihan terhadap yang perasaan didapatinya. Seperti halnya pada
bait berikut.

Tiada lagi. Aku sediri. Berjalan

Menyisir semenanjung, masih pengap harap

Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Selanjutnya bagian bait ketiga tersebut pandangan penyair sangat dikhususkan yakni pada
dirinya sendiri dan bukan lagi terhadap pantai dan benda-benda sekitar pantai itu. “Dia merasa
aku sendiri”. Tidak ada lagi sesuatu hal yang akan diharapkan dengan memberikan lipuran dalam
kesendirian dan kedukaannya itu. Dalam keseorang dirian itu, ia menyusuri “semenanjung”.
Yang pada awalnya ia berjalan dengan disaratkan impian. Namun setibanya di penghujung
“sekalian selamat jalan”. Jadi, selepas penyair berbatas penghujung tujuan,ternyata seseorang
tersebut yang sebuah rasa akan diharapkan serta menggirangkannya itu telah mentuturkan
selamat jalan. Penyair memandang bahwa tidak ada impian sekalipun dengan menuju tujuannya.
Sebab itu penyair yang berada di dalam kesendirian dan kedukaanya, penyair mengungkapkan
serta merasakan “dari pantai keempat sedu penghabisan bisa terdekap”. Betapa sangat dalam
yang dirasakan dari sedihnya itu, sehingga ternyata dari “pantai keempat” sendu-sedan
tangisannya dapat dirasakan.

d. Enjambemen dan Contohnya

Enjambemen adalah tata kalimat dari akhir baris diatasnya ke awal baris berikutnya di
dalam puisi. Enjambemen berasal dari bahasa Prancis, yaitu Enjambement yang berarti
melanggar batas. Dalam puisi, enjambemen diartikan sebagai larik sambung, larik yang secara
sintaksis melompat, bersambung ke larik berikut.

Contoh : tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut


dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

e. Tipografi Puisi dan Ekspresi

Tipografi puisi adalah suatu teknik memilih dan menata huruf dengan pengaturan
penyebarannya pada ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, guna kenyamanan
membaca semaksimal mungkin.

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Ekspresi penyair yang digambarkan pada bait pertama adalah sedih karena patah hati.

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang


dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Di bait kedua ekspresi penyair digambarkan kesedihan yang sangat mendalam dan semakin
hampa.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Di bait ketiga ekspresi penyair mulai menyerah oleh keadaan, ikhlas walau perih & sedih.
f. Bahasa Figuratif/Majas
Dalam puisi Senja Di Pelabuhan Kecil terdapat 3 bahasa figuratif/majas. Antara lain majas
metafora, personifikasi dan hiperbola.
 Majas metafora adalah sebuah gaya bahasa yang menyatakan perbandingan secara langsung
antara dua hal untuk menciptakan kesan mental yang hidup.

Diantara gudang, rumah tua, pada cerita


tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

Harapannya kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena menghempaskan
diri dipantai saja.
 Majas personifikasi adalah suatu corak khusus dari metafora karena mengiaskan benda-
benda mati seolah berbicara, berbuat, bertindak layaknya seorang manusia.

Diantara gudang, rumah tua pada cerita

Rumah tua yang seakan mampu untuk bercerita.

Ada juga kelepak elang menyinggung muram

Kelepak elang yang seakan mampu menyinggung perasaan orang yang sedang muram.

 Majas hiperbola adalah gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu hal secara berlebihan
bahkan terkesan tidak masuk akal.

Kini tanah dan air tidur hilang ombak

Kalimat ini melebih-lebihkan dalamnya kebekuan hati seseorang yang digambarkan.

g. Analisis Ekspresi
Ekspresi adalah pengungkapan maksud, gagasan, atau perasaan suatu puisi melalui raut wajah
secara tepat. Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus
dapat dihayati oleh pembaca. Berikut perasaan penyair yang terdapat pada puisi “Senja di
Pelabuhan Kecil”.
1. Sedih
Puisi tersebut memiliki perasaan sedih karena penyair merasakan bahwa dirinya
ditinggalkan oleh kekasihnya. Perasaan tersebut ditunjukkan pada kalimat:

“Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang”


“Menyinggung muram, desir hari lari berenang”
“Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak”

2. Putus asa

Puisi tersebut memiliki perasaan putus asa yang ditunjukkan pada kalimat:

“Tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut”

“Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan”

“Menyisir semenanjung, masih pengap harap”

3. Berharap

Puisi tersebut memiliki perasaan berharap yang ditunjukkan pada kalimat:

“Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut”

“Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak”

“Menyisir semenanjung, masih pengap harap”

Dengan ekspresi sedih, putus asa, dan berharap, puisi tersebut menggambarkan kondisi
dan suasana hati sang penyair ketika melalui kisah cintanya hingga ditinggalkan oleh
kekasihnya. Ekspresi-ekspresi di atas adalah sudut pandang dari pembaca ketika
merasakan apa yang dirasakan penyair dalam puisi tersebut.

h. Amanat

Amanat yang dapat kita petik dari puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” adalah belajar untuk bisa
bangkit dari keterpurukan yang disebabkan oleh cinta. Kegagalan dalam sebuah hubungan cinta
bukanlah akhir dari segalanya. Kegaglan tersebut perlu kita hayati dan renungkan secara baik
untuk langkah baru yang perlu diperjuangkan. Dari kisah cinta yang padam dalam puisi tersebut,
kita pun bisa belajar untuk ikhlas melepas orang yang kita sayang.

Anda mungkin juga menyukai