Bait 1 :
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Gadis manis sekarang iseng sendiri artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang
manis yang menghabiskan waktu sendirian atau sedang iseng tanpa kehadiran tokoh aku.
Bait 2 :
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Bait kedua aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai atau
menemui kekasihnya, disinilah menunjukan pengorbanan aku untuk gadis manisnya. Ketika itu
cuaca sangat bagus dan malam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah karena
rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya, dan dilarik ini lah tergambar keputus asaan aku.
Bait 3 :
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Bait ketiga menceritakan perasaan aku yang semakin sedih karena walaupun air tenang,
angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya. di perasaan penghabisan
segala melaju. Pengorbanan aku sangatlah besar. Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu
ke pangkuanku saja” suasana pada larik tersebut sangat mencekam si aku.
Bait 4 :
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?
Bait keempat menunjukkan pengorbanan aku dan keadaan yang mencekam yang telah
dilewatinya. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang
membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya
terlebih dahulu sebelum ia bertemu dengan kekasihnya. Disinilah aku merasakan kegagalan yang
mendalam dan semakin berganti bait, kesedihan itu semakin memuncak. Emosionalitas aku
disini sangat tergambar dengan tulisannya yang seperti tidak terima.
Bait 5 :
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Bait kelima merupakan kekhawatiran aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal,
kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia. Dan aku merasakan keputus
asaan pada larik kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
3.3 Rima
Rima adalah pengindahan puisi dalam bentuk pengulangan bunyi di akhir. Puisi “cintaku
jauh di pulau” memiliki rima berupa cacophony, yaitu perulangan bunyi-bunyi yang berat,
menekan, menyeramkan, mengerikan, seolah-olah seperti suara desau atau bunyi burung hantu.
Dalam puisi yang berjudul cintaku jauh di pulau, hampir seluruh lariknya berakhiran dengan
vokal u. Bunyi vokal u termasuk ke dalam bunyi yang berat dan menekan. Puisi “cintaku jauh di
pulau” karya Chairil Anwar ini menggambarkan suasana batin yaitu sedih dan penyesalan karena
si aku meninggalkan sang kekasih sendirian.
3.6 Nada/Suasana
Nada atau suasana yang terdapat dalam suatu peristiwa biasanya erat sekali hubungannya
dengan latar cerita. Nada yang digunakan oleh penyair dalam puisi tersebut adalah nada
kegetiran dan kekhawatiran. Hal ini tampak dengan penggunaan kata yang menggunakan huruf r
di akhir kata, yaitu : melancar, memancar, pacar. Akhir bunyi r menggambarkan suasana yang
tidak nyaman.
Juga terdapat suasana sedih dengan digunakannya bunyi akhir –uh pada kata rapuh, tempuh
akhir bunyi –u yang berulang pada bait ketiga. Penggunaan nada –u yang berulang menunjukkan
kesedihan dan ketidakberdayaan.