Anda di halaman 1dari 12

Kharisma Huril’in F.

XI IPA 4/17

Pada Suatu Hari Nanti


Sapardi Djoko Damono, 1986

pada suatu hari nanti


jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti


suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti


impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari

Analisis Puisi
1. Tema
Puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono mempunyai
tema kesetiaan. Kesetian terhadap ‘kau’ yang bisa berarti pembaca,
walaupun ‘aku’ dalam puisi ini tidak ada, tetapi dia akan tetap setia ada
bagi pembaca.

2. Tipografi
Pada puisi “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko
Damono, tipografi yang ditampilkan adalah bentuk rata kiri dan lurus
bawah. Puisi itu diberi wajah yang sederhana untuk memperkuat makna
yang disampaikan. Tipografi puisi diatas dibentuk oleh tiga bait, yang
mana jumlah baris tiap bait berbeda-beda. Pada bait pertama, kedua, dan
ketiga terdiri atas empat baris yang mana tiap baris mempunyai jumlah
kata yang berbeda sehingga menimbulkan tampilan yang tidak rata kanan-
kiri, melainkan hanya rata kiri saja. Antara bait satu dan yang lainnya
diberi jeda (spasi). Hal itu sebagai penanda perpindahan bait. Karena
mungkin setiap bait mengandung makna yang terpisah. Jumlah baris
dalam satu bait berbeda-beda. Demikian juga jumlah kata dalam satu baris
juga berbeda-beda. Hal itu menimbulkan panjang pendeknya tampilan
baris.Walaupun baris dibuat rata kiri, namun sebelah kanan terlihat
tidak rata. Penampilan yang semacam itu tidak akan membuat pembaca
atau penikmat puisi bosan.

3. Amanat
Amanat dari puisi ini adalah bahwa penyair ingin menyampaikan
kesetiaannya kepada pembaca walaupun ia sudah tidak ada, pembaca tak
usah sedih. Karena dia tetap setia dan tetap bisa menemani pembaca
dengan karya-karya nya.

4. Nada
Sikap penyair pada puisi ini adalah lembut dan halus karena ia
menjelaskan bahwa walau suatu hari nanti ia tidak ada, tapi karya-
karyanya akan selalu ada menemani para pembaca.

5. Perasaan
Pada puisi ini, penyair merasa sedih karena pada suatu hari nanti ia akan
meninggalkan sosok ‘kau’ pada puisi ini yang bisa berarti pembaca, tetapi
ia pun senang karena walaupun suatu hari nanti ia tiada, tapi ia tetap
menemani dan keberadaannya itu digantikan oleh larik-larik sajak dan
kenangan indah semasa hidup.
6. Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama,
tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi
pemakainya. Atau dengan kata lain, kata-kata itu dapat menyaran kepada
arti yang menyeluruh. Seperti pengimajian, kata yang dikonkretkan juga
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambing.

Pada puisi ini kata kongkret terdapat pada kata :

Namun di sela-sela huruf sajak ini


Kau takkan letih-letihnya kucari

Penyair mengiaskan bahwa kehidupan itu disamakan dengan sela-sela


huruf pada kata-kata dalam sajak, yang penyair tak lelah atau letih mencari
tujuannya.

7. Diksi
Kata-kata yang digunakan pada puisi ini mudah untuk dipahami, contoh
pada kata “Pada Suatu Hari Nanti” pembaca bisa mengerti maksud dari
puisi ini bahwa menceritakan sesuatu yang akan datang. Lalu pada kata
“Jasadku Tak Akan Ada Lagi” sudah jelas bahwa suatu saat nanti tokoh ku
tidak akan ada lagi di dunia ini. dan kata-kata pada bait selanjutnya mudah
dipahami karena lebih ke makna yang sebenarnya.

8. Verifikasi
a) Rima
Rima adalah unsur bunyi untuk menimbulkan kemerduan puisi, unsur
yang dapat memberikan efek terhadap makna nada dan suasana puisi,
dan juga rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada puisi ini
semua baitnya mempunyai akhiran “i” yang memberikan kesan
kesetiaan, pengandaian dan rayuan terhadap sesuatu yang akan
dihadapi.
b) Ritme
Ritme adalah pengulangan bunyi, kata, frase dan kalimat pada puisi.
Pada puisi ini ritma terdapat pada bait I, II, dan III yaitu pengulangan
klausa “Pada suatu hari nanti”.

9. Majas
Pada puisi ini hanya terdapat majas metafora.Metafora adalah bahasa
kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata
perbandingan.Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang
lain (Becker, 1978:317).
Yaitu pada bait I, II, dan III :
I
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
II
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
III
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari

Pada kata-kata tersebut menggunakan majas metafora karena


mengumpamakan sesuatu dengan larik, bait dalam sajak.

10. Citraan
Pengimajian atau pencitraan adalah suatu kata atau kelompok kata yang
digunakan untuk mennggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam
jiwa pembaca.

 Imajeri Pandang
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya ku cari

 Imajeri Dengar
Suaraku tak terdengar lagi

 Imajeri Rasa
Kau takkan kurelakan sendiri
Kau akan tetap kusisati
Dalam Doaku
Sapardi Djoko Damono, 1989

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang


semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,


dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung


gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang


turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,


yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu

Analisis Puisi

1. Tema : kecintaan
2. Tipografi
Dalam puisi ini penulis menggunakan tipografi bait - bait seperti paragraf.
3. Amanat : mencintai tidak terus - menerus dengan rayuan atau hadiah,
mencintai adalah saat kita bisa mendoakan dengan tulus orang yang kita
cintai.
4. Nada dan suasana : gelisah
5. Perasaan : bahagia tapi sedikit gelisah
6. Kata konkret
Kata atau kalimat dalam puisi ini yang menggambarkan keseluruhan isi
puisi adalah bait terakhir dari puisi ini yang berbunyi:

aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai


mendoakan keselamatanmu

Dalam bait diatas kalimat ‘aku mencintaimu’ merupakan kesimpulan


perasaan penyair dari sanjungan-sanjungannya pada apa atau siapa yang
disebut ‘kau’ oleh penyair. Sanjungan-sanjungan itu dicerminkan dalam
segala hal yang jernih, yang sejuk, yang indah, yang manja atau manis, dan
yang kuat di kelima bait diatasnya.
Kalimat ‘itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
kesalamatanmu’. Penyair mengatakan tak pernah selesai karena di lima bait
diatas dikatakan dari subuh, siang, sore, magrib, hingga malam dan nanti
akan kembali ke pagi atau subuh lagi dalam setiap doa-doa si penyair selalu
ada doa untuk yang ia sebut ‘kau’ atau ‘mu’ yang merujuk pada orang yang
dicintainya. Dan doa yang selalu dipanjatkan untuk orang yang dicintainya
dalam doa-doa si penyair adalah doa keselamatan.

7. Diksi
a) Perbendaharaan kata

Dalam doaku Subuh ini


kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara – suara

Penggunaan bahasa tingkat tinggi dalam pengimajian.


b) Urutan Kata
 Dalam doaku Subuh ini …
 Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala …
 Dalam doaku sore ini …
 Maghrib ini di dalam doaku …
 Dalam doa malamku …
c) Daya Sugesti
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan
sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia
mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus - putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

Puisi di atas telah mensugesti pembaca dalam merasakan besarnya


rasa cinta sang penulis kepada seseorang yang selalu didoakan
sepanjang hari.
8. Rima
 Asonansi (pengulangan vokal)
Secara umum asonansi yang ada menunjukkan banyaknya pengulangan
bunyi vokal ‘a’. Di bait pertama dan kedua, 80% vokal yang dipakai
adalah ‘a’ pada akhir kata, baru diikuti bunyi vokal ‘u’ dan ‘i’.
Dibait-bait selanjutnya prosentase bunyi vokal ‘a’, ‘i’, dan ‘u’
berimbang dan acak sehingga asonansi menunjukkan ketidak
teraturannya.
Dari keenam bait puisi ini, lima bait didominasi bunyi vokal ‘a’
sedangkan bait terakhir atau bait keenam yang lebih dominan bunyinya
adalah vokal ‘u’.
 Aliterasi (pengulangan konsonan)
Mayoritas konsonan yang diulang adalah konsonan d, k, m, n, y yang
menimbulkan efek penegasan.

9. Verifikasi
Metrum :
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara – suara

10. Majas
Sebagian besar permajasan yang ada adalah majas Alegori. Alegori adalah
suatu majas untuk menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan, atau
penggambaran. Yang dilukiskan dalam puisi ini adalah sosok ‘kau’ yang
dicintai oleh si penyair, dimana sosok tersebut ‘menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima
cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-
suara’ atau ‘menjelma angin yang turun sangat pelahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu, dan
menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu
mataku’. Majas ini ada dibait pertama hingga ke lima.
a. Majas sintesa (ungkapan rasa suatu indra yang diungkapkan dengan
indra lain) :
 menerima cahaya pertama seharusnya indra penglihatan
 menerima suara-suara seharusnya indra pendengaran
b. Majas Depersonifikasi (menjadikan persona sebagai benda tak
bernyawa) dan Personifikasi (Perilaku manusia yang diterapkan bukan
pada manusia)
 kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata
 kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang
tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
 kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun
disana, bersisjingkat di jalan kecil itu, menyusup diselah-selah
jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di
rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
c. Majas repetisi diungkapkan dalam frasa ‘dalam doaku’ yang selalu
muncul ditiap bait.
d. Majas Pleonasme (menyatakan suatu hal dua kali agar lebih jelas, tetapi
yang pertama adalah penyimpul kedua) terdapat dalam bait terkhir yaitu
‘aku mencintaimu itu sebabnya kau takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu’.

11. Citraan
1) Citraan penglihatan : menjelma
2) Citraan pendengaran : mendesau, bernyanyi
3) Citraan taktil (oleh indra peraba) : menyentuh-nyentuhkan, bersitahan
4) Citraan gerak : menerima, memejamkan,
mengambang, mengibas-ngibaskan, hinggap, menggugurkan,
turun,bersijingkat, menyusup,
Perbandingan Puisi “Dalam Doaku” dan “Pada Suatu Hari Nanti”

setelah menganalisis kedua puisi diatas, saya dapat membuat kesimpulan


mengenai persamaan dan perbedaan kedua puisi tersebut. Persamaan pada kedua
puisi tersebut ada pada perasaan. Dalam kedua puisi tersebut, penyair merasa
senang atau bahagia karena membicarakan tentang seeorang yang ia cintai.
Namun, ada juga perbedaan dalam perasaan, yaitu pada puisi “Pada Suatu Hari
Nanti” penyair merasa sedih karena suatu hari nanti ia akan meninggalkan sosok
“kau” pada puisinya. Dan pada puisi “Dalam Doaku” penyair merasa bahagia tapi
sedikit gelisah.

Perbedaan selanjutnya adalah amanat. Amanat dalam puisi “Pada Suatu


Hari Nanti” adalah bahwa penyair ingin menyampaikan kesetiaannya kepada
pembaca walaupun ia sudah tidak ada. Dan pada puisi “Dalam Doaku” penyair
ingin menyampaikan bahwa mencintai tidak harus dengan rayuan atau hadiah,
mencintai adalah saat kita bisa mendoakan dengan tulus orang yang kita cintai

Tema yang disajikan dalam kedua puisi ini juga hamper sama, yaitu
kesetiaan. Yang membedakan hanyalah pada puisi “Pada Suatu Hari Nanti”
penyair memberitahukan bahwa ia akan setia meskipun pada suatu hari nanti ia
tidak ada, dan padaa puisi “Dalam Doaku” penyair setia mendoakan orang yang
dicintainya.
Rumah

Rumah adalah tempat untuk berpulang

tempat untuk beristirahat setelah lelah seharian

tempat paling nyaman untuk segala macam aktivitas

tempat untuk berkumpul bersama keluarga tercinta

dan berbagi cerita, canda, dan juga tawa

Namun, itu dulu

sebelum semuanya berubah

Kini, rumah tidak lagi terasa seperti rumah

rumah yang awalnya penuh dengan canda tawa,

kini tiada lagi

menjelma menjadi sepi

rumah yang awalnya merupakan tempat untuk kembali,

kini berubah menjadi tempat yang paling kuhindari

Tidak ada lagi tempat ternyaman untuk membuang lelah

tidak ada lagi tempat untuk berkeluh kesah

hanya tersisa aku seorang diri

berteman dengan sepi

Anda mungkin juga menyukai