Anda di halaman 1dari 4

Cintaku Jauh di Pulau

Cintaku jauh di pulau


Gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar


Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar,
angin membantu, laut tenang tapi terasa
aku tidak kan sampai padanya

Di air yang tenang, di angin mendayu


di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkauanku saja"

Amboi! jalan sudah bertahun kutempuh


perahu yang bersama kan merapuh
mengapa ajal memanggil dulu
sebelum berpeluk dengan cintaku!?

manisku jauh di pulau


kalau kumati dia mati iseng sendiri

Chairil Anwar 1946

1. Pembacaan Heuristik

Bait pertama
Cintaku (telah) jauh di pulau, gadis manis (itu), sekarang iseng sendiri (-an)
Bait kedua
Perahu (yang) melancar, bulan (yang) memancar. Di leher (telah) kukalungkan oleh-oleh buat
si pacar. Angin (telah) membantu, laut (menjadi) terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai
padanya (ke tempat gadis manis).
Bait ketiga
Di air yang tenang, di angin (yang) mendayu, di perasaan penghabisan segala (sesuatu)
melaju. Ajal bertakhta, sambil berkata: “Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Bait keempat
Amboi! Jalan sudah bertahun (-tahun) ku tempuh! Perahu yang bersama (berlayar) ‘kan
(menjadi) merapuh! Mengapa Ajal (telah) memanggil dulu. Sebelum sempat (aku) berpeluk
dengan cintaku?!
Bait kelima
Manisku (yang) jauh di pulau, kalau ‘ku (nanti) mati, dia (akan) mati iseng sendiri.
2. Pembacaan Hermeneutik
Bait kesatu
Seorang kekasih yang berada di tempat yang sangat jauh, berbeda pulau (Cintaku jauh di
pulau). Seorang gadis manis yang menghabiskan waktunya sehari-hari dengan kesendirian
karena kekasihnya yang berada di tempat jauh atau berbeda pulau.
Bait kedua
Sang kekasih yang menempuh perjalanan jauh dengan memakai perahu yang sangat ingin
menjumpai kekasihnya (gadis manis). Sang kekasih sudah membawa oleh-oleh yang akan
diberikan kepada kekasihnya (gadis manis). Pada saat itu cuaca sangat bagus dan malam itu
bulan bersinar dengan terang. Namun sang kekasih gundah karena ia memiliki perasaan
bahwa ia tidak akan sampai kepada kekasihnya (gadis manis).
Bait ketiga
Perasaan kekasih yang sedih karena tak kunjung bertemu dengan sang kekasih (gadis manis).
Walaupun air tenang, angin mendayu, tetapi ajal telah memanggil (ajal betahta sambil
berkata: “Tunjukkan perahu kepangkuanku saja”)
Bait keempat
Sang kekasih sudah berputus asa (amboi). Bertahun-tahun sang kekasih sudah berlayar
karena ingin bertemu dengan kekasihnya (gadis manis). Perahu yang dipakaipun mau rusak
karena akan merapuh tetapi ajal terlebih dahulu menjemput. Sang kekasih terlebih dahulu
mati tanpa bertemu dengan kekasihnya (gadis manis)
Bait kelima
Kekhawatiran kekasih setelah ia meninggal (kalau kumati), kekasihnya itupun akan mati juga
dalam penantian yang sia-sia (dia mati iseng sendiri).

3. Kajian Unsur Puisi


1. struktur fisik puisi
a. Diksi atau pilihan kata
Diksi yang mengandung makna denotatif terdapat pada kata “gadis manis” yang memiliki
makna kekasih yang manis. Dan pada kata “pulau”, yang memiliki makna tanah (daratan)
yang dikelilingi air (di laut, di sungai, atau di danau).
Diksi yang mengandung makna denotatif juga terdapat pada kata “bulan memancar”, kata
bulan memiliki makna benda langit yang mengitari bumi, bersinar pada malam hari karena
pantulan sinar matahari. Pada larik “angin membantu, laut terang, tapi terasa” kata angin
yang memiliki makna gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah, terdapat pada kata “laut”. Laut memiliki makna kumpulan air asin (dalam
jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau
pulau. Dan terdapat pada larik “aku tidak ‘kan sampai padanya” yang memiliki makna bahwa
si aku tak akan pernah bertemu dengan kekasihnya.
Diksi yang mengandung denotatif juga terdapat kata “Di air yang tenang”, air memiliki
makna cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau yang diperlukan dalam
kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yang secara kimiawi mengandung hidrogen dan
oksigen. Pada larik “ajal bertakhta, sambil berkata:” memiliki makna batas hidup telah
ditentukan Tuhan, saat mati.
Diksi yang mengandung denotatif juga terdapat kata “amboi! Jalan sudah bertahun ku
tempuh!” yang memiliki makna bahwa si aku telah melewati laut telah lama. Pada kata
“perahu yang bersama ‘kan merapuh!” memiliki makna perahu yang ditumpangi oleh si aku
akan hancur bersamanya.
Diksi yang mengandung denotatif juga terdapat pada larik “manisku jauh di pulau” bermakna
sang kekasih jauh darinya karena berada di pulau. Dan terakhir pada larik “kalau ‘ku mati,
dia mati iseng sendiri” makna dari kata mati adalah sudah hilang nyawanya, tidak hidup lagi”
Selain diksi yang mengandung makna denotatif, juga terdapat diksi yang mengandung makna
konotatif. Diksi yang mengandung makna konotatif terdapat pada larik “cintaku, jauh di
pulau”. Kata cintaku dapat diartikan kekasihnya. Dalam larik “di leher kukalungkan ole-ole
buat si pacar’ memiliki arti ole-ole adalah buah tangan/oleh-oleh. Lanjut ke larik “di perasaan
penghabisan segala melaju”, kata perasaan penghabisan disini adalah dengan rasa cintanya
yang tanpa tersisa. Dalam larik “tujukan perahu ke pangkuanku saja”, kata pangkuan
memiliki makna bahwa perahu akan mengalami kehancuran. Dan yang terakhir adalah larik
“sebelum sempat berpeluk dengan cintkau?!” memiliki makna bahwa aku belum sempat
memeluk dan bertemu dengan kekasihnya.
b. Gaya Bahasa
Dalam larik “Mengapa Ajal memanggil dulu, Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!”
penyair menggunakan gaya bahasa erotesis. Hal ini terbukti dengan adanya semacam
pertanyaan yang dipergunakan namun tidak menghendaki jawaban.
Gaya bahasa yang paling dominan digunakan oleh Chairil Anwar dalam puisi “Cintaku jauh
di pulau” yaitu gaya bahasa asonansi. Gaya bahasa asonansi merupakan semacam gaya
bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
c. pencitraan
Terdapat dalam “Perahu melancar, bulan memancar,”. Citraan yang digunakan adalah citraan
penglihatan karena perahu melancar dan bulan memancar hanya bisa dilihat. Citraan
perabaan dalam larik “Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku”.
d. Bunyi
Puisi “cintaku jauh di pulau” memiliki bunyi vokal /u/, yaitu perulangan bunyi-bunyi yang
berat, menekan, menyeramkan, mengerikan, seolah-olah seperti suara desau atau bunyi
burung hantu. Dalam puisi yang berjudul cintaku jauh di pulau, hampir seluruh lariknya
berakhiran dengan vokal u. Bunyi vokal u termasuk ke dalam bunyi yang berat dan menekan.
Puisi “cintaku jauh di pulau” karya Chairil Anwar ini menggambarkan suasana batin yaitu
sedih dan penyesalan karena si aku meninggalkan sang kekasih sendirian

2. Struktur batin puisi


a. Tema
Tema puisi dari Chairil Anwar ini adalah Kasih Tak Sampai. Yaitu perasaan cinta seseorang
yang tidak bisa terwujud karena telah lebih dahulu dipisahkan oleh ajal atau kematian.
b. Nada
Nada yang digunakan oleh penyair dalam puisi tersebut adalah nada kegetiran dan
kekhawatiran. Hal ini tampak dengan penggunaan kata yang menggunakan huruf r di akhir
kata, yaitu : melancar, memancar, pacar.
c. Perasaan
Perasaan penyair terhadap topik yang digambarkan dalam isi puisi tersebut yaitu sedih, putus
asa dan penyesalan
d. Amanat
ketika kita merasakan cinta kepada seseorang kita harus memperjuangkannya.
Memperjuangkan dengan sekuat tenaga dan butuh waktu lama. Seberapa jauh dan seberapa
lama jarak yang ditempuh kita harus berjuang untuk tetap mempertahankan cintanya.

Anda mungkin juga menyukai