Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN DAN APRESIASI PUISI

“Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Bahasa

& Sastra Indonesia SD

Diampu oleh Drs. Nyoto Harjono, M.Pd

Disusun oleh :

Marsita Dewi Widyaningrum

292016046 / RS16B

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Puisi adalah karya sastra yang bentuk kesustraannya paling tua. Karya sastra
bersifat imajinatif. Karya-karya besar dunia yang bersifat monumental ditulis
dalam bentuk puisi. Karya-karya pujangga besar seperti: Oedipus, Antigone,
Macbeth, Mahabharata, Ramayana, Bharata Yudha, dan sebaginya yang ditulis
dalam bentuk puisi. Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak puisi yang
menggunakan makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan
bentuk karya sastra yang lainnya, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih
memiliki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya
pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi.
Strktur fisik dan struktur batin puisi juga padat. Keduanya bersenyawa secara
padu bagiakan telur dalam adonan roti (Reeves, 1978: 26).
BAB II
KAJIAN DAN APRESIASI PUISI

Senja di Pelabuhan Kecil


Buat Sri Ayati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut.
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang


Menyinggung muram, desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
Dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan


Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekali selamat jalan
Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
(Chairil Anwar, 1946)

A. Struktur Global
Puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar di atas
termasuk dalam puisi modern, bukan puisi lama dan bukan puisi baru (Angkatan
Pujangga Baru) dengan melihat struktur baris dan bait yang digunakan. Adanya
tanda titik di tengah baris menunjukkan adanya perbedaan antara puisi lama dan
puisi baru. Puisi di atas terdiri dari tiga bait dan masing-masing bait terdapat
empat baris. Dari masing-masing bait dan baris mengungkapan tema kedudukan
yang dapat dilihat dari penggunaan pilihan bahasanya dan dengan didukung
adanya penggambaran alam dan suasana yang diimajinasikan oleh Chairil sebagai
penyair puisi.
1) Bait I : Pada bait I puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil”
menceritakan cinta yang sudah tidak dapat diperoleh kembali. Chairil
menggambarkannya dengan gudang, rumah tua, cerita tiang dan temali,
kapal dan perahu yang tiada bertaut. Dari benda-benda tersebut Chairil
mengungkapkan bahwa adanya perasaan sedih dan sepi.
2) Bait II : Pada bait II puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” tidak lagi
memfokuskan pada benda-benda pelabuhan seperti bait pertama. Pada bait II
ini lebih mengungkapkan suasana yang ada di pelabuhan yang bahwa di
pelabuhan itu turun gerimis yang “mempercepat kelam” yang
menggambarkan bahwa hati Chairil sebagai penyair lebih muram. Dan “hari-
hari seakan lari berenang” yang menggambarkan bahwa kegembiraan telah
musnah atau hilang. Diikuti dengan suasana di pantai yang pada saat itu
membuat hati Chairil sedang dipenuhi oleh harapan yang dapat menghibur
hatinya “menemu bujuk pangkal akanan”, tetapi harapan tersebut kembali
musnah atau hilang “kini tanah, air tidur, hilang ombak” yang menjelaskan
bahwa bagaimana jika laut kehilangan ombak, begitu juga manusia yang
kehilangan harapan dan kebahagian.
3) Bait III : Pada bait III puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” Chairil
lebih menggambarkan mengenai dirinya sendiri bukan lagi seperti pantai dan
benda-benda disekeliling pantai yang terdapat pada bait I dan II. Chairil pada
saat itu merasa bahwa dirinya sendiri “aku sendiri” tidak ada lagi harapan dan
kebahagian yang ia dapatkan melainkan hanya dalam sebuah kesendiran dan
kesedihan. Dalam kesendirian dan kesedihan Chairil berusaha menyisir atau
menulusi semenanjung “berjalan menyisir semenanjung”. Pada awal
perjalanan Chairil menyisir semenanjung membawa harapan yang besar.
Namun sesampainya di ujung tujuannya, orang yang diharapkan bisa
menghibur dirinya dari kesendirian dan kesedihannya malah mengucapkan
“selamat jalan” yang menggambarkan bahwa hati Chairil pada saat itu
hancur, tidak ada lagi harapan yang ingin ditujunya. Betapa mendalam
kesedihannya yang ternyata penulusurannya sampai keempat tidak sama yang
diharapkan sehingga membuat Chairil pada saat itu menangis sedu-sedan
“dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap”.

B. Tentang Chairil Anwar


Chairil Anwar dilahirkan 26 Juli 1992 di Medan dan meninggal dunia di
Jakarta pada tanggal 28 April 1949. Hari wafatnya dikenang dan diperingati
sebagai hari Chairil Anwar yang kemudian dijadikan sebagai Hari Sastra
Indonesia. Chairil adalah penyair angkatan 1945. Pada tahun 1945 banyak
penyair yang mengekspresikan antara aliran Realisme (apa adanya) dan
Ekspresionisme (pengungkapan kenyataan secara subjektif tidak objektif).
Pada puisi diatas yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” menggambarkan
tentang pelabuhan kecil yang pada saat itu mewakili ekspresi perasaan Chairil.
Pada puisi tersebut pelabuhan kecil dapat diartikan sebagai impian, cita-cita,
atau harapan kecil dari penyair yang menjelaskan bahwa harapan cintanya itu
kecil dan akhirnya penyair kehilangan harapan tersebut di dalam suasana duka
yang mendalam. Sedangkan nama “Sri Ayati” yang banyak disebutkan Chairil
dalam puisinya adalah wanita yang terlibat langsung terhadap cinta Chairil
(aliran Realisme). Namun cinta Chairil dan Sri Ayati tidak dapat disatukan.
Jadi tema puisi diatas yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” memiliki tema
suatu keduan yang dikarenakan kegagalan cinta dari penyair dengan wanita
yang dicintai.

C. Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin


1) Struktur fisik
Bahasa yang digunakan dalam puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan
Kecil” adalah bahasa prismatis. Chairil dalam pemilihan kata yang digunakan
kebanyakan menggunakan makna kias dan makna lambang. Namun dengan
kebanyakan makna kias dan makna lambang tersebut tidak membuat orang
yang membaca menjadi bingung karena disusun dengan cukup variasi.
Diksi yang digunakan adalah kata-kata yang bernada muram dan serin kita
jumpai di kehidupan sehari-hari seperti: gudang, rumah tua, tiang, temali,
kapal, perahu, laut, kelam, kelepak elang, tanah, air tidur, hilang ombak,
ujung, dan pantai.

2) Struktur batin puisi

D. Sintesis dan Interpretasi


Dari isi puisi diatas yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil” dapat
disimpulkan bahwa puisi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi
dibadingkan dengan karya sastra yang lainnya. Chairil sebagai penyair
mengungkapkan perasaannya dukanya yag dalam melalu struktur bahasa dan
struktur batin yang selaras. Harmonisasi yang digunakan antara struktur
bahasa dan struktur batin tidak membuat pembaca kesulitan dalam
menafsirkan maknanya. Makna konotatif dalam puisi tersebut dapat dipahami
oleh pembaca, bahkan dengan adanya makna konotatif tersebut membuat
puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” menjadi lebih intents dan banyak makna.
Penyair telah dapat memberikan sugesti atau perasaan yang sama kepada para
pembaca tentang betapa mendalmnya kesedihan Chairil pada saat itu karna
kegagalan cintanya kepada wanita yang dicintainya. Penyair juga sanagt
cakap dalam mengkosentrasikan segala bentuk bahasa dalam penegasan
pengalaman jiwa dan perasaannya pada saat itu.
BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai