Anda di halaman 1dari 7

Ada beberapa jenis citraan yang dapat ditimbulkan puisi, yakni sebagai berikut.

a. Citraan penglihatan(visual imegery)

Citraan penglihatan ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata). Citraan ini merupakan
jenis yang paling sering digunakan penyair. Citraan penglihatan mampu memberikan
rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah
olah terlihat.
Contoh citraan penglihatan dapat dilihat dari kutipan puisi berikut.
Perahu kertas
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali, aliranya
sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju lautan.
Karya Sapardi Djoko Damono

b. Citraan pendegaran (auditory imagery)

Citraan pendegaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui
indera pendengaran ( telinga). Citraan ini dapat dihasilkan dengan menyebutkan atau
menguraikan bunyi suara misalnya dengan munculnya diksi sunyi,tembang,dendang suara
mengiang,berdentum-dentum, dan sayup-sayup.
Contoh citraan pendengaran dapat dilihat dari kutipan puisi berikut.
Penerbangan Terakhir
Maka menangislah ruh bayi itu keras-keras
Kedua tangan yang alit itu seperti kejang-kejang
Kakinya pun menerjang-nerjang
Suaranya melengking lalu menghiba-hiba

c. Citraan perabaan (tactile imagery)


Citraan perabaan atau citraan tactual adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera
peraba(kulit). Pada saat membacakan atau mendegarkan larik-larik puisi,kita dapat
menemukan diksi yang menyebabkan kita merasakan rasa nyeri, dingin, atau panas karena
perubahan suhu udara.
Berikut contoh citraan perabaan dalam puisi.
Blues untuk Bonie
……
Sembari jari-jari galak di gitarnya
Mencakar dan mencakar
Menggaruki rasa gatal dari sukmanya
Karya W.S. Rendra
d. Citraan penciuman (olfactory)
Citraan penciuman atau pembauan disebut juga citraan olfactory. Dengan membaca atau
mendengar kata-kata tertentu, kita seperti mencium bau sesuatu. Citraan atau pengimajian
melalui indra penciuman ini akan memperkuat kesan dam makna sebuah puisi.
Perhatikan kutipan puisi berikut yang menggunakan citraan penciuman.
Pemandangan senjakala
Senja yang basah meredakan hutan bakar
Kalelawar-kalelawar raksasa datang dari langit kelabu tua
Bau mesiu di udara bau mayat. Bau kotoran kuda.
Karya W.S.Rendra

e. Citraan pencicipan atau pencecapan(gustatory)

Citraan pencicipan disebut juga citraan gustatory, yakni citraan yang muncul dari puisi
sehingga kita seakan-akan mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam,
manis, atau pedas. Contoh:

Dan kini ia lari kerna bini bau melati

Lezat ludahnya air kelapa

(WS Rendra, Ballada Kasan dan Patima)

f. Citraan gerak (kinaesthetic imagery)

Dalam larik-lirik puisi, kamu pun dapat menemukan citraan gerak atau kinestetik. Yang
dimaksud citraan gerak adalah gerak tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau
melihat gerakan tersebut.

Contoh:

Pohon-pohon cemara di kaki gunung

pohon-pohon cemara

menyerbu kampung-kampung
bulan di atasnya

menceburkan dirinya ke kolam

membasuh luka-lukanya

(Abdulhadi, Sarangan)

Selain citraan di atas, ada pula ahli sastra yang menambahkan jenis citraan lain, yaitu:

1. Citraan perasaan

Puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut,


penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili
perasaannya itu. Sehingga pembaca puisi dapat ikut hanyut dalam perasaan penyair.

Perasaan itu dapat berupa rasa sedih, gembira, haru, marah, cemas, kesepian, dan sebagainya.

Contoh:

Alangkah pilu siutan angin menderai

Mesti berjuang menghabiskan lagu sedih

Kala aku terpeluk dalam lengan-lenganmu

ebab keinginan saat ini mesti tewas dekat usia

(Toto Sudarto Bachtiar, Wajah)

2. Citraan intelektual

Citraan intelektual adalah citraan yang dihasilkan oleh/ dengan asosiasi-asosiasi intelektual.

Contoh:

Bumi ini perempuan jalang

yang menarik laki-laki jantan dan pertapa

ke rawa-rawa mesum ini

dan membunuhnya pagi hari

(Subagio Sastrowardoyo, Dewa Telah Mati)


Contoh puisi yang banyak mengandung citraan terlihat berikut ini.

DUKA CITA

Yang memucat wajahnya

merenungi kelabu dinding kamar

yang ditinggal mati penghuninya

sedang di luar

anjing terdiam

tak melihat kupu terbang

menjatuhkan madu di lidahnya

yang terasa getir

Angin tidak bekerja

ranting pohonan merunduk

menyesali daun kering yang terlepas

waktu perempuan berkerudung hitam

melangkah di atas daunan

berisik, menyayat hati burung

yang pecah telurnya

Tangan-tangan gadis

yang pucat mukanya

diam-diam meronce melati

sambil mengusap air mata

Di ujung desa

jenazah sedang di sucikan

(Kuntowijoyo)
Menghubungkan Isi Puisi dengan Realita Alam - Sebagaimana anda ketahui, puisi ditulis
berdasarkan inspirasi yang didapat oleh penyairnya melalui pengamatan atau perenungan atas
lingkungan sekitar. Contohnya, puisi yang menceritakan kesedihan yang sangat mendalam.
Puisi tersebut dibuat atas dasar perasaan dan kehidupan si penyair yang mungkin mempunyai
kenangan kesedihan yang begitu mendalam. Kesedihan itulah yang menginspirasi penyair,
perasaannya dicurahkan ke dalam bait-bait puisi.

Contoh lain, sering kali puisi muncul sebagia bentuk kritikan yang ditujukan kepada
pemerintahan. Puisi tersebut dibuat oleh sang penyair berdasarkan inspirasi atas beratnya
kehidupan dalam pemerintahan yang kurang tegas dalam menjalankan hukum, banyak
permasalahan, dan sering muncul kerusuhan termasuk tindak korupsi oleh pemerintahan,
yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Sama halnya dengan lirik lagu
Iwan Fals yang dibuat untuk mengkritik pemerintah.

Dengan demikian, seorang penyair tidak dapat dilepaskkan dari kondisi kehidupan alam
sekitar, termasuk juga keadaan alam tempat penyair itu berada. Benda-benda dan suasana di
sekelilingnya sering kali dipergunakan penyair untuk mengekspresikan perasaan ataupun
pikiran-pikirannya.

Perhatikan puisi berikut.

SENJA DI PELABUHAN KECIL


Buat Sri Ayati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta


di anatara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut,
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah, air tidur, hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai ke empat, sedu penghabisan bisa terdekap.

(Chairil Anwar,
1946)

Untuk dapat menghubungkan isi pusi dengan realitas alam dan atau realitas sosial budaya,
yang perlu diketahui pertama kali adalah isi puisi itu sendiri. Pahamilah bait isi puisi dengan
cara mengartikan kata-kata konotasi, kata yang bermakna lambang, ataupun dengan cara
memparafrasekan puisi tersebut.

Setelah memahami isi puisi atau perasaan yang ingin disampaikan penyair, langkah
selanjutnya mencari realitas alam. Maksudnya, penyair mencurahkan puisi sering kali
menggunakan perwakilan benda-benda ataupun suasan lingkungan alam sekitar. Selanjutnya
menghubungkan isi puisi dengan realitas alam yang tergambar dalam puisi tersebut, mengapa
penyair memilih perwakilan benda-benda tertentu ataupun suasana tertentu yang dirasa paling
tepat untuk mewakilkan perasaannya.

Menghubungkan Isi Puisi dengan Sosial Budaya

Puisi yang dibuat oleh penyair sering kali diwarnai oleh kehidupan sosial budaya. Seperti
yang telah dijelaskan di atas, dalam kaitannya dengan sosial, penyair kadang mewarnai isi-isi
puisi dengan realita kehidupan sosial yang sedang terjadi sebagai bentuk kritikan. Selain itu,
unsur-unsur budaya kerap kali tertulis dalam sajak-sajak yang dibuatnya.

Gambaran seorang penyair yang religius, mereka akan menuangkan ayat-ayat AL Quran ke
dalam puisinya. Gambaran seorang penyair asli solo, mereka akan menuangkan kehidupan
sosial budayanya ke dalam bentuk puisi.

Perhatikan contoh puisi berikut yang notabene ditulis oleh orang solo

Gelak tawa keramaian menusuk telinga


Bingar-bingar suasana di penghujung jalan
Diwarnai kelap-kelip cayaha sekaten
Tapi tak jua mengusik kesunyianku

Secara sekilas, isi puisi tersebut mempunyai makna seseorang yang merasa hatinya sunyi
walapun sedang berada di tengah keramaian suasana sekaten. Dalam puisi di atas, diwarnai
kebudayaan sekaten yang mejadi budaya masyarakat Jawa Tengah.

Contoh selanjutnya

SURAT CINTA

Wahai, Dik Narti


Dengan bunga-bunga dan keris keramat
Kuingin membimbing kau ke altar
Untuk dikawinkan

(W.S. Rendra, 1959)


Kata panggilan Dik dalam petika puisi di atas tidak lepas dari kehidupan sosial budaya, dalam
hal ini Jawa. Pemuda Jawa menggunakan panggilan dik untuk orang yang terkasih atau orang
yang di bawah usianya. Kata-kata keris keramat juga merupakan gambaran budaya Jawa.
Keris adalah senjata pusaka msyarakat Jawa yang sering dikeramatkan. Latar belakang
keagamaan penyair, yang waktu itu masih Kristen, tergambar pula di dalamnya. Kata altar
merupakan kata yang menyimbolkan suatu tradisi dalam agama Kristen.

Dalam kegiatan ini, kita harus tahu secara persis latar kehidupan sang penyair sehingga
mampu menghubunglkan isi puisi dengan realitas sosial budaya.

Bagaimana kalau kita tidak tahu? Alternatifnya kita bisa menggunakan analisis kita yang
masih sebatas dugaan. Dicirikan dengan kata “mungkin, sepertinya”.
Dicontohkan sebagia berikut.

Kata panggilan Dik dalam petika puisi di atas tidak lepas dari kehidupan sosial budaya, dalam
hal ini Jawa. Pemuda Jawa menggunakan panggilan dik untuk orang yang terkasih atau orang
yang di bawah usianya. Mungkin Rendra adalah salah satu penyair yang berasal dari Jawa,
atau bisa juga sang penyair pernah mengamati kebiasaan sosial Jawa dan sangat tahu betul
kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa, sehingga tidak heran jika ia menuangkan kata-
kata itu ke dalam puisinya.

Anda mungkin juga menyukai