Bagi saya mendefinisikan puisi bukanlah perkara yang mudah. Apalagi bentuk-
bentuk puisi untuk saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan beraneka
ragam. Oleh sebab itu untuk memperudah dan mempersingkat waktu, disini saya akan
mencoba menjelaskan puisi menurut perspektif saya pribadi, yang setidaknya akan sedikit
memberikan gambaran kepada teman-teman yang ingin belajar menciptakan puisi. Menurut
saya, puisi merupakan “ungkapan tidak langsung” atau meminjam istilah yang digunakan
pak Sapardi Djoko Damono “Bilang Begini Maksudnya Begitu”, baik itu ungkapan tentang
perasaan, gagasan atau pun pengalaman yang dialami oleh pembuat puisi, baik pengalaman
imajinatif maupun pengalaman yang diperoleh dari kehidupan individu atau pun sosial. Dan
itulah yang membedakan antara puisi dengan genre sastra yang lain, sebab bahasa yang
digunakan dalam puisi merupakan bahasa yang mempunyai kekuatan puitik-estetik.
Ada beberapa perangkat pembentuk puisi yang harus diperhatikan dalam proses
menciptakan puisi. perangkat perangkat tersebut diantaranya :
1. Bahan puisi
Bahan puisi bisa berasal dari apa saja, bisa dari realitas kehidupan ataupun imajinasi
penulis. Apapun bisa kita jadikan sebagai bahan puisi. Saya ambilkan contoh satu
puisi saya (walaupun masih jelek) yang saya tulis saat mengawasi imtihan:
Selain bertumpu pada diksi yang cermat, juga harus memperhatikan konotasi. Yang
di maksud konotasi adalah tautan yang menimbulkan rasa pada seseorang ketika
berhadapan dengan kata.
Perhatikan contoh berikut:
- Selembar daun rontok
- Selembar daun jatuh
- Selembar daun luruh
Kata rontok, jatuh, luruh, sebenarnya memiliki makna yang serupa. Kata-kata
tersebut bisa dipilih tergantung pada suasana dan perasaan yang ingi disampaikan.
Kata rontok memberi nuansa ketidakberdayaan. Kata jatuh menuansakan rasa sakit.
Dan kata luruh memberikan suasana ketidakberdayaan yang lembut. Ketiga kata
tersebut memikiki makna yang serupa namun memberikan nuansa suasana yang
berbeda yag bisa menimbulkan efek berbeda dari para pembacanya.
Dalam diksi selain harus memperhatikan konotasi kita juga harus memperhatikan
bunyi/rima yang di hasilkan kata tersebut. Sebab rima juga akan megasilkan efek
estetik tersendiri bagi puisi. Bunyi juga mampu memberi kekuatab ekpresif dan
membantu pembaca menemukan suasana yang disajikan oleh penyairnya. Dalam
puisi lama irama terbentuk dengan pola tertentu yang disebut pola rima, seperti
pola a-b-a-b atau pola a-a-b-b dan sebagainya. Namun dalam puisi moderen kita
tidak harus menggunakan pola yang monoton, yang terpenting memberikan efek
bunyi yang estetik.
Kubakar cintaku
dalam hening nafas-Mu
perlahan lagu menyayat
nasibku yang penat
…
(“Kubakar Cintaku”, Emha Ainun Najib)
…
(“Hampa”, Chairil Anwar)
3. Bahasa puisi
Seperti yang telah disampaikan diawal, bahwa puisi adalah ungkapan tidak langsung.
Dan ketidaklangsungan ini dihasilkan dari majas atau gaya bahas. Majas sendiri
memiliki jenis yang beaneka ragam, diantaranya majas perbandingan, majas
penegasan, majas sindiran, dan majas pertentangan. Dan dari keempat majas itu
pun masih dibagi menjadi beberapa majas lagi, dalam majas perbandingan dibagi
menjadi majas personifikasi, metafora dan asosiasi dan masih banyaklagi untuk
mengulasnya satu persatu pastilah membutuhkan waktu yang sangat lama. intinya
majas inilah unsur terpenting dalam puisi, hampir semua puisi pasti mengandung
majas.
- Majas personifikasi
Gaya bahasa yang cara mengungkapkannya dengan menjadikan benda mati
berkelakuan seperti manusia.
Contoh:
…
(“Nyanyi Sunyi”, Amir Hamzah)
…
(“Hujan Menjelang Subuh”, Tjahjono Widarmanto)
- Majas simile
Gaya bahasa yang pengungkapannya dengan menggunakan kata pengubung
seperti bagaikan, layaknya, laksana, dll.
Contoh
Seperti sisik, masa lalumu bertumpuk-tumpuk
Melingkar-lingkar di akar-akar bakau
Membelit menyisakan cerita perih
…
(“Pelabuhan Sunyi”, Hasta Indriyana)
- Majas metafora
Gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung dalam bentuk yang
singkat. Lebih mudahnya metafora adalah gabungan dua kata yang membentuk
arti baru, seperti bunga desa, buaya darat, tangan besi, dan sebagainya,.
Metafora disebut mati apabila artinya diketahui dan dipergunakan secara umum
di dalam masyarakat, atau disebut klise, sehingga masyarakat tidak mengetahui
bahawa hal tersebut adalah metafora. Misalnya sapu tangan, menarik hati,
darah buru, dan sebagainya.
…
(“Aku”, Chairil Anwar)
Binatang jalang=manusia yang mencintai kemerdekaan.
Mungin untuk sementara waktu hanya itulah yang bisa saya bagikan. Meskipun
tak ada resep pasti dalam pembuatan puisi, setidaknya apa yang saya sampaikan
semoga akan sedikit membantu teman-teman menggambarkan perihal puisi.
Dan perlu di ingat, ini hanyalah tulisan remeh temeh saja. Adapun resep paling
mujarab dan cespleng adalah membaca, membaca, mambaca, menulis,
menulis, dan menulis.