Anda di halaman 1dari 13

Puisi

Puisi (dari bahasa Yunani kuno: / (poio/poi) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas
estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.

Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa.
Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis
literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi
hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.

Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk
menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal
tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang
diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan
puisi baru

Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah
puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan
bukan pada pokok puisi tersebut.

Didalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah
sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.

Dibeberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal
puisi tersebut.

Hal-hal Membaca Puisi


Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
1. Ketepatan ekspresi/mimik
Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
2. Kinesik yaitu gerak anggota tubuh.
3. Kejelasan artikulasi
Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata.
4. Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
5. Irama puisi artinya panjang pendek, keras lembut, tinggi rendahnya suara.
6. Intonasi atau lagu suara
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
7. Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting.
8. Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan
sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
9. Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Unsur-unsur puisi
Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi

A. Struktur Fisik Puisi

Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
o Tipografi berkenaan dengan bentuk lahir, yang langsung dikenali
o Pembeda (sementara) antara puisi dan prosa/drama
o Baris-baris puisi tidak selalu di awali dari tepi kiri dan berakhir di tepi kanan
o Mengenal adanya enjabement (lompatan baris)
o Baris kata atau kalimat dalam puisi membentuk periodisitet yang disebut bait

Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang
sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-
kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan
imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami penyair.
o Citraan Penglihatan: dihasilkan dengan memberi rangsangan indra penglihatan, berupa sumber dan kualitas cahaya
o Citraan Pendengaran: dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan sumber dan kualitas bunyi

1
o Citraan Penciuman: dihasilkan dengan menyebutkan dan menguraikan sumber dan kualitas bau
o Citraan Pencecapan: dihasilkan dengan menyebutkan dan menguraikan sumber dan kualitas rasa
o Citraan Perabaan: berupa rangsangan kepada perasaan atau sentuhan, biasanya berupa kualitas dan permukaan
bahan
o Citraan Pikiran: dihasilkan oleh adanya asosiasi dan analogi pikiran
o Citraan Gerak: dihasilkan dengan cara menghidupkan dan memvisualkan sesuatu hal yang tidak bergerak menjadi
bergerak

Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan
hidup, dll., sedangkan kata kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
Contoh :
o Pengemis/gembel: gadis kecil berkaleng kecil daripada gadis peminta-minta
o Dunia penuh kemayaan: hidup dari kehidupan angan-anagn yang gemerlapan
o Kedukaan: bulan di atas itu tak ada yang punya // kotaku hidupnya tak punya tanda
o Penuh dosa: aku hilang bentuk/ remuk
o Perjalanan ke surga: kuketuk pintu langit

Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan
makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro
toto, totem pro parte, hingga paradoks.
A. Metafora
Metafora adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia, dan juga berbagai bahasa lainnya. Metafora adalah
majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis. Contoh:
Engkau belahan jantung hatiku sayangku.
Raja siang keluar dari ufuk timur.
Jonathan adalah bintang kelas dunia.
yang bukan mengunakan kata kata arti sesungguhnya melainkan sebagai kiaasan
yang berdasarkan persamaan dan perbandingan.
B. Simile
Simile adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Simile adalah majas yang membandingkan sesuatu hal
dengan hal yang lainnya, dengan menggunakan kata penghubung atau kata pembanding, contohnya seperti,
bagaikan, bak, layaknya, laksana, dll. Contoh:
" Wajahmu bagaikan rembulan yang bersinar di malam hari" " Gadis itu bagaikan bunga mawar yang baru
mekar" " Persahabatan kami layaknya rantai yang kokoh" " Rambutmu bak mayang terurai" " Engkau laksana
bulan"
C. Personifikasi
Personifikasi adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Personifikasi adalah majas yang memberikan
sifat-sifat manusia pada benda mati. Contoh:
Saat ku melihat rembulan, dia seperti tersenyum kepadaku seakan-akan aku merayunya.
Mentari pagi hari membangunkan isi bumi.
Daun pohon kelapa di pantai itu melambai - lambai memanggilku.
D. Litotes
Litotes adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Litotes adalah majas yang mengungkapkan
perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut. Biasanya hal ini dicapai dengan menyangkal lawan daripada
hal yang ingin diungkapkan. Contoh:
Akan kutunggu kehadiranmu di bilikku yang kumuh di desa
Wanita itu parasnya tidak jelek
E. Ironi
Ironi (dari bahasa Yunani Kuno eirnea, melalui bahasa Belanda ironie) adalah salah satu jenis majas
dalam Bahasa Indonesia. Ironi adalah majas yang mengungkapkan sindiran halus. Contoh:
Kota Jakarta sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.
Suaramu merdu seperti kaset kusut
F. Eufemisme
Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar.
Contoh : "Di mana 'tempat kencing'nya?" dapat diganti dengan "Di mana 'kamar kecil'nya?". Kata "tempat
kencing"(dalam bahasa sehari-hari biasa juga disebut WC) tidak cocok jika akan digunakan untuk percakapan
yang sopan. Kata "kamar kecil" dapat menggantikannya. Kata "kamar kecil" ini konotasinya lebih sopan
daripada kata "tempat kencing". Jadi dalam eufemisme terjadi pergantian nilai rasa dalam percakapan dari
kurang sopan menjadi lebih sopan.
G. Pleonasme
Pleonasme adalah salah satu majas dalam bahasa Indonesia. Pleonasme adalah majas yang menambahkan
keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak dibutuhkan
atau menurut KBBI adalah "pemakaian kata-kata yang lebih dari apa yang diperlukan". Maka dari itu,
Pleonasme termasuk dalam kategori majas penegasan.
Contoh kalimat yang menggunakan majas pleonasme adalah:
"Dia turun ke bawah."

2
o Jelaslah bahwa seseorang turun pasti ke bawah.
"Saya sudah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri."
o Jelaslah bahwa seseorang melihat suatu kejadian pasti menggunakan mata kepalanya sendiri.
H. Alusio
Majas perbandingan yang menggunakan berbagai kata kiasan, peribahasa atau sampiran pantun yang sudah
lazim digunakan semua orang.
Contoh penggunaan :
Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
Penjelasan :
Kata 'Batang hidung' dalam kalimat di atas sudah lazim didengar orang dan diketahui artinya, yang mana
'Batang hidung' berarti " Sosok seseorang ". Kalimat di atas berarti : Sudah dua hari ia tidak terlihat sosoknya (
bersembunyi ).
I. Pars pro toto
Pars pro toto adalah sebuah majas yang digunakan sebagian unsur/objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
Contoh: Sudah ditunggu hingga satu jam lamanya tetapi ia tidak nampak batang hidungnya.
Di sini 'batang hidung' disebutkan (sebagai anggota tubuh) sebagai kata ganti untuk menyebut seseorang (secara
keseluruhan anggota tubuhnya lainnya)
J. Totum pro parte
Totum pro parte adalah sebuah majas yang digunakan untuk mengungkapan keseluruhan objek padahal yang
dimaksud hanya sebagian.
Contoh: Indonesia menang atas Thailand dalam pertandingan sepak bola di Jakarta kemarin sore.
Di sini disebutkan Indonesia dan Thailand (keseluruhan negara Indonesia dan Thailand, namun yang
dimaksudkan adalah tim nasional sepak bola Indonesia dan tim nasional sepak bola Thailand)

Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
A. Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
B. Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak
penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
C. Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat
menonjol dalam pembacaan puisi.
Versifikasi berkenaan dengan karakteristik karya puisi, yakni persajakan
o Versifikasi meliputi: (a) ritma, (b) rima, dan (c) metrum
o Ritma (rhythm), yaitu pergantian turun naik, keras lembut, panjang pendek, tinggi rendah ucapan bunyi bahasa
dengan teratur
o Rima (rhyme), yakni pengulangan bunyi dalam baris atau larik, berupa aliterasi, asonansi, persamaan bunyi
awal/tengah/akhir
o Metrum adalah irama yang tetap menurut pola tertentu, karena (i) jumlah suku kata, (ii) tekanan yang tetap, dan (iii)
alunan suara menaik dan menurun tetap

B. Struktur Batin Puisi

Struktur batin puisi terdiri dari

Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus
bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
o Sesuatu yang menjadi pikiran pengarang,
o Sesuatu yang menjadi dasar bagi penulisan puisi
o Dapat berupa segala permasalahan hidup
o Permasalahan tersebut disusun dan diperkaya dengan ide, gagasan, cita-cita, dan sikap (pendirian) penyair
o Dalam tema selain sesuatu yang dipikirkan penyair, juga terbayang pandangan hidup penyair, bagaimana penyair
melihat permasalahan ang dipikirkannya itu
o Penyair tidak pernah menyebut apa tema puisi yang ditulisnya
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan
rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan
penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah,
menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca
o Amanat atau tujuan adalah hal-hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya
o Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun dan di balik tema yang diungkapkan
o Dalam puisi tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra
o Arti puisi bersifat kias, subjektif, dan umum
o Makna berhubungan dengan individu, konsep seseorang, situasi, tempat penyair mengimajinasikan puisinya

3
Jenis-Jenis Puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru

A. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
Ciri puisi lama:
1. Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
2. Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
3. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
A. Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammualaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
B. Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris
awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak,
muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati
C. Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
D. Seloka adalah pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
E. Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
F. Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau
cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
G. Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
B.Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
Bentuknya rapi, simetris;

4
Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Sebagian besar puisi empat seuntai;
Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
A. Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik
dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul
Balada Matinya Seorang Pemberontak.
B. Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati
seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian
himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati
(guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
C. Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun,
membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
D. Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur
pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
E. Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti
keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
F. Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah
karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

5
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
G. Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam
terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(WS Rendra)
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
1. Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bahgia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
3. Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
4. Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh :
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)

6
5. Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika harilah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
6. Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
7. Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
8. Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat
baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata
sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda
diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai
Pelopor/Bapak Soneta Indonesia. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris,
tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat
belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)

C. Puisi Kontemporer
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan
perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir.
Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang
kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau
lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:

7
Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
Hamid Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
1. Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama
memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan
akibat tertentu
Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)
2. Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang
umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk
menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam
puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata
dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik
Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.

Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
3. Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar
tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya
terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi
penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)

8
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan
kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola)
tertentu.
Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan
penuh perenungan (kontemplatif)

Teknik Membaca Puisi

1. INTRODUKSI
Deklamasi berasal dari bahasa Latin yang maksudnya declamare atau declaim yang membawa makna membaca
sesuatu hasil sastera yang berbentuk puisi dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat bantu. Gerak yang dimaksudkan ialah
gerak alat bantu yang puitis, yang seirama dengan isi bacaan. Umumnya memang deklamasi berkait rapat dengan puisi,
akan tetapi membaca sebuah cerpen dengan lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan mendeklamasi. Mendeklamasikan
puisi atau cerpen bermakna membaca, tetapi membaca tidak sama dengan maksud mendeklamasi. Maksudnya di sini
bahawa apapun pengertian membaca tentunya jauh berbeda dengan maksud deklamasi.
2. MAKNA KATA DEKLAMASI
Sudah jelas deklamasi itu berasal dari bahasa asing, jadi maknanya ia bukan kata asli Malaysia atau Indonesia. Ia
sudah lama digunakan hingga menjadi bahasa Malaysia. Memang keadaan semacam ini sering berlaku di Malaysia, misalnya
kata neraka, izin, zaman, ajal, karam dan lain-lain berasal dari bahasa Arab, sedang tauco, tauge berasal dari bahasa
Tionghua. Manakala dastar, kenduri, kelasi berasal dari bahasa Persi. Lampu, mesin, koki, repot dari bahasa Belanda,
manakala pensil, botol berasal dari bahasa Inggeris dan demikianlah halnya deklamasi berasal dari bahasa Latin.
Di Indonesia perkataan deklamasi sudah ada lewat tahun 1950 dan di Malaysia hanya terkenal sejak kebelakangan
ini, tetapi sebelum itu disebut baca puisi dan adapun orang mulai mendeklamasi puisi sudah sejak berpuluh tahun yang lalu,
baik di Malaysia ataupun di luar negeri. Deklamasi ertinya membawa puisi-puisi, sedang orang yang melakukan deklamasi
itu disebut "Deklamator" untuk lelaki dan "Deklamatris" untuk perempuan.
Apa bezanya deklamasi dan nyanyi? Menyanyi ialah melagukan suatu nyanyian dengan menggunakan not-not do-re-
mi atau not balok, sedang deklamasi ialah membawakan pantun-pantun, syair, puisi atau sajak dengan menggunakan irama
dan gaya yang baik. Disamping itu kita mengenal pula: menari, melukis, memahat, sandiwara dan lain-lain. Semuanya itu
mempunyai cara-cara dan aturannya sendiri-sendiri.
3. BAHAN YANG DIDEKLAMASIKAN
Tentu saja tidak semua pantun, sajak atau puisi dapat dideklamasikan, malah cerpen dan novel juga boleh
dideklamasikan/soalnya kita harus memilih mana sajak, puisi, pantun-pantun yang baik dan menarik untuk dideklamasikan.
Kala kita menyanyi biasanya memilih lagu-lagu yang dapat kita nyanyikan, seperti "Bintang Kecil" atau lagu-lagu yang
rentaknya keroncong dan lain-lain, pokoknya semua lagu yang telah kita nyanyikan. Bagaimana kita akan menyanyi, kalau
kita tidak dapat menyanyikan sesuatu lagu?
Demikian pula halnya dengan deklamasi. Hanya saja kalau menyanyi itu harus mempelajari not-notnya dahulu,
sedang pada deklamasi harus dipelajari tanda-tanda atau aturan-aturannya dahulu. Seperti telah kita terangkan di atas,
yang dideklamasikan itu hanya yang berupa pantun, syair, sajak atau puisi dalam bahasa Malaysia, tetapi sejak dulu orang
pernah juga mendeklamasikan puisi dalam bahasa daerah seperti bahasa Bajau, Kadazan, Murut, Brunei, Iban atau Dusun
dan di sini hanya diperkatakan dan dipelajari deklamasi dalam bahasa Malaysia saja.
4. CARA BERDEKLAMASI
Seperti telah dijelaskan bahawa berdeklamasi itu membawakan pantun, syair dan sajak atau puisi. Kemudian apakah
cukup hanya asal membawakan sahaja? Tentu tidak! Berdeklamasi, selain kita mengucapkan sesuatu, haruslah pula
memenuhi syarat-syarat lainnya. Apakah syarat-syarat itu? Sebelum kita berdeklamasi, kita harus memilih dulu pantun,
syair, sajak apa, yang rasanya baik untuk dideklamasikan. Terserah kepada keinginan masing-masing.
Yang penting pilihlah sajak atau puisi, pantun atau syair yang memiliki isi yang baik dan bentuk yang indah
dideklamasikan. Mengenai hal isi tentunya dapat minta nasihat, petunjuk dan bimbingan daripada mereka yang lebih
berpengalaman dan berpengetahuan atau ahli dalam bidang deklamasi.
Kalau kita sudah memilih sebuah puisi misalnya, tentu saja boleh lebih dari sebuah. Hal ini sering terjadi dalam
sayembara yang dikira harus terdiri puisi wajib dan puisi pilihan. Nah, sesudah itu, lalu apa lagi yang harus kita perbuat?
Maka tidak boleh tidak harus mentafsirnya terlebih dahulu.
5. MENAFSIR PUISI
Apakah puisi yang kita pilih itu berunsur kepahlawanan, keberanian, kesedihan, kemarahan, kesenangan, pujian dan
lain-lain? Kalau puisi yang kita pilih itu mengandung kepahlawanan, keberanian dan kegagahan, maka kitapun harus
mendeklamasikan puisi tersebut dengan perasaan dan laku perbuatan, yang menunjukkan seorang pahlawan, seorang yang
gagah berani. Kita harus dapat melukiskan kepada orang lain, bagaimana kehebatan dan kegagahan kapal udara itu.
Bagaimana harus mngucapkan kata-kata yang seram dan menakutkan.
Sebaliknya kalau saja puisi yang kita pilih itu mengadung kesedihan, sewaktu kita berdeklamasi haruslah betul-betul
dalam suasana yang sedih dan memilukan, bahkan harus bisa membuat orang menangis bagi orang yang mendengar dan
melihat kita sedih, ketika dideklamasikan menjadi sebuah puisi yang gembira, bersukaria atau sebaliknya. Tentu saja hal-hal
seperti itu harus dijaga benar-benar. Kerana itu, harus berhati-hati, teliti, tenang dan sungguh-sungguh dalam menafsir
sebuah puisi.
Bacalah seluruh puisi itu berulang-ulang sampai kita mengerti betul apa-apa yang dikandung dan dimaksud oleh
puisi tersebut. Juga kata-kata yang sukar dan tanda-tanda baca yang kurang jelas harus difahami benar-benar, Jika sudah
dimengerti dan diselami isi puisi itu, barulah kita meningkat ke soal yang lebih lanjut.

9
6. MEMPELAJARI ISI UNTUK MENDEKLAMASI PUISI
Cara mengucapkan puisi itu tak boleh seenaknya saja, tapi harus tunduk kepada aturan-aturannya: di mana harus
ditekankan atau dipercepatkan, di mana harus dikeraskan, harus berhenti, dimana harus dilambatkan atau dilunakkan, di
mana harus diucapkan biasa dan sebagainya. Jadi, bila kita mendeklamasikan puisi itu harus supaya menarik, maka harus
dipakai tanda-tanda tersendiri:
------- Diucapkan biasa saja

/ Berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di tengah baris

// Berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih berhubungan

ertinya dengan baris berikutnya

/// Berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada penghabis

san puisi

^ Suara perlahan sekali seperti berbisik

^^ Suara perlahan sahaja

^^^ Suara keras sekali seperti berteriak

V Tekanan kata pendek sekali

VV Tekanan kata agak pendek

VVV Tekan kata agak panjang

VVVV Tekan kata agak panjang sekali

____/ Tekanan suara meninggi

____ Tekanan suara agak merendah

Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing orang berbeda tergantung kepada
kemahuannya sendiri-sendiri. Dari sinilah kita dapat menilai: siapa orang yang mahir dan pandai berdeklamasi.
Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita letakkan dengan baik dan dalam meletakkannya jangan asal meletakkan saja, tapi
harus memakai perasaan dan pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca berita: ada koma, ada titik, tanda-tandanya,
titik koma dan lain-lain.
Kalau tanda-tanda itu sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca puisi tersebut berulang-ulang sesuai dengan
irama dan aturan tanda itu. Dengan sendirinya kalau kita sudah lancar benar, tekanan-tekanan, irama-irama dan gayanya
takkan terlupa lagi selama kita berdeklamasi.
7. PUISI HARUS DIHAFAL
Mendeklamasi itu ialah membawakan puisi yang dihafal. Memang ada juga orang berdeklamasi puisi di atas kertas
saja. Cara seperti itu kurang enak kecuali jika untuk siaran pembacaan puisi di radio atau rakaman. Tetapi deklamasi itu
selalu saja didengar dan ditonton orang. Mana mungkin para penonton akan senang, melihat kita berdeklamasi kalau muka
kita tertunduk melulu terus menerus kala mendeklamasikan puisi itu. Tentu saja membosankan bukan?
Makanya sebaik mungkin deklamator harus menghafal puisi yang mahu dideklamasi itu. Caranya ulangilah puisi itu berkali-
kali tanpa mempergunakan teks, sebab jika tidak demikian di saat kita telah naik pentas, kata-kata dalam puisi itu tak
teringat atau terputus-putus.
Betapa lucunya seorang deklamator, ketika dengan gaya yang sudah cukup menarik di atas panggung, di muka
penonton yang ramai, tiba-tiba ia lupa pada kalimat-kalimat dalam puisi. Ia seperti terhenti, terpukau, mau bersuara tak
tentu apa yang harus diucapkan. Mau mengingat-ingat secara khusuk terlalu lama. Menyaksikan keadaan demikian itu
sudah tentu para penonton akan kecewa. Bagi sideklamator sendiri akan mendapat malu. Oleh kerana itu dihafalkanlah
puisi itu sebaik-baiknya sampai terasa lancar sekali. Setelah dirasakan yakin, bahawa sebuah puisi telah sanggup dibaca di
luar kepala, barulah berlatih mempergunakan mimik atau "action"
Cara menghafal tentu saja dengan cara mengingatnya sebaris demi sebaris dan kemudian serangkap demi serangkap
disamping berusaha untuk mengerti setiap kata/ayat yang dicatatkan kerana hal itu menjadi jelasnya maksud dan tujuan isi
puisi itu.
8. DEKLAMASI BUKAN UCAPAN SEMATA
Deklamasi bukan ucapan semata. Deklamasi harus disertai gerak-gerak muka, kalau perlu dengan gerak seluruh
anggota badan atau seluruh tubuh, tetapi yang paling penting sekali ialah gerak-gerak muka. Dengan ucapan-ucapan yang
baik dan teratur, diserta dengan gerak geri muka nescaya akan bertambah menarik, apa lagi kalau ditonton. Dari gerak geri
muka itu penonton dapat merasakan dan menyaksikan mengertikan puisi yang dideklamasikan itu. Apakah puisi itu
mengandung kesedihan, kemarahan, kegembiraan dan lain-lain.
Hanya saja dalam melakukan gerak geri itu jangan sampai berlebih-lebihan seperti wayang orang yang bergerak ke
sana ke mari, sehingga mengelikan sekali. Berdeklamasi secara wajar, tertib dan mengesankan.

10
9. CARA MENGHAKIMI
Untuk mudahnya bagi seorang deklamator/deklamatris melengkapi dirinya dalam mempersiapkan kesempurnaan
berdeklamasi, maka seorang calon harus mengetahui pula hal-hal yang menjadi penilaian hakim dalam suatu sayembara
deklamasi. Yang menjadi penilaian hakim terhadap pembawa puisi atau deklamator meliputi bidang-bidang seperti berikut:
A. PENAMPILAN/PERFORMANCE
Sewaktu pembawa puisi itu muncul di atas pentas, haruslah diperhatikan lebih dahulu hal pakaian yang
dikenakannya. Kerapian memakai pakaian, keserasian warna dan sebagainya akan menambahkan angka bagi si pembawa
puisi. Tentu saja penilaian pakaian ini bukan terletak pada segi mewah tidaknya pakaian itu, tetapi dalam hal kepantasan
serta keserasiannya. Kerana itu, perhatikanlah pakaian lebih dahulu sebelum tampil di atas pentas. Hindarikan diri dari
kecerobohan serta ketidakrapian berdandan.
B. INTONASI/TEKANAN KATA DEMI KATA
Baris demi baris dalam puisi, sudah tentu tidak sama cara memberikan tekanannya. Ini bergantung kepada
kesanggupan dipembawa puisi menafsirkan tiap-tiap kata dalam hubungannya dengan kata lainnya. Sehingga ia
menimbulkan suatu pengungkapan isi kalimat yang tepat. Kesanggupan sipembawa puisi memberikan tekanan-tekanan
yang sesuai pada tiap kata yang menciptakan lagi kalimat pada baris-baris puisi, akan memudahkan mencapai angka
tertinggi dalam segi intonasi.
C. EKSPRESI/KESAN WAJAH
Kemampuan sipembawa puisi dalam menemukan erti dan tafsiran yang tepat dari kata demi kata pada tiap baris
kemudian pada kelompok bait demi bait puisi akan terlihat pada kesan air muka atau wajahnya sendiri. Ada kalanya seorang
pembawa puisi tidak menghayati isi dan jiwa tiap baris puisi dalam sebuah bait, sehingga antara kalimat yang diucapkan dan
airmuka yang diperlihatkan tampak saling bertentangan.
Jadi, penghayatan itu sangat penting dan ia harus dipancarkan pada sinar wajah si pembawa puisi. Misalnya sebuah
bait dalam puisi yang bernada sedih haruslah digambarkan oleh sipembawa puisi itu melalui airmukanya yang sedih dan
bermuram durja.
D. APRESIASI/PENGERTIAN PUISI
Seorang pembawa puisi akan dinilai mempunyai pengertian terhadap sesuatu puisi, manakala ia sanggup
mengucapkan kata demi kata pada tiap baris puisi disertai kesan yang terlihat pada airmukanya. Jika tidak berhasil,
dikatakannya sipembawa puisi itu belum mempunyai apresiasi atau apresiasinya terhadap puisi itu agak kurang. Dalam
istilah umumnya apresiasi diterjemah lebih jauh lagi sebagai penghayatan.
Seorang pendeklamator yang baik/ia harus menghayati makna dan isi puisi yang mahu dideklamasikan dan tanpa
menghayatinya, maka sudah tentu persembahannya bakal hambar, lesu dan tak bertenaga.
E. MIMIK/ACTION
Mimik atau action dalam sebuah deklamasi puisi sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan suasana
pembacaan puisi. Seorang pembawa puisi yang berhasil ia akan mengemukan sesuatu action atau mimik itu sesuai dengan
perkembangan kata demi kata dalam tiap baris dan tidak bertentangan dengan jiwa dan isi kata-kata kalimat dalam puisi.
Terjadinya kontradiksi antara apresiasi dan action menimbulkan kesan yang mungkin bisa menjadi bahan tertawaan
penonton, Hal ini harus dipelajari sebaik-baiknya oleh sipembawa puisi. Tanpa hal itu, ia tak mungkin bisa mndapatkan
angka terbaik dalam pembawaan puisi.
Sebagi contoh: ketika dipembawa sajak menyebut "dilangit tinggi ada bulan" tetapi mimik kedua belah tangan
menjurus ke bumi, Hal ini akan menimbulkan bahan tertawaan bagi penonton, mana mungkin ada bulan di bumi, tentu hal
itu tidak mungkin sama sekali. Betapapun bulan selalu ada di langit. Inilah yang dimaksud betapa pentingnya pembawa sajak
menguasai apresiasi puisi, sehingga dapat menciptakan mimik yang sesuai dengan keadaan isi dan jiwa puisi itu.
F. TATATERTIB
Untuk menambahkan lebih sempurna lagi bagi pengetahuan seorang deklamator atau deklamatris, maka dibawa ini
kita kemukakan beberapa tatatertib berdekmalasi:
F.1 Berdirilah baik-baik di atas pentas yang telah tersedia
F.2 Pakaian harus menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan
F.3 Menghadap kepada penonton, memandang ke sekeliling dengan airmuka yang berseri-seri, lalu memberi salam
kepada hadirin dengan hormat, Dengan jalan menganggukkan kepala.
F.4 Bacalah jodol puisi dan sebut nama penulisnya dengan suara yang jelas/tepat dengan nada suara yang wajar
F.5 Berhenti beberapa detik, menyiapkan nafas, lalu mulailah pembacaan deklamasi itu sebaris demi sebaris, bait
demi bait.
F.6 Selama pembacaan puisi, perhatian harus tercurah kepada puisi itu sendiri dan jangan tergoda oleh hiruk pikuk
suara atau bunyi lain terutama sekali penonton.
F.7 Ketika pembacaan puisi itu selesai, berhentilah beberapa saat, melepaskan nafas, lalu menghormati penonton
dan kepada para hakim.
F.8 Biasakanlah dengan sikap yang tenang dan wajar ketika meninggalkan pentas dan tidak usah tergesa-gesa.
10. HARAPAN DAN ANJURAN
Sesuai dengan pembangunan yang berencana di bidang pendidikan dan pengajaran, maka pelajaran deklamasi itu
mendapat tempat dan sambutan yang baik di kalangan murid-murid sekolah dan orang awam, guru-guru dan masyarakat
Malaysia. Sebab pelajaran deklamasi amat penting sekali dan tentu saja diharapkan sangat deklamasi terus mendapat
perhatian yang besar.
Murid sekolah sangat-sangat memerlukan bimbingan dan petunjuk dari guru yang berkebolehan, apa lagi dengan
adanya acara hari kemerdekaan, hari guru, hari ibu dan sebagainya dan dengan bantuan dari mereka yang berkebolehan,
maka sudah tentu bidang deklamasi ini akan lebih hebat lagi dan sekaligus akan dapat membentuk manusia Malaysia yang
baik, berjiwa besar dan punya semangat yang kuat untuk mempertahankan maruah bangsa sejagat.

11
Langkah-langkah Membuat Puisi
BySugeng Haryadi
A. Langkah-langkah Membuat Puisi
1. Menentukan tema puisi yang akan di buat
2. Menentukan kata kunci
3. Membuat kalimat dari kata kunci
4. Menentukan / meng urutkan kalimat agar runtut
5. Menulis puisi secara runtut
6. Memper halus/memperindah puisi yang telah di tulis
7. Menentukan judul
B. Penerapan langkah-langkah dalam membuat puisi contohnya sebagai berikut :
1. Menentukan tema puisi yang akan di buat
Contoh : Tema puisi adalah Global Warning
2. Menentukan kata kunci
Kata kunci untuk puisi yang bertemakan Global Warning contohnya :
Panas
Hutan
Kendaraan
pabrik
Ozon
Orang
Cuaca
Musim
3. Membuat kalimat dari kata kunci
Contohnya:
Panas terasa tak kenal waktu
Akibat penebagan hutan di mana-mana
Asap kendaraan menyebabkan racun, merusak alam
Asap pabrik
Ozon mulai menipis
Orang-orang mulai resah
Cuaca tidak menentu
Musim kemarau dan hujan tidak ada beda
4. Menentukan / meng urutkan kalimat agar runtut
Contohnya:
Panas terasa tak kenal waktu (3)
Akibat penebagan hutan di mana-mana (5)
Asap kendaraan menyebabkan racun, merusak alam ( 7 )
Asap pabrik ( 6 )
Ozon mulai menipis (8)
Orang-orang mulai resah (1)
Cuaca tidak menentu (2)
Musim kemarau dan hujan tidak ada beda (4)
5. Menulis puisi secara runtut
Contohnya:
Orang-orang mulai resah
Cuaca tidak menentu
Panas terasa tak kenal waktu
Musim kemarau dan hujan tidak ada beda
Akibat penebagan hutan di mana-mana
Asap pabrik
Ozon mulai menipis
6. Memper halus/memperindah puisi yang telah di tulis
Contohnya:
Orang-orang mulai resah gelisah
Cuaca tidak menentu
Panas tak kenal waktu
Musim kemarau dan hujan tidak ada beda
Akibat penebagan hutan di mana-mana
Asap pabrik dan
Ozon mulai menipis
7. Menentukan judul puisi
Judul puisi di atas misalnya Galau ( Karya Aries Susilowati)

12
C. Contoh hasil pembuatan puisi karya guru SD di Kecamatan Cilacap Tengah dalam KKG Kesenian

Kata kunci kalimat urutan


Panas hawa panas menyengat 1
Debu debu kendaraan menyapu wajah 2
Nafas nafas sesak di buatnya 3
Manusia ini semua ulah manusia 7
Ozon lapisan ozon menjerit karena tipis 4
Dampak inilah dampaknya 8
Bencanna bencana datang silih berganti 5
Menyesal keluhan dan rasa sesal tiada henti 6
Obat apakah obat dari semua ini 9
Hutan jagalah hutan agar kau aman 10
Pohon tanamlah pohon agar kau nyaman 11

GLOBAL WARNING
hawa panas menyengat
debu kendaraan menyapu wajah
nafas sesak di buatnya
lapisan ozon menjerit karena tipis
bencana datang silih berganti
keluhan dan rasa sesal tiada henti
ulah siapa ini semua
ini semua akibat tangan-tangan manusia
dan inilah dampaknya
lalu apa yang harus kau lakukan kawan
jagalah hutan agar kau aman
tanamlah pohon agar kau nyaman
(Karya Muhammadiyah 08)

13

Anda mungkin juga menyukai