Anda di halaman 1dari 11

10 PUISI

DAN UNSUR – UNSURNYA

Disusun Oleh :

Iyan Rachman
Kelas X TMI 2

SMK PGRI 1 TAMAN


2018
DOA

Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
(Karya: Chairil Anwar)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar


1. Tema: Ketuhanan
2. Nada dan Suasana:
Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap
pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan
puisi. Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya
hubungan penyair dengan Tuhannya.
Berhubungan dengan pembaca, maka puisi “Doa” tersebut bernada sebuah ajakan agar
pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu,
dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah
“pengembaraan di negeri asing”.
3. Perasaan:
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi
”Doa” gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu.
Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain:
termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa
berpaling.
4. Amanat:
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat kepada pembaca
agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat
tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair.
Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah
”pengembaraan di negeri asing” yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas
penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di Puntu-Mu Aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
KARANGAN BUNGA

Tiga anak kecil


Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu

“Ini dari kami bertiga


Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
siang tadi”.

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Karangan Bunga” Karya Taufiq Ismail


1. Tema: Kepahlawanan
2. Amanat: Kita harus menghargai jasa para pahlawan dan Kita harus meneruskan
perjuangan para pahlawan.
3. Sudut Pandang: Orang ketiga
4. Nada dan suasana: Nada sedih menimbulkan suasana duka
5. Tipografi: Bentuknya rapi, terdiri dari 2 bait, bait pertama terdiri dari 4
6. baris, bait kedua terdiri dari 5 baris.
7. Irama:
 Bait pertama bersajak a b c b
 Bait kedua bersajak a a a b b
 Penginderaan/Citraan/Imaji
Penglihatan:
 bait pertama baris 1-4
 bait kedua baris 1-2
 bait kedua baris 4-5
 bait kedua baris 3
8. Bahasa:
 Ungkapan/Pilihan Kata
 Tiga anak kecil: tiga tuntunan rakyat yang mekar dan baru lahir.
 Pita hitam sebagai tanda berduka cita/berkabung.
 Kakak kami berarti orang yang dianggap sebagai kakak. ( AR Hakim)
 Salemba: markas mahasiswa UI yang tergabung dalam KAMI
 Majas
 Datang ke Salemba: Alegori
 Pita hitam pada karangan bunga: Metafora
BERDIRI AKU
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang dating ubur terkembang

Angin pulang menyeduk bumi


Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas

Benang raja mencelup ujung


Naik marak menggerak corak
Elang leka sayap tergulung
Dimabuk warna berarak-arak

Dalam rupa maha sempurna


Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Berdiri Aku”


1. Tema:
 Tema Umum
Tema umum dari sajak ini adalah kesedihan.
 Tema Khusus
Sajak “Berdiri Aku” ini merupakan ekspresi kesedihan yang ditampilkan penyair dengan
suasana sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengankekasihnya
dan dia harus pulang ke Medan dan menikah dengan putrid pamannya. Perasan sedih yang
sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai disore hari. Dengan
demikian penyair hanya mampu melihat keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan
harapan telah hilang.
2. Feeling atau Rasa:
Dalam sajak berdiri aku tergambar sikap pesimis penyair dalam mengadapi permasalahan
hidupnya, sikap pesimis ini mejadikannya melankolis.
3. Amanat:
Amir Hamzah ingin menyampaikan ide dan pemikiranya untuk yang membacanya supaya
menyerahkan hidupnya kepada Tuhan karena hanya dialah yang mampu memberi kepastian
dalam kehidupan di dunia ini.
4. Tipograf/Tata Wajah:
Tipografi dalam sajak ini penyair memanfaatkan margin halaman kertas dan dalam penulisan
sajak ini. Penyair begitu memperhatikan EYD.
5. Diksi:
Kata-kata seperti, senyap, mengurai, mengempas, berayun-ayun dan sayap tergulung identik
dengan kesunyian. Kata-kata tersebut membentuk makna kesendirian yang ingin
digambarkan pengarang. Kata “maha sempurna” dalam akhir bait juga merupakan arti
konotasi dari tuhan yang maha sempurna. Kata “mengecap” memiliki arti yang ingin
dirasakan. Permainan kata-kata yang digunakan yang ditulis memang sebuah misteri untuk
menyembunyikan ide pengarang.
6. Citraan:
Sajak Berdiri Aku ini menimbulkan imaji penglihatan ”visualimagery”, seolah-olah kita
melihat suasana pantai yang indah. Dalam kalimat pertama imaji kita akan merasakan
kesejukan dengan kata-kata tersebut tetapi satyang angin itulah yang menghempaskan
harapan dan membawa lari sehingga yang terasa hanyalah sunyi yang semakin dalam.
Dengan berbagai citraan yang mampu ditampilkan penyair ini pembaca akan ikut merasakan
apa yang ditulis oleh penyair dengan inderanya sendiri.
IBU
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku disini
saat bunga kembang menyerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudra
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Ibu”


1. Rima:
Adalah persamaan bunyi yang terdapat pada larik-larik sajak. Pada sajak “Ibu” tampak
terutama berupa dominasi rima akhir, walau juga terdapat rima tengah.
2. Diksi:
Yaitu pilihan kata sebagai simbol, hal ini karena bukan makna yang sebenarnya. Pada
sajak “Ibu” terdapat diksi pada kata gua pertapaanku sebagai simbol makna kehidupan di
dalam kandungan. Kemudian kata pahlawan adalah sebagai simbol seseorang yang telah
berjasa besar dan telah rela berkorban. Kata bidadari juga menyiratkan suatu simbol
kecantikan lahiriah maupun keelokan akhlak/budi pekerti. Dan kata bianglala adalah pelangi
sebagai suatu simbol keindahan.
3. Majas:
Adalah ungkapan gaya dan rasa bahasa yang menunjukkan kepiawaian penyair. Pada
sajak “Ibu” pengarang menggunakan majas perbandingan yang disebut metafora.
4. Imaji (pencitraan):
Yakni pembayangan kembali (reproduksi mental suatu ingatan) terhadap pengalaman
sensasional (perasaan) dan pengalaman persepsional (fikiran). Pencitraan pada sajak “Ibu”
berupa imaji visual yaitu pembayangan kembali pengalaman sensasional-perseptual terhadap
gambaran yang nampak, terdapat pada: sumur-sumur, daunan, reranting, mataair, airmata,
ibu, mayang siwalan, bunga, langit, bumi, samudra, lautan, lumut, diri, pukat, sauh, lokan-
lokan, mutiara, kembang laut, bidadari, bianglala.
Kemudian imaji gerakan yaitu pembayangan kembali pengalaman sensasional-
perseptual yang berhubungan dengan gerakan, terdapat pada: merantau, mengalir, ronta,
meletakkan, menunjuk, mengangguk, mandi, mencuci, berlayar, menebar, melempar, ditanya,
kusebut, tunjukkan, berselendang, dan menulis.
5. Amanat:
Amanat penyair yang disampaikan dalam sajak Ibu adalah ajakan menyukuri nikmat
karunia Tuhan lewat sosok dan peranan seorang ibu, yang kasih sayangnya diibaratkan
sepanjang jalan bila dibanding bakti anak yang hanya sepanjang galah.
KARAWANG BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi


tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju
dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan
dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno,menjaga Bung Hatta,menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Karawang Bekasi” Karya Chairil Anwar


1. Tema:
Dalam puisi Karawang Bekasi kita dapat mengambil tema “Perjuangan”
2. Diksi:
Diksi atau pilihan kata yang digunakan dalam puisi tersebut adalah makna konotasi dan
makna denotasi.
3. Majas:
Majas yang digunakan dalam puisi Karawang Bekasi adalah Majas Metafora, adapun
kutipan dalam puisi tersebut adalah “Aku sekarang api aku sekarang laut”, Sang Penyair
mengibaratkan dirinya seperti laut dan api,mempunyai sifat-sifat seperti api yang selalu
membakar dan panas.
4. Rima:
Adapun Rima yang digunakan adalah sebagai berikut :
 Pada bait pertama terdapat rima sempurna dan bersajak {aaaa}
 Pada bait kedua terdapat rima aliterasi dan bersajak {ab-aa}, dan ada perulangan kata
“Kami”
 Pada bait ke tiga terdapat rima terbuka dan bersajak {aa} antara suku”sa” dan “wa”.
 Pada bait ke empat terdapat rima tertutup dan bersajak {bab}.
 Pada bait ke lima terdapat rima sempurna (berkata-berkata) dan bersajak {bab}.
 Pada bait ke enam terdapat rima rangkai bersajak {aaaa}
 Pada bait ke tujuh terdapat rima berpeluk dan pengulangan kata aku dan kami.
5. Amanat:
 Kita harus menghargai perjuangan para pahlawan
 Kita harus bekerja keras untuk mencapai cita-cita yang kita inginkan.
 Semangat perjuangan harus selalu mengelora meskibun berada di daerah yang
dianggap kecil.
SERENADA KELABU

Bagai daun yang melayang.


Bagai burung dalam angin.
Bagai ikan dalam pusaran.
Ingin kudengar beritamu!
Ketika melewati kali
terbayang gelakmu.
Ketika melewati rumputan
terbayang segala kenangan.
Awan lewat indah sekali.
Angin datang lembut sekali.
Gambar-gambar di rumah penuh arti.
Pintu pun kubuka lebar-lebar.
Ketika aku duduk makan
kuingin benar bersama dirimu.

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Serenada Kelabu”


1. Tema:
Tema dari puisi Serenada Kelabu ini adalah kerinduan yang mendalam dalam diri
seseorang.
2. Diksi (pilihan kata):
Dalam puisi ini, Rendra menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga menimbulkan
daya/kekuatan yang diinginkannya. Seperti pada bait Ketika melewati kali terbayang
gelakmu. Penyair memilih kata gelak untuk menggantikan kata tawa, dengan tujuan untuk
menambah nilai estetis puisi. Diksi (pilihan kata) dalam puisi ini cukup sederhana, namun
dalam kesederhanaan itulah letak kekuatan dan keindahan puisi Serenada Kelabu ini.
3. Rima:
Rima adalah pengulangan bunyi untuk membentuk keindahan bunyi. Dalam puisi
Serenada Kelabu ini, Rendra juga bermain dengan bunyi untuk mencapai keindahan. Seperti
pada bait berikut ini, Rendra memanfaatkan rima akhir –an untuk menambah nilai estetis
puisi.
Ketika melewati rumputan
terbayang segala kenangan.
Rima akhir dengan vocal –i juga membantu menambah nilai keindahan puisi:
Awan lewat indah sekali.
Angin datang lembut sekali.
Gambar-gambar di rumah penuh arti.
4. Tipografi:
Tipografi adalah penataan bentuk larik/baris dalam puisi yang dapat menambah aspek
kekuatan makna dan ekspresi penyair. Dalam hal ini, puisi Serenada Kelabu memiliki
tipografi atau bentuk yang biasa, Rendra tidak melakukan eksperimen pada bentuk puisi.
Namun isi dan unsur lain yang terkandung dalam puisi ini sudah cukup untuk menjadi
kekuatan makna dan ekspresi Rendra.
DERAI-DERAI CEMARA

Cemara menderai sampai jauh


Terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan ditingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan


sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada satu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan


tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1994

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Derai-Derai Cemara” Karya Chairil Anwar


1. Tema: Perubahan dalam diri manusia yang terpisah dari kehidupan masa lalu.
2. Rasa: sedih.
3. Nada: iba atau merengek.
4. Amanat: kehidupan hanyalah perjalanan yang keras untuk ditempuh dan setiap
manusia akan mati dengan tenang kalau apa yang harapkannya tercapai.
5. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini sangat sederhana dan dingin, sehingga
pembaca seolah-olah mengalami pesakitan yang dialami oleh pengarang.
6. Imajinasi: imajinasi yang digunakan oleh pengarang sangat tinggi walaupun
menggunakan kata-kata yang sederhana tetapi sangat menyentuh hati pembaca.
7. Kata-kata konkret: kata-kata yang jika dilihat secara denotative sama, tetapi secara
konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.
8. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana,
dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin
disampaikan.
9. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
10. Rima: unsur bunyi dalam sajak ini sangat dingin sehingga menimbulkan kemerduan
puisi, dan dapat memberikan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut.
JALAN SEGARA

Di sinilah penembakan
Kepengecutan

Dilakukan
Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari
Dan pelor pembayar pajak

Negeri ini
Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Jalan Segera” Karya Taufiq Ismail


1. Tema: keprihatinan terhadap suatu kondisi Negara.
2. Rasa: prihatin mengingat kejadian yang telah terjadi.
3. Nada: sedih.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini menggunakan makna konotasi atau tidak
menggunakan kata yang sebenarnya seperti layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana,
dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin
disampaikan.
6. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
PADAMU JUA

Habis kikis
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali aku padamu
seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap


pelita jendela di malam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu.

Satu kekasihku
aku manusia
rindu rasa
rindu rupa.

Di mana engkau
rupa tiada
suara sayup
hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
engkau ganas
mangsa aku dalam cakarmu
bertukar tangkap dengan lepas

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah


1. Tema: penantian.
2. Rasa: kesedihan.
3. Nada: sedih.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini menggunakan makna konotasi atau tidak
menggunakan kata yang sebenarnya seperti layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan
dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin
disampaikan.
6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.
KITA ADALAH PEMILIH SYAH REPUBLIK INI

Tidak ada lagi pilihan


Kita harus berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
berarti hancur

apakah akan kita jual keyakinan kita


dalam pengabdian tanpa harga
akan maukah kita duduk satu meja
dengan para pembunuh tahun yang lalu
dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku!”

Tidak ada lagi pilihan


Kita harus berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu,


Yang di tepi jalan mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan
Kita harus berjalan terus

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Kita Adalah Pemilik Syah Republik Ini”
1. Tema: perjuangan.
2. Rasa: semangat.
3. Nada: keras dan penuh semangat.
4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini menggunakan makna konotasi atau tidak
menggunakan kata yang sebenarnya seperti layaknya puisi yang lain.
5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan
dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin
disampaikan.
6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.

Anda mungkin juga menyukai