Emil E. Elip
“PERJALANAN
DAN MIMPI”
September 2018
Puisi-Puisi Perjalanan dan Mimpi
Hal- 1
Sebab itulah saya mencoba menuliskannya. Dan karena bukan seorang penyair,
maka mungkin larikan-larikan kata-kata itu terkesan ”ndeso” (katrok), kering,
nggak asyik..... Tapi sudahlah. Maafkan saya soal itu semua, dan semoga
menjadi pemicu bagi saya memperbaikinya terus...menerus...dan terus!
Semoga semua ini memetikkan kenangan, atau mungkin makna baru bagi
pembaca.
-1- Hal- 2
EMBUN DAN BAU BUNGA KOPI
Oleh: Emil E. Elip
Perempuan-perempuan berkerudung,
Bersama embun tersembul di dedaunan
dan buah-buah kopi basah
Lereng-lereng begitu terjal. Gelap. Bahkan sangat gelap!
-2- Hal- 3
SURAT DARI SAHABAT -1-
“Kedamaian dan Keindahan”
Oleh: Emil E. Elip
-3- Hal- 4
DIALOG DENGAN "ORANG RUMAH" (1)
Oleh: Emil E. Elip
-4- Hal- 5
SURAT DARI SAHABAT -2-
“Perempuan dan Kehidupan”
Oleh: Emil E. Elip
-5- Hal- 6
AKANKAH PERAHUMU KEMBALI
Oleh: Emil E. Elip
-6- Hal- 7
DIALOG DENGAN ORANG RUMAH (2)
Oleh: Emil E. Elip
-7- Hal- 8
SOSOKMU, DI BATAS CAKRAWALA
Oleh: Emil E. Elip
-8- Hal- 9
HIBURAN OO... HIBURAN
Oleh: Emil E. Elip
”Hai...ganteng kali”
”mau ke mana rupanya”, tanyaku
”Mau pergi, cari hiburan”
”Kalau kau tidak ikut terserah”,
Jawabnya seperti ajakan sekaligus ancaman.
-9- Hal- 10
TETAP SAJA TAK TERBENDUNG
Oleh: Emil E. Elip
Saudara-saudari ...
Tetapi memang nafsu kita tetap saja
Menumpuk bata tinggi-tinggi
Pertebal kanan kiri semen dan pasir
Bersolek terus ... semakin puas rasanya
-10- Hal- 11
DI SISI MANA AKU BERSIMPUH
Oleh: Emil E. Elip
Ataukah...
Hai pahlawanku. Sedang kau ajarkan padaku
Terus menjunjung pembebasan
Menepis kesewenangan dan ketidakadilan:
... pada siapapun, di sisi manapun...!!!
-11- Hal- 12
MERAH AIR RANUB SIRIH
Oleh: Emil E. Elip
-12- Hal- 13
KEKUASAAN MHEEHH........!!!
Oleh : Emil E. Elip
Agak aneh bagiku kalau kau masih percaya pada rezim kekuasaan. Dalam sejarahnya
manusia sepertinya tidak ada rezim kekuasaan yang ”murni”. Murni untuk
kemaslahatan dan perut rakyat. Jadi jangan percaya pada kekuasaan dan rezim
pengusungnya. Sepertinya semuanya itu semu..... persis seperti gula-gula. Di emut-
emut, sudah itu hilang rasa.
Jadi kalau perutmu lapar dan kau merasa dizolimi oleh ”kekuasaan”, apa yang mau
kau lakukan!!!!
-13- Hal- 14
DIDONG DAN BUNGA KOPI
Oleh: Emil E. Elip
Subuh menjelang.
Bau embun dan biji kopi segera datang
Ikan-ikan depik bergerak dari sarangnya
Kehidupan esok pagi sebentar lagi tiba
Turun dari punggung bukit-bukit kopi
Syair-syairmu bersamaku pergi
dalam niat baru yang mesti digenapi
-14- Hal- 15
HALIMUN, MERBABU, TAKENGON DAN WAMENA
Oleh: Emil E. Elip
Orang-orang yang tinggal berpagar gunung. Orang ”gunung” sebutannya oleh banyak
orang. ....udik, ndeso, bodoh, tradisional, begitu orang bilang
-15- Hal- 16
SUDAH...BEGINI SAJALAH
Oleh: Emil E. Elip
-16- Hal- 17
JAKARTA: DARI SEBUAH SUDUT JENDELA
Oleh: Emil E. Elip
-17- Hal- 18
POHON GADISKU
Oleh: Emil E. Elip
Yogya-Jakarta, 2013
-18- Hal- 19
SEPERTI DULU, BERSAMA KERETA
Oleh: Emil E. Elip
-19- Hal- 20
MISTERI
Oleh: Emil E. Elip
2009
-20- Hal- 21
DI RUAS JALAN DI PELOSOK
TIMUR INDONESIA
Oleh: Emil E. Elip
-21- Hal- 22
MEMIMPIKAN MIMPI DI DALAM MIMPI
Oleh: Emil E. Elip
-22- Hal- 23
ATAS NAMA ....
Oleh: Emil E. Elip
-23- Hal- 24
CUKUPKAN KAMI
Oleh: Emil E. Elip
-24- Hal- 25
TERUS SAJA BERMIMPI
Oleh: Emil. E. Elip
-25- Hal- 26
SAMPAH MAKANAN DAN KOSUPSI
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2012.
-26- Hal- 27
BAGAI MIMPI
Oleh: Emil E. Elip.
-27- Hal- 28
IKAN-IKAN KITA KOSONG
Oleh: Emil E. Elip
-28- Hal- 29
PINGGIR JALAN “BONGKARAN”
Oleh: Emil. E. Elip
-29- Hal- 30
MIMPI ABADI
Oleh: Emil. E. Elip
Ah sudahlah….
Mimpi-mimpi mungkin akan semakin indah….
nanti dalam perjalanan panjang kematian abadi!
Jakarta, 2012
-30- Hal- 31
MEMBAKAR ILUASI
Oleh: Emil. E. Elip
Hal- 32
-31-
JALAN-JALAN MIMPI
Oleh: Emil. E. Elip
Jakarta, 2012.
-32- Hal- 33
KUBUR ELIT
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2012.
-33- Hal- 34
PERJALANAN ABADI
Oleh: Emil. E. Elip
Nampaknya!
Hanya satu mimpi akhir yang nyata
Hanya satu mimpi
yang paling mudah terjadi.
Hanya satu mimpi yang tidak perlu kita minta…
Yaitu “Perjalanan Abadi”…
Jakarta, 2012.
-34- Hal- 35
COMMUTER
Oleh: Emil E. Elip
-35- Hal- 36
KAMPUNG AMARAH
Oleh: Emil. E. Elip
-36- Hal- 37
MIMPI SANG BAYI
Oleh: Emil. E. Elip
Jakarta, 2012
-37- Hal- 38
KAU PINJAM WAJAH IBUKU?!
Oleh: Emil E. Elip
-38- Hal- 39
KU KIRIM MIMPI
Oleh: Emil. E. Elip
-39- Hal- 40
RONGSOKAN MIMPI
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2012.
-40- Hal- 41
DAUN JATI TERAKHIR – (1)
Oleh: Emil E. Elip
Gunungkidul, Panggang-2010.
-41- Hal- 42
DAUN JATI TERAKHIR – (2)
Oleh: Emil E. Elip
-42- Hal- 43
DAUN JATI TERAKHIR (3)
Oleh: Emil E. Elip
-43- Hal- 44
SEONGGOK DAGING
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2011
-44- Hal- 45
KEPADA:
“Kesempurnaan dan Kebenaran”
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2012
-45- Hal- 46
MAAFKAN AKU
Oleh: Emil E. Elip
Maafkan aku,
telah banyak mencuri waktumu
Maafkan aku,
tidak berhenti selisih pendapat denganmu
Nanti pada waktunya:
ku kembalikan anggur-anggurmu
yang kita tenggak bersama-sama dulu
di pojokan rumah-Mu
Jakarta, 2011
-46- Hal- 47
HALAMAN SURGA
Oleh: Emil E. Elip
Sewaktu kanak-kanak
aku selalu minta waktu
lebih lama kepada ibuku
bermain di halaman gereja
yang rapi dan indah.
Yogyakarta, 2009.
-47- Hal- 48
SURGA
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2012
-48- Hal- 49
PERUT
Oleh: Emil E. Elip
2011
-49- Hal- 50
WARUNG DEMOKRASI
Oleh: Emil. E. Elip
2012
-50- Hal- 51
KAPUK RANDU
Oleh: Emil E. Elip
2012
-51- Hal- 52
MENCANGKUL
Oleh: Emil E. Elip
2012
-52- Hal- 53
KERETA SENJA SUDAH BERANGKAT
Oleh: Emil E. Elip
2012
-53- Hal- 54
RAHIM
Oleh: Emil E. Elip
2012
Hal- 55
-54-
LINTANG PANJER WENGI
Oleh: Emil E. Elip
2009
-55- Hal- 56
KEMBALIKAN HIDUPKU
Oleh: Emil E. Elip
September, 2011
-56- Hal- 57
MATA – HATI – DAN PIKIRAN
Oleh: Emil E. Elip
-57- Hal- 58
MEMANG ASU
Oleh: Emil E. Elip
-58- Hal- 59
PIJAT ZAITUN
Oleh: Emil E. Elip
Siapa namamu
Namaku Pariyem, tuan
pemberian seorang penyair.
Jakarta, 2012.
-59- Hal- 60
MENDARAS DOA
Oleh: Emil E. Elip
Desember, 2012.
-60- Hal- 61
MATA MAHA TAHU
Oleh: Emil E. Elip
November, 2012
-61- Hal- 62
NYANYIAN PEPOHONAN
Oleh: Emil E. Elip
I.
Kau membabat habis hidupku
Seperti tidak mau tahu kau
siapa kawan hidupmu.
Kau tidak mampu menahan nafsu
kebutuhan hidupmu.
Seperti tidak ada akal budi padamu.
Kau kian lama semakin menjadi
manusia tidak berakar dan liar.
II.
Kau kini saling tuding
Satu sama lain terpisah terpecah
untuk saling membanting.
Yang satu terus menghabisiku seperti maling,
yang lain saling berkelit.
Akal budimu semakin liar tak bertepi
Kau semakin salah belajar beradab.
III.
Aku tidak akan pernah bersalah
Dirimu pun tidak pernah mau mengalah
Bahkan ketika hidupmu hanyut
diterjang banjir bandang ke laut
Hidupmu luluh lantak lenyap
dilalap kekeringan yang megap-megap.
Kau tetap saja menghabisiku
Sungguh sudah bebal kau belajar:
”pohon dan akar”.
-62- Hal- 63
SERDADU SERDADU NAFSU
Oleh: Emil E. Elip
-63- Hal- 64
JAKARTA (1): PARADE KLAKSON
Oleh: Emil E.Elip
Jakarta, 2013
-64- Hal- 65
JAKARTA (2): HABIS DI JALANAN
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013.
-65- Hal- 66
JAKARTA (3): KEHIDUPAN
Oleh: Emil E. Elip
Yogya-Jakarta, 2012.
-66- Hal- 67
GENDERANG PERANG
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2012
-67- Hal- 68
MENCLA MENCLE SEMUA
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-68- Hal- 69
HUJAN YANG KECEWA
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-69- Hal- 70
B-O-D-O-H
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-70- Hal- 71
SAYA INGETKAN!
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-71- Hal- 72
PESTA KAOS
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-72- Hal- 73
PERKARA SYAHWAT
Oleh: Emil E. Elip.
Jakarta, 2013
-73-- Hal- 74
BELAJAR DARI SANG ”GURU” (1)
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-74- Hal- 75
BELAJAR DARI SANG ”GURU” (2)
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-75- Hal- 76
KEPADA POHON SIWALAN
Oleh: Emil E. Elip
2011
-76- Hal- 77
MENGHIBUR DIRI
Oleh: Emil E. Elip
2011
-77- Hal- 78
POHON TREMBESI
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2010.
-78- Hal- 79
DESIS DOA
Oleh: Emil E. Elip
-79- Hal- 80
LEKAS MATI
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta,2013
-80- Hal- 81
POHON AREN
Oleh: Emil E. Elip
2010
-81- Hal- 82
SMS SAJA!
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-82- Hal- 83
BURUNG BURUNG PUTIH
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-83- Hal- 84
KAPAN WAKTUKU
Oleh: Emil E. Elip
Yogya-Jakarta, 2012
-84- Hal- 85
TARIAN TUBUH
Oleh: Emil E. Elip
Yogya, 2011
-85- Hal- 86
MAAFKAN HUJAN
Oleh: Emil E. Elip
Ia pun bersumpah,
menyingkir saja jauh-jauh pergi
dan tidak akan tumpah kebumi sesukati.
Kami geraaahhhh,
Terus menerus berkeluh kesaaahhh,
Saling tuduh satu sama lain siapa yang salah,
Memeras memeras memeras otak susah payah,
Seperti tak mengerti lagi, apa yang mesti berubah.
Jakarta, 2013
-86- Hal- 87
BIJI KEDAMAIAN
Oleh: Emil E. Elip
2012
-87- Hal- 88
MIMPI YANG MINGGAT
Oleh: Emil E. Elip
-88- Hal- 89
ZIARAH SORGA
Oleh: Emil E. Elip
Januari, 2013
-89- Hal- 90
LIPATAN TAHUN-KU
Oleh: Emil E. Elip
-90- Hal- 91
MATI DALAM TANYA
Oleh: Emil E. Elip
-91- Hal- 92
PUTERI MELAYU DAN SETEGUK KOPI
Oleh: Emil E. Elip
-92- Hal- 93
SAHABAT “PERJALANAN”
Buat Ayoeng----
Oleh: Emil E. Elip
Aku menyayangimu,
Seperti sayangmu pada gunung-gunung
Yang pernah kau daki ketika muda
Aku menyayangimu,
Bagai tegar nyanyi-nyanyi balada
Tak henti-hentinya kita lantunkan bersama dulu
Semuanya itu:
“…selaksa bunga rumput goyang bersama
dalam alunan angin semilir…” (leo-kristie)
Jakarta, 2013
-93- Hal- 94
SEPOTONG SENDOK
DI STASIUN CAWANG
Oleh: Emil E. Elip
Sepotong sendok
patah di stasiun Cawang
tertindih reruntuhan kayu
dan bongkah batu-batu bata.
-94- Hal- 95
JALI-JALI TAMAN SUROPATI
Oleh: Emil E. Elip
Taman Suropati,
Di Sabtu atau Minggu pagi
Diantara angin semilir dan pohon kenari
Suara keroncong, orkes, saxophone
juga petik kecapi.
Taman Suropati,
Diantara gemericik air pancuran
dan rerumput basah
Aku menyeruput kopi
Membuang lelah seminggu ini.
Taman Suropati,
Diantara derai tawa anak-anak
Seorang bocah menghampiriku:
“Apakah Bapak suka musik?”
“Ya”, jawabku mengangguk.
-95- Hal- 96
MEMBUNUH CINTA
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013
-96- Hal- 97
NATAL DI BUKIT CAKRAWATI
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta 2013,
Petungkriyono 25 tahun lalu (1988)
-97- Hal- 98
RINGKIK KUDA DARI DALAM BUMI
: buat takengon dan bener meriah
Ahh … kami orang-orang gunung yang tak akan pernah putus asa
Tidak akan marah-menyesali kepada bumi
Bumi tempat kopi-kopi telah menyusui hidup kami
Bumi tempat kuda-kuda kami berlari riang dan binal
Bumi tempat biji-biji syair Didong kami selalu bersemi
-98- Hal- 99
DARI TEPI KAMPUNG BAJO
Oleh: Emil E. Elip
September 2013,
Tepian Kampung Bajo-Bualemo
Jakarta 2013,
#Petungkriyono 25 tahun lalu (1988)#
Hal- 101
-100-
JIWA YANG MEMINTA
Oleh: Emil E. Elip
Ya...ampun Tuhanku,
Telah tercipta orang-orang dengan mulut menganga
dan jiwa-jiwa yang meminta!
Tak mampu lagi kami lepas tali kusut
Dari sepatu yang terlanjur butut!
Maafkan kami,
mungkin telah menjadi legiun-legiun berbahaya...
Jakarta, 2013
Hal- 102
-101-
“………………………”
Oleh: Emil E. Elip
“………………………..”
[Munkgin akan terjadi]
“………………………..”
[Mungkin akan tidak terjadi]
“………………………..”
[Yang pasti kita semua menuju titik mati]
Jakarta, 2013
Hal- 103
-102-
BUANG SAJA
Oleh: Emil E. Elip
Jakarta, 2013.
Jakarta, 2012
Jakarta 2012
Jakarta, 2013
Yogyakarta, 2014
Jakarta, 2014
Jakarta, 2013
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014.
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Liwa, 2014
“Tidak ada lagi yang merawat kopi kami Nak”, kata Mamakmu.
Tidak ada yang mengatur para perempuan pemetik
Tidak ada yang meratakan kopi di penjemuran
Tidak ada yang berangkat menyangrainya sampai hitam
“Dia sudah pergi belajar ke kota”, teriak Mamakmu
dari teras atas rumah kayu.
Liwa, 2014
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Jangan khawatir---
Karena cepat maupun lambat adalah sama saja
Duka maupun sukanya adalah serupa saja
Masing-masing kita memang berperan secara berbeda.
Jakarta, 2014
Yogya-Jakarta, 2014
Jakarta, 2013
Yogya-Jakarta, 2014.
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Liwa, 2014
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Yogya, 2013
Jakarta, 2014
***
Sang petani di punggung-punggung gunung, kini hanya sejengkal tanah
Mereka terpaksa mejual tanah-tanah itu karena bibit dan pupuk
semakin mahal. Hasil panen tak sepadan dengan harga jual.
Anak-anaknya harus terus bersekolah. Biaya kehidupan semakin tinggi
“Pilihan presiden kok medeni to…” | Pilihan presiden kok menakutkan sih…
“Mbok uwis gek rampung. Gek tumandang gawe..” | Sudahlah cepatlah selesai. Segera
bekerja
“Po yo bar presiden-ne anyar rego pupuk terus anjlok!? | Apa setelah presidennya baru
harga pupuk langsung turun?!
“Do bengak-bengok Demokrasi! Demokrasi…opo to?!” | Berteriak-teriak demokrasi!
demokrasi!....apa sih
***
Kau, jangan-jangan hanya meneriakkan retorika-retorika klise
Kau, jangan-jangan hanya meneriakkan himne-himne lawas
Kau, jangan-jangan hanya sedang melakukan ritual
Kau, jangan-jangan tidak mengerti ini tipuan atau sungguhan
Kau, jangan-jangan …
2014
Yogya, 2014
-a-
“Kalau sudah tidak mau dengar nasihat bapakmu,
ya sudah…! Pergi! Jalan saja dengan cara hidupmu
Kau juga! (hardikku pada istriku): Anak macam itu
kau diamkan saja! Kau manja! Lihat itu
akhirnya jadi kementhusss!!”
Bagaikan angin seribu aku melompat ke motor,
berangkat ke kantor.
-b-
Setelah ngopi, merokok, menenangkan hati…
kami mulai rapat dan diskusi
Sebagai staf yang cukup tinggi aku diberi
waktu untuk mengisi materi.
Aku mulai mengulas budaya berorganisasi,
Lantas berlanjut ke topik-topik pembangunan
karena organisasiku concern untuk hal ini
-c-
Menjelang mahrib aku balik kantor. Baca-baca koran
sedikit. Lalu mandi. Nonton tv sedikit. Lalu makan malam.
Aku melongok ke kamar anakku yang pagi tadi
ku semprot kementhusss. Pergi entas ke mana dia…
Menjelang tidur malam, sebagai orang yang mengaku beriman,
aku berdoa. Jengkeng di samping tempat tidur, dan kemudian
komat-kamit: Ku bacakan sedikit ayat-ayat lanjutan
yang kemarin….ku lantunkan lirih mazmur pujian yang
aku sudah hapal….
Yogya, 2014
***
Seminggu sudah berlalu, aku naik bis kota
Waktuku habis di halte, menunggu datangnya
Berjubel manusia diam tak berkata-kata
Hati-hati copet bisa ada dimana saja
Semua ingin tiba, segera, untuk bekerja
Dan seminggu ini, jika pagi dan sore tiba
aku hanya bisa berdiri saja, di dalam bis kota.
***
Sudah dua minggu di dalam bis kota
aku merenungi sahabat sahabat para pengguna.
jika diberi rizki melimpah, nampaknya
pasti tak mau naik bis kota.
Sangat mungkin mereka semua
ingan punya mobil sendiri, entah kapan.
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Angin malam…
Tolong bawa isi kepala dan hati kami.
Jatuhkan semunya itu,
di meja-meja kerja pemimpin kami
di depan rumah-rumah mereka
di meja-meja makan mereka
di kamar, di mobil, di tempat tidur,
di dompet, di saku…
pemimpin-pemimpin kami!
Jakarta, 2014
Jakarta, 2014
Akhirnya…
Inti dari semua agama adalah
Apakah Anda percaya kepada
“Allah”: Tuhan Tertinggi…
yang tak berbentuk, bukan laki-laki
bukan juga perempuan, sang Esa,
maha tahu… Ia adalah segalanya
dan satu.
Sungguh,
aku menjadi amat muak
dengan teologi agama yang sangat congkak
mengasumsikan manusia adalah nista
pendosa, mengenaskan…bagaikan budak.
Tuhan Allah seperti apakah itu
yang berperangai amat kejam dan lalim.
Jakarta, 2015.
Jakarta, 2015.
Jakarta, 2015
Harus bisa mbok. Jadi simbok harus berani berteriak dan melapor
jika ada Pak RT, lurah, camat, puskesmas, pejabat dinas yang
naga-naganya melakukan pungutan liar. Kita di lindungi
undang-undang lho mbok.
Dagadu mas,
Opo-opo larang kok ra mbayar
Aku ra weruh opo kui demokrasi
Lombok larang, angkot mundak, gas larang…
Koyo ngono kok demokrasi, koyo ngono kok mbangun
…mbelgedhesss!!
Jakarta, 2015
Jakarta, 2015.
Seorang politikus
begitu bangganya berujar:
Ini politik, jangan disamakan dengan birokrasi
Ini politik, bahasanya lain dengan yang lain
Rakyat bisa minta itu minta ini,
tapi ini kebijakan politik…kita lihat nanti!
Rakyat kebanyakan,
begitu gusarya berkata:
Kalau bahasa kami,
tidak sama dengan bahasa politik
maka politik itu tidak memihak kami
politik itu lalu tidak mendukung hidup kami.
“Bolehkah kami bakar saja politik itu?!”
Jakarta, 2015.
Jakarta, 2015
Jakarta, 2015
Jakarta, 2015
Akulah nestapa
Manusia penuh sengsara
Manusia penuh kejahatan
Kematian, adalah satu-satunya
harta yang belum kuambil.
Jakarta, 2015
Dan,
Kematian akan melunasi semuanya:
“semua kita adalah sama tanpa nyawa”.
Maaf kami,
Mungkin masih berabad-abad lagi,
Kami menyalahgunakan nama-Mu.
Jakarta, 2017
Jakarta, 2017