Anda di halaman 1dari 6

Puisi Goenawan Mohamad

Selasa, Mei 19, 2009 TENTANG SEORANG YANG TERBUNUH DI SEKITAR HARI PEMILIHAN UMUM

Oleh : Goenawan Mohamad Tuhan, berikanlah suara-Mu, kepadaku Seperti jadi senyap salak anjing ketika ronda menemukan mayatnya di tepi pematang. Telungkup. Seperti mencari harum dan hangat padi. Tapi bau sing itu dan dingin pipinya jadi aneh, di bawah bulan. Dan kemudian mereka pun berdatangan - senter, suluh dan kunang-kunang - tapi tak seorang pun mengenalnya. Ia bukan orang sini, hansip itu berkata. Berikan suara-Mu Di bawah petromaks kelurahan mereka menemukan liang luka yang lebih. Bayang-bayang bergoyang sibuk dan beranda meninggalkan bisik. Orang ini tak berkartu. Ia tak bernama. Ia tak berpartai. Ia tak bertandagambar. Ia tak ada yang menagisi, karena kita tak bisa menangisi. Apa gerangan agamanya ? Juru peta yang Agung, dimanakah tanah airku ? Lusa kemudian mereka membacanya di koran kota, di halaman pertama. Ada seorang menangis entah mengapa. Ada seorang yang tak menangis entah mengapa. Ada seorang anak yang letih dan membikin topi dari koran pagi itu, yang diterbangkan angin kemudian. Lihatlah. Di udara berpasang layang-layang, semua bertopang pada cuaca. Lalu burung-burung sore hinggap di kawat, sementara bangau-bangau menuju ujung senja, melintasi lapangan yang gundul dan warna yang panjang, seperti asap yang sirna. Tuhan, berikan suara-Mu, kepadaku Horison, September 1971, Thn VI.

---------------------PADA ALBUM MIGUEL DE COVAROBIAS Oleh : Goenawan Mohammad Kuinginkan tubuhmu dari zaman yang tak punya tanda, kecuali warna sepia. Pundakmu yang bebas , akan kurampas dari sia-sia. Akan kuletakan sintalmu pada tubir meja: telanjang yang meminta kekar kemaluan purba, dan zat hutan yang jauh, dengan surya yang datang sederhana. Akan kubiarkan waktu mencambukmu, lepas. Tak ada yang tersisa dalam pigura juga api yang tertinggal pada klimaks ketiga, juga para dewa, juga kau yang akan runduk Kematian pun akan masuk kembali kembali, kembali...

Mari. Kuinginkan tubuhmu dari zaman yang tak punya tanda kecuali warna sepia 1996 dikutip dari: Misalkan Kita Di Sarajevo, Kalam, 1998 -------------------TIGRIS Oleh : Goenawan Mohammad

Sungai demam Karang lekang Pasir pecah pelan-pelan Gurun mengerang: Babilon! Defile berjalan Lalu Tuhan memberi mereka bumi Tuhan memberi mereka nabi Antara sejarah dan sawah hama dan Hammurabi Setelah itu, kita tak akan di sini Kau dengarkah angin ngakak malam-malam ketika bulan seperti

susu yang tertikam ketika mereka memperkosa Mesopotomia? Seorang anak berlari, dan seperti dulu ia pun mencari-cari kemah di antara pohon-pohon tufah Jangan menangis. Belas adalah Iblis karena Tuhan telah menitahkan airmata jadi magma, bara yang diterbangkan bersama belibis, burung-burung sungai yang akan melempar pasukan revolusi dengan besi dan api "Ababil! Ababil!" mereka akan berteriak. Bumi perang sabil. Karena itulah, mullah, jubah ini selalu kita cuci dalam darah di tebing Tigris yang kalah Dari Najaf ada gurun. Kita sebrangi dengan geram dan racun. Dan tiba di Kerbala akan kita temui pembunuhan yang lebih purba. (Ibuku. Seandainya kau tahu kami adalah anak-anakmu) 1986 dikutip dari: Asmaradana, Grasindo, 1992 ------------------DI MALIOBORO --kepada seseorang yang mengingatkan saya akan Iramani, yang dibunuh di tahun 1965 Oleh : Goenawan Mohammad

Saya menemukanmu, tersenyum, acuh tak acuh di sisi Benteng Vriedenburg Siapa namamu, kataku, dan kau bilang: Kenapa kau tanyakan itu. Malam mulai diabaikan waktu. Di luar, trotoar tertinggal. Deret gedung bergadang dan lampu tugur sepanjang malam seperti jaga untuk seorang baginda yang sebentar lagi akan mati. Mataram, katamu, Mataram... Ingatan-ingatan pun bepercikan --sekilas terang kemudian hilang-- seakan pijar di kedai tukang las. Saya coba pertautkan kembali potongan-potongan waktu yang terputus dari landas. Tapi tak ada yang akan bisa diterangkan, rasanya Di atas bintang-bintang mabuk oleh belerang, kepundan seperti sebuah radang, dan bulan dihirup hilang kembali oleh Merapi Trauma, kau bilang (mungkin juga, "trakhoma?") membutakan kita

Dan esok los-los pasar akan menyebarkan lagi warna permainan kanak dari kayu: boneka-boneka pengantin merah-kuning dan rumah-rumah harapan dalam lilin. Siapa namamu, tanyaku. Aku tak punya ingatan untuk itu, sahutmu. 1997

Anda mungkin juga menyukai