Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Masalah dan Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian

BAB II KERANGKA TEORI

A. Pengertian Cerpen
B. Ciri-Ciri Cerpen
C. Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen

BAB III ANALISIS MASALAH

A. Penyajian Cerpen yang Dibahas


B. Pengungkapan Tema
C. Pengungkapan Tokoh dan Penokohan
D. Pengungkapan Alur (Plot)
E. Pengungkapan Latar
F. Pengungkapan Sudut Pandang
G. Pengungkapan Gaya Bahasa
H. Pengungkapan Amanat

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan seluruh karunia-Nya kepada
kita semua, terutama untuk penulis dan keluarga. Hanya kepada-Nyalah kami memohon
pertolongan dan ampunan, dan atas ridho-Nya sehingga penulis mampu menyusun makalah ini
dengan baik dan benar.

Pada mulanya makalah yang berjudul “ANALISIS TEMA TOKOH/PENOKOHAN


ALUR LATAR SUDUT PANDANG GAYA BAHASA DAN AMANAT CERPEN
“MALAIKAT JUGA TAHU” KARYA DEWI LESTARI” dibuat dengan tujuan untuk
mengembangkan kreatifitas pembaca dalam menulis dan meningkatkan pengetahuan bagi
pembaca serta untuk memenuhi tugas dari Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis


membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak. Maka atas terselesaikannya makalah ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Surip Dulmajid sebagai Guru Pembimbing Bahasa Indonesia.


2. Orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman yang telah membantu dan ikut memotivasi dalam menyelesaikan makalah
ini.
4. Layanan internet yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik isi, penyajian, maupun
pembahasannya. Semua ini disebabkan karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangmaupun pembahasannya. Semua ini
disebabkan karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang menyertai dari semua pihak demi memperbaiki makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pendengar dan
khususnya bagi para siswa yang digunakan sebagai sarana pembelajaran.

Pontianak, 21 Maret 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan suatu bentuk komunikasi yang disampaikan dengan cara
yang khas dengan memberi kebebasan pada pengarang untuk menuangkan kreatifitas
imajinasinya. Hal ini menyebabkan karya sastra menjadi lain, tidak lazim, namun juga
bersifat kompleks sehingga memiliki berbagai kemungkinan penafsiran, dan sekaligus
menyebabkan pembaca menjadi terbata-bata untuk berkomunikasi. Usaha untuk dapat
memahami karya sastra termasuk prosa fiksi diperlukan suatu pendekatan. Salah satu
pendekatan dalam menganalisis prosa fiksi adalah pendekatan struktural.
Salah satu bentuk karya sastra adalah Cerpen. Cerpen merupakan sebuah karangan
fiktif yang berisi mengenai kehidupan seseorang atau kehidupan yang diceritakan
secara ringkas dan singkat yang berfokus pada suatu tokoh saja. Cerpen cenderung
langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang.
Cerpen Malaikat Juga Tahu ditulis oleh Dewi Lestari pada tahun 2008
mengisahkan tentang kedekatan seorang penyandang autis yang dipanggil “Abang”
dengan seorang gadis cantik yang kost dirumah ibunya atau biasa disebut bunda. Gadis
tersebut dan abang sangatlah akrab, dalam kesehariannya gadis itu selalu bebas
bercerita tentang masalah percintaannya yang banyak dan selalu gagal. Orang-orang
disekililing mereka sampai terheran –heran dengannya, gaya bicaranya saja tidak
rasional dan cara ia menatap orang pun tidak bisa bertahan hingga lima detik.
Dalam menganalisis cerpen Malaikat Juga Tahu karya Dewi Lestari ini, terlebih
dahulu dibahas kelebihan dan kelemahannya. Kelemahan dari cerpen ini yaitu sang
penulis tidak mencantumkan nama dalam tiap karakter disetiap paragrafnya. Sedangkan
kelebihannya nilai kehidupan, nilai emansipasi, dan nilai moral yang ada sangatlah kuat
dan erat kaitannya, setiap pembaca seperti dihanyutkan dalam delegasi tiap paragraf
dan kutipan-kutipannya yang mempunyai tingkatan emosi tinggi.
Salah satu upaya untuk membantu memahami cerpen Malaikat Juga Tahu karya
Dewi Lestari ini, kami bermaksud untuk menganalisis cerpen tersebut melalui
pendekatan struktural. Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrisik, yaitu
membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra drai
dalam. Semoga melalui metode tersebut, nilai-nilai dalam cerpen dapat dipahami dan
diterima pembaca.

B. Masalah Dan Rumusan Masalah


Dari pembahasan diatas, maka penulis membuat rumusuan maslahnya sebagai
berikut:
1. Apa tema yang terdapat dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi
Lestari?
2. Apa tokoh dan penokohan yang terdapat dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu”
karya Dewi Lestari?
3. Bagaimana alur yang digunakan dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya
Dewi Lestari?
4. Bagaimana latar dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari?
5. Bagaimana sudut pandang yang terdapat dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu”
karya Dewi Lestari?
6. Apa gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya
Dewi Lestari?
7. Apa amanat yang terdapat dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi
Lestari?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam menganalisis cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya
Dewi Lestari adalah sebagai berikut:
1. Untuk menyajikan cerpen “ Malaikat Juga Tau” Karya Dewi Lestari
2. Untuk mengetahui tema dari cerpen “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari
3. Untuk mengetahui tokoh dan penokohan cerpen “Malaikat Juga Tahu” Karya
Dewi Lestari
4. Untuk mengetahui alur cerpen “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari
5. Untuk mengetahui latar tokoh dari cerpen ”Malaikat juga Tahu” karya Dewi
Lestari?
6. Untuk mengetahui sudut pandang yang digunakan dari cerpen ”Malaikat juga
Tahu” karya Dewi Lestari
7. Untuk mengetahui gaya bahasa yang digunakan dari cerpen ”Malaikat juga
Tahu” karya Dewi Lestari
8. Untuk mengetahui amanat yang disampaikan dari cerpen “Malaikat Juga
Tahu” karya Dewi Lestari

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian menganalisis cerpen “Malaikat Juga Tahu”
karya Dewi Lestari adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran bagi guru untuk dijadikan pedoman dalam
pembelajaran sastra yang menarik dan kreatif.
2. Dapat memberikan motivasi bagi penulis untuk menyumbangkan hasil karya
ilmiah bagi dunia pendidikan.
3. Dapat digunakan untuk sarana pembinaan dalam proses belajar mengajar.

E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis yaitu metode Internet dan metode pendekatan
struktural.
Metode internet adalah segala usaha yang dilakukan oleh penulis dalam
mengumpulkan data dan informasi yang bersumber dari internet.
Metode pendekatan struktural adalah metode pembelajaran yang menekankan pada
kemampuan memahami tata atau struktur kebahasaan dari pada kompetensi
penggunaannya.
BAB II

KERANGKA TEORI
A. Pengertian Cerpen
Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita
yang mengenai manusia beserta seluk beluk nya lewat tulisan pendek dan singkat.

B. Ciri-Ciri Cerpen
1. Jalan ceritanya lebih pendek dari novel.
2. Sebuah cerpen memiliki jumlah kata yang tidak lebih dari 10.000 kata.
3. Biasanya isi cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari hari.
4. Tidak menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal ini karena dalam cerpen
yang digambarkan hanyalah inti sarinya saja.
5. Tokoh dalam cerpen digambarkan mengalami masalah atau suatu konflik hingga
ada tahap penyelesaiannya.
6. Pemakaian kata yang sederhana serta ekonomis dan mudah dikenal pembaca.
7. Kesan yang ditinggalkan dari cerpen tersebut sangat mendalam sehingga pembaca
dapat ikut merasakan kisah dari cerita tersebut.
8. Biasanya hanya satu kejadian saja yang diceritakan.
9. Memiliki alur cerita tunggal dan lurus.
10. Penokohan pada cerpen sangatlah sederhana, tidak mendalam serta singkat.

C. Unsur Unsur intrinsik


Unsur intrinsik cerpen adalah unsur yang membangun cerpen dari dalam cerita itu
sendiri. unsur intrinsik pada cerpen meliputi:
1. Tema
Tema adalah sebuah gagasan pokok yang mendasari dari jalan cerita sebuah
cerpen. Tema biasanya dapat langsung terlihat jelas di dalam cerita atau tersurat dan
tidak langsung, dimana si pembaca harus teliti dan dapat menyimpulkan sendiri atau
tersirat.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan pelaku yang terlibat dalam cerita tersebut, setiap tokoh
biasanya mempunyai karakter tersendiri. Sedangkan penokohan adalah pemberian
sifat atau watak tokoh yang ada di dalam cerita. Sifat yang telah diberikan dapat
tercermin dalam pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu hal.
Ada 4 jenis tokoh yang digambarkan dalam cerpen, antara lain:
a. Protagonis
Protagonis adalah tokoh yang menjadi pemeran yang mempunyai sifat
baik di dalam cerita.
b. Antagonis
Antagonis adalah tokoh yang menjadi pemeran yang mempunyai sifat
jahat, seperti iri, dengki, sombong, angkuh dan lain-lain.
c. Tritagonis
Tritagonis adalah tokoh penengah antara protagonis dan tritagonis yang
mempunyai sifat bijaksana.
d. Figuran
Figuran adalah tokoh pembantu atau pendukung yang memberikan
warna tambahan dalam cerita.

Penokohan watak dari 4 tokoh diatas akan disampaikan dengan 2 metode, yaitu:
a. Analitik
Metode analitik adalah suatu metode penokohan dengan cara
memaparkan atau menyebutkan sifat tokoh secara langsung, seperti seperti:
pemberani, penakut, pemalu, keras kepala, dan sebagainya.
b. Dramatik
Metode dramatik adalah suatu metode penokohan dengan cara
memaparkannya secara tidak langsung, yaitu dengan cara : penggambaran
fisik (cara berpakaian, postur tubuh, dan sebagainya), penggambaran dengan
melalui sebuah percakapan atau dialog, reaksi dari tokoh lain (pendapat,
sikat, pandangan, dan sebagainya).

3. Alur
Alur adalah jalan cerita yang merangkai peristiwa dari awal cerita sampai akhir
cerita. Alur berfungsi untuk mengatur jalannya cerita. Tanpa alur yang jelas, maka
cerita tidak akan memiliki jalan cerita yang baik. Alur terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Alur Maju
Alur maju merupakan alur cerita yang sangat mudah, karena waktu cerita
berjalan dari awal hingga akhir waktu.
b. Alur Mundur
Alur mundur digunakan untuk menceritakan pengalaman ataupun masalalu
seseorang.
c. Alur Campuran
Alur campuran merupakan gabungan dari alur maju dan alur mundur. Alur
campurang sangat digemari untuk menceritakan karangan novel ataupun drama.

Secara sederhana, alur memiliki beberapa tahapan, mulai awalnya pengenalan,


konflik, komplikasi, klimaks, antiklimaks, sampai penyelesaian. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing bagian alur.
a. Pengenalan
Pada tahap ini, pembaca dikenalkan pada tokoh, penokohan, hingga latar sebuah
cerita.
b. Konflik
Setelah itu, pembaca akan dihadapkan pada bagian cerita yang menampilkan
masalah utama dari kisah. Masalah bisa menyangkut persoalan dalam diri sang
tokoh, perselisihan dengan tokoh lain, sampai antara satu tokoh dan
lingkungannya.
c. Klimaks
Ketika masalah sudah mencapai puncaknya, itulah dikenal dengan istilah
klimaks. Ditahap ini pembaca bisa mendapatkan puncak ketegangan dari
persoalan yang diusung pengarang.
d. Antiklimaks
Setelah mencapai puncak, persoalan akan menemui titik balik yang cenderung
menurun. Tingkat ketegangan berkurang karena masalah sedang menuju pada
tahap akhir.
e. Penyelesaian
Tahap akhir yang dimaksud adalah penyelesaian. Pada bagian ini, semua
masalah akan diuraikan dan dapat diatasi dengan solusinya. Namun, ada juga
cerpen yang membuat penyelesaiannya secara terbuka sehingga bagian solusi
tidak diceritakan

4. Latar
Unsur intrinsik cerpen yang satu ini sering disebut sebagai setting dan
mencakup tiga hal di dalamnya, yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar suasana
yang membangung sebuah peristiwa. Pada intinya latar merupakan gambaran
suasana yang terjadi pada sebuah cerita.
a. Latar waktu
Menggambarkan kapan peristiwa dalam kisah tersebut terjadi.
b. Latar tempat
Menggambarkan dimana tempat terjadinya peristiwa
c. Latar suasana
Menggambarkan cara peristiwa itu terjadi dan perasaan yang dialami para
tokoh.

5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan bagian unsur intrinsik cerpen yang menjelaskan
pencerita yang mengisahkan cerpen tersebut. Dalm prosa, umuya ada dua jenis
sudut pandang, yaitu:
a. Sudut pandang orang pertama
Model sudut pandang yang satu ini biasa diceritakan oleh kata ganti orang
pertama, yaitu “aku”. Pencerita sebagai aku bisa memiliki dua peran, yakni dia
sebagai pemeran utama cerita tersebut ataupun dia hanya sebagai pengamat dari
tokoh-tokoh lain yang diceritakannya.
b. Sudut pandang orang ketiga
Sudut pandang yang memakai orang ketiga ditandai dengan penggunaan
kata ganti “dia” untuk menunjuk para tokoh yang bermain dalam cerita. Model
sudut pandang ini juga dapat dibagi menjadi dua jenis, yang pertama adalah
sudut pandang orang ketiga sebagai narator serbatahu yang bisa menjelaskan isi
hati dan rahasia dari peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh, dan yang kedua
adalah sudut pandang orang ketiga sebagai tokoh bawahan yang berfungsi
sebagai pengamat.
6. Gaya Bahasa
Dalam sebuah cerpen, kita dapat menemukan banyak kiasan ataupun bahasa
yang terkesan lebih kasar. Inilah yang disebut dengan gaya bahasa. Setiap
pengarang memiliki gaya bahasa yang berbeda, ini juga berhubungan dengan
penceritaan yang dibangun pada sebuah cerpen. Gaya bahasa biasa berbentuk majas
untuk merefleksikan atau mengasosiasikan sebuah kalimat. Ada juga gaya bahasa
yang menampilkan makna-makna konotatif untuk memperindah tampilan cerita.

7. Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
melalui cerita yang dikarangnya. Dalam hal lain, amanat merupakan nilai-nilai yang
bisa dipetik dalam kisah yang dibaca. Nilai tersebut akan selalu berhubungan
dengan tema yang mendasari cerpen tersebut.

BAB III

ANALISIS MASALAH

A. Penyajian Cerpen
Malaikat Juga Tahu
Karya Dewi Lestari
Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang
bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu
di pekarangan.

Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya
memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin,
baju berwarna gelap setiap Rabu, baju berwarna sedang setiap Jumat. Menjerang air
panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi
sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan
sore.

Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang


penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama
berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang
mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki
banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak
resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan
Bunda. Setiap Lebaran, Bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak
mulut yang harus diberi makan. Namun, jika cuma akses tak terbatas atas masakan
Bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua, orang-orang tidak percaya.

Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di
rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi
untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi
orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia
membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk
mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang
tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, Bunda tidak bisa
memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air.
Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang.

Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari
matahari.

Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu
kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38
tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang
didatangi Bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa
mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu
merakitnya lagi lebih baik daripada semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit
dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas
piano, bahkan lebih sempurna. Namun, dia tidak memahami mengapa orang-orang
harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita.

Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah
pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya
yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha
memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar
album Genesis dan tahun berapa saja terganti pergantian anggota. Gerutuannya pada
kumpulan laki-laki berengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan
gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu
bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik
pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain
tidak. Laki-laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa.

Barangkali segalanya tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis
Abang. Untuk kali pertamanya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock
atau sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta—kumpulan kalimat tak tertata yang
bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal.
Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta.

Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu Bunda, tidak kembali
dari merantau panjang di luar negeri. Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari
Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa
anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal
karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap
autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah
tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang
adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di
rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah.

Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari
perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek
air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain:
perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas tidak sekadar hobi, tetapi eksistensi.

Kali pertama Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran, Bunda
langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak
bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah.

“Bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau
ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.”

Perempuan itu terenyak. Apa-apaan ini? pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia
akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin.

Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi
seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta.
Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi.
Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur
hidupnya.”
“Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang
siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.”

Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka
menangis berdua. Namun, ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan
itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak
pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada.

Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya, perempuan itu mengusap-usap


rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah menarikan tari perpisahan. Ini
akan menjadi malam Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam
mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu.

“Dia tidak bodoh.”

“Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.”

“Dia akan segera tahu kalian berpacaran.”

“Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.”

Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi abangmu, apa bedanya
sekarang dan nanti?”

“Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah


berseru.

“Kalau perlu, kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih
tegas.

“Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi.

“Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita, tidak berlaku bagi
dia…,” desis Bunda, “kamu tidak tinggal di rumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti
Mami.”

Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus
sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak
satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga
mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya. Baru sore hari ia ditemukan di sebuah
warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu
masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani
mengusir sendiri.
Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan
diberi obat-obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan
obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus
sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar.

“Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda kepada
perempuan itu. “Dan selama di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih.
Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa
bertahan.”

Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk
selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara
setiap minggu di sana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci
baju, dan seratus sabun.

Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat


tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan
di luar batas kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berkali-kali dalam hati.

Sejenak lagi, malam Minggu terakhir mereka usai.

Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya
cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati.

Semua anak indekos kini menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan
mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir
mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya.

Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya.
Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang.

Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir
besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur
memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak
ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati.

Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka yang tidak paham
dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham
energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia.

Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai
siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air
mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi
tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya
cukup waktu untuk dirinya sendiri.
Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya.

B. Pengungkapan Tema
Cerpen diatas bertemakan cinta dan kasih sayang ini mengajarkan manusia untuk
belajar banyak dari peristiwa yang pahit dalam hidupnya, bukan dari yang manis.
Tergambar bahwa cinta tidak selalu dilukiskan oleh kata-kata manis, hatilah yang selalu
mennjadi penopang akan suatu rasa, entah sampai kapan perasaan itu terbalas.

C. Pengungkapan Tokoh dan Penokohan


1. Abang
Pada dasarnya abang memiliki sifat protagonis. Abang adalah tokoh dengan
berbagai kelebihan dan kekurangan. Ia memiliki bakat bermusik serta kemampuan
merekonstruksi barang dan daya hafal yang luar biasa, tetapi kondisi mentalnya
dideskripsikan selevel anak umur 4 tahun walau usianya sudah 38 tahun.
Beradasarkan kutipan dibawah bahwa “Sekalipun Abang pandai menghafal dan
bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve,
radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Dia hafal tahun,
hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan
memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun dia
tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka
bercita-cita. Ia merasakan senang saat jatuh cinta, sedih, dan juga sekali-kali
memberontak jika tidak ada gadis yang ia cintai disisinya”.

2. Perempuan indekos dirumah bunda


Pada dasarnya Perempuan ini memiliki sifat yang egois. Seorang perempuan yang
indekos di rumah Abang dan kerap menemaninya dalam aktivitas sehari-hari.
Sayangnya, perempuan ini tidak dapat memahami atapun membalas cinta Abang
dan akhirnya malah menjalin asmara dengan adik bungsu dari abang. Terdapat
dalam kutipan dibawah ini
“lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.”
Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka
menangis berdua. Namun ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi
perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari
sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada.
Dari kutipan diatas bahwa perempuan ini mencintai adik bungsu dari abang dan ia
berkata tidak akan ada yang pernah tahu cinta itu milik siapa dan bertahan sampai
kapan, cinta tanpa pilihan adalah penjara bagi perempuan itu jadi ia memilih pergi
bersama adik bungsu abang dan tidak bisa menyembunyikan hubungan mereka
terhadap abang.

3. Adik bungsu abang


Pada dasarnya adik abang ini memiliki sifat yang antagonis. Adik dari Abang
yang memiliki segalanya yang tidak dipunyai Abang. Dari kutipan dibawah ini
jelas terlihat adik bungsu dari abang adalah figur yang sempurna dan hadiah dari
tuhan ia pintar, normal dan fisiknya menarik.
“Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur
sempurna. Ia pintar, normal dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah
kerena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah.

4. Bunda
Bunda memiliki sifat sangat tegar dan kuat. Bunda sosok orangtua biasa menjadi
pilar utama yang menyokong kehidupan sehari-hari mereka. Malaikat Juga Tahu
menunjukkan aspek ini lewat sosok sang Ibu, yang selain fasih akan segala
rutinitas paling mendetail dalam kehidupan Abang, juga merupakan satu-satunya
sosok yang dapat memahami segala hal yang tak bisa terucap oleh Abang,
menerimanya apa adanya dan senantiasa berada di sisinya apapun yang terjadi.
“Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak
pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-
laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa. Barangkali segalanya
tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk
pertama kalinya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock atau
sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta-kumpulan kalimat tak tertata yang
bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal
tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta”.
Dalam kutipan cerpen diatas terlihat jelas bahwa bunda sangat memahami dan
mengerti apa yang abang lakukan, buktinya pada saat abang menulis surat cinta
untuk pertama kalinya walaupun ia menuliskan kalimat tak tertata yang bercampur
dengan menu makanan Dobi, akan tetapi ibunya tahu bahwa itu adalah surat cinta
yang ditujukan untuk gadis yang selalu bersamanya setiap malam minggu di
pekarangan.

D. Pengungkapan Alur (Plot)


Cerpen Malaikat Juga Tahu ini disusun menggunakan alur maju. Karena pada bagian
awal cerpen ini terlihat bahwa keberadaan tokoh abang dan gadis yang terbaring di atas
rumput untuk bermalam minggu diperkarangan, persahabatan mereka menjadi topik
obrolan banyak orang kemudian dari hari kehari abang dan gadis ini sangat dekat dan
bersahabat dan akhirnya abang walaupun ada kelainan yaitu autis umurnya yang sudah
38 tahun tapi bermental usia 4 tahun pertama kalinya menulis surat cinta, akan tetapi
perempuan itu berpacaran dengan adik dari abang, bunda mengetahui hal itu akhirnya
bunda ingin berbicara empat mata dengan anak bungsunya dan perempuan itu, bunda
berbicara agar adik bungsu dan perempuan itu menyembunyikan hubungan mereka dari
abang kalau bisa seumur hidup akan tetapi antara adik bungsu dan perempuan itu tidak
sepakat dan akhirnya mereka meninggalkan rumah, saat itu bunda berpikir bahwa
perempuan muda itu benar, dirinya bukan malaikat yang tahu siapa yang lebih
mencintai siapa dan untuk berapa lama, Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk
siapa-siapa. Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan
sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia.
Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai
siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting, ia sudah tau. Cintanya adalah paket air
mata, keringat dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi
tempat yang indah dan masuk akal begi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya
cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini.Ia, dan juga
malaikat, tahu siapa juaranya.

E. Pengungkapan Latar
Latar didalam cerpen ini adalah sebagai berikut:
1. Latar tempat
- Di pekarangan
“ Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang
bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam
minggu di pekarangan”. Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang
lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. . Ini akan menjadi malam
Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka
berbicara bertiga. Dia, Bunda dan si bungsu.

- Dirumah bunda yang menjadi kos legendaris sudah jadi pengetahuan umum
bahwa ibu dari anak laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai
memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah
kos paling legendaris. Peristiwa kejadian ini terdapat dirumah bunda dan rumah
bunda menjadi rumah kos legendaris.

- Dirumah sakit saat abang dirawat bebrapa bulan dirumah sakit Kejadian itu
mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan diberi
obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan obat-
obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa
seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar.

2. Latar waktu
- Pagi dan sore
Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah.
Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap
seratus, setiap pagi dan sore.Banyak orang yang bertanya-tanya tentang
persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan
mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana.

- Malam
Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang
bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam
minggu di pekarangan.

3. Latar suasana
- Menyedihkan dan mengharukan
Terdapat dalam kutipan dibawah ini.
Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak
punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati.Semua anak kos kini
menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara
lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik
gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya.Kalau
beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya.
Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat
penenang.Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan
dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua
kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas
anaknya yang memburu, tidak ada suara lain dirumah besar itu. Semua pergi.
Dobi telah mati” .

- Menegangkan
Terdapat dalam kutipan dibawah ini.
Pertama kali Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran,
Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. “Tapi... Bunda bukan
malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih
sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.”Saat itu mata Bunda
berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua.
Namun ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu, cinta
tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan.
Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada.

- Bahagia
Karena bunda mempunyai dua anak yang unik, walaupun abang mempunyai
sifat autis tapi abang banyak memiliki kelebihan sedangkan adik bungsu dari
abang ia pintar, normal dan mempunyai fisik yang menarik.

F. Pengungkapan Sudut Pandang


Sudut Pandang yang digunakan pengarang dalam menulis cerpen ini adalah orang
ketiga serba tahu. Karena dalam cerpen ini penulis mengganti nama tokoh dengan
“dia”.

G. Pengungkapan Gaya Bahasa


Penggunaan gaya bahasa yang ekspresif dan puitis dapat membuat para pembaca
tenggelam didalamnya. Melalui penggunaan gayaa bahasa yang seperti ini menjadikan
cerpen ini menghadirkan serentetan kisah yang mengharukan, penuh dengan konflik
dan membuat pikiran para pembaca bekerja untuk memecahkan misteri karena akhir
ceritanya digantung dan diserahkan kepada pembaca untuk berpikir apa yang terjadi.

H. Pengungkapan Amanat
- Dapat meningkatkan kepekaan setiap orang terhadap hak asasi manusia dan
keadilan.
- Pahamilah energi cinta yang akan meledakkannya dengan sia-sia.
- Semua orang dimata Tuhan Yang Maha Esa sama, janganlah melihat dari fisiknya
dari luar.
- Diharapkan muncul perubahan paradigma berfikir dan cara pandang pembaca
mengenai penyandang cacat mental, namun kesamaan hak keadilanlah yang menjadi
landasannya.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Karya sastra merupakan suatu bentuk komunikasi yang disampaikan dengan cara
yang khas dengan memberi kebebasan pada pengarang untuk menuangkan kreatifitas
imajinasinya. Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah
atau cerita yang mengenai manusia beserta seluk beluk nya lewat tulisan pendek dan
singkat.
Cerpen memiliki jalan cerita yang lebih pendek dari novel dan memiliki jumlah
kata yang tidak lebih dari 10.000 kata. Isi cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari-
hari, namun tidak tidak menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal ini karena
dalam cerpen yang digambarkan hanya inti sarinya saja.
Cerpen Malaikat Juga Tahu mengisahkan tentang kedekatan seorang penyandang
autis yang dipanggil “Abang” dengan seorang gadis cantik yang kost dirumah ibunya
yang biasa disebut bunda. Gadis tersebut dan abang sangatlah akrab, dalam
kesehariannya gadis itu selalu bebas bercerita tentang masalah percintaannya yang
banyak dan selalu gagal. Orang-orang disekeliling mereka sampai terheran-heran
dengannya, Topik seperti apa yang ia bicarakan dengan penyandang autis seperti abang,
gaya bicaranya saja tidak rasional dan cara ia menatap orang pun tidak bisa bertahan
hingga lima detik. tetapi bagi gadis tersebut, abang mempunyai ciri khas tersendiri
dalam merespon sesuatu dari lawan bicaranya. Rutinitas aneh yang dilakukan abang
yaitu mencuci pakaian yang tiap harinya harus sesuai dengan warna yang ia tentukan,
ia juga memiliki koleksi sabun dengan merek yang sama sebanyak 100 batang, tiap
harinya ia selalu menghitung ke-100 sabunnya itu.
Sudut pandang digunakan pengarang dalam cerpen Malaikat Juga Tahu adalah
sudut pandang orang ketiga serba tahu.
Gaya bahasa yang dalam cerpen tersebut adalah bahasa Indonesia yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Amanat yang disampaikan pengarang adalah agar muncul perubahan paradigma
berfikir dan cara pendang pembaca mengenai penyandang cacat mental, namun
kesamaan hak dan keadilanlah yang menjadi landasannya.

B. Saran
1. Dalam mencari unsur-unsur cerpen kita harus membaca cerpen dengan seksama
dari awal hingga akhir cerita.
2. Hasil analisis cerpen ini dapat membantu siswa agar lebih paham mengenai
pembelajaran analisis sebuah cerpen.
3. Hasil analisis cerpen ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penulis agar penulisan
berikutnya lebih baik dari yang sebelumnya.
4. Lestarikan budaya lokal, agar budaya kita tidak hilang disertai dengan majunya
budaya asing yang masuk.

Anda mungkin juga menyukai