Anda di halaman 1dari 147

Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan

Desa Tertinggal Di Luar Jawa

Januari 2016
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Pengantar
Foto: Kompasiana

Buku ini adalah bukua tentang Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa
Tertinggal di Luar Jawa, untuk kasus NTT dan Gorontalo. Buku ini dirancang dengan
model penyajian diskusi mengenai upaya untuk menganalisis kebutuhan intervensi
pembangunan desa tertinggal di luar Pulau Jawa. Serial diskusi tersebut dirancang
mulai dari tema-tema yang bersifat konsepsional dan normative tentang
pembangunan daerah dan desa tertinggal, upaya-upaya memformulasi atau
menyusun kategorisasi atau tipologi daerah dan desa tertinggal, menganalisis
arahan kebijakan dokumen-dokumen resmi perencanaan nasional sampai kepada
arahan program di kementerian yang mengurus tentang desa.

Buku ini sesungguhnya merupakan pedoman formulasi dan analisa kebutuhan yang
dimaksud, dan oleh karena itu hanya 2 wilayah obyek kajian yang dicoba untuk
dianalisa kebutuhannya yaitu provinsi NTT dengan mengambil lokasi Kabupaten
Timor Tengah Utara dan Provinsi Gorontalo dengan mengambil Kabupaten
Gorontalo Utara. Dari metodologi, petahapan penentuan Lokpri (Lokus Prioritas),
sampai kebutuhan intervensi pembangunan desa tertinggal, diharapkan dapat
diadopsi atau diikuti sebagai pedoman untuk memformulasi kebutuhan
pembangunan daerah/desa tertinggal secara nasional.

Pada bagian penutup disampaikan semacam rekomendasi dan komitmen sebagai


konsekuensi logis dari upaya penyusunan kebutuhan intervensi pembangunan yang
mesti harus diikuti dengan semangat konsistensi. Buku ini tentu masih jauh dari
sempurna, namun diharapkan dapat memberikan pedoman awal bagi upaya
sinkronisasi, keterintegrasian, dan koordinasi pembangunan untuk desa-desa
tertinggal.

Jakarta, Januari 2016

HALAMAN - ii
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Daftar Isi

KATA PENGANTAR.. | ii
DAFTAR ISI. | iii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN

BAGIAN 1
Pengantar
1.1 Latar Belakang.. | 1
1.2 Tujuan Kegiatan.. | 2
1.3 Wilayah Analisi.. | 3
1.4 Ruang Lingkup Cakupan Kegiatan. | 4
1.5 Pendekatan dan Metodologi Kegiatan .. | 6
1.6 Proses dan Pelaksanaan Kegiatan . | 13
1.7 Isi Buku Ini . | 14

BAGIAN 2
Kerangka Konsep: Memahami Wilayah dan Desa Tertinggal . | 16
2.1 Definisi Wilayah dan Desa Tertinggal .. | 16
2.2 Arahan Kebijakan Dokumen Perencanaan .. | 20
2.3 Arahan Program dan Indikator Kemendesa PDTT .. | 24

BAGIAN 3
Ichtiar kategorisasi Daerah dan Desa Tertinggal .. | 29
3.1. Ichtiar Kategorisasi Untuk Prioritasi .. | 29
3.2. Prioritas Fokus Intervensi Pembangunan di Kabupaten dan Desa Yang Sudah
Diprioritaskan . | 31

BAGIAN 4
Peta Kondisi Daerah Tertinggal di Indonesia . | 33
4.1. Peta Kondisi Daerah Tertinggal .. | 33
4.2. Peta Daerah Tertentu .. | 35

BAGIAN 5
Kondisi Ketertinggalan Wilayah Kajian NTT .. | 44
5.1. Provinsi Nusa Tenggara Timur . | 44
5.2. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Belu .. | 49
5.3. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Rote Ndao .. | 52
5.4. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten manggarai Timur .. | 58

HALAMAN - iii
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 6
Kondisi Ketertinggalan Wilayah kajian Gorontalo ..| 62
6.1. Provinsi Gorontalo .. | 62
6.2. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Gorontalo Utara .. | 66
6.3. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Bualemo .. | 70

BAGIAN 7
Analisa Kebutuhan Intervensi Program .. | 75
(Studi Kasus Wilayah Sasaran Kajian)
7.1 Analisa Prioritasi Kabupaten Sasaran .. | 75
7.2 Analisa Prioritasi Desa Sasaran .. | 77
7.3 Kebutuhan Intervensi Daerah Tertinggal .. | 81
7.4 Strategi Intervensi Pembangunan Yang Sinkron . | 122

BAGIAN 8
Penutup: Rekomendasi dan Komitmen .. | 124

LAMPIRAN

HALAMAN - iv
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Daftar Tabel, Bagan dan Gambar

Tabel 1.1 Cakupan Data dan Input Intrumen Pengumpulan Data .. | 7


Tabel 1.2 Format Analisis kebijakan .. | 10
Tabel 2.1 26 kriteria dan 27 Indikator Daerah/Kabupaten Tertinggal .. | 17
Tabel 2.2 Ukuran Nilai Indeks Dan Status Kabupaten Tertinggal .. | 18
Tabel 4.1 Konsentrasi Kabupaten Tertinggal 2015 .. | 34
Tabel 4.2 Konsentrasi desa tertinggal di Indonesia .. | 35
Tabel 5.1 Jumlah Desa dan Kecamatan menurut Kabupaten/Kota di NTT .. | 45
Tabel 5.2 Jumlah dan Perkembangan Penduduk di NTT 2012-2013. | 46
Tabel 5.3 Jumlah dan prosentase penduduk miskin desa-kota 2014-2015 .. | 47
Tabel 5.4 Daftar kabupaten tertinggal di NTT 2015 .. | 48
Tabel 5.5 Ketersediaan prasarana penerangan .. | 50
Tabel 5.6 Sumber ketersediaan air rumah tangga Kab. Belu 2008.. | 50
Tabel 5.7 Kualitas rumah masyarakat Kab. Belu 2008 .. | 51
Bagan 1.1 Penerapan Alur Analisis SWOT .. | 12
Bagan 1.2 Alur Berpikir Logical Framework Analysis .. | 13
Bagan 3.1 Irisan-Irisan Antar Sasaran Lokus .. | 29
Gambar 4.1 Sebaran dan perkembangan Kabupaten tertinggal 2004-2014.. | 33
Gambar 4.2 Peta Kerawanan Pangan Indonesia 2015 .. | 38
Gambar 4.3 Peta Kejadian bencana di Indonesia 2014 .. | 40
Gambar 4.4 Peta Bencana Kekeringan di Indonesia . | 41
Gambar 4.5 Peta Resiko Bencana Konflik .. | 42
Gambar 5.1 prosentase penduduk menurut pendidikan yang dicapai.. | 51
Gambar 5.2 peta administrasi kabupaten Belu .. | 52

HALAMAN - v
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 1
Pengantar

1.1. Latar Belakang

Salah satu prioritas kerja Presiden Republik Indonesia adalah mewujudkan


NAWACITA-3 yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kedaulat pangan, energi, pengelolaan sumber daya maritime dan
kelautan serta peningkatan masyarakat berkelanjutan dengan menciptakan
masyarakat yang berkepribadian dan berjiwa gotong royong, harmonis antar
kelompok, sektor ekonomi dan wilayah.

Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2015 tentang


Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa
PDTT), yang menyatakan bahwa Kemendesa PDTT memiliki tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pembangunan desa dan kawasan
perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah
tertinggal dan transmigrasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Optimalisasi sumber daya dan meningkatkan efesiensi
pelaksanaan perencanaan pembangunan di Bidang Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi, memerperlukan suatu koordinasi antar pelaku
pembangunan sesuai dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. UU tersebut secara eksplisit menjelaskan pentingnya
integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar
fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah untuk menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efesien, efektif, berkedilan dan berkelanjutan.

Hal tersebut penting dilakukan karena seringkali permasalahan inefesiensi dan


inefektivitas pembangunan terjadi karena tumpang tindih dan/atau mismatch baik
pada level kebijakan maupun level operasional, baik antar-instansi secara
horizontal maupun vertikal. Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa
Tertinggal dengan kasus luar Jawa ini merupakan salah upaya guna tercapainya

HALAMAN - 1
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

tujuan pembangunan yang selaras dan terjaminnya ketercapaian sumber daya


secara efesien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Wilayah percontohan yang menjadi objek kajian yaitu Provinsi Gorontalo dan Nusa
Tenggara Timur. Kedua provinsi tersebut merupakan provinsi yang memiliki desa
tertinggal, daerah (kabupaten) tertinggal dan kabupaten perbatasan dalam bentuk
berbatasan darat dengan negara khususnya untuk wilayah NTT. Ketertinggalan
suatu daerah/kabupaten secara umum berbanding lurus dengan ketertinggalan
pada lingkup/level yang lebih rendah yaitu desa. Dengan kata lain jika suatu
kabupaten dikategorikan sebagai tertinggal maka di kabupaten tersebut pasti
memiliki kawasan-kawasan tertinggal, yang di dalamnya pasti ada desa-desa
tertinggal. Provinsi Gorontalo yang secara geografis masih relatif tertinggal dan
masih memiliki desa dengan tipologi tertinggal. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) merupakan provinsi yang secara geografis berada di perbatasan dan
memiliki desa tertinggal. Oleh karena itu, kedua provinsi tersebut merupakan objek
penelitian/kajian yang sesuai dengan kegiatan ini, khususnya dalam
membandingkan kedua karakteristrik geografis/kewilayahan dan administratif.

1.2. Tujuan Kegiatan


Analisa ini bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengambilan
kebijakan dan strategi prioritas dalam upaya percepatan pembangunan desa,
pengentasan daerah tertinggal, pengembangan daerah tertentu dan pembangunan
kawasan transmigrasi.

1.3. Wilayah Analisis

Upaya analisa kebutuhan intervensi pembangunan ini terdiri atas beberapa sub
kegiatan analisis yang cukup luas yaitu menyangkut identifikasi karakteristik
daerah dan desa tertinggal, analisis isu-isu strategis, potensi, dan masalah yang ada
di wilayah-wilayah tersebut, dan analisis kebutuhan intervensi serta model
intervensinya, dengan mengambil pilot project kasus di Provinsi Gorontalo dan
Provinsi NTT. Kedua provinsi ini diasumsikan dapat mewakili karakteristik dari
sebagian besar daerah dan desa tertinggal di Indonesia.

Provinsi Gorontalo memiliki karakteristik tipe sumberdaya alam yang relatife mirip
dengan kondisi di Kalimantan, Sumatera dan Jawa, dimana terhadap desa-desa di
wilayah pegunungan yang relative subur namun masih dalam kondisi terpencil.
Sebagian besar wilayah Gorontalo memiliki tipe pertanian yang mirip dengan di

HALAMAN - 2
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Sementara Provinsi NTT merupakan wilayah


dengan cirri karakteristik yang teramat khusus yang menggambarkan
ketertinggalan dan keterpurukan kemiskinan. Di wilayah tersebut terdapat desa-
desa perbatasan dengan negara lain yaitu Timor Leste, memiliki cirri kondisi alam
yang kering yang sangat signifikan terhadap bentuk kemiskinan masyarakat yang
ada.

Melalui kajian, proses analisis, dan penyusunan semacam permodelan Analisa


Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa Tertinggal dengan mengambil kasus di
kedua provinsi tersebut, diharapkan dapat dipakai dan diterapkan untuk langkah
atau tahapan yang sama dalam analisis kebutuhan intervensi pembangunan daerah
dan desa tertinggal di wilayah-wilayah lain.

1.4. Ruang Lingkup Cakupan Kegiatan

Lingkup wilayah kajian kegiatan ini adalah adalah (1) kebutuhan intervensi pada
level Kementerian/Lembaga di tingkat Pusat yang terkait dengan Kemendesa PDTT,
dan (2) kebutuhan intervensi untuk kabupaten dan desa-desa tertinggal, dengan
mengambil studi kasus (sebagai pilot project kajian) harmonisasi dan sinkronisasi
kebutuhan intervensi Kemendesa PDTT di Provinsi Gorontalo dan Nusa Tenggara
Timur.

Cakupan kabupaten kajian di 2 provinsi pilot project kajian ini adalah 5 kabupaten
tertinggal, yaitu Kabupaten Gorontalo Utara (DOM dan memiliki wilayah
masyarakat pesisir) dan Kabupaten Bualemo (kabupaten tertinggal bercirikan
wilayah datar pertanian dan pegunungan), untuk Provinsi Gorontalo, serta
Kabupaten Belu (kabupaten perbatasan dan pegunungan) dan Kabupaten
Manggarai Timur (DOM) untuk Provinsi NTT. Kunjungan lapangan untuk obserbasi
dan FGD akan dilakukan di 2 kabupaten (1 di Gorontalo dan 1 di NTT).

1.5. Pendekatan Dan Metodologi Kegiatan

1.5.1. Pendekatan

Pendekatan kajian dalam kegiatan Analisa Kebutuhan Intervensi


Pembangunan Desa Tertinggal di Luar Pulau Jawa TA. 2015 ini adalah
pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif
adalah pendekatan yang sifatnya diskriptif analitis terhadap gejala dan

HALAMAN - 3
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

fenomena yang terkait dengan pembangunan kabupaten dan desa


tertinggal, baik yang berbasis pada penggalian data-data/informasi
sekunder maupun data/informasi primer. Sedangkan pendekatan
kuantitatif yang dimaksud disini bukanlah analisis statistic parametric,
tetapi lebih kepada statistic inferensial yang mengolah data berbasis pada
data-data tabulasi statistik yang sudah ada dan kemudian didiskripsikan
sesuai gejala dan fenomena pembangunan serta kondisi desa tertinggal.

Bidang garapan kegiatan ini bisa dikatakan sebagai kegiatan yang terkait
dengan manajemen perencanaan dan implementasi pembangunan
masyarakat, lebih khususnya lagi yaitu pemberdayaan masyarakat. Oleh
karena itu ranah pendekatan kualitatifnya akan lebih banyak kepada diskripsi
mengenai gejala, kondisi, permasalahan atau fenomena soaial pembangunan
dan pemberdayaan, yang terformulasi pada topic-topik arah kebiajakn
pembangunan, sasaran pembangunan, target capaian atau ukuran-ukuran
indicator pembangunan, yang bisa didiskripsikan secara kualitatif dan atau
didukung dengan formulasi kuantitatif.

Berbasis pada kedua pendekatan tersebut diatas, lalu dikaitkan dengan tujuan,
sasaran, dan hasil yang diharapkan dari pekerjaan ini, kemudian diletakkan
dalam pendekatan konsepsi-konsepsi yang sudah dipaparkan sebelumnya,
maka semua data sekunder dan data primer yang terkumpulkan akan
dianalisa memakai beberapa jenis atau metode analisa. Metode-metode
analisa ini sifatnya saling mengisi dan mendukung satu sama lain, yaitu: (a)
Analisis Dokumen Kebijakan dan Perencanaan, dengan menggunakan
metode content analysis (analisis substansi); (b) Analisa Statistik Inferensial,
untuk menemukan karakteristik potensi dan permasalahan secara umum di
kabupaten dan desa tertinggal, khususnya di wilayah sasaran pilot project
kajian yaitu Provinsi Gorontalo dan Provinsi NTT, (c) Analisis SWOT,
terutama untuk menemukan permasalahan, potensi, kebutuhan, dan isu-isu
strategis pembangunan desa tertinggal, dan (d) Analisis Logical Framework
(analisa kerangka kerja logic), terutama untuk merumuskan arah kebijakan
intervensi, strategi kebijakan intervensi, dan perumusan kebutuhan-
kebutuhan program/kegiatan dalam rangka intervensi kegiatan pembangunan
untuk desa-desa tertinggal di luar jawa sesuai dengan isu-isu strategis dan
kebutuhan yang sudah ditemukan melalui analisa; dan (e) Penyusunan peta-
peta tematik yang relevan dengan tema pekerjaan ini, dengan mengambil

HALAMAN - 4
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

contoh wilayah Gorontalo dan NTT, antara lain Peta Administrasi Wialayah
dan Peta Tematik Kebutuhan Intervensi Program.

1.5.2. Metode Pengumpulan Data Dan Cakupan Data

Berlandaskan pada pendekatan dan metode analisa-analisa tersebut di atas


maka metode pengumpulan data cukup bisa dipenuhi dengan 1 (satu) metode
pengumpulan data, yaitu: Metode pengumpulan Data Sekunder.

Tabel 1.1
Cakupan Data dan Input Instrumen Pengumpulan Data

Keterangan Data Sekunder


Pengertian Adalah data/informasi yang dikumpulkan dari
data/informasi yang sudah tersedia baik berupa data
statistik, perundangan, laporan kajian/kegiatan,
Petunjuk Teknis, pemberitaan media massa, dll
Kategori data Data Sekunder
Ktiteria Dari instansi/lembaga yg terpercaya dan dapat
sumber data dipertanggung-jawabkan
Jelas sumber datanya
Jenis dan Pengumpulan level Pusat:
Tehnik RPJMN 2015-2019
Pengumpulan Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019
Data UU No. 6/2014 tentang Desa, UU No. 32/2014
tentang Pemerintahan Daerah, dan PP 38/2007
tentang Pembagian Urusan Kewenagan
Data-data Podes 2014 (BPS)
SOTK Kemendesa PDTT
Dokumen-dokumen perencanaan K/L terkait
Dll
Pengumpulan data level kabupaten sasaran yg dipilih:
Renstra daerah
Laporan-laporan kegiatan terkait dengan desa
Profil kabupaten 2014, Statistik Kabupaten
2013/2014
Podes 2014 kedua kabupaten

1.5.3. Metode Analisa

Berlandaskan pada arahan pendekatan kajian, jenis data dan metoda


pengumpulan data, serta keluaran-keluaran yang diharapkan dari pekerjaan
ini, maka Konsultan Pelaksana menawarkan sekaligus menjelaskan beberapa
metode spesifik untuk menganalisis segala data/informasi baik berasal dari
Data Sekunder maupun Data Primer, sebagai berikut:

(1) Analisis Kebijakan dan Dokumen Perencanaan

HALAMAN - 5
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Analisis terhadap Dokumen Kebijakan dan Dokumen Perencanaan,


sesungguhnya adalah sebuah proses analisa dengan pendekatan dasar
content analysis (analisis substansi). Dalam kaitan dengan pekerjaan ini
adalah pengkajian terhadap segala peraturan perundangan dan dokumen
perencanaan yang terkait dengan pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal.
Tidak hanya perundangan dan perencanaan yang telah diterbitkan oleh
Kemendesa PDTT, tetapi juga yang dikeluarkan oleh K/L lain dan juga di
tingkat kabupaten-kabupaten sasaran kajian.

Mengapa begitu? Karena perundangan bersifat mengikat terhadap


perundangan dibawahnya dan subyek sasaran akhirnya adalah manusia yang
akan diatur melalui perundangan tersebut. Perundangan yang saling tumpang
tindih, yang satu menegasi yang lain, akan membingungkan si pelaksana
perundangan dan dipihak lain akan membingungkan pula si subyek manusia
yang akan diatur melalui suatu rangkaian perundangan.

Begitu pula dokumen perencanaan resmi, hanya bisa diterapkan jika disertai
perundangan yang memayunginya. Pada prinsipnya content analysis ini
menganut sistem kerja (1) Intepretasi substansi, (2) Membandingkan,
mengkorelasikan, atau counter-content dengan dan antar substansi-substansi,
dan (3) Rekomendasi.

Analisis kebijakan dan dokumen perencanaan ini bertujuan mencari atau


menemukan GAP yang terjadi antara perundangan yang satu dengan
perundangan lain di level yang sama (horizontal) dan atau dengan level
dibawahnya/turunannya (vertical). Dan jika itu ditemukan maka harus dibuat
rekomendasi-rekomendasi pelurusannya, dan dalam proses meluruskan
perundangan yang satu dengan yang lainnya biasanya dilakukan strategi
advokasi perundangan.

Contoh saja1: Permendag No. 70 tahun 2003 tentang Pedoman Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,

1 Permendag mendefinisikan pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai Pusat Perbelanjaan, Pasar Tradisional, Pertokoan, Mall, PIasa, Pusat
Perdagangan maupun sebutan lainnya. Dalam penjelasan lebih lanut dikenal istilah pasar desa.
Sebutan pasar desa muncul pada Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa,
yang mengatakan bahwa Pasar Desa adalah pasar tradisional yang berkedudukan di desa dan dikelola
serta dikembangkan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Pasar Antar Desa adalah pasar desa
yang dibentuk dan dikelola oleh dua desa atau lebih. Pemegang pengelola pasar dikedua perundangan
tersebut adalah berbeda. Kepemilikan pasar desa di dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa
disebutkan dengan jelas bahwa Pasar Desa merupakan aset desa.

HALAMAN - 6
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa, dan UU No.
6 tahun 2014 tentang Desa, mendefinisikan pasar yang ada di desa secara
berbeda. Hal ini berekses pada konsepsi lain yang berbeda, misalnya saja siapa
yang berhak mengelola pasar tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu
akan kontraproduktif terhadap target Kemendesa PDTT membangun dan atau
merevitalisasi 5.000 pasar desa sampai 2019. Masih banyak kemungkinan
perbedaan semacam ini di berbagai bidang di antara peraturan perundangan
yang ada.

Tabel 1.2
Format Analisis Kebijakan tersebut kira-kira adalah sebagai berikut:

Kekuatan, Stakehoder
Kelemahan, Terlibat (Lintas
Pokok-Pokok
Jenis Regulasi Penyimpangan K/L, Pusat- Rekomendasi
Pengaturan
(Analisis - Daerah)
SWOT)

Oleh karena itu Analisis Kebijakan tidak hanya menganalisis content dari
satu perundangan saja. Harus dilakukan analisis content perbandingan
antar perundangan yang terkait secara horizontal maupun terkait secara
vertical. Dengan demikian metode analisis kebijakan sesungguhnya juga
menggunakan pendekatan perbandingan. Content substansi yang satu
diperbandingkan, dikorelasikan, dibenturkan dengan content substansi
yang lain. Mencari kebenaran realitas suatu substansi dalam pendekatan
ini harus diperbandingkan dengan realitas yang lain. Misalnya saja makna
kebenaran mengenai hak-hak asal usul lokal atau kewenangan lokal yang
dikonsepsikan di dalam UU No. 6/2014 tentang Desa hanya akan diketahui
realitas kebenaran real setelah diperbandingkan dengan content dalam
tema yang sama di UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
didalamnya juga mengatur pembagian rurusan kewenangan antara
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah termasuk Pemerintah Desa.

(2) Analisis Statistik Inferensial Diskriptif

HALAMAN - 7
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Analisis yang akan dilakukan dalam rangka Analisa Kebutuhan Intervensi


Pembangunan Desa Tertinggal di Luar Pulau Jawa TA. 2015 akan sampai
pada upaya menentukan kriteria dan indikator intervensi pembangunan
yang dimaksud. Perhitungan-perhitungan terhadap hal itu akan berbasis
pada data-data dari BPS (Pusat maupun daerah) dan data Podes (terbaru
2013 atau 2014). Analisis akan mencakup gambaran kondisi dan
pengkategorisasian tentang kondisi-kondisi permasalahan, potensi, dan
kebutuhan pembangunan untuk kabupaten dan desa tertinggal yang
menjadi sasaran kajian.

Analisis Statistik Inferensial, dalam kaitan dengan kegiatan ini, akan


membantu menemukan karakteristik permasalahan, potensi, dan
kebutuhan di ciri-ciri kondisi desa dan kabupaten tertinggal yang hampir
sama. Kekuatan dari metode ini adalah bisa dilakukan untuk banyak desa
dalam waktu yang relative pendek karena diolah dari data sekunder (data
statistik) yang ada. Kelemahan dari metode ini adalah tingkat bias-nya
atau ketidaktepatan permasalahan, potensi, dan kebutuhan untuk kondisi
real cukup tinggi.

(3) Analisa SWOT

Analisis Kekuatan, Kendala, Peluang, dan Tantangan, atau yang sering disebut
analisis SWOT, merupakan salah satu metode analisa situasi dan kondisi yang
luas dipakai di lingkungan instansi pemerintah. Pada kegiatan ini langkah-
langkah SWOT tidak akan diikuti secara lengkap, namun pendekatan analisis
SWOT akan dipakai untuk membandingkan isu yang satu dengan isu yang lain.
Analisis ini popular karena simple dilakukan, bisa diterapkan dalam forum
yang melakukan analisa bersama, relative cepat, dan reliable (bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya). Selain itu pada umumnya SWOT dipakai
dalam konteks kegiatan perencanaan atau mencari/menggali isu-su/topic
atau domain penting yang dirasakan bersama dalam hal ini adalah fenomena-
fenomena yang terkait dengan desa-desa tertinggal.

SWOT sesungguhnya adalah metode analisa atas suatu situasi, kondisi, atau
fenomena baik situasi/kondisi yang negative maupun situasi/kondisi yang
positif atas suatu isu atau beberapa isu sebagaimana isu mengenai hal-hal
pembangunan desa dan kabupaten tertinggal. Efektifitas metode SWOT ini
adalah bahwa dalam satu rangkaian analisa dapat dikaji fenomena sebab dan
akibat, fenomena kendala dan kekuatan dari sesuatu yang sudah dilakukan,

HALAMAN - 8
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

bahkan sampai kepada analisa prediksi atas fenomena peluang dan tantangan
yang mungkin akan dihadapi ke depan atas suatu program yang sedang dikaji
dan akan dirumuskan kegiatannya. Dalam pertalian metode semacam inilah,
maka akan dilakukan 2 (dua) langkah mendasar yaitu: (1) Merumuskan
semua isu atau domain yang terkait dengan kondisi desa dan kabupaten
tertinggal; dan kemudian (2) Setiap isu/domain tersebut akan dilakukan
prinsip analisa SWOT-nya untuk menggali aspek-aspek apa yang perlu
dimasukkan atau aspek-aspek yang menjadi kebutuhan intervensi
pembangunannya.
Bagan 1.1
Penerapan Alur Analisis SWOT

Isu-isu strategis
Permasalahan dan
kendala stratgis
Permasalahan,
Potensi,
Kebutuhan, isu
Rumusan arah
strategis desa
dan kabupaten intervensi
tertinggal pembangunan
Rumusan kegiatan
intervensi
pembangunan

(4) Logical Framework Analysis

Dengan menggunakan analisis Logical Framework, yang merupakan dasar dari


metode RBM (Result Base Management) maka metode Process (potensi dan
masalah pencapaian Output dari Input yang tersedia) dan metode Konteks
(potensi dan masalah pencapaian Outcome dari Output, dan Impact dari
Outcome), dengan sendirinya telah terakomodir dalam proses analisis Logical
Framework-RBM.

Secara harafiah RBM dapat diartikan manajemen perencanaan berorientasi


pada hasil (output). Dengan kata lain RBM adalah strategi manajemen dalam
sebuah program perencanaan, dimana hasil dampak yang
dibayangkan/diharapkan harus dirumuskan secara bersama dalam kaitan
yang logic dengan intervensi apa yang harus dilakukan. Dari hasil dampak ini
kemudian dirumuskan dengan metode Logical Framework menuju rumusan
Arah Kebijakan, Kebijakan Strategis, Program Utama, dan kebutuhan
intervensi kegiatan pembangunan yang akan dilakukan. Melalui Logical

HALAMAN - 9
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Framework Analysis yang dibalik maka akan dikaji secara ligic dengan
pertanyaan: Jika semua kegiatan ini terpenuhi dengan baik apakah Result
akan tercapai. Jika semua Result ini tercapai apakah Goals akan terpenuhi. Jika
semua rumusan Goals terpenuhi akankah terjadi Outcomes seperti yang
diharapkan. Jika semua Outcomes ini terjadi akankah mencapai dampak
dimana terjadi Kualitas Hidup Masyarakat yang semakin baik sebagaimana
diharapkan oleh program.

Visualisasi gambaran Logical Framework Analysis tersebut adalah sebagai


berikut:
Bagan 1.2
Alur Berpikir Logical Framework Analysis

Visi dan Misi Pembangunan


daerah tertinggal dan desa
Simple, Measurable, Achievable, Realistic, Tome-bound

tertinggal

Arah Kebijakan untuk menuju


Impact yg diharapkan terjadi
Logic Framework

Kebijakan Strategis untuk


menuju Outcomes hasil jangka
menengah yang diharapkan terjadi

INTERVENSI PEMBANGUNAN
menuju hasil jangka pendek yang
menjadi sasaran kinerja

Kondisi sosial masyarakat desa


dan harapan-harapannya
(Data podes, Data observasi
lapangan, Wawancara, Sumber
data lain)

1.6. Proses Dan Pelaksana Kegiatan

Kegiatan ini merupakan hasil dari proses diskusi dan analisa yang terdiri atas 8
(delapan) kali proses diskusi yang tema-tema masing-masing diskusi dirancang
secara khusus mulai dari tema-tema yang sifatnya konsepsi terkait dengan desa dan
daerah tertinggal, pendekatan dan metodologi untuk memahami kebutuhan desa
dan daerah tertinggal, dan diskusi-diskusi yang terkait dengan analisa atas kondisi

HALAMAN - 10
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

desa dan daerah tertinggal di wilayaha sasaran (pilot project) kajian, sampai kepada
kebutuhan-kebutuhan khusus untuk pembangunan di desa dan daerah tertinggal
tersebut.

Guna mencapai tujuan dan keluaran kegiatan Analisa Kebutuhan Intervensi


Pembangunan Desa Tertinggal di Luar Pulau Jawa TA. 2015 ini, dilibatkan tenaga
ahli-tenaga ahli yang berpengalaman dibidang yang terkait dengan tema kegiatan
ini, yang terdiri atas tenaga ahli Pengembangan Wilayah, tenaga ahli Pemberdayaan
dan Pembangunan Desa, tenaga ahli Ekonomi Perdesaan, tenaga ahli Sosial-Budaya
dan Kelembagaan, dll.

1.7. Isi Buku Ini

Buku tentang Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa Tertinggal di Luar


Jawa ini terdiri atas 8 Bagian yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

Bagian 1 Latar Belakang

Bagian ini berisi tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan serta Manfaat, Ruang
Lingkup Kegiatan mengenai kajian dan penulisan buku ini.

Bagian 2 Kerangka Konsep: Memahami Wilayah dan Desa Tertinggal

Bagian ini berisi tentang kerangka konseptual atau pendekatan, termasuk definisi-
definisi penting yang menjadi landasan berpikir dalam memahami fenomena
kebutuhan melalui Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa Tertinggal di
Luar Pulau Jawa TA. 2015 ini. Bagin ini juga menjelaskan arahan-arahan kebijakan
mengenai daerah dan desa tertinggal mulai dari RPJMN 2015-2019, Agenda
Nawacita, Agenda Nawakerja, dan Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019

Bagian 3 Ichtiar Kategorisasi Daerah Dan Desa Tertinggal

Bagian ini berisi tentang upaya-upaya dari sudut definisi dan konsepsi mengenai
formulasi tipologi daerah dan desa tertinggal. Beberapa instansi atau lembaga yang
pernah melakukan formulasi tipologi ketertinggalan daerah dan desa ditampilkan
disini untuk dikaji variable dan indicator yang dipakai.

Bagian 4 Peta Kondisi Daerah Tertinggal Di Indonesia

Bagian ini menggambaran karakteristik kondisi ketertinggalan kabupaten-


kabupaten di Indonesia untuk memberikan gambaran secara umum dan
menyeluruh mengenai kondisi ketertinggalan di Indonesia. Tinjauan ketertinggalan

HALAMAN - 11
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

mencakup ketertinggalan sebagaimana dikonsepsikan Kementerian desa, tetapi


juga ketertinggalan dari sudut rawan bencana, rawan konflik, dan rawan pangan.

Bagian 5 Kondisi ketertinggalan Wilayah Kajian Provinsi NTT

Secara lebih khusus bagian ini menggambarkan ketertinggalan di Provinsi NTT


dalam konteks profil daerah umum, pembangunan secara umum, serta gambaran
kondisi wilayah dan problem pembangunan yang terkait dengan Tupoksi
Kemendesa PDTT (terkait dengan wilayah tertinggal, wilayah perbatasan, wilayah
konflik, wilayah rawan pangan, dan atau wilayah pesisir).

Bagian 6 Kondisi ketertinggalan Wilayah Kajian Provinsi Gorontalo

Secara lebih khusus bagian ini menggambarkan ketertinggalan di Provinsi


Gorontalo dalam konteks profil daerah umum, pembangunan secara umum, serta
gambaran kondisi wilayah dan problem pembangunan yang terkait dengan Tupoksi
Kemendesa PDTT (terkait dengan wilayah tertinggal, wilayah perbatasan, wilayah
konflik, wilayah rawan pangan, dan atau wilayah pesisir).

Bagian 7 Analisa Kebutuhan Intervensi Program (Studi Kasus Wilayah


Sasaran Kajian)

Pada bagian ini disusun kebutuhan-kebutuhan intervensi program dengan


menggunakan criteria-kriteria yang ada. Kebutuhan-kebutuhan intervensi program
tersebut disusun hanya untuk wilayahan kajian yaitu 1 kabupaten di NTT dan 1
kabupaten di Gorontalo.

Bagian 8 Penutup: Rekomendasi dan Komitmen

Bagian ini berisi rumusan-rumusan rekomendasi dari proses dan tahapan kajian
Intervensi Kebutuhan Pembangunan Desa Tertinggal di Luar Jawa ini, yang
sekiranya dapat dipakai oleh Kementerian PDTT.

HALAMAN - 12
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 2
Kerangka Konsep
Memahami Wilayah dan Desa Tertinggal

2.1. Definisi Wilayah dan Desa Tertinggal

Bagian ini akan menjelaskan konsepsi-konsepsi pokok/mendasar yang terkait


dengan arah kebijakan dan program pemberdayaan desa dan daerah tertinggal,
mulai dari hal yang bersifat kebijakan dan program nasional sampai hal yang
bersifat kebutuhan implementatif yang pernah dilaksanakan untuk daerah dan desa
tertinggal. Dengan kata lain ingin dipaparkan hal-hal yang bersifat teoritik dan
konsep pendekatan memahamai kebutuhan pembangunan untuk desa-desa dan
daerah tertinggal di Indonesia.

Menurut Peraturan Menteri DPDTT No. 6/2015 tentang Oraganisasi dan Tata Kerja
Kemendesa PDTT, Pasal 2 disebutkan bahwa Kemendesa PDTT mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan
kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan
daerah tertinggal, dan transmigrasi. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa fokus
kajian dan kegiatan Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa Tertinggal di
Luar Pulau Jawa TA. 2015 ini adalah wilayah dan desa tertinggal. Wilayah
dimaksud bisa diterjemahkan sebagai kabupaten tertinggal dan kawasan tertinggal
yang ada di dalam suatu kabupaten.

(1) Definisi Daerah/Kabupaten Tertinggal

Website resmi Kemendesa PDTT (http://kemendesa.go.id/hal/300027/183-


kab-daerah-tertinggal) dengan jelas mencantumkan definisi suatu daerah
dikategorikan tertinggal. Pengertian Daerah Tertinggal adalah daerah
kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang
dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah dikategorikan
tertinggal karena beberapa faktor penyebab, antara lain:

HALAMAN - 13
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

1. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit


dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/
pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena
faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik
transportasi maupun media komunikasi.
2. Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi
sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar
namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau
tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang berlebihan.
3. Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal
mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang
relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
4. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi,
transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan
lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
5. Daerah Terisolasi, Rawan Konflik dan Rawan Bencana. Daerah
tertinggal secara fisik lokasinya amat terisolasi, disamping itu seringnya
suatu daerah mengalami konflik sosial bencana alam seperti gempa bumi,
kekeringan dan banjir, dan dapat menyebabkan terganggunya kegiatan
pembangunan sosial dan ekonomi.

Kondisi daerah tertinggal seperti dijelaskan di atas diukur dari 6 kriteria, 27


indikator yang digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1
26 kriteria dan 27 Indikator Daerah/Kabupaten Tertinggal
Kriteria Daerah dan Desa Tertinggal
Kriteria Indikator
(1) Rendahnya perekonomian 1) Prosentase keluarga miskin tinggi
masyarakat 2) Konsumsi per kapita rendah
(2) Rendahnya sumber daya 3) tingkat angka harapan hidup
manusia 4) tingkat rata-rata lama sekolah
5) tingkat angka melek huruf
(3) Rendahnya sarana dan 6) jumlah jalan dengan permukaan terluas
prasarana (infrastruktur) aspal/beton
7) jalan diperkeras
8) jalan tanah,
9) jalan lainnya
10) persentase pengguna listrik, telepon

HALAMAN - 14
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kriteria Daerah dan Desa Tertinggal


Kriteria Indikator
11) prosentase pengguna air bersih
12) jumlah desa dengan pasar tanpa bangunan
permanen
13) jumlah prasarana kesehatan/1000 penduduk
14) jumlah dokter/1000 penduduk
15) jumlah SD-SMP/1000 penduduk
(4) Rendahnya kemampuan 16) Celah fiscal yang tinggi
keuangan daerah
(5) Rendahnya aksesibilitas 17) rata-rata jarak dari desa ke kota kabupaten,
18) jarak ke pelayanan pendidikan,
19) jumlah desa dengan akses pelayanan
kesehatan lebih besar dari 5 km
(6) karakteristik daerah 20) persentase desa rawan gempa bumi,
21) persentase desa tanah longsor
22) persentase desa banjir
23) persentase desa bencana lainnya
24) persentase desa di kawasan lindung
25) persentase desa berlahan kritis
26) persentase desa rawan konflik satu tahun
terakhir
27) persentase desa rawan pangan
Sumber: http://kemendesa.go.id/hal/300027/183-kab-daerah-tertinggal

RPJMN 2010-2014 pernah menetapkan klasifikasi kabupaten tertinggal


tersebut menjadi 5 (lima) klasifikasi berdasarkan indeks ketertinggal, yaitu:
Tidak Tertinggal/Maju, Agak Tertinggal, Tertinggal, Sangat Tertinggal, dan
Teringgal Sangat Parah, dengan ukuran sebagai berikut:

Tabel 2.2
Ukuran Nilai Indeks Dan Status Kabupaten Teringgal2
No Nilai Indeks Status
01 Indeks < 0,000 Maju
02 0,000 < Indeks < 0,5000 Agak Tertinggal
03 0,500 < Indeks < 1,000 Tertinggal
04 1,000 < Indeks < 2,000 Sangat tertinggal
05 Indeks > 2,000 Tertinggal sangat parah

(2) Definisi Desa Tertinggal

Melanjutkan tradisi tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2005 Badan Pusat


Statistik melakukan perhitungan idenks desa-desa tertinggal dengan
menggunakan 2 sumber data yaitu Potensi Desa Sensus Pertanian (Podes-SP)
2003 dan Susenas 2002, menerapkan 45 variabel ukuran dimana salah

2
Sumber: Ukuran Penetapan Kabupaten Tertinggal Dalam RPJMN 2010-2014 (https:hanibalhamidi. files.
wordpress.com)

HALAMAN - 15
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

satunya dipakai variable pengeluaran per kapita penduduk menentukan


tingkat kemiskinan. Pusat kajian SMERU
(http://www.indonesiapovertymap.org/) , pada tahun 2010 telah melakukan
kajian pilot project untuk memetakan kemiskinan desa dengan menggunakan
kategori indicator sebagai berikut:

Aset Alam, antara lain: berbagai kejadian bencana alam dan ketersediaan
air minum yang aman.
Aset Finansial, antara lain: ketersediaan koperasi dan perbankan, akses
kredit, dan kepemilikan aset.
Aset Fisik, antara lain: jumlah sekolah dan fasilitas kesehatan.
Aset Manusia, antara lain: angka partisipasi kasar dan jenis mata
pencaharian.
Aset Sosial, antara lain: kejadian perkelahian massal dan lokasi
berkumpulnya anak jalanan.

Kementerian PU-Cipta Karya3 pernah melakukan kajian desa tertinggal


dengan mendefinisikan desa tertinggal sebagai suatu wilayah Kawasan
Perdesaan yang ketersediaan Sarana dan Prasarana Dasar Wilayahnya
kurang/tidak ada (tertinggal) sehingga menghambat
pertumbuhan/perkembangan kehidupan masyarakatnya dalam bidang
ekonomi (kemiskinan) dan bidang pendidikan (keterbelakangan). Lebih lanjut
definisi tersebut dilengkapi dengan tolok ukur sebagai berikut:
1. Kawasan Permukiman
Kriteria: Kawasan perdesaan
Parameter: Unit Administratif Desa
2. Prasarana Dasar Wilayah
Kriteria: Jaringan Air Bersih
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
Kriteria: Jaringan Listrik
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
Kriteria: Jaringan Irigasi
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
3. Sarana Wilayah
Kriteria: Sarana Ekonomi (Pasar, Pertokoan, PKL, dll)
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
Kriteria: Sarana Industri (Industri RT, Industri Menengah, Industri Besar)
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
Kriteria: Sarana Kesehatan (RSD, Puskemas, Pustu, dll)
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
3
Lihat Panduan Teknis Identifikasi Lokasi Desa Terpencil, Desa Tertinggal, dan Pulau-Pulau Kecil. PU-
Ciptakarya,

HALAMAN - 16
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kriteria: Sarana Pendidikan (TK, SD, SMP, SMU)


Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
Kriteria: Sarana transportasi (Terminal, Stasiun)
Parameter: Pelayanan terhadap Luas Kawasan kurang dari (<) 25 %
4. Kondisi Kehidupan Masyarakat
Kriteria: Perekonomian masyarakat
Parameter: Jumlah Penduduk Miskin lebih dari (>) 50 %
Kriteria: Tingkat Pendidikan
Parameter: Tingkat Pendidikan Penduduk kurang dari (<) SMP lebih dari (>)
50%
Kriteria: Produktivitas Masyarakat
Parameter: Penduduk Menganggur lebih dari (>) 50%

Pada Oktober 2015 ini Kemendesa PDTT meluncurkan buku Indek Desa
Membangun. Buku ini berbasis pada pengukuran-pengukuran kondisi-kondisi
kemiskinan dan ketertinggalan desa sebagaimana pernah dibuat pada tahun-
tahun seblumnya baik oleh BPS maupun Bappenas, namun disempurnakan
dengan memberikan porsi yang cukup kuat ukuran-ukuran sosial dan budaya
masyarakat desa seperti partisipasi pembangunan, inisiatif-inisiatif penguatan
ekonomi, kekuatan-kekuatan modal sosial (social capital), dll. criteria ukuran
dan parameter yang digunakan dalam Indeks Desa Membangun ini akan
menjadi arahan intervensi pembangunan yang seperti apa yang harus
diterapkan.

2.2. Arahan Kebijakan Dokumen Perencanaan


Sub-bab ini ingin menjelaskan konteks dari program-program yang hendak
disasar oleh Kemendesa PDTT terkait dengan intervensi pembangunan untuk
daerah/kabupaten tertinggal dan desa tertinggal (kaitan dengan program
pemberdayaan desa), dalam kaitannya dengan arahan kebijakan
pembangunan dan dokumen perencanaan pembangunan di atasnya terutama
adalah RPJMN 2015-2019. Kementerian memiliki tupoksi untuk mendukung
program kerja Presiden. Dengan kata lain meskipun Kemendesa PDTT secara
independen sebagai lembaga pelaksana pembangunan telah menetapkan
Renstra dan program-programnya, namun secara hirarki harus tetap mengacu
dan tidak menegasikan apa yang sudah ditetapkan di dalam RPJMN 2015-
2019 terutama pada arahan kebijakan pembangunan yang bersifat nasional.

HALAMAN - 17
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Arahan Pengembangan Wilayah Nasional

Buku III RPJMN 2015-2019 menetapkan Arah Pengembangan Wilayah


Nasional, yang dilandasi oleh semangat mengurangi kesenjangan antar
wilayah, dimana dibagi ke dalam 7 (tujuh) wilayah pengembangan, yaitu: (1)
Wilayah Papua, (2) Wilayah Maluku, (3) Wilayah Nusa Tenggara, (4) Wilayah
Sulawesi, (5) Wilayah Kalimantan, (6) Wilayah Jawa-Bali dan (7) Wilayah
Sumatera. Pada masing-masing wilayah telah ditetapkan arah prioritas
strategis pembangunannya. Terkait dengan lokasi kajian ini yaitu di Provinsi
NTT dan Provinsi Gorontalo maka akan disajikan arahan nasional hanya pada
strategi Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara dan strategi Pengembangan
Wilayah Sulawesi sebagai percontohan saja.

Arahan Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara: Berdasarkan analisis


potensi yang ada di wilayah Nusa Tenggara maka arahan pembangunan
wilayah di wilayah ini, termasuk NTT, yaitu:

Pintu gerbang pariwisata ekologis melalui pengembangan industri


Meeting, Incentive, Convetion, Exhibition (MICE);
Penopang pangan nasional dengan percepatan pembangunan
perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan
industri perikanan, garam, dan rumput laut;
Pengembangan industri berbasis peternakan sapi dan perkebunan jagung;
Pengembangan industri mangan, dan tembaga.

Adapun sasaran pengembangan wilayah Nusa Tenggara 2015-2019 (


semuanya ada 8 sasaran, diambil hanya yang sesuai dengan target Kemendesa
PDTT), yaitu:
(1) Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah
Pulau Nusa Tenggara, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di koridor ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan
keunggulan daerah, termasuk diantaranya adalah pengembangan 2
Kawasan Ekonomi Khusus dan pusat-pusat pertumbuhan sebagai
penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya.
(2) Sementara itu, untuk mengurangi adanya kesenjangan antar wilayah di
Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara, maka akan dilakukan pembangunan
daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 20 Kabupaten tertinggal dapat
terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 5,90 persen; (b)

HALAMAN - 18
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi


rata-rata 15,62 persen; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di daerah tertinggal sebesar rata-rata 68,98.
(3) Pembangunan desa dan kawasan perdesaan dengan sasaran
berkurangnya kemiskinan dan pengangguran di desa-desa tertinggal dan
mempercepat pembangunan ekonomi menuju desa mandiri.
(4) Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat sedikitnya 5
pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau
Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
(5) Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan
negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka akan
dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.
(6) Sasaran Penanggulangan Bencana di Wilayah Nusa Tenggara adalah
mengurangi indeks risiko bencana pada 15 kabupaten/kota sasaran (Kota
Mataram, Kota Kupang, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah,
Lombok Utara, Kota Bima, Kabupaten Dompu, Bima,
(7) Ngada, Ende, Sikka, Manggarai, Alor dan Belu) yang memiliki indeks risiko
bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKSN, PKW, KEK
maupun kawasan pusat pertumbuhan lainnya.

Arahan Pengembangan Wilayah Sulawesi: Berdasarkan analisis potensi


yang ada di wilayah Sulawesi maka arahan pembangunan wilayah di wilayah
ini, termasuk Provinsi Gorontalo, yaitu:

Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan


internasional dan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia;
Pengembangan industri berbasis logistik;
Lumbung pangan nasional dengan pengembangan industri berbasis kakao,
padi, jagung;
Pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, bijih besi dan gas
bumi;
Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari

HALAMAN - 19
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Adapun sasaran pengembangan wilayah Sulawesi 2015-2019 ( semuanya ada


8 sasaran, diambil hanya yang sesuai dengan target Kemendesa PDTT), yaitu:
(1) Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi
Wilayah Sulawesi, akan dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di koridor ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan
keunggulan daerah, termasuk diantaranya adalah pengembangan 3
Kawasan Ekonomi Khusus, 5 Kawasan Industri, dan pusat-pusat
pertumbuhan sebagai penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya .
(2) Sementara itu, untuk mengurangi adanya kesenjangan antar wilayah di
Sulawesi, maka akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan
sasaran sebanyak 14 Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan
sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di
daerah tertinggal sebesar 8,65 persen; (b) menurunnya persentase
penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 11,81 persen; dan (c)
meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal
sebesar 72,69.
(3) Pembangunan desa dan kawasan perdesaan dengan sasaran
berkurangnya pengangguran dan meningkatkan keberdayaan
masyarakat di desa-desa tertinggal dan mendorong perekonomian desa
berbasis komoditas unggulan menuju desa mandiri.
(4) Untuk meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat
sedikitnya 9 pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
(5) Untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara
yang berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka akan dikembangkan 2
Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat mendorong
pengembangan kawasan sekitarnya.
(6) Untuk Penanggulangan Bencana di Wilayah Sulawesi adalah mengurangi
indeks risiko bencana pada 24 kabupaten/kota sasaran (Kota Manado,
Kota Bitung, Kota Gorontalo, Kota Makasar, Kota Palu, Kota Kendari,
Kabupaten Gorontalo, Mamuju, Polewali Mandar, Maros, Takalar, Gowa,
Luwu Timur, Bantaeng, Sigi, Donggala, Poso, Parigi Moutong, Morowali,
Kolaka, Konawe, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dan Kepulauan
Sangihe) yang memiliki indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi

HALAMAN - 20
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

sebagai PKN, PKSN, PKW, KEK, Kawasan Industri maupun pusat


pertumbuhan lainnya.

2.3. Arahan Program dan Indikator Kemendesa PDTT


Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019 tentu saja merupakan dokumen
perencanaan yang dipakai sebagai acuan utama para Ditjen dan Direktur di
lingkungan kementerian ini dalam mengarahkan programnya. Renstra
tersebut tentu sudah mengaju pada arahan di dalam RPJMN 2015-2019 dan
Agenda Nawacita. Renstra adalah dokumen kontrak kinerja menteri (dalam
hal ini Menteri Desa PDTT) dengan Presiden, dengan demikian Renstra adalah
dokumen strategis yang seyogyanya menjadi arah program di institusi
tersebut.

Apa yang menjadi kebijakan perencanaan nasional dalam hal pembangunan


daerah tertinggal tercantum dalam Arahan Kebijakan Nasional RPJMN 2015-
2019 sebagai berikut:
ARAH KEBIJAKAN:
1.Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga
terbangun kemitraan dengan banyak pihak;
2.Pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan dasar publik;
3.Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara
daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan
TUJUAN:
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan
mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah
maju pada 122 kabupaten
SASARAN STRATEGIS:
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di DT sebesar 7, 24 % pada tahun 2019;
Persentase penduduk miskin di DT menjadi 14,00 % pada akhir tahun 2019;
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DT sebesar 69,59 pada tahun 2019; dan
Meningkatnya 80 kabupaten menjadi kategori daerah maju.

Sumber inspiratif dari Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019 adalah Agenda


Nawakerja. Agenda Nawakerja merupakan turunan terhadap Agenda
Nawacita yang juga menjadi sumber acuan RPJMN 2015-2019. Ada 9
(sembilan) agenda prioritas dalam Nawakerja sebagaimana tertera dalam
tabel berikut.

HALAMAN - 21
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Mencermati Nawacita di atas maka pembangunan di daerah tertinggal lebih


khusus lagi untuk desa-desa tertinggal, maka secara konsepsional semua ke-9
agenda tersebut masuk dan diperlukan bagi daerah dan desa yang masih
dikategorikan tertinggal. Namun perlu kita cermati arahan Renstra
Kemendesa PDTT 2015-2019 yang lebih detail dan implementatif dalam
konteks Tujuan Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal, Sasaran Strategis,
Fokus Prioritas, dan Lokus Prioritas Kemendesa PDTT, yaitu:

Tujuan Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal


Pembangunan daerah tertinggal sebagai pendekatan pembangunan lintas batas
sektor ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan
pembangunan, dan mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah
tertinggal dengan daerah maju pada 122 kabupaten tahun 2015-2019.
Fokus Prioritas Kemendes PDTT 2015-2019 (umum):
1. Pengawalan pelaksanaan UU Desa khususnya untuk pembangunan desa,
pemberdayaan masyarakat desa, dan pengembangan kawasan perdesaan
1. Percepatan pembangunan 122 Kabupaten yang dikategorikan daerah tertinggal
2. Percepatan pembangunan desa tertinggal sebanyak 39.086 desa tertinggal dan
17.268 desa sangat tertinggal
3. Pengembangan daerah tertentu, yang terdiri dari daerah rawan pangan, daerah
perbatasan, daerah rawan bencana dan pascakonflik, daerah pulau kecil dan
terluar
4. Pembangunan dan Pengembangan kawasan transmigrasi sebagai pusat
pertumbuhan baru
Lokus Prioritas Kemendes PDTT 2015-2019 (umum):
1. 74.045 desa, khususnya di 39.086 desa tertinggal dan 17.268 desa sangat
tertinggal di seluruh Indonesia
2. Desa-desa dan kawasan perdesaan khususnya 1.138 desa di daerah perbatasan,
dan desa di daerah pulau-pulau terpencil dan terluar
3. 122 kabupaten daerah tertinggal dengan target pengentasan 80 daerah
tertinggal di 2019
4. 57 kabupaten rawan pangan, 39 kabupaten di perbatasan, 29 kabupaten yang
memiliki pulau terpencil dan terluar, 58 kabupaten rawan bencana dan

HALAMAN - 22
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

pascakonflik, dengan perhatian di daerah tertinggal dan di kawasan timur


Indonesia
5. 144 Kawasan Transmigrasi yang berfokus pada 72 satuan permukiman menjadi
pusat Satuan Kawasan Pengembangan Transmigrasi
6. 20 Kawasan Transmigrasi menjadi pusat pertumbuhan Perkotaan Baru

Jika Tujuan Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal, Sasaran Strategis, Fokus


Prioritas, dan Lokus Prioritas Kemendesa PDTT tersebut diterjemahkan ke
dalam format Program Unggulam Kemdesa PDTT maka terdapat 25 program
unggulam dari Kemendesa PDTT, yaitu:

No Program Unggulan

A Program Quick Wins

1 Peluncuran GERAKAN 5.000 DESA MANDIRI pada tahun 2015

2 Pendampingan 5.000 DESA MANDIRI

B Prioritas Program Membangun dari Pinggiran, Memperkuat Daerah


dan Desa
1 Mengawal implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan
berkelanjutan melalui penyusunan 16 Peraturan Menteri sesuai amanah UU
Desa.
2 Melanjutkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan menambah
sasaran sebesar 30 %
3 Membangun fasilitas pendidikan dasar di seluruh desa /kawasan pedesaan di
50 % daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal, serta kawasan
transmigrasi sesuai standar pelayanan minimum (SPM)
4 Penyiapan implementasi penyaluran dana desa Rp. 1.4 M per desa secara
bertahap
5 Membangun fasilitas kesehatan dasar di seluruh desa/kawasan pedesaan di
50% daerah terpencil, perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi
sesuai SPM
6 Membangun fasilitas pemasaran di seluruh desa/kawasan pedesaan di 50 %
daerah terpencil , perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi sesuai
SPM
7 Mewujudkan 50% desa di Indonesia menjadi Desa Mandiri hingga 2019

8 Pembentukan 5.000 BUMDes dan pengembangan BUMDes yang sudah ada di


seluruh desa hingga 2019
9 Melakukan Pencanangan 1.000 desa berdaulat benih hingga 2019

10 Pilot project sistem jaringan koneksi on line dengan 5.000 Kepala Desa

HALAMAN - 23
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

No Program Unggulan

11 Memenuhi standar pelayanan minimum penyediaan guru dan dokter di desa/


kawasan perdesaan di perbatasan, daerah tertinggal, dan kawasan
transmigrasi
C Prioritas Kemandirian Ekonomi

1 Menyalurkan modal bagi UMKM 5.000 Desa/Kawasan pedesaan

2 Revitalisasi pasar tradisional di 5.000 Desa/Kawasan Pedesaan

3 Membangun infrastruktur jalan pendukung pengembangan produk unggulan


di 5.000 DESA MANDIRI
4 Pembukaan 1 juta Ha lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali.

5 Pembangunan terminal baru untuk bongkar muat di seluruh 25 Kabupaten


di Pulau Terdepan, Terluar dan Terpencil.
D Prioritas Program Kawasan

1 Mengembangkan 20 Kawasan Perkotaan Baru (KPB) di kawasan


transmigrasi menjadi kota kecil/ kota kecamatan dengan berkembangnya
industri pengolahan sekunder & perdagangan
2 Meningkatkan pelayaran perintis antar pulau di 25 Kabupaten di pulau
terdepan, terluar, terpencil dan lokasi prioritas perbatasan.
3 Mengentaskan antara 50 - 75 kabupaten pada tahun 2019.

4 Mengentaskan desa tertinggal pada tahun 2019 menjadi 20%

5 Mewujudkan 39 pusat pertumbuhan baru, meliputi 27 di kawasan timur


Indonesia dan 12 di kawasan barat Indonesia
6 Membangun dan Mengembangkan 144 Kawasan Transmigrasi yang
berfokus pada 72 satuan permukiman transmigrasi menjadi pusat satuan
kawasan pengembangan
7 Save villages di daerah perbatasan dan pulau-pulau terdepan,terluar dan
terpencil

Sementara itu jika program-program dan sasaran-sasaran disusun dalam


model prioritasi lokus dan fokus, maka dapat diperoleh tabel sebagai
berikut:

Program Lokus Kabupaten


122 kabupaten daerah tertinggal dengan target pengentasan 80 daerah tertinggal
di 2019
57 kabupaten rawan pangan, 39 kabupaten di perbatasan, 29 kabupaten yang
memiliki pulau terpencil dan terluar, 58 kabupaten rawan bencana dan
pascakonflik, dengan perhatian di daerah tertinggal dan di kawasan timur
Indonesia

HALAMAN - 24
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Program Lokus Desa


Percepatan pembangunan desa tertinggal sebanyak 39.086 desa tertinggal dan
17.268 desa sangat tertinggal
Di 74.045 desa, khususnya di 39.086 desa tertinggal dan 17.268 desa sangat
tertinggal di seluruh Indonesia
Membangun fasilitas pendidikan dasar di seluruh desa /kawasan pedesaan di 50 %
daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal, serta kawasan transmigrasi sesuai
standar pelayanan minimum (SPM)
Membangun fasilitas kesehatan dasar di seluruh desa/kawasan pedesaan di 50%
daerah terpencil, perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi sesuai SPM
Membangun fasilitas pemasaran di seluruh desa/kawasan pedesaan di 50 % daerah
terpencil perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi sesuai SPM
Memenuhi standar pelayanan minimum penyediaan guru dan dokter di desa/
kawasan perdesaan di perbatasan, daerah tertinggal, dan kawasan transmigrasi
Membangun infrastruktur jalan pendukung pengembangan produk unggulan di
5.000 Desa Mandiri
Save villages di daerah perbatasan dan pulau-pulau terdepan, terluar dan
terpencil
Mewujudkan 39 pusat pertumbuhan baru, meliputi 27 di kawasan timur Indonesia
dan 12 di kawasan barat Indonesia

HALAMAN - 25
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 3
Ichtiar Kategorisasi Daerah
Dan Desa Tertinggal

Upaya untuk membuat profil ataupun tipologi sesungguhnya tidak banyak


signifikansinya terhadap penyusunan atau perumusan kebijakan program
maupun kebutuhan intervensi kegiatan. Sebanyak 17.268 desa tertinggal dan
122 kabupaten tertinggal tersebar dari Aceh sampai Papua, dengan kondisi
SDA yang amat beragam, dengan kondisi SDM mulai dari budaya, pengetahun,
jumlah penduduk, dan sebaran desa yang luas, secara logis tidak mungkin
dibuat tipologi-tipologi sebagai bahan perencanaan pembangunan kecuali
hanya sekedar sebagai penggambaran (profil) saja. Dan profil semacam itu
tidak pernah mampu secara benar dan tepat memberikan masukan signifikan
untuk upaya perumusan program dan intrvensi pembangunan.

Bagan 3.1
Irisan-Irisan Antar Sasaran Lokus

Kabupaten
Kabupaten dan atau
dan atau desa
desa di wilayah pulau
tertinggal
terluas terpencil

Kabupaten dan atau


desa di wil konflik,
bencana alam, rawan Kabupaten dan atau
pangan desa di wilayah
perbatasn

Desa-desa belum maju


dan miskin

Semakin banyak irisan lokus semakin dalam kondisi


ketertinggalan kabupaten atau desa bersangkuta. Oleh
karena itu dikategorikan daerah dengan kebutuhan
tertinggi untuk diintervensi (proritas utama)

HALAMAN - 26
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

3.1. Ihctiar Kategorisasi/Klasifikasi Untuk Prioritas

Kategorisasi atau klasifikasi atas suatu daerah yang dimaksud disini bukan kegiatan
membuat tipologi atau profil. Kategorisasi ini dibuat untuk kebutuhan pemilahan
proritasi daerah atau desa tertinggal mana yang harus didahulukan dalam
intervensi mendatang 2016 s/d 2019, dalam rangka memenuhi arahan
perencanaan nasional maupun arah program Kemendesa PDTT.

Klasifikasi prioritas lokasi sasaran program/kegiatan Kemendesa PDTT


dipertimbangkan dari paling tidak 2 (dua) kriteria, yaitu (1) Sebaran konsentrasi
kabupaten dan atau desa tertinggal; dan (2) Kabupaten dan atau desa yang
menunjukkan banyaknya irisan kategorisasi lokus.

Dari karakteristik pola konsentrasi atau persebaran kabupaten tertinggal yang ada
maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa:
1) Kebutuhan perhatian tertinggi untuk intervensi pengentasan kabupaten
tertinggal adalah di wilayah Indonesia Timur khususnya wilayah Papua,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
2) Kebutuhan perhatian tertinggi untuk intervensi pengentasan desa
tertinggal adalah wilayah Papua, Maluku, Sumatera, dan Kalimantan.

Dari karakteristik irisan lokus sasaran sebagaimana digambarkan dalam Gambar


3.1 maka bisa disumsikan secara kuat bahwa daerah atau kabupaten yang memiliki
irisan terbanyak bisa dikatakan sebagai daerah dengan ketertinggal terparah, dan
karena itu dikategorikan sebagai daerah dengan kebutuhan di intervensi proritas
tertinggi.

Proritasi tersebut adalah sebagai berikut


Proritasi sasaran lokasi Irisan kebutuhan Lokasi Kabupaten
Sangat prioritas 1. Kabupaten Perbatasan Akan ditentukan
2. Kabupaten tertinggal kemudian
3. Kabupaten dengan 2 sampai 3
karakteristik tertentu:
3.1. Rawan bencana
3.2. Rawan pangan
3.3. Terluar-terdepan
Prioritas 1 1. Kabupaten tertinggal Akan ditentukan
2. Kabupaten dengan 2 sampai 3 kemudian
karakteristik tertentu:
2.1. Rawan bencana
2.2. Rawan pangan
2.3. Terluar-terdepan
Prioritas 2 Kabupaten tertinggal Akan ditentukan
kemudian

HALAMAN - 27
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Proritasi sasaran desa-desa dalam program yang terkait dengan pembangunan dan
pemberdayaan desa dapat mengikuti prioritasi daerah/kabupaten. Mengapa
demikian sebab secara teoritis pehitungan ekonomi wilayah, misalnya kita ambil
salah satu sasaran strategis Rata-rata pertumbuhan ekonomi di DT sebesar 7, 24 %
pada tahun 2019 (untuk sasaran nasional), atau meningkatkan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 8,65 persen (untuk wilayah
Sulawesi) tidak akan bisa tercapai secara jujur jika desa-desa tertinggal dan
kabupaten-kabupaten tertinggalnya tidak diintervensi secara terintegrasi oleh
sebagian besar direktorat atau unit kerja di bawah Kemendesa PDTT. Satu atau dua
unit kerja saja yang masuk di suatu kabupaten tertinggal, kawasan tertinggal, atau
desa tertinggal secara logika tidak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
atau mengentaskan ketertinggal desa atau kabupaten bersangkutan. Persoalannya
adalah sudahkan hal semacam itu dipikirkan oleh setiap Direktorat saat ini?

3.2. Priortitas Fokus Intervensi Pembangunan Di Kabupaten dan


Desa Yang Sudah Diprioritasikan:
Norma dan prinsip utama intervensi pembangunan, yang juga sudah diakui oleh
semua pihak pelaku pembagunan, adalah prinsip tertintegrasi atau sering disebut
integrated development program. Asumsi dasarnya adalah bahwa perubahan yang
kearah membaik kesejahteraan masyarakat tidak bisa hanya diselesaikan oleh satu
sisi atau satu sektor saja. Apalagi jika satu desa, kawasan, atau kabupaten ditengarai
memiliki tekanan kemiskinan dan ketertinggal dari berbagai segi.

Misalnya saja, Kabupaten Belu di NTT dikategorikan sebagai kabupaten


perbatasan karena memang secara geografis dan administrative berbatasan
dengan Negara Timor Leste, daerah tertinggal (masuk dalam daftar 122 kabupaten
tertinggal), juga kabupaten rawan pangan (2010 4). Jika mengikuti kategorisasi
prioritas seperti sudah dijelaskan di atas, kemudian diikuti program interbensi yang
dibutuhkan maka dapat digambarkan tabel sebagai berikut:

Proritasi Direktorat
Lokasi
sasaran Irisan kebutuhan Terlibat Program/kegiatan
Kabupaten
lokasi (minimal)
Sangat 1. Kabupaten Kabupaten 1. Dir. Program relevan di
prioritas Perbatasan Belu Pengembangan direktorat masing-
2. Kabupaten Wil. Perbatasan masing (akan

4
Pada tahun 2010 Kabupaten Belu dikategorikan sebagai kabupaten kerentanan pangan prioritas 1 (Peta
Ketahanan Pangan NTT 2010: Pemprov NTT Dewan Ketahanan Pangan World Food Program). Tahun
2015 kerentanan pangan Kab. Belu membaik menjadi kerentanan pangan prioritas 4 (Peta Kerentanan
dan Ketahanan Pangan Indonesia 215: Versi Rangkuman: Dewan Ketahanan Pangan WFP)

HALAMAN - 28
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

tertinggal 2. Dir. dirumuskan kemudian


3. Kabupaten dengan Pengendalian melalui hasil analisa
2 sampai 3 Rawan Pangan kajian)
karakteristik 3. Dir.
tertentu: Pengembangan
3.1. Rawan infrastruktur
bencana kawasan
3.2. Rawan 4. Dir. Pelayanan
pangan sosial dasar
3.3. Terluar- 5. Dir. PMD
terdepan
Prioritas 1 1. Kabupaten Akan
tertinggal ditentukan
2. Kabupaten kemudian
dengan 2 sampai
3 karakteristik
tertentu:
2.1. Rawan
bencana
2.2. Rawan
pangan
2.3. Terluar-
terdepan
Prioritas 2 Kabupaten Akan
tertinggal ditentukan
kemudian

Dengan pola matriks kerangka intervensi kebutuhan pembangunan semacam ini


(yang akan dielaborasi lebih lanjut dalam bab-bab berikutnya dan dilengkapi
matriksnya melalui proses analisa dalam kegiatan ini), akan mendukung dalam hal:

1) Mengetahui secara cepat kerangka program yang akan dan sedang dilakukan
mengenai nama program, sasaran program, lokus prioriras lokasi, direktorat
dan Ditjen yang harus terlibat, dan intervensi program yang dibutuhkan atau
dilaksanakan.

2) Sebagai bahan atau acuan mengarahkan, mengkoordinasi, melakukan


integrasi kepada Ditjen maupun Direktorat untuk melakukan koordinasi dan
sinkronisasi serta mengarahkan lokus dan fokus kegiatan mereka.

3) Sebagai bahan untuk mengintegrasikan, melakukan sinkronisasi, dan


melakukan manajemen kebutuhan data, baik sebagai bahan evaluasi capaian
maupun bahan perencanaan di tahun dan tahap berikutnya.

HALAMAN - 29
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 4
Peta Kondisi Daerah Tertinggal
Di Indonesia

4.1. Peta Kondisi Daerah Tertinggal


Sebelum menjelaskan kondisi ketertinggalan di kabupaten dan desa tertinggal di 2
provinsi yang menjadi percontohan atau pilot project kajian ini, akan dijelaskan
sebelumnya secara sekilas mengenai kondisi peta wilayah-wilayah tertinggal dan
sebagian wilayah tertentu untuk memberikan setting gambaran umum
ketertinggal daerah-daerah di Indonesia.

Gambar 4.1
Sebaran dan Perkembangan Kabupaten Tertinggal 2004-20141

1
Lih. Bahan presentasi Rakornas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP: Balai kartini, Jakarta, 23 Desember 2014.

HALAMAN - 33
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Pada tahun 2004 seiring dengan perhatian pemerintah untuk mengurangi


kesenjangan pembangunan antar daerah/kabupaten, dilakukan upaya untuk
mengukur ketertinggalan daerah dan ditemukan 199 kabupaten tertinggal.
Kabupaten tertinggal yang terentaskan selama 10 tahun terakhir sejak tahun 2004
sampai akhir Desember 2014 sebanyak 70 kabupaten, atau sekitar 57%.
Selanjutnya sampai tahun 2019 ditargetkan terentaskan sebanyak 75 kabupaten
sehingga diharapkan tersisa hanya 47 kabupaten. Namun jumlah ini sangat
mungkin bertambah dengan kemungkinan adanya pemekaran-pemekaran
kabupaten (DOM=Daerah Otonomi Mandiri) yang tergolong tertinggal.

Awal tahun 2015 Kemendesa PDTT dihadapkan pada jumlah kabupaten tertinggal
sebanyak 122 kabupaten yang harus menjadi sasarannya. Dari jumlah itu menurut
persebarannya, wilayah Papua, Bali dan Nusa Tenggara, serta Sulawesi merupakan
3 daerah terbanyak memiliki kabupaten tertinggal seperti tertera di dalam tabel
berikut:

Tabel 4.1
Konsentrasi Kabupaten Tertinggal Tahun 2015

Catatan: Data terperinci per provinsi ada di dalam lampiran.

Persebaran kabupaten tertinggal yang tergambarkan di dalam tabel di atas


berbanding lurus dengan persebaran atau konsentrasi desa-desa tertinggal di
Indonesia, seperti tergambar di tabel berikut ini.

HALAMAN - 34
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 4.2.
Konsentrasi desa tertinggal di Indonesia

Mencermati persebaran desa-desa tertinggal tersebut, terlihat bahwa ada 2 wilayah


di Indonesia bagian Timur yang memiliki jumlah desa-desa tertinggal terbanyak
yaitu Papua dan Maluku. Yang cukup mengejutkan yaitu bahwa di wilayah
Sumatera jugamasih memiliki konsentrasi desa tertinggal tergolong tinggi mencapai
37%.
Dari karakteristik pola konsentrasi atau persebaran kabupaten tertinggal dan desa
tertinggal sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sementara bahwa:
1) Kebutuhan perhatian tertinggi untuk intervensi pengentasan kabupaten
tertinggal adalah di wilayah Indonesia Timur khususnya wilayah Papua, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
2) Kebutuhan perhatian tertinggi untuk intervensi pengentasan desa tertinggal
adalah wilayah Papua, Maluku, Sumatera, dan Kalimantan.

4.2. Peta Daerah Tertentu2

Selain kategorisasi lokus kabupaten dan desa tertinggal, Kemendesa PDTT juga
memasukkan kategorisasi Daerah Tertentu menjadi target wilayah sasaran
program. Satu-satuny acuan sebagai pegangan apakah lokus daerah tertentu adalah
Permendesa PDTT No. 5/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendesa
PDTT, Pasal 379, Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu mempunyai

2
Sangat sulit dicari acuan kebijakan baik berupa Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, maupun
peraturan presiden yang dapat diacu sebagai definisi daerah tertentu

HALAMAN - 35
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang


pengembangan daerah rawan pangan, daerah perbatasan, daerah rawan bencana
dan pasca konflik, serta daerah pulau kecil dan terluar.

4.2.1. Kabupaten Wilayah Perbatasan

Daerah/kabupaten Perbatasan, yang di dalam Agenda Nawacita disebut-


sebut sebagai membangun Indonesia dari pinggiran, adalah daerah yang
secara administratif dan geografis berbatasan atau berhadapan dengan
negara lain. Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan adalah
mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan ncgara yang
berdaulat, berdaya saing, dan arnan. Pendekatan pembangunan
kawasan perbatasan terdiri: (i) pendekatan keamanan (security
approach), (ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat
(prosperity approach) dan (iii) pendekatan lingkungan (environment
approach).

Sedangkan arah kebijakannya berubah dari orientasi "inward looking"


menjadi "outward looking" sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan
perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan
pengelolaannya bergeser dari pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) yang dilaksanakan secara serasi dengan
pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan
lingkungan (environment approach). Tahun 2015-2019 pendekatan
pembangunan wilayah perbatasan difokuskan pada 10 Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) dan 16 pengembangan PKSN lainnya
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan Perbatasan Negara
yang dapat mendorong pengembangan kawasan sekitarnya,
terutama 187 Lokasi Prioritas (Lokpri) perbatasan untuk
mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan
n e ga ra yang berdaulat berdaya saing dan aman.

4.2.2. Daerah Rawan Pangan


Kasus busung lapar, kurang gizi, kekurangan pangan, tumbuh kembang anak
dibawah garis normal atau rata-rata, dan yang disinyalir oleh para ahli akan
membentuk generazi yang kurang berkualitas, disebabkan kerawanan
pangan yang parah. Kerawanan pangan disebabkan oleh buruknya akses
terhadap pangan. Rendahny akses terhadap pangan disebebkan oleh (1)

HALAMAN - 36
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

kegagalan panen yang berkepanjangan, (2) tidak terjangkaunya daya beli


masyarakat terhadap bahan pangan pokok, (3) distribusi pangan yang tidak
merata dan atau tidak adil.

Belakangan kasus kerawanan pangan di tinjau dalam pespektif yang lebih luas
karena sangat terkait dengan fenomena kesehatan karena menyangkut gizi
buruk dan tumbuh kembang anak, pertanian, ekonomi, dan perdagangan, dll.
Terdapat 13 Indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat kerawanan
pangan suatu wilayah/daerah, dimana indikator-indikator tersebut sangat
erat kaitannya dengan fokus program Kemendesa PDTT. Ke 13 indikator itu
sebagai berikut:

Ketersediaan pangan
1. Rasion konsumsi normative per kapita terhadap ketersediaan bersih padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar
Rata-rata produksi bersih tiga tahun (2007-2009) padi, jagung, ubi kayu
dan ubi jalar pada tingkat wilayah tertentu
Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari
Data bersih serealia dari perdagangan
Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/4.orang/hari.
Akses pangan dan mata pencaharian
2. %tase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar
minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang
dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak
3. %tase desa yang tidak memiliki akses penghubung (sarana dan prasarana
transportasi) yang memadai
Lalu-lintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat
sepanjang tahun
4. %tase rumah tangga tanpa akses listrik
%tase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN
dan/atau non PLN, misalnya generator
Pemanfaatan pangan
5. %tase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan
%tase desa dengan jarak lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan
(rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih,
paramedik, dan sebagainya)
6. %tse rumah tangga tanpa akses ke air bersih
%tase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal
dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung.
7. Perempuan Buta Huruf
%tase perempuan di atas 15 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis.
8. Berat badan balita di bawah standar (Underweight)
Anak di bawah lima tahun yang berat badannya kurang dari -2 Standar
Deviasi (-2 SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin

HALAMAN - 37
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

tertentu
9. Angka harapan hidup pada saat lahir
Perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru lahir dengan asumsi tidak ada
perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya.
Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Transien
10. Bencana alam
Data bencana alam yang terjadi di NTT dan kerusakannya selama periode
11. Penyimpangan Curah Hujan
Data rata-rata tahunan curah hujan pada musim hujan dan kemarau selama
10 tahun terakhir dari saat pengukuran.
Kemudian dihitung %tase dari perbandingan nilai ratarata 10 tahun
terhadap nilai normalrata-rata 30 tahun terakhir dari saat pengukuran.
12. %tase daerah puso
%tase dari daerah ditanami padi dan jagung yang rusak akibat kekeringan,
banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT).
13 Deforestasi hutan
Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi
non hutan. Angka deforestasi hutan berdasarkan analisis citra satelit
Landsat pada tahun pengukuran

Berikut ini adalah peta kerentanan kerawanan pangan Indonesia 2015 yang
diambil dari Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015 (Dewan
Ketahanan Pangan Nasiona World Food Programe, 2015):

Gambar 4.2
Peta Kerawanan Pangan Indonesia 2015

HALAMAN - 38
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Hampir seluruh wilayah bagian Tengah Papua adalah paling tinggi kerentanan
terhadap rawan pangan (prioritas 1 untuk segera ditangani). Kemudian
prioritas 2 untuk segera ditangani yaitu wilayah gugusan Kepulauan Nias dan
Mentawai, Bangka Belitung, sebagian wilayah NTT, sebagian besar Papua.
Prioritas 3 yang tidak begitu para namun tetap rentan terhadap kerawanan
pangan antara lain Sumatera bagian Selatan sampa wilayah Jawa Barat dan
Banten, kemudian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Selatan, sebagian Sulawesi Tengah dan Utara, serta sebagian besar wilayah
Maluku dan Maluku Utara. Dari pengamatan sekilas saja bisa dipastikan semua
wilayah kerentanan pangan prioritas 1, prioritas 2, dan prioritas 3
berhimpitan dengan wilayah-wilayah kabupaten-kabupaten tertinggal.

4.2.3. Daerah Rawan Bencana

Daerah-daerah rawan bencana juga menjadi target penanganan program-


program yang dikembangkan Kemendesa PDTT. Secara teoritis alasannya
adalah bahwa kejadian-kejadian bencana sangat berpengaruh terhadap
kondisi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dan kemampuan
pemerintah daerah dalam mengelola anggarannya. Indonesia merupakan
salah satu negara di dunia yang rawan terhadap bencana alam (natural
disaster) maupun bencana karena ulah manusia (man-made disaster).
Kerawanan terhadap bencana alam berkaitan dengan faktor geografis,
geologis, hidrometeorologis dan faktor-faktor lainnya seperti perubahan
liklim (climate change) dan pemanasan global (global warming).

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini banyak bencana berskala
nasional terjadi di Indonesia. Sejak tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang
mengakibatkan korban jiwa 105.262 warga Aceh dan hampir sepertiga kota
Banda Aceh hancur, tidak berselang tiga bulan disusul dengan gempa bumi di
Pulau Nias dan dua tahun kemudian gempa bumi terjadi di Yogyakarta dan
Jawa Tengah tahun 2006, lalu tsunami Cilacap dan Tasikmalaya, gempa bumi
Bengkulu kemudian Padang dan masih banyak lagi kejadian-kejadian bencana
yang berskala kecil maupun besar. Berdasarkan data yang dihimpun oleh
BNPB diketahui bahwa selama tahun 2012 bencana alam telah mengakibatkan
sebanyak 487 orang meninggal, 675.798 orang mengungsi/menderita dan
33.847 rumah rousak dimana 7.891 rumah rusak berat, 4.587 rusak sedang,

HALAMAN - 39
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

dan 21.369 rusak ringan. Kejadian bencana terbanyak adalah puting beliung
259 kejadian atau 36 %, banjir 193 kejadian atau 26 % dan tanah longsor 138
kejadian atau 19 %.

Dampak dari kejadian-kejadian bencana tersebut sangat meluas mulai dari


kerentanan ekonomi rumah tangga korban, yang diindikasikan dari tidak
dimilikinya uang, hilangnya harta berharga, hilangnya pekerjaan atau sumber
produksi ekonomi, tidak ada penghasilan, merupakan beban yang panjang
yang tidak mudah segera dipulihkan, infrastruktur yang rusak, serta tidak
berjalannya sistem pemerintahan (terutama desa) sampai kondisi benar-
benar dapat dipulihkan.

Berikut disajikan gambaran peta kejadian bencana di berbagai daerah:

Gambar 4.3.
Peta Kejadian Bencana di Indonesia

Sumber: BNPB, 2014.

Peta tersebut menunjukkan kejadian-kejadian bencana sekaligus juga


wilayah-wilayah potensi bencana yang sifatnya jangka panjang seperti banjir,
tanah longsor, letusan gunung berapi, dan kebakaran lahan. Melalui peta ini

HALAMAN - 40
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

terlihat bahwa bencana banjir sering terjadi di sebagian wilayah Aceh, Jakarta
dan Menado, dimana akhir-akhir ini kejadian tersebut lebih meluas sampai di
Sumatera bagian selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi bagian selaran.
Bencana longsor terjadi kabupaten Paniai, Banjarnegara, bahkan juga
berkembang sampai wilayah Jawa Barat. Sementara bencana kebakaran hutan
terjadi sebagian besar wilayah di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Sebagian besar daerah-daerah bencana ini berhimpitan dengan kabupaten-
kabupaten tertinggal.

Gambar 3.4 menunjukkan jenis bencana lain, yaitu bencana kekeringan dalam
dalam 1 dekade terakhir menghantui sebagian besar wilayah di Indonesia.
Kekeringan akan mempengaruhi produktivitas lahan pertanian, yang berarti
juga mengurangi kesejahteraan ekonomi petani di pedesaan. Kelangkaan air
akibat dari kekeringan meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap
kondisi hidup sehat, dan kebutuhan akan air bersih.

Gambar 4.4
Peta Bencana Kekeringan di Indonesia

Sumber: BNPB, 2007

Daeah-daerah tertinggal sangat berhimpitan dengan lokasi-lokasi yang diberi


warna merah dalam peta diatas, yang menunjukkan wilayah kekeringan yang

HALAMAN - 41
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

parah (tinggi keparahan kekeringannya). Begitu pula dengan lokasi-lokasi


yang diberi warna kuning (sedang tingkat keparahannya).

4.2.4. Wilayah-Wilayah Bencana Konflik

Sebagaimana dampak bencana alam, bencana konflik juga berdampak


mendalam dan panjang pada kesejahteraan masyarakat dan kemampuan
mereka untuk bangkit dari keterpurukan akibat konflik. Bagi masyarakat di
pedesaan wilayah konflik, pemberdayaan masyarakat secara umum,
pendampingan ekonomi, kepercayaan antar warga, terlebih lagi kepercayaan
atas proses pembangunan sangat dibutuhkan. Berikut ditampilkan peta
gambaran ancaman konflik di Indonesia.

Gambar 4.5
Peta Resiko Bencana (Kerawanan) Konflik

Sumber: BNPB, 2010. Keterangan: Merah: Resiko Tinggi, Kuning=Resiko Sedang, Hijau=Resiko rendah.

Sebagai contoh saja keterkaitan wilayah-wilayah resiko atau kerawanan konflik


tersebut dengan wilayah-wilayah yang menjadi sasaran kemendesa PDTT terkait
dengan daerah tertinggal misalnya wilayah di Provinsi Kalimantan utara, khususnya
Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan Malaysia. Kabupaten Nunukan adalah

HALAMAN - 42
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

wilayah perbatasan, juga dikategorikan wilayah tertinggal, dan juga dikategorikan


daerah resiko konflik. Selain itu wilayah-wilayah di Papuan (yang berwarna
Kuning), adalah juga wilayah tertinggal, lokasinya terpencil, juga wilayah resiko
kekeringan dan wilayah reskio konflik sedang.

HALAMAN - 43
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 5
Kondisi Ketertinggalan
Wilayah NTT

5.1. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)


Gugusan pulau-pulau di Provinsi NTT terdiri atas tiga pulau utama yaitu Pulau
Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor. Selain pulau-pulau besar tersebut terdapat
juga gugusan pulau-pulau kecil yang mengelilingi ketiga pulau besar. Pulau-pulau
tersebut diantaranya Pulau Suwu, Pulau Rote, Pulau Rinca, Pulau Raijua, Pulau
Pamana, Pulau Lomblen, Pulau Pantar, Pulau Semau dan Pulau Komodo.
Karena berupa wilayah kepulauan, maka provinsi ini banyak memiliki wilayah
perairan dan garis pantai yang panjang. Provinsi N T T memiliki luas wilayah
47.349,90 Km2 dimana Kabupaten Sumba Timur memiliki wilayah yang
terluas sebesar 7.000,50 Km2 atau sekitar 14,76 % dari luas wilayah NTT.

Bentang alam Provinsi Nusa Tenggara Timur di dominasi oleh gugusan


kepulauan. Datarannya memiliki lahan yang bervariasi. Pegunungan,
dataran tinggi dan perbukitan berselang-seling menghiasi bentang alam
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah dataran rendah terdapat di
sepanjang pesisir pantai di ketiga pulau. Sementara itu, dataran tinggi dan
pegunungan terdapat dibagian tengah yang sebagian besar berupa dataran tinggi
tanah kapur (Karts). Ol e h ka re n a i t u s e b a gi a n wi l a ya h p e r b u ki t a n d i n
NT T t i d a k me mi li k i b a n ya k va ri a s i vegetasi, tidak banyak memiliki hutan,
dan hampir sebagian besar bentang alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur
terdiri atas padang rumput kering. Pola iklimnya adalah beriklim kering yang
dipengaruhi oleh angin musim. Periode musim kemarau lebih panjang, yaitu 7
bulan (Mei sampai dengan Nopember) sedangkan musim hujan hanya 5 bulan
(Desember sampai dengan April).

HALAMAN - 44
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

5.1.1. Kondisi Demografi dan Sosial Secara Umum

Secara etnis masyarakat asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami
daerah-daerah yang tersebar Diseluruh wilayah NTT. Paling sedikit
diperkirakan terdapat 16 kelompok suku atau etnis, diantaranya seperti
Helong (mendiami wilayah sekitar Kupang, Lamaholor (mendiami wilayah
Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan sebagian
Pulau Lomblen), dll.

Secara administrasi kewilayahan NTT terbagi menjadi 20 kabupaten dan 1


kotamadya yaitu kota Kupang sebagaimana tertera di dalam tabel dibawah ini.

Tabel 5.1
Jumlah Desa dan Kecamatan menurut Kabupaten/Kota di NTT
Jumlah Desa/Kelurahan
Wilayah Desa Kelurahan
2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013
1. Sumba Barat 63 63 63 63 11 11 11 11
2 Sumba Timur 140 140 140 140 16 16 16 16
3 Kupang 160 160 160 160 17 17 17 17
4 Timor Tengah
228 228 266 266 12 12 12 12
Selatan
5 Timor Tengah
143 144 144 144 31 31 31 31
Utara
6 Belu 196 196 196 69 12 12 12 12
7 Alor 158 158 158 158 17 17 17 17
8 Lembata 137 137 137 144 7 7 7 7
9 Flores Timur 229 229 229 229 21 21 21 21
10 Sikka 147 147 147 147 13 13 13 13
11 Ende 191 194 255 255 23 23 24 23
12 Ngada 82 107 135 135 16 16 16 16
13 Manggarai 132 144 145 145 17 17 17 17
14 Rote Ndao 82 82 82 82 7 7 7 7
15 Manggarai Barat 116 164 164 164 5 5 5 5
16 Sumba Tengah 65 65 65 65 0 0 0 0
17 Sumba Barat Daya 94 129 129 129 2 2 2 2
18 Nagekeo 84 97 97 97 16 16 16 16
19 Manggarai Timur 159 159 159 159 17 17 17 17
20 Sabu Raijua 58 58 58 58 5 5 5 5
21 Malaka - - - 127 - - - 0
22 Kota Kupang 0 0 0 0 51 51 51 51
NTT 2664 2801 2929 2936 316 316 317 316
Sumber: NTT Dalam Angka 2014 (BPS NTT)

HALAMAN - 45
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Beberapa kabupaten yang memiliki jumlah desa cukup banyak adalah seperti
kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Flores Timur, dan Kabupaten Ende.
Jumlah desa di Kabupaten Belum mengalami penurunan jumlah drastis karena
kabupaten ini mengalami pemekaran dengan Kabupaten Malaka pada tahun
2013. Kedua kabupaten ini sama-sama menjadi kabupaten wilayah
perbatasan.

Tabel 5.2
Jumlah dan Perkembangan Penduduk di NTT 2012-2013
Laju Pertumbuhan
Penduduk (orang) Penduduk per Tahun
Kabupaten/Kota (%)
2012 2013 2000-2010 2012-2013
1 Sumba Barat 115 .672 117 .787 2,32 1,83
2 Sumba Timur 236 .494 240 .190 2,11 1,56
3 Kupang 319 .895 328 .688 2,53 2,75
4 Timor Tengah Selatan 448 .693 451 .922 1,25 0,72
5 Timor Tengah Utara 236 .703 239 .503 1,71 1,18
6 Belu 196 .330 199 .990 2,40 1,86
7 Alor 194 .719 196 .613 1,47 0,97
8 Lembata 123 .977 126 .704 2,74 2,20
9 Flores Timur 239 .314 241 .590 1,65 0,95
10 Sikka 306 .431 309 .008 1,31 0,84
11 Ende 265 .304 266 .909 1,15 0,60
12 Ngada 147 .891 150 .186 2,11 1,55
13 Manggarai 304 .441 309 .614 2,29 1,70
14 Rote Ndao 131 .467 137 .182 1,95 4,35
15 Manggarai Barat 234 .811 240 .905 3,07 2,60
16 Sumba Tengah 65 .070 66 .314 2,79 1,91
17 Sumba Barat Daya 299 .534 306 .195 2,29 2,22
18 Nagekeo 134 .427 136 .201 1,85 1,32
19 Manggarai Timur 261 .777 264 .979 1,99 1,22
20 Sabu Raijua 78 .592 80 .897 1,30 2,93
21 Malaka 171 .303 174 .391 - 1,80
22 Kota Kupang 358 .382 368 .199 3,52 2,74
Nusa Tenggara Timur 4. 871 .227 4. 953 .967 2,07 1,70
Sumber: NTT Dalam Angka 2014 (BPS NTT)

Berita Resmi Statistik dari BPS Provinsi NTT 2015 menggambarkan adanya
perkembangan kondisi kemiskinan di NTT baik dari sudut tingkat
kemiskinan maupun kedalaman kemiskinan.

HALAMAN - 46
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 5.3: Jumlah dan %tase Penduduk Miskin Desa-Kota, 2014-2015

Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada Bulan Maret 2015
sebesar 1.159,84 ribu orang (22,61%) meningkat sekitar 168 ribu orang
dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang berjumlah
991,88 ribu orang (19.60%). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama
periode September 2014 Maret 2015, %tase penduduk miskin di daerah
perdesaan mengalami kenaikan sebanyak 157,5 ribu orang (dari 886,18 ribu
orang menjadi 1.043,68 ribu orang) dan untuk perkotaan mengalami kenaikan
sebanyak 10,5 ribu orang (dari 105,70 ribu orang menjadi 116,16 ribu orang).

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan %tase


penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat
kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah
penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan
bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Pada periode September 2014 - Maret 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan


dan Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman
Kemiskinan naik dari 3,252 pada September 2014 menjadi 4,059 pada Maret
2015. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,792 menjadi
1,070 pada periode yang sama3. Kenaikan nilai kedua indeks ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung
semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin juga semakin melebar.

3
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 05/09/53, 15 September 2015

HALAMAN - 47
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

5.1.2. Daerah-Daerah Tertinggal di Provinsi NTT

Wilayah administrative provinsi NTT terdiri atas 20 kabupaten dan 1


kotamadya yaitu Kupang. Sejumlah 20 kabupaten tersebut dikategorikan
sebagai kabupaten tertinggal di dalam sasaran RPJMN 2015-2019.

Tabel 5.4.
Daftar Kabupaten Tertinggal di NTT 2015
Kabupaten DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik
SUMBA BARAT
SUMBA TIMUR
KUPANG
TIMOR TENGAH SELATAN
TIMOR TENGAH UTARA
BELU
ALOR
LEMBATA
FLORES TIMUR
SIKKA
ENDE
NGADA
MANGGARAI
ROTE NDAO
MANGGARAI BARAT
MANGGARAI TIMUR (DOB)
NAGEKEO (DOB)
SABU RAIJUA (DOB)
SUMBA BARAT DAYA (DOB)
SUMBA TENGAH (DOB)
Sumber: Analisa Irisan Ketertinggalan (Lihat lampiran laporan ini)

Lima kabupaten yang ada merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang
biasanya merupakan pemekaran dari kabupaten tertinggal yang lama. Dapat
dilihat dengan jelas bahwa tidak sedikit dari kabupaten-kabupaten tertinggal
di NTT, juga mengalami atau memeiliki ketertinggalan yang lain seperti
kabupaten rawan pangan, kabupaten rawan konflik, kabupaten rawan
bencana, dan kabupaten perbatasan. Beberapa diantaranya seperti Kabupaten
Sumba Timur, Kupang, Alor, Rote Ndao, Belu, dll. Kabupaten-kabupaten
dengan beberapa predikat ketertinggalan ini, dalam konteks intervensi
pembangunan, merupakan kabupaten dengan kebutuhan tinggi untuk segera
diprioritaskan intervensi pembangunan yang dibutuhkan.

HALAMAN - 48
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

5.2. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Belu

Kabupaten Belu dengan luas sekitar 2.446 Km2 ini merupakan wilayah Provinsi NTT
dan berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste dengan
panjang garis perbatasan 122,9 Km. Ibu kota kabupaten ini adalah kota Atambua
yang jaraknya ke kota provinsi Kupang sekitar 187 Km. Sebagian besar wilayahnya
berbukit-bukit dan bergunung dengan derajat kemiringan lebih dari 50%. Luas
wilayah Kabupaten Belu adalah 1.284,94 km, ter diri dari 12 kecamatan, 69 desa
dan 12 kelurahan. Sebelas kecamatan berbatasan darat dengan Negara Republik
Democratic Timor Leste ).

Gambaran sekilas karakteristik Kabupaten Belu adalah sebagai berikut:


Pekerjaan Masyarakat di Kawasan : Peternak, Petani
Ibukota : Kota Atambua
Luas Wilayah : 1.284,94 km2
Jumlah Penduduk : 420.000 jiwa (2008)
Kecamatan : 24 Kecamatan
Desa : 208 Desa
Desa Tertinggal : 195 Desa
Potensi Unggulan Kabupaten :
Jumlah KK miskin 85% (67.734 KK) tahun 2013
Potensi Unggulan di Kawasan : Tanaman pangan holtikultura
Sarana Listrik : Kurang memadai
Sarana Air : Kurang memadai
Sarana Komunikasi : Kurang memadai
Sarana Jalan / Transportasi : Kurang memadai

Gambaran Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Jumalh KK miskin di belu yang mencapai 85% membuktikan bahwa perkembangan


perekonomian di masyarakat tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Percepatan
pembangunan di kabupaten ini nampaknya belum berjalan secara maksimal,
sehingga selain keadaan kemiskinan, pemerataan pembangunan tidak berjalan
dengan baik.

HALAMAN - 49
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 5.5
Ketersediaan Prasarana Penerangan

Dari aspek sumber penerangan rumah tangga data Susenas memperlihatkan bahwa
pada tahun 2008 dari 94 495 rumah tangga ternyata sekitar 26,05% dijangakau
oleh listrik PLN dan 3,57% listrik non PLN dan sisanya 69,17% menggunakan
lampu minyak tanah atau pelita. Kondisi rumah tangga dari aspek kesehatan
menunjukkan bahwa pada tahun 2008 dari 94 495 rumah tangga ternyata yang
mempunyai sumber air minum ledeng hanya 6,27% sementara sisanya masing-
masing sumur 48,30%, mata air 33,66%, sungai dan lainnya 1,07%.

Tabel 5.6
Sumber ketersediaan Air Rumah Tangga di Kab. Belu 2008

HALAMAN - 50
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kondisi bentuk rumah atau kualitas bentuk rumah di Masyarakat Belu berikut ini
menmbah jelas karakteristil kondisi kemiskinan yang ada dimana 86,38% rumah
berkondisi semi permanen dan tidak permanen.

Tabel 5.7
Kualitas Rumah Masyarakat Kab. Belu 2008

Dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan data tahun 2008 memperlihatkan
bahwa sebanyak 68,79% penduduk umur 10 tahun ke atas berpendidikan paling
tinggi Cuma tamat SD. Sedangkan sisanya tamat SLTP (15,61%), tamat SLTA
(12,95%), serta tamat akdemi dan perguruan tinggi cuma 3,10%. Rendahnya
tingkat pendidikan formal dari sebagian besar penduduk Belu akan sangat
mempengaruhi akselerasi pembangunan secara menyeluruh.

Gambar 5.1
Presentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Yang Dicapai 2008

HALAMAN - 51
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Gambar 5.2
Peta Administrasi Kabupaten Belu-NTT

5.3. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Rote Ndao

Kabupaten Rote Ndao merupakan salah satu wilayah administrasi di Provinsi NTT
yang terletak paling Selatan, terdiri atas beberapa pulau, dengan ibu kota yaitu
Labalain. Kondisi tanahnya termasuk subur jika dibandingkan dengan kabupaten
lain di NTT. Mata pencaharian utama penduduk Rote Ndao adalah petani. Rote Ndao
memiliki topografi yang eksotis dengan wilayah pesisir yang bersandingan dengan
kawasan pantai. Sebagian besar masyarakat Rote Ndao berasal dari Suku Rote yang
menggunakan bahasa Rote sebagai bahasa sehari-hari4. Kabupaten ini mempunyai
luas wilayah 1.731 Km2 yang terdiri dari 96 pulau dimana 6 pulau berpenghuni dan
90 pulau lainnya tidak berpenguni.

Permukaan tanah umumnya berbukit bukit dan bergunung gunung (32.625 Ha)
dan sebagian terdiri dari dataran rendah (45.250 Ha) dengan tingkat kemiringan
rata rata 45 %. Penggunaan lahan didominasi oleh hutan, lahan sawah,
perkebunan dan tegal/kebun. Pada saat ini jenis sawah yang dominan adalah sawah
tadah hujan mencakup 62% lahan sawah yang telah diusahakan, kemudian diikuti
oleh sawah dengan irigasi sederhana. Lahan sawah dengan sistem irigasi setengah

4
NTT Bangkit: Membangun Kawasan Timur Indonesia, dalam https://nttbangkit.wordpress.com

HALAMAN - 52
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

teknis banyak terdapat di kecamatan Lobalain, Rote Tengah dan Rote Timur. Luas
lahan sawah terbesar terdapat di Kecamatan Rote Tengah Lahan sawah terdapat
disemua kecamatan di Kabupaten Rote Ndao. Dari 27.161 Ha kebun yang ada,
20.711 Ha diantaranya adalah kebun tanaman lontar.

Kabupaten ini dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang juga berstatus sebagai
pulau terluar terpencil sekaligus daerah perbatasan. Dari kategori prioritasi yang
dilakukan melalui kajian ini, Kabupaten Rothe Ndao juga ditermasuk daerah rawan
pangan dengan prioritas sedang, daerah rawan bencana dengan status sedang
begitu pula dengan status sedang dalam kategori kerawanan bencana. Secara
administrative kabupaten ini terhabi dalam 8 kecamatan yakni: Rote Barat, Rote
Timur, Rote Tengah, Rote Barat Daya, Rote Barat Laut, Rote Selatan, Pantai Baru dan
Lobalain.

Berikut adalah gambaran sekilas kondisi Kabupaten Roteh Ndao:

Ibukota : Baa
Luas Wilayah : 1.731 Km2
Jumlah Penduduk : 119.408 jiwa (2010)
Kecamatan : 8 Kecamatan
Desa : 88 Desa
Desa Tertinggal : 73 Desa (2014)
Potensi Unggulan Kabupaten : Pariwisata, industri, perikanan, peternakan,
perkebunan kelapa
Jumlah Penduduk : 127.911 jiwa (2013)
Matapencaharian penduduk : Petani, peternak, nelayan
Sarana Listrik : Kurang memadai
Sarana Air : Kurang memadai
Sarana Komunikasi : Kurang memadai
Sarana Jalan / Transportasi : Kurang memadai

Hasil registrasi penduduk 2013, penduduk Kabupaten Rote Ndao berjumlah


127.911 orang yang mendiami wilayah seluas 1.731 Km2. Dengan demikian maka
rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Rote Ndao sekitar 100 orang per km2.
Angka kepadatan ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 98 orang
per Km2 atau naik sebesar 2,04 %. Dengan kepadatan sebesar ini, Kabupaten Rote
Ndao belum menghadapi masalah kependudukan yang begitu serius.

Kondisi Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rote Ndao secara umum


tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi NTT. Hal ini dapat
dilihat dari Tabel 3. yang menyajikan perbandingan pertumbuhan ekonomi

HALAMAN - 53
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kabupaten Rote Ndao dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2010-2013.


Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rote Ndao tahun 2010 sebesar 5,14% sedangkan
Provinsi NTT baru mencapai 5,23%. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Rote Ndao melambat menjadi 5,11% sementara perekonomian NTT
melaju menjadi 5,62%, kemudian pada tahun 2012 perekonomian NTT melambat
pertumbuhannya menjadi 5,41%, dan Kabupaten Rote Ndao melambat menjadi
4,81%. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rote Ndao kembali
melambat menjadi 4,75% sedangkan Provinsi NTT kembali melaju menjadi 5,56%.

Tabel 5. . Angka Pertumbuhan ekonomi Rote Ndao Thn 2013

Sumber: Kabupaten Rote Ndao Dalam Angka 2013: BPS

Indeks kedalaman kemiskinan Kkabupaten Rote Ndaodalam kurun waktu Dua


tahun terakhir cenderung Peningkatan. Pada tahun 2013 indeks kedalaman
kemiskinan Kabupaten Rote Ndao sebesar 5,75 atau meningkat jika dibandingkan
dengan indeks kedalaman kemiskinan Kabupaten Rote Ndao tahun 2012 yang
sebesar 5,21.

Tabel 5.8
Indeks kedalaman dan Keparahan kemiskinan Rore-Ndao 2013

Sumber: Kabupaten Rote Ndao Dalam Angka 2013: BPS

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Kabupaten


Rote Ndao bergerak Semakin Menjahui GK Dalam kurun waktu dua tahun terakhir
nilai indeks keparahan Kemiskinan di Kabupaten Rote Ndao semakin

HALAMAN - 54
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

meningkat. Tahun 2013 nilai indeks keparahan kemiskinan sebesar 1,8 atau
meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 1,38. Hal ini menunjukkan bahwa
ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin bertambah atau
semakin besar.

Kondisi Pendidikan. Kondisi pendidikan masyarakat yang ditandai dengan status


kelulusan/tamat sekolah, menunjukkan situasi pendidikan yang masih buruk di
Rote Ndao. Sebesar 38,53% (terdiri atas laki-laki dan perempuan) tidak memiliki
ijazah yang berarti bisa tidak bersekolah atau putusa sekolah. Kondisi ini dapat
diduga oleh karena banyak anak putus sekolah SD, sebab angka penduduk yang
memiliki ijazah SD adalah yang tertinggi yaitu 30.21%. Sebagian besar jenjang
pendidikan adalah antara SD sampai SMU/sederajat. Sementara penduduk dengan
tingkat pendidikan di atas SMU jumlahnya sangat sedikit. Tabel 3.. dibawah ini
menggambarkan kondisi-kondisi tersebut.

Tabel 5.9
Tingkat Pendidikan Berdasar Ijazah Yang Dimiliki 2013

Sumber: Sumber: Kabupaten Rote Ndao Dalam Angka 2013: BPS

Angka putus sekolah atau dengan kata lain bisa disebut tidak bersekolah lagi di
Rote Ndao cukup tinggi mencapai 59,08% dari jumlah penduduk tahun 2013.
Kondisi tidak melanjutkan sekolah lagi ini bisa diduga kecenderungan adalah pada
kelompok status sekolah SD, SMP, atau SMU.

HALAMAN - 55
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 5.10
Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Status Pendidikan-2013

Kondisi Kesehatan Umum. Pendidikan mempengaruhi perilaku bidang kesehatan.


Pendidikan yang rata-rata tamat SD di Rote Ndao berimplikasi kepada perilaku
pertolongan untuk melakhir yang menurut data 2013 kelahiran pertama yang
dibantu oleh dukun dan keluarga sendiri masih cukup tinggi mencapai 42,66% dan
11,41%. Ketersediaan dan akses terhadap pusat pelayanan kesehatan masyarakat
baik Puskesmas, poskesdes, maupun bidang bisa juga merupakan faktor lain yang
mempengaruhi perilaku pertolongan akan persalinan.

Tabel 5.11
%tase Balita Menurut Jenis Kelamin dan Penolong Kelahiran pertama

HALAMAN - 56
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kondisi kesehatan yang dalam contoh di atas adalah perilaku masyarakat terhadap
kebutuhan pertolongan kelahiran, yang dipengaruhi oleh rata-rata tingkat
pendidikan rendah dan kendala insfrastruktur kesehatan baik dalam bentuk,
memiliki keterkaitan juga dengan rasio tenaga kesehatan yang tersedia. Rasion
ketersediaan tenaga kesehatan sangat rendah, yaitu hanya 3 tenaga kesehatan dari
1000 penduduk.

Tabel 5.12
Rasio Tenaga kesehatan terhadap Penduduk - 2013

Ketersediaan Sarana dan Prasarana. Masyarakat Rote Ndao memiliki


ketersediaan sumber air minum yang relative lebih baik jika dibandingkan dengan
masyarakat kabupaten lain di NTT. Tabel di bawah ini memperlihatkan bahwa
60,46% masyarakat memanfaatkan air bersih dari sumur yang terlindung, dan
12,38% memanfaatkan air bersih dari mata air yang terlindung.

Tabel 5.13 Sumber Air Minum Masyarakat Rote Ndao 2013

HALAMAN - 57
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Sarana penerangan yang bersumber dari listrik relatif telah mencukup berdasarkan
tabel berikut ini, dimana 83,82% masyarakat telah memakai sarana listrik baik yang
bersumber dari listrik negara mupun non-PLN. Namun masih sebesar 15,31%
penduduk Rote Ndao yang menggunakan penerangan berupa lampu minyak.

Tabel 5.14
Sumber Penerangan Utama Masyarakat Rote Ndao-2013

5.4. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Manggarai Timur


Manggarai Timur merupakan salah satu kabupaten administrative di wilayah
provinsi NTT. Kabupaten ini berstatus DOM (Daerah Otonomi Baru) yang
dimekarkan dari Kabupaten Manggarai (sekarang bernama Manggarai Barat) tahun
2007 melalui UU No. 36/2007. Dari sudut ketertinggal, Kabupaten Manggarai Timur
dikategorikan sebagai daerah sangat tertinggal, memiliki status sebagai daerah
dengan kebutuhan tertinggi untuk di intervensi pengentasan bidang kerawanan
pangannya, dan sementara dari sudut status kebencanaan dan kerawanan konflik
adalah daerah dengan status sedang. Kabupaten Manggai Timur dengan demikian
masuk menjadi lokus prirotas sasaran tertinggi dalam intervensi bidang
ketertinggalan.

Kabupaten Manggarai Timur terbentang dari utara ke selatan, sebelah utara


berbatasan langsung dengan Laut Flores se-dangkan sebelah selatan berbatasan
langsung dengan Laut Sawu. Kabupaten Manggarai Timur diapit oleh Kabupaten
Manggarai di sebelah barat dan Kabupaten Ngada di sebelah timur. Luas total
kabupaten yaitu 251,855 Ha dengan total desa 159 desa di 9 kecamatan, yang
seluruhnya terletak di perbukitan.

HALAMAN - 58
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Berikut adalah gambaran sekilas kondisi Kabupaten Manggarai Timur:


Ibukota : Borong
Luas Wilayah : 2.518,55 Ha
Jumlah Penduduk : 283.085 (2014)
Jumlah KK : 58.026 KK (2014)
Kecamatan : 9 Kecamatan
Desa : 159 Desa
Desa Tertinggal : . Desa (2014)
Potensi Unggulan Kabupaten : Pariwisata, industri, perikanan, peternakan,
perkebunan kelapa
Matapencaharian penduduk : Petani, peternak
Sarana Listrik : Kurang memadai
Sarana Air : Kurang memadai
Sarana Komunikasi : Kurang memadai
Sarana Jalan / Transportasi : Kurang memadai

Kondisi Demografi. Jumlah penduduk Kabupaten Manggarai Timur mencapai


283.085 jiwa pada tahun 2014 dengan tingkat kepadatan penduduk 99/Km2.
Sebagian besar penduduk tergolong ke dalam angkatan usia kerja. Pada tahun 2014,
Kabupaten Manggarai Timur memiliki penduduk usia kerja 15 tahun ke atas
sebanyak 166 143 orang. Proporsi jumlah orang bekerja mencapai proporsi
terbanyak sebesar 7.391% dari total penduduk usia kerja di Kabupaten Manggarai
Timur. Proporsi penduduk usia kerja yang bukan angkatan kerja sebanyak 25,82%.
Berdasarkan perbandingan menurut tiga sektor utama, pilihan bekerja di sektor
pertanian masih mendominasi pasar kerja di Manggarai Timur dengan persentase
sebesar 85,82% pada tahun 2014. Kemudian dii- kuti oleh sektor industri dengan
persentase sebesar 6,10%, sementara pekerja di sektor jasa sebanyak 3,11%.
Komposisi tersebut tampaknya tidak mengalami perubahan selama periode 2013
2014. Pekerja di sektor pertanian semakin bertambah, akan tetapi di sektor industri
dan jasa mengalami penurunan.

Tabel 5.15 : Jumlah Penduduk Kab. Manggarai Timur Tahun 2014

Sumber: Indikator Kesejahteraan Masyarakat Manggarai Timur, 2015: BPS.

HALAMAN - 59
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Lapangan usaha yang terbesar di Kabupaten Manggarai Timur adalah di sektor


pertanian. Sebagian besar penduduk khususnya angkatan kerja terjun ke sektor
tersebut yaitu sebesar 85,53%. Dari kondisi ini dapat diperhitungkan bahwa sektor
pembangunan di bidang pertanian dan masyarakat perdesaan, seharusnya masih
menjadi fokus yang utama di Kabupaten Manggarai Timur.

Tabel 5.16 .: Jumlah Penduduk Kab. Manggarai Timur Tahun 2014

Sumber: Indikator Kesejahteraan Masyarakat Manggarai Timur, 2015: BPS

Kondisi Sosial-Ekonomi. Untuk meningkatkan kemajuan pembangunan manusia


diperlukan komitmen dari penyelenggara pemerintah daerah dalam meningkatkan
kapasitas dasar penduduk yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup.
Tingkat kemiskinan di Kabupaten Manggarai Timur masih tergolong tinggi.
Persentase penduduk miskin pada tahun 2013 mencapai 24,85%. Angka ini
mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 24,38
%. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah dalam menanggulangi
kemiskinan.

Tabel 5.17 : Jumlah Kelahiran menurut Tenaga Penolong Persalinan-2014

Sumber: Indikator Kesejahteraan Masyarakat Manggarai Timur, 2015: BPS.

HALAMAN - 60
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kondisi kemiskinan yang ditunjukkan melalui angka tingkat kemiskinan yang besar
tersebut, sejalan dengan kondisi-kondisi kemiskinan dan ketertinggal yang sebgaian
sudah dipaparkan sebelumnya. Manggarai Timur dikategorikan sebagai daerah
rawan pangan dengan status parah, yang ditandai dengan tingkat konsumsi kalori
makanan rendah, tingkat kegagalan panen cukup tinggi, akses terhadap air bersih
yang parah, dan daya beli akan sumber pangan yang rendah. Sementara itu
dipengarhui oleh tingkat pendidikan yang juga rendah, maka bisa dimaklumi bahwa
persepsi-persepsi akan pertolongan terhadap kelahiram masih didominasi
pertolongan dari dukun 54,34% untuk kelahiran pertama. Angka yang tinggi ini
tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti ketersediaan para medis di desa
dan keterbatasan sarana lain seperti Poskesdes dan ketersediaan bidan desa.

Kondisi Infrastruktur. Akses terhadap sumber penerangan listrik PLN masih


menjadi kendala yang serius bagi penduduk Kabupaten Manggarai Timur. Pada
tahun 2014, hampir 50 persen rumah tangga menggunakan pelita/sentir/obor
seba-gai sumber penerangan. Sementara rumah tangga yang memiliki akses sumber
peneran-gan listrik PLN hanya sekitar 27,06% naik dari tahun 2013 sebesar
17,41%. Akses terhadap sumber air minum bersih juga menjadi masalah utama bagi
Kabu-paten Manggarai Timur. Pada tahun 2014 se-banyak 70,12% rumah tangga
memiliki sumber air minum tidak bersih.

Jalan sebagai penunjang transportasi memiliki peran penting khususnya


transportasi darat. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah telah membangun
jalan sepanjang 85,95 Km jalan Negara, 166 Km jalan propinsi, dan 1 281,29 Km
jalan Kabupaten. Dari keseluruhan jalan di Manggarai Timur, 37,42 persennya
memiliki kondisi baik, 18,15 dalam kondisi sedang, 13,36% dengan kondisi rusak,
31 pesen dengan kondisi rusak berat. Dari jalan yang berkondisi rusak berat
89,66%- nya merupakan jalan Kabupaten.

HALAMAN - 61
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 6
Kondisi Ketertinggalan
Wilayah Kajian Gorontalo

6.1. Provinsi Gorontalo


Provinsi Gorontalo terletak antara 0o 19 0 57 Lintang Utara dan 121 23 125
14 Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan langsung dengan dua provinsi lain,
diantaranya Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat dan Provinsi Sulawesi Utara
di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Utara berhadapan langsung dengan Laut
Sulawesi dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Teluk Tomini. Luas Provinsi
Gorontalo secara keseluruhan adalah 12.435 Km2. Jika dibandingkan dengan
wilayah Indonesia, luas wilayah provinsi ini hanya sebesar 0,63%. Provinsi
Gorontalo terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten
Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango,
Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kota Gorontalo.

HALAMAN - 62
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

6.1.1. Kondisi Demografi dan Sosial Secara Umum

Provinsi Gorontalo terbagi menjadi 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota.


Masing-masing wilayah administrasi tersebut terbagi lagi menjadi beberapa
wilayah administrasi di bawahnya, yaitu kecamatan dan desa/kelurahan. Pada
tahun 2013, Provinsi Gorontalo terdiri dari 77 Kecamatan dan 735 Desa.

Penduduk dan Angkatan Kerja. Jumlah penduduk Provinsi Gorontalo pada


tahun tersebut sebanyak 1.097.990 jiwa, yang terdiri dari 550.004 jiwa
penduduk laki-laki dan 547.986 jiwa penduduk perempuan. Laju
pertumbuhan penduduk Gorontalo dari tahun 2010-2013 mencapai 1,67
persen. Kepadatan penduduk terbanyak berada di Kota Gorontalo dengan
2.937 jiwa/km2. Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk terkecil
adalah Kabupaten Pohuwato, yaitu hanya sekitar 31 jiwa/km. Pada tahun
2013, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja
adalah sejumlah 468.380 jiwa, atau sekitar 70% dari total penduduk usia 15
tahun ke atas. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas),
penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di Provinsi Gorontalo sejumlah
449.104 jiwa, sedangkan untuk data pengangguran berjumlah 19.276 jiwa.

Kondisi Pendidikan. Sebagian besar penduduk Provinsi Gorontalo rata-rata


hanya sampai tingkat SD/MI yang ditandai dengan tingkat kepemilikan ijazah
yang ditamatkannya, yaitu sebesar 33.66%. urutan berikutnya adalah yang
tamat SMP/NTs sebesar 29,39%.

Tabel 6.1: Tingat Pendidikan Menurut Ijazah Yang di Miliki di Prov. Gorontalo, 2013

HALAMAN - 63
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Sumber: BPS Prov Gorontalo, 2013.


Kondisi Kesehatan. Pada Tahun 2013 sebanyak 20.638 bayi lahir di Provinsi
Gorontalo, dan dari jumlah itu sebanyak 721 bayi lahir dengan berat badan
kurang dan sebanyak 605 bayi mengalami kurang gizi. Meskipun secara
prosentase jumlah ini bisa disebut kecil, namun kasus kurang gizi harus
diperhatikan secara serius.

Tabel 6.2.: Jumlah Bayi Lahir dan Kondisi Kelahiran Di Gorontalo-2013

Sumber: BPS Prov Gorontalo, 2013.

Jika dilihat pada sarana dan prasara kesehatan pada level terutama Posyandu
dan Polindes, maka Provinsi Gorontalo tahun 2013 terdapat sebanyak 1.298
posyandu dan 327 Polindes. Jumlah desa seluruhnya 735 desa, jadi di cukup
banyak desa bisa memiliki lebih dari 1 posyandu, namun untuk kasus Polindes
masih banyak desa yang tidak memiliki Polinder sehingga bisa dipastikan
mereka tidak memiliki Bidan Desa.

HALAMAN - 64
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 6.3.: Jumlah Saraba Kesehatan di Provinsi Gorontalo-2013

Sumber: BPS Prov Gorontalo, 2013.

6.1.2. Daerah-Daerah Tertinggal di Provinsi Gorontalo

Wilayah administrative Provinsi Gorontalo terdiri atas 5 kabupaten dan 1


kotamadya yaitu Kota Gorontalo. Dari 5 kabupaten tersebut yang
dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal adalah 3 kabupaten yaitu
Kabupaten Boalemo, Puhuwatu, dan Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut).
Kabupaten Gorut dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal yang parah.

Tabel 6.4: Daftar Kabupaten Tertinggal di Prov. Gorontalo 2015


Rawan Rawan Rawan Jumlah
Nama Kabupaten DT Perbatasan
Pangan Bencana Konflik Skor
BOALEMO 1 0 0 2 1 4
POHUWATO 1 0 0 3 1 5
GORONTALO UTARA (DOB) 2 0 0 2 1 5
Sumber: Analisa Irisan Ketertinggalan (Lihat lampiran laporan ini)

Dari 3 kabupaten tersebut semuanya dikategorikan sebagai ketertinggalan


kurang jika dilihat dari pengukuran prioritasi melalui kajian ini. Dengan kata
lain kebutuhan intervensi pembangunan untuk mengentaskan ketertinggalan
kabupaten-kabupaten tersebut rendah jika dibandingkan dengan
ketertinggalan kabupaten yang berkategori tinggi dan sedang.

HALAMAN - 65
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

6.2. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Gorontalo Utara

Kabupaten Gorontalo Utara terletak di wilayah pesisir pantai utara Provinsi


Gorontalo, disahkan menjadi daerah otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor
11 tahun 2006 tanggal 8 Desember 2006, dan diresmikan pada tanggal 26 April
2007. Adapun Luas wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah : 167, 615 Ha. atau
12,94% daru luas Wilayah Propinsi Gorontalo dengan posisi Gografis pada 00 30 -
10 02 Lu dan 121 02 BT. Kabupaten DOM (daerah otonomi baru) ini secara
Administratif terbagi atas 11 kecamatan dan 123 desa. Wilayah Kabupaten
Gorontalo Utara sebagaian besar perbukitan rendah dan dataran tinggi, dan
tersebar pada ketingian 0 1800 M diatas permukaan laut dan keadaan tofografi
didomonasi oleh kemiringan 60%-70% Kondisi dan struktur utama geologi dalah
patahan yang berpotensi menimbulkan gerakan tektonik, menyebabkan rawan
bencana alam seperti gempa bumi. Kabupaten ini dikategorikan sebagai kabupaten
parah ketertinggalan, juga berpotensi konflik atau rawan konflik rendah serta
rawan bencana yang sedang.

Kondisi demografi. Sejak tahun 2010 sampai 2013 jumpah penduduk Kabupaten
Gorut meningkat dari 104.617 jiwa menjadi 108.324 jiwa, yang terdiri dari
penduduk laki-laki sebanyak 54.904 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak

HALAMAN - 66
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

53.422 jiwa. Dengan demikian, selama kurun waktu 2010 - 2013, rata-rata tingkat
pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sebesar 1,16%.

Bagan 6.1: Jumlah penduduk Kab. Gorut 2010-2014

Pada tahun 2013, dari total penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas), 70,56 %
adalah angkatan kerja, sedangkan sisanya 29,56% bukan angkatan kerja. Tingkat
partisipasi angkatan kerja ini sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang sebesar 70,44%. Dilihat dari lapangan usaha, sebagian besar penduduk
bekerja pada Sektor Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan yang
besarnya mencapai 52,85%. Sektor Jasa Kemasyarakatan menempati urutan
terbesar kedua, yaitu mencapai 15,52%,
sedangkan yang paling kecil adalah
sektor Industri Pengolahan yang hanya
6,60%.

Dari kenaikan Garis Kemiskinan pada


Tahun 2013, terjadi pula kenaikan
persentase dan jumlah penduduk miskin
di Kabupaten Gorontalo Utara menjadi
sebesar 19,16 persen atau 20,8 ribu jiwa,
dengan Indeks Kedalaman (P1) sebesar
3,17 dan Indeks Keparahan (P2) sebesar
0,81.

Kondisi Pendidikan. Penduduk Kabupaten Gorontalo Utara memiliki kemampuan


baca tulis yang tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari angka melek huruf yang sudah
di atas 90 persen dan cenderung terus meningkat hingga tahun 2013. Pada tahun

HALAMAN - 67
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

2013, angka melek huruf penduduk Kabupaten Gorontalo Utara sebesar 96,67
persen, naik 1,78 persen dari tahun 2012. Rata-rata lama sekolah dari penduduk
Kabupaten Gorontalo Utara juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Akan
tetapi, jika dilihat angkanya, rata-rata lama sekolah tersebut masih tergolong
rendah. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2013, sebagian besar penduduk Gorontalo
Utara rata-rata bersekolah selama 6,93 tahun. Artinya, secara rata-rata, penduduk
Kabupaten Gorontalo Utara baru bersekolah sampai kelas 1 SMP. Padahal,
pemerintah pusat sudah menggalakkan program wajib belajar 9 tahun sejak tahun
1994.

Tabel 6.5: Indikator Pendidikan Kab. Gorut 2012-2013

Kondisi Kesehatan. Pada tahun 2013, Prosentasee tertinggi tenaga penolong


pertama terhadap kelahiran di Gorontalo Utara masih dilakukan oleh dukun
bersalin, yaitu sebesar 54,80%.
Pada tahun 2013, jumlah
fasilitas kesehatan di Gorontalo
Utara relative tidak banyak
berubah dari tahun 2012.
Perubahan terjadi pada jumlah
puskesmas pembantu yang
bertambah tiga unit, puskesmas
keliling berkurang satu unit, dan
jumlah poskesdes berkurang 11
unit. Jumlah Fasilitas kesehatan
yang ada memang masih belum lengkap. Rumah sakit yang ada pun masih
merupakan rumah sakit berjalan. Jumlah tenaga kesehatan juga sangat
menentukan dalam keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Tahun 2013,

HALAMAN - 68
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

jumlah tenaga kesehatan yang ada juga tidak banyak berubah dari tahun 2012, yaitu
terdiri dari 12 Dokter, 53 Bidan, 122 Perawat, 29 tenaga farmasi, dan 28 ahli gizi.
Pada tahun 2013, rumah tangga di Kabupaten Gorontalo Utara yang tinggal di
rumah dengan luas lantai per kapita < 10 M2 masih tergolong tinggi, yaitu 32,81%.
Hal ini berarti bahwa masih banyak rumah tangga yang tinggal di bawah kriteria
rumah sehat. Lebih jauh, sebesar
83,61% rumah tinggal di Gorontalo
Utara beratapkan seng dan yang
berjenis lantai bukan tanah sebesar
97,40%. Sementara itu, jika dilihat
dari jenis dindingnya, sebesar 73,49%
rumah tinggal berdinding tembok
ataupun kayu, sedangkan sisanya
berdinding bamboo atau lainnya
Dilihat berdasarkan ketersediaan
fasilitas buang air besar, baru 48,17%
rumah tangga di Gorontalo Utara
yang telah menikmati fasilitas buang
air besar, baik milik sendiri, digunakan bersama, maupun umum. Sedangkan
51,83% lainnya tidak/belum menggunakan fasilitas buang air besar. Rumah tangga
yang menggunakan listrik PLN (baik yang terdaftar maupun tidak) sebagai sumber
penerangannya mencapai 73,21%, meningkat sekitar 6% dari tahun 2012.
Sedangkan rumah tangga yang menggunakan listrik non PLN sebesar 13,03%.

Kondisi Infrastruktur transportasi. Jalan sebagai sarana penunjang transportasi


memiliki peranan penting, khususnya untuk transportasi darat. Total panjang
jalan yang ada di Gorontalo Utara
pada tahun 2013 mencapai 912,8
km, naik sekitar 24 % dibandingkan
tahun 2012. Jalan tersebut terdiri
dari Jalan Negara sepanjang 243,28
Km, Jalan Provinsi sepanjang 137
km, dan Jalan Kabupaten sepanjang
532,52 km. Guna mendukung
kelancaran transportasi darat di
pedesaan, Pemda Kabupaten
Gorontalo Utara telah menambah

HALAMAN - 69
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

jalan beraspal sepanjang 6,73 km atau naik 5,01 % dari tahun 2012, sedangkan jenis
jalan yang diperkeras dengan kerikil bertambah 4,97 km atau 1,98 %.

6.3. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Boalemo

Kabupaten Boalemo merupakan salah satu kabupaten dari Provinsi Gorontalo,


Indonesia. Secara geografis letaknya berada di antara titik 002350 sampai
005540 Lintang Utara dan 1220110 sampai 1223925 Bujur Timur . Pusat
kegiatan, sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten Boalemo berada di Kota
Tilamuta.Dengan luas wilayah mencapai 2.300,90 Km2 kabupaten ini terdiri atas 7
kecamatan dengan 82 Desa. Luas Kecamatan terbesar berada di Kecamatan
Botumoito, dengan luas 467,30 km2. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan
Paguayaman Pantai, yakni sebesar 124,50 Km2. Sebelah barat Kabupaten Boalemo
berbatasan dengan Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato.Sebelah selatan
berbatasan dengan Teluk Tomini.Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo.Sementara itu Sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Sumalata, Kabupaten Gorontalo Utara.

Dari analisa prioritasi kebutuhan intervensi daerah tertinggal yang dilakukan,


Kabupaten Bualemo adalah masuk dalam kelompok Kabupaten tertinggal prioritas
bawah, dengan kerawanan bencana sedang dan kerawanan konflik rendah. Oleh

HALAMAN - 70
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

karena itu kabupaten ini, melalui analisa kajian ini dikategorikan prioritas
intervensi bawah di dalam daftar 183 kabupaten sasaran Kemendesa PDTT.

Prolfil ringkas kabupaten tertinggal Bualemo:

Ibukota : Tilamuta
Luas Wilayah : 2.262,58 Km2
Jumlah Penduduk : 141.547 jiwa (2013)
Kecamatan : 7 Kecamatan
Desa : 82 Desa (2013)
Desa Tertinggal : 23 Desa Tertinggal
Potensi Unggulan : Ikan laut
Sarana Listrik : Tidak semua desa, 15% yg sudah ada listriknya
Sarana Air : Belum memadai
Sarana Komunikasi : Belum ada jaringan
Sarana Jalan / Transportasi : Kurang memadai

Dari sisi demografis, hingga 2013 Kabupaten Boalemo dihuni oleh sebanyak
141.547 jiwa. Data sensus terakhir ini telah mengalami peningkatan sekitar 82,4%
dibandingkan tahun 2000.

Tabel 6.5..: Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamanatan 2013

Sumber: Kabupaten Bualemo Dalam Angka: BPS, 2014

Pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bualemo mengalami


peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi 28.393 jiwa (20,42%). Kondisi ini
mirip dengan kondisi jumlah kemiskinan pada tahun 2009 yang sebesar 20,74%
dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bualemo.

HALAMAN - 71
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 6.6.: Jumlah Penduduk Kabupaten Bualemo 2009-2013

Persentase
Jumlah Penduduk
Tahun Garis Kemiskinan Penduduk
Miskin
Miskin
2009 200.692 24.400 20,74
2010 212.873 25.800 19,82
2011 231.480 29.062 21,90
2012 249.459 28.393 20,42
2013 269.570 30.060 21,79
Sumber: BPS Bualemo, 2014

Kondisi Kesehatan. Jumlah kelahiran sejak tahun 2010 sampai 2013 di Bualemo
mengalami penurunan dari 2.760 bayi lahir menjadi 2.644 bayi lahir di tahun 2013.
Namun demikian ironis justru bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) justru
semakin meningkat sejak 2010 sampai 2013 yang mencapai 120 bayi. Semantara
kasus bayi gizi buruk ridak ada perubahan yang sangat signifikan.

Tabel 6.7 : Jumlah Bayi Lahir, BBLR, dan Gizi Buruk, 2010-2013

Sejak tahun 2010 sampai 2013 tidak banyak fasilitas kesehatan yang bertambah di
Bualemo kecuali jumlah Puskesmas yang menjadi 11 buah. Jika jumlah kecamatan
di Bualemo ada 7 kecamatan, berarti ada satu atau dua kecamatan yang memiliki 2
buah Puskesmas. Begitu pula julmah Posyandu sudah mencukupi mencapai 151
buah sementara jumlah desa hanya 82 desa. Fasiltas yang nampaknya masih sangat
kurang adalah Polindes, yang di tahun 2013 jumlahnya hanya 15 buah sementara
jumlah desa 82 buah. Polindes adalah program semacam poliklinik desa yang secara
ideal dipimpin oleh seorang bidan desa dan disediakan bangunan dan fasilitas
kesehatan untuk pelayanan tingkat desa.

HALAMAN - 72
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 6.8.: Jumlah sarana dan prasarana kesehatan di Bualemo, 2010-2013

Infrastruktur Transportasi. Panjang jalan di kabupaten Boalemo Meningkat


sekitar 9,31% dari tahun sebelumnya menjadi 873,28 km. Jumlah tersebut
didominasi oleh jalan milik pemerintah Kabupaten sebanyak 79%. Sementaraitu
berdasarkan jenisnya mayoritas jalan adalah ja;an kerikil yang mencapai 241,17
Km. Kondisi-kondisi kendala mengenai sarana transportasi semacam ini yang sering
kali menjadi kendala dalam pengembangan daerah tertinggal.

Tabel 6.9: Panjang Jalan Menurut Bentuk Permukaan 2010-2013

Sumber: Kabupaten Bualemo Dalam Angka: BPS, 2014

Semua kecamatan yang di wilayah Kabupaten Boalemo dapat dijangkau dengan


kendaraan bermotor Roda 4 dan Roda 2, namun pada keadaan tertentu (pada
musim hujan, terdapat 3 kecamatan yang sulit dijangkau yaitu kecamatan
Paguyaman Pantai, Wonosari dan Dulupi). Sedangkan transportasi dari kecamatan
ke desa-desa, terdapat lebih kurang 10 desa yang sulit dijangkau dengan kendaraan
roda 4 maupun roda 2.

HALAMAN - 73
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 7
Analisa Kebutuhan Intervensi Program
(Studi Kasus Wilayah Sasaran Kajian)

7.1. Analisa Prioritasi Kabupaten Sasaran


Pertanyaan mendasar untuk menentukan kabupaten sasaran prioritas atau sering
disebut kabupaten Lokpri (Lokasi Prioritas) adalah lokasi/kabupaten mana yang
paling membutuhkan dilihat dari kondisi-kondisi determinan ketertinggalan. Di
dalam Bagian 3 halaman 30 dan Lampiran 7 buku ini sudah dipaparkan mengenai
Tabel Prioritasi Lokus Kabupaten yang dapat dipakai sebagai alat penentuan
prioritasi lokus kabupaten yang paling membutuhkan di antara kabupaten-
kabupaten tertinggal di Indonesia Tahun 2015. Berdasarkan perhitungan
kategorisasi Kabupaten Lokpri tersebut maka bisa digambarkan prioritasi
Kabupaten Lokpri di 2 (dua) wilayah kajian yaitu provinsi NTT dan Gorontalo
sebagai berikut:

7.1.1. Kabupaten Lokpri Intervensi di Provinsi NTT


Di NTT terdapat 20 kabupaten tertinggal yang berarti bahwa seluruh
kabupaten di NTT dikategorikan sebagai daerah tertinggal pada Tahun 2015
ini. Dari 20 kategorisasi kabupaten tertinggal tersebut, 5 diantaranya adalah
kabupaten dengan predikat tertinggal parah seperti misalnya Manggarai
Timur, Saburaijua, dll. Namun begitu tidak semua kabupaten tertinggal parah
tersebut masuk dalam kategorisasi kabupaten yang paling tinggi
kebutuhannya untuk diintervensi yang disebabkan karena faktor bahwa
misalnya kabupaten tersebut tidak dikategorikan sebagai rawan pangan
parah, bukan daerah perbatasan, dan bukan dikategorikan dengan resiko
bencana maupun konflik yang tinggi. Dari metode kategorisasi prioritasi
semacam ini terdapat 10 kabupaten di NTT membutuhkan intervensi dengan
level tinggi yaitu seperti Manggarai Barat, Manggarai Timur, Sumba Timur,
dsb. Sementara itu ada 9 kabupaten dengan tingkat kebutuhan diintervensi
dengan kategori sedang.

HALAMAN - 75
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 7.1
Lokpri Kabupaten Intervensi di NTT
KABUPATEN TERTINGGAL DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
MANGGARAI BARAT 1 0 3 3 2 9
MANGGARAI TIMUR (DOB) 2 0 3 3 2 10
SUMBA TIMUR 1 0 3 3 2 9
KUPANG 1 1 2 3 2 9
TIMOR TENGAH SELATAN 1 0 3 3 2 9
TIMOR TENGAH UTARA 1 1 2 2 2 8
BELU 1 1 2 3 2 9
ALOR 1 1 2 3 2 9
SIKKA 1 0 2 3 2 8
ENDE 1 0 2 3 2 8
NGADA 1 0 0 3 2 6
MANGGARAI 1 0 0 3 2 6
ROTE NDAO 1 1 1 2 2 7
LEMBATA 1 0 1 3 2 7
FLORES TIMUR 1 0 0 3 2 6
NAGEKEO (DOB) 2 0 0 3 2 7
SABU RAIJUA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA BARAT DAYA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA TENGAH (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA BARAT 1 0 0 2 1 4

Dalam kajian Kebutuhan Intervensi Pembangunan Untuk Desa dan daerah


tertinggal di Luar Pulau Jawa ini, untuk wilayah kajian di NTT dipilih 3
kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai Timur dan Belu dengan kategori
tingkat kebutuhan tertinggi untuk di intervensi, dan Kabupaten Rote Ndao
dengan kategorisasi kebutuhan tingkat segera atau sedang untuk di intervensi.

7.1.2. Kabupaten Lokpri Intervensi di Provinsi Gorontalo

Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu
Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten
Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kota Gorontalo. Dari 5
kabupaten yang ada menurut data kabupaten tertinggal yang dikeluarkan oleh
Website resmi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi hanya 3 kabupaten dikategorikan tertinggal, dan 1 diantaranya
dikategorikan tertinggal parah yaitu Kabupaten Gorontalo Utara yang
merupakan Daerah Otobomi Baru.

HALAMAN - 76
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 7.2
Lokpri Kabupaten Intervensi di Gorontalo
KABUPATEN TERTINGGAL DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
BOALEMO 1 0 0 2 1 4
POHUWATO 1 0 0 3 1 5
GORONTALO UTARA (DOB) 2 0 0 2 1 5

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya meskipun Kabupaten Gorontalo Utara


adalah kabupaten DOB dan tertinggal parah, namun dari kategorisasi yang lain
kabupaten ini dikategorikan bukan memiliki resiko konflik yang tinggi, bukan
kabupaten yang dikategorikan rawan pangan, dan tentu saja bukan kabupaten
di wilayah perbatasan. Hasil penilaian menunjukkan kabupaten ini
dikategorikan sebagai daerah tertinggal dengan kebutuhan intervensi tingkat
rendah.

7.1.3. Lokpri Kabupaten Atau Desa Tertinggal


Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan atau merencanakan
intervensi untuk desa/daerah tertinggal. Pertama, bahwa di kabupaten-
kabupaten yang tidak dikategorikan tertinggal terdapat pula desa-desa
tertinggal dan bahkan desa tertinggal parah. Kedua, bahwa dikabupaten-
kabupaten yang dikategorikan tertinggal atau tertinggal parah tidak semua
desa yang ada diwilayah tersebut dikategorikan semuanya desanya adalah
desa tertinggal. Diwilayah-wilayah tersebut terakhir ada pula desa-desa tidak
dikategorikan tertinggal atau disebut dengan desa maju.

Dalam hal ini maka penentuan Lokpri Kabupaten Tertinggal atau Lokpri Desa
Tertinggal yang akan diintervensi tergantung pada arah prioritas program
yang menjadi sasaran di Direktorat-Dorektorat Jenderal masing-masing.
Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Perdesaan misalnya, mestinya
mengambil lokus prioritas pada level kabupaten atau bisa disebut level
program antar desa meskipun sasaran akhir kegiatan adalah pada desa-desa
tertinggal.

7.2. Analisa Prioritasi Desa Sasaran

Dalam subab ini dipaparkan cara atau tehnik yang dipakai untuk melakukan
Penentuan Lokpri Desa Tertinggal. Pertanyaan mendasar untuk Lokpri Desa
Tertinggal yang akan mendasar adalah desa-desa mana saja yang akan diintervensi

HALAMAN - 77
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

di kabupaten-kabupaten yang sudah ditentukan sebagai Lokpri Kabupaten


Tertinggal?. Dengan demikian lokasi desa tertinggal terintervensi harus konsisten
atau mengikuti pada Lokpri Kabupaten Tertinggal yang sudah diputuskan. Dalam
kasus wilayah NTT maka Lokpri Kabupaten Tertinggal diintervensi adalah 9
kabupaten tertinggal yang dikategorikan paling membutuhkan yaitu Manggarai
Barat, Manggarai Timur, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor
Tengah Utara, Belu, Alor, dan Kabupaten Ende.

7.2.1. Penentuan Lokpri Desa Tertinggal di Lokpri Kabupaten Tertinggal


di NTT

Meninjau data-data jumlah desa tertinggal di Lokpri Kabupaten tertinggal di


NTT maka bisa terlihat bahwa terdapat 878 desa tertinggal dan 33 desa sangat
tertinggal di kabupaten-kabupaten tertinggal Lokpri di NTT. Program-
program intervensi dari Kemendesa harus terutama ditujukan ke desa-desa
tersebut dan di kabupaten yang sudah ditetapkan tersebut.

Tabel 7.3
Jumlah Desa Tertinggal di Kabupaten Sangat Tertinggal di di NTT

Jumlah Desa
9 Kabupaten Sangat Jumlah Desa Jumlah Desa
Sangat
Tertinggal di NTT Tertinggal d Berkembang
Tertinggal

SUMBA TIMUR 81 58 1
KUPANG 55 105 0
TIMOR TENGAH SELATAN 159 103 4
TIMOR TENGAH UTARA 121 31 8
BELU 41 28 0
ALOR 91 64 3
ENDE 158 88 9
MANGGARAI BARAT 76 84 4
MANGGARAI TIMUR 96 58 4
JUMLAH 878 619 33

Jika ditelusuri lebih mendalam, diambil contoh saja 8 desa sangat tertinggal di
Kabupaten Timor Tengah Utara tersebut yaitu:

1. Desa Satab, Kecamatan Momafo Barat


2. Desa Futunese, Kecamatan Momafo Timur
3. Desa Oeperigi, Kecamatan Oemoti
4. Desa Sono, Kecamatan Bikomi Tengah
5. Desa Benus, Kecamatan Naibenu

HALAMAN - 78
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

6. Desa Botof, Kecamatan Insana


7. Desa Oesoko, Kecamatan Insana Utara
8. Desa Tokbesi, Kecamatan Biboki Selatan

Nama Lokpri desa-desa sangat tertinggal dan desa-desa tertinggal di


kabupaten-kabupaten Lokpri di NTT tersebut dapat ditelusiri, dimana dapat
dipakai sebagai pegangan dalam menentukan prioritas intervensi
pembangunan.

7.2.2. Penentuan Lokpri Desa Tertinggal di Lokpri Kabupaten Tertinggal


di Gorontalo

Berbeda dengan Provinsi NTT yang memiliki kabupaten tertinggal parah


sampai kabupaten tertinggal yang tidak parah, di Provinsi Gorontalo tidak
memiliki kabupaten-kabupaten tertinggal yang masuk kategori parah.

Tabel 7.4
Jumlah Desa Tertinggal di Kabupaten Tertinggal di Provinsi Gorontalo

Jumlah Desa Jumlah Desa Jumlah Desa


3 Kabupaten Tertinggal di Tertinggal di Berkembang di Sangat Tertinggal
Gorontalo Kabupaten Kabupaten di Kabupaten
tertinggal tertinggal tertinggal

BOALEMO 53 29 0
POHUWATO 79 19 3
GORONTALO UTARA (DOB) 92 20 11
JUMLAH 224 68 14

Jumlah desa tertinggal di kabupaten tertinggal di Provinsi Gorontalo sebanyak


224 desa, sementara jumlah desa sangat tertinggal di 3 kabupaten tertinggal
di Provinsi Gorontalo sebanyak 14 desa dimana yang paling banyak adalah di
Kabupaten Gorontalo Utara (yang merupakan daerah otonomi baru). Jika
diperlukan prioritasi Lokpri di provinsi ini maka Lokpri pertama atau yang
tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo Utara sebab kabupaten ini
dikategorikan tertinggal parah, merupakan daerah otonomi baru, indeks
rawan konflik sedang, dan indeks rawan pangan sedang (lihat Tabel 7.2.
Lokpri Kabupaten Intervensi di Provinsi Gorontalo), serta memiliki desa
sangat tertinggal terbanyak (11 desa sangat tertinggal) dibanding 2 kabupaten
lainnya.

HALAMAN - 79
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Jika ditelusuri lebih mendalam, dengan mengambil contoh lokasi untuk Lokpri
Kabupaten Intervensi di Gorontalo yaitu Kabupaten Gorontalo Utara, maka
dapat ditemukan ke 11 desa sangat tertinggal di kabupaten ini, yaitu:

1. Desa Pontolo Atas, Kecamatan Kwandang


2. Desa Botungobungo, Kecamatan Kwandang
3. Desa Datahu, Kecamatan Anggrek
4. Desa Hiyalooile, Kecamatan Anggrek
5. Desa Lange, Kecamatan Anggrek
6. Desa Tutuwoto , Kecamatan Anggrek
7. Desa Pilohulata, Kecamatan Manano
8. Desa Dame 1, Kecamatan Sumalata Timur
9. Desa Bubalango, Kecamatan Sumalata Timur
10. Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur
11. Desa Koluwoka, Kecamatan Sumalata Timur

Nama Lokpri desa-desa sangat tertinggal dan desa-desa tertinggal di


kabupaten-kabupaten Lokpri di Provinsi Gorontalo tersebut dapat ditelusiri,
dimana dapat dipakai sebagai pegangan dalam menentukan prioritas lokasi
dan bentuk intervensi pembangunan.

Secara nasional untuk sasaran daerah/kabupaten tertinggal dan desa-desa


tertinggal, dapat mengikuti prinsip prosedur metode yang sama yang
dijelaskan, atau lebih tepatnya ditawarkan di atas. Secara ringkas prosedur
metodologis untuk memilih Lokpri daerah/kabupaten tertinggal dan desa-
desa Lokpri adalah sebagai berikut:
(1) Melakukan prioritasi atau lokpri kabupaten sasaran yang telah
dikategorisasi ke dalam 3 level kategorisasi yaitu Kebutuhan Tinggi Untuk
Segera Diintervensi, Kebutuhan Sedang Untuk Segera Diintervensi, dan
Kebutuhan Rendah Untuk Segera DiIntervensi (Lihat Lampiran 7).
(2) Semua desa, baik desa tertinggal maupun desa yang dikategorikan sangat
tertinggal di kabupaten Lokpri Kebutuhan Tinggi Untuk Segera
Diintervensi, seyogyanya menjadi prioritas sasaran program dari
Kemendesa baik melalui program yang berbasis pendekatan kawasan
(Membangun Desa) maupun yang berbasis pendekatan desa (Desa
Membangun).

HALAMAN - 80
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

(3) Semua nama-nama desa sebagaimana ditemukan di point 2 di atas dan


kebutuhan-kebutuhan intervensi pembangunan harus dikeluarkan atau
dirumuskan, dan kemudian dibuatkan semacam buku petunjuk
darerah/kabupaten Lokpri dan desa sasaran Lokpri, yang kemudian dapat
dipakai sebagai pedoman bagi lembaga/instansi terkait di Pusat maupun
di daerah.

7.3. Kebutuhan Intervensi Daerah Tertinggal

Sub bab ini hendak menjelaskan dan memaparkan kebutuhan intervensi


pembangunan atau kebutuhan kegiatan pembangunan apa saja yang harus
dilakukan terhadap daerah/kabupaten dan desa yang sudah ditentukan menjadi
lokasi prioritas melalui prosedur metodologi yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Penentuan intervensi pembangunan tersebut tidak berdiri sendiri namun harus
disesuaikan dengan design besar program Kemendesa PDTT sebagaimana tertuang
di dalam Agenda Nawakerja dan Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019 yang juga
sudah dipaparkan di Bagian 2 buku ini.

Ada dua design besar pendekatan pembangunan yang dikembangkan Kemendesa


PDTT, yaitu design Desa Membangun dan design Membangun Desa. Kedua design
besar strategi pembangunan desa dan juga design untuk membawa sebuah
kabupaten/daerah melepaskan diri dari ketertinggalan, adalah untuk menuju atau
membahawa desa menjadi Desa Mandiri. Guna mampu membawa desa menuju Desa
Mandiri telah dikonsepsikan ke dalam 2 tahap atau bentuk arah kegiatan. Pertama,
dari Desa Tertinggal menuju Desa Mandiri. Kedua, dari Desa Sangat Tertinggal
menjadi Desa Tertinggal (berkurang keterpurukan ketertinggalannya) dan
kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi Desa Mandiri.

Berlandaskan pada kategorisasi tipologi daerah/kabupaten dan jumlah desa-desa


tertinggal yang sudah dikonsepsikan melalui buku ini dimana daerah tertinggal
terbagi dalam 3 tipologi kebutuhan, maka arah pembangunan menuju Desa Mandiri
secara strategis memang harus dipilih di desa-desa atau kabupaten yang
diketagorikan Kebutuhan Sedang Untuk Segera Diintervensi Kebutuhan Rendah
Untuk Segera Diintervensi. Secara strategis dan metodologis pembangunan kedua
tipologi desa tersebut lebih memungkinkan untuk diintervensi menuju Desa
Mandiri. Kedua tipologi desa ini relative lebih baik atau maju dibanding desa
dengan kategori Kebutuhan Tinggi Untuk Segera Diintervensi.

HALAMAN - 81
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kategori desa Kebutuhan Tinggi Untuk Segera Diintervensi, misalnya saja untuk
desa Desa Satab-Kecamatan Momafo Barat, Desa Futunese-Kecamatan Momafo
Timur, Desa Oeperigi-Kecamatan Oemoti, Desa Sono-Kecamatan Bikomi Tengah dan
lain-lain di Kabupaten TTS, yang umumnya adalah desa sangat tertinggal, dengan
indeks kerawanan pangan tinggi, mungkin terletak diperbatasan, dll cukup sulit
ditargetnya menjadi Desa Mandiri. Desa-desa tersebut lebih logis diintervensi
dengan indicator ukuran keberhasilan menjadi desa-desa tidak parah
ketertinggalannya (tetapi masih menjadi desa tertinggal) atau desa yang lepas dari
ketertinggalan namun belum bisa disebut Desa Mandiri.

Sebelum membahas lebih jauh kebutuhan intervensi pembangunan yang harus


diberikan kepada desa-desa tertinggal, maka perlu didiskusikan kebutuhan-
kebutuhan mendasar sebagai prasyarat untuk mendorong tumbuhnya atau
munculnya Desa Mandiri sebagaimana diinginkan di dalam Renstra Kemendesa
PDTT dan Nawakerja. Oleh karena itu berikut akan disampaikan beberapa konsepsi
yang pernah diajukan atau diformulasikan oleh beberapa lembaga/instansi
mengenai prasyarat tersebut untuk dapat mendorong munculnya Desa Mandiri.

7.3.1. Kriteria Dasar Kebutuhan Intervensi Pembangunan


Dalam konteks ini, untuk menemukan prasyarat yang paling cocok maka perlu
disandingkan 3 sumber dari lembaga/instutusi yang berbeda, yang pernah
mengekplorasi kebutuhan untuk pembangunan desa, sebagaimana
dipaparkan dalam tabel berikut. Setidak-tidak pernah dikenal 3 (tiga) institusi
yang pernah membahas atau mencoba merumuskan formula ketertinggalan
kondisi desa yaitu KPDT (Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal) yang
saat ini menjadi Kemendesa PDTT, BPS (Badan Pusat Statistik) Nasional,
Kementerian Pekerjaan Umum, dan Lembaga SMERU.

HALAMAN - 82
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kriteria Daerah/ Desa Tertinggal-BPS Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-PU Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-
Kriteria Indikator Kriteria dan Indikator SMERU
(1) Rendahnya 1) Prosentase keluarga 1. Kawasan Kriteria: Kawasan perdesaan Aset Alam, antara lain: berbagai
perekonomian miskin tinggi pemukim Parameter: Unit Administratif Desa kejadian bencana alam dan
masyarakat 2) Konsumsi per kapita an ketersediaan air minum yang aman.
rendah Aset Finansial, antara lain:
ketersediaan koperasi dan perbankan,
akses kredit, dan kepemilikan aset.
(2) Rendahnya 3) tingkat angka harapan 2. Prasarana Kriteria: Jaringan Air Bersih Aset Fisik, antara lain: jumlah sekolah
sumber daya hidup Dasar Parameter: Pelayanan terhadap Luas dan fasilitas kesehatan.
manusia 4) tingkat rata-rata lama Wilayah Kawasan kurang dari (<) 25 % Aset Manusia, antara lain: angka
sekolah Kriteria: Jaringan Listrik partisipasi kasar dan jenis mata
5) tingkat angka melek Parameter: Pelayanan terhadap Luas pencaharian.
huruf Kawasan kurang dari (<) 25 % Aset Sosial, antara lain: kejadian
Kriteria: Jaringan Irigasi perkelahian massal dan lokasi
Parameter: Pelayanan terhadap Luas berkumpulnya anak jalanan.
Kawasan kurang dari (<) 25 %
(3) Rendahnya 6) jumlah jalan dengan 3. Sarana Kriteria: Sarana Ekonomi (Pasar,
sarana dan permukaan terluas Wilayah Pertokoan, PKL, dll)
prasarana aspal/beton Parameter: Pelayanan terhadap Luas
(infrastruktur) 7) jalan diperkeras Kawasan kurang dari (<) 25 %
8) jalan tanah, Kriteria: Sarana Industri (Industri RT,
9) jalan lainnya Industri Menengah, Industri Besar)
10) persentase pengguna Parameter: Pelayanan terhadap Luas
listrik, telepon Kawasan kurang dari (<) 25 %
11) prosentase pengguna air Kriteria: Sarana Kesehatan (RSD,
bersih Puskemas, Pustu, dll)
12) jumlah desa dengan Parameter: Pelayanan terhadap Luas
pasar tanpa bangunan Kawasan kurang dari (<) 25 %
permanen Kriteria: Sarana Pendidikan (TK, SD, SMP,
13) jumlah prasarana SMU)
kesehatan/1000 Parameter: Pelayanan terhadap Luas
penduduk Kawasan kurang dari (<) 25 %
14) jumlah dokter/1000 Kriteria: Sarana transportasi (Terminal,
penduduk Stasiun)
15) jumlah SD-SMP/1000 Parameter: Pelayanan terhadap Luas

HALAMAN - 83
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kriteria Daerah/ Desa Tertinggal-BPS Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-PU Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-
Kriteria Indikator Kriteria dan Indikator SMERU
penduduk Kawasan kurang dari (<) 25 %
(4) Rendahnya 16) Celah fiscal yang tinggi
kemampuan
keuangan daerah
(5) Rendahnya 17) rata-rata jarak dari desa 4. Kondisi Kriteria: Perekonomian masyarakat
aksesibilitas ke kota kabupaten, Kehidupan Parameter: Jumlah Penduduk Miskin lebih
18) jarak ke pelayanan Masyarakat dari (>) 50 %
pendidikan, Kriteria: Tingkat Pendidikan
19) jumlah desa dengan Parameter: Tingkat Pendidikan Penduduk
akses pelayanan kurang dari (<) SMP lebih dari (>) 50%
kesehatan lebih besar Kriteria: Produktivitas Masyarakat
dari 5 km Parameter: Penduduk Menganggur lebih
dari (>) 50%
(6) karakteristik 20) persentase desa rawan
daerah gempa bumi,
21) persentase desa tanah
longsor
22) persentase desa banjir
23) persentase desa bencana
lainnya
24) persentase desa di
kawasan lindung
25) persentase desa
berlahan kritis
26) persentase desa rawan
konflik satu tahun
terakhir
27) persentase desa rawan
pangan

HALAMAN - 84
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Berdasarkan perbandingan kriteria dari 3 institusi/lembaga yang pernah


membahas mengenai ukuran-ukuran kondisi ketertinggalan desa tersebut,
dan berlandaskan pada kebutuhan-kebutuhan untuk pengentasan kabupaten
dan desa tertinggal menuju Desa Mandiri, maka Kementerian PDTT menyusun
Indeks Desa Membangun (IDM, 2015) dengan 22 variabel dan 52 indikator,
sebagai berikut:
Variabel Indikator
Kesehatan 1 Pelayanan 1 Waktu Tempuh ke prasarana
kesehatan kesehatan < 30 meni
2 Tersedia tenaga kesehatan dokter,
bidan, nakes dan lainnya
2 Keberdayaan 3 Akses ke poskesdes, polindes dan
masyrakat posyandu
4 Tingkat aktivitas posyandu
3 Jaminan kesehatan 5 Tingkat kepesertaan BPJS
Pendidikan 4 Akses Pendidikan 6 Akses ke Pendidikan Dasar SD/MI <3
Dasar dan KM
Menengah
7 Akses ke SMP/MTS < 6 km
8 Akses ke SMU/SMK < 6 km
5 Akses Pendidikan 9 Kegiatan pemberantasan buta aksara
Non Formal
10 Kegiatan PAUD
11 Kegiatan PKBM/Paket ABC
6 Akses ke 12 Taman Bacaan Masyarakat atau
Pengatahuan Perpustakaan Desa
Modal Sosial 7 Memiliki Solidaritas 13 Kebiasaan gotong royong didesa
Sosial
14 Keberadaan ruang publik terbuka bagi
warga yg tidak berbayar
15 Ketersediaan fasilitas/lapangan
olahraga
16 Terdapat kelompok kegiatan olahraga
8 Toleransi 17 Warga desa terdiri dari beberapa
suku/etnis
18 Warga desa berkomunikasi sehari-hari
menggunakan bahasa yg berbeda
19 Agama yang dianut sebagian besar
warga di desa
9 Rasa aman 20 Warga desa membangun pemeliharaan
penduduk poskamling
lingkungan
21 Partisipasi warga mengadakan
siskamling
22 Tingkat kejadian perkelahian massal di
desa
23 Penyelesaian/perdamaian perkelahian
massal yg
sering terjadi
10 Kesejahteraan 24 Terdapat akses ke Sekolah Luar Biasa
sosial

HALAMAN - 85
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Variabel Indikator
25 Terdapat Penyandang Kesejahteraan
Sosial (Anak
Jalanan, Pekerja Seks Komersial dan
Pengemis)
26 Terdapat Penduduk yang bunuh diri
Permukiman 11 Akses ke Air Bersih 27 Mayoritas penduduk desa memiliki
dan Air Minum sumber air
Layak minum yang layak.
28 Akses Penduduk desa memiliki air
untuk mandi dan
mencuci
12 Akses ke Sanitas 29 Mayoritas penduduk desa memiliki
Jamban.
30 Terdapat tempat pembuangan
sampah.
13 Akses ke Listrik 31 Jumlah keluarga yang telah memiliki
aliran listrik.
14 Akses Informasi dan 32 Penduduk desa memiliki telepon
Komunikasi selular dan sinyal
yang kuat.
33 Terdapat siaran televisi lokal, nasional
dan asing
34 Terdapat akses internet
Ketahanan 15 Keragaman 35 Terdapat lebih dari satu jenis kegiatan
ekonomi Produksi ekonomi penduduk
Masyarakat
Desa
16 Tersedia Pusat 36 Akses penduduk ke pusat perdagangan
Pelayanan (pertokoan,
Perdagangan pasar permanen dan semi permanen)
37 Terdapat sektor perdagangan di
permukiman
(warung dan minimarket)
17 Akses 38 Terdapat kantor pos dan jasa logistik
Distribusi/Logistik
18 Akses ke Lembaga 39 Tersedianya lembaga perbankan
Keuangan dan umum (Pemerintah
Perkreditan dan Swasta)
40 Tersedianya BPR
41 Akses penduduk ke kredit
19 Lembaga ekonomi 42 Tersedianya lembaga ekonomi rakyat
(koperasi)
43 Terdapat usaha kedai makanan,
restoran, hotel dan
penginapan
20 Keterbukaan 44 Terdapat moda transportasi umum
wilayah (Transportasi Angkutan Umum, trayek
reguler dan jam operasi
Angkutan Umum)
45 Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor roda empat atau lebih
(sepanjang tahun kecuali
musim hujan, kecuali saat tertentu)
46 Kualitas Jalan Desa (Jalan terluas di
desa dengan aspal, kerikil, dan tanah)

HALAMAN - 86
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Variabel Indikator
Ekologi 21 Kualitas Lingkungan 47 da atau tidak adanya pencemaran air,
tanah dan
udara
48 Terdapat sungai yg terkena limbah
22 Potensi/Rawan 49 Pencemaran air, tanah dan udara
Bencana Alam
50 kejadian Bencana Alam (banjir, tanah
longsong, kebakaran hutan)
51 Upaya/Tindakan terhadap potensi
bencana alam (Tanggap bencana, jalur
evakuasi, peringatan dini dan
ketersediaan peralatan penanganan
bencana)
52 Upaya Antisipasi, Mitigasi bencana
alam yg ada di desa

7.3.2. Kebutuhan Untuk Mengurangi Atau Memperkecil Ketertinggalan


Desa

(1)Kebutuhan Intervensi Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-NTT

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kebutuhan intervensi


pembangunan untuk mengurangi atau memperkecil ketertinggalan desa lebih
tepat diterapkan untuk desa-desa dengan kategori sangat parah/sangat
tertinggal. Berlandaskan pada daerah uji coba kajian yaitu Provinsi NTT dan
Provinsi Gorontalo, maka salah satu penerapannya akan dilakukan untuk Di
Provinsi NTT karena di provinsi ini terdapat banyak desa-desa dengan
kategori ketertinggalan sangat parah. Sebagai contoh kasus maka akan di
ambil kabupaten Lokpri sangat tertinggal yaitu Kabupaten Timor Tengah
Utara, dimana di kabupaten ini terdeteksi 8 desa tertinggal sangat parah.

Tabel 7.5
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Air Bersih
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

No Nama Kecamatan
1 MIOMAFFO BARAT
2 MIOMAFFO TENGAH
3 MUSI
4 MUTIS
5 MIOMAFFO TIMUR
6 BIKOMI SELATAN
7 BIKOMI TENGAH
8 BIKOMI NILULAT
9 BIKOMI UTARA

HALAMAN - 87
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

No Nama Kecamatan
10 NOEMUTI TIMUR
11 INSANA
12 INSANA UTARA
13 INSANA BARAT
14 INSANA TENGAH
15 INSANA FAFINESU
16 BIBOKI SELATAN
17 BIBOKI MOENLEU
18 BIBOKI UTARA
19 BIBOKI ANLEU
20 BIBOKI FEOTLEU

Sebanyak 20 kecamatan di Kabupaten sangat tertinggal Timor Tengah Utara


yang membutuhkan ketersediaan air bersih.
Tabel 7.6
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Listrik
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK


MIOMAFFO BARAT 1 NOEPESU 94
MIOMAFFO BARAT 2 FATUNENO 46
MIOMAFFO BARAT 3 SUANAE 70
MIOMAFFO BARAT 4 LEMON 48
MIOMAFFO BARAT 5 FATUNISUAN 111
MIOMAFFO BARAT 6 HAULASI 84
MIOMAFFO BARAT 7 NOELTOKO 115
MIOMAFFO BARAT 8 FATUTASU 154
MIOMAFFO BARAT 9 MANUSASI 18
MIOMAFFO BARAT 10 SAENAM 39
MIOMAFFO BARAT 11 SA'TAB 72
MIOMAFFO TENGAH 12 TUABATAN 61
MIOMAFFO TENGAH 13 AKOMI 186
MIOMAFFO TENGAH 14 BIJAEPASU 40
MIOMAFFO TENGAH 15 NOENASI 137
MIOMAFFO TENGAH 16 NIAN 72
MIOMAFFO TENGAH 17 TUABATAN BARAT 81
MUSI 18 OELNEKE 24
MUSI 19 OETULU 183
MUSI 20 AINAN 49
MUSI 21 OEOLO 77
MUSI 22 BISAFE 91
MUTIS 23 TASINIFU 201
MUTIS 24 NAEKAKE A 131
MUTIS 25 NAEKAKE B 114

HALAMAN - 88
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK


MUTIS 26 NOELELO 99
MIOMAFFO TIMUR 27 FEMNASI 19
MIOMAFFO TIMUR 28 JAK 180
MIOMAFFO TIMUR 29 TUNOE 45
MIOMAFFO TIMUR 30 TUNTUN 82
MIOMAFFO TIMUR 31 BOKON 6
MIOMAFFO TIMUR 32 KAENBAUN 9
MIOMAFFO TIMUR 33 FATUSENE 14
NOEMUTI 34 NOEBAUN 50
NOEMUTI 35 POPNAM 50
NOEMUTI 36 NIBAAF 187
NOEMUTI 37 BANFANU 63
NOEMUTI 38 OEPERIGI 17
BIKOMI SELATAN 39 MAURISU 24
BIKOMI SELATAN 40 NAIOLA 50
BIKOMI SELATAN 41 OETALUS 108
BIKOMI SELATAN 42 KIUSILI 24
BIKOMI SELATAN 43 MAURISU UTARA 11
BIKOMI SELATAN 44 MAURISU SELATAN 144
BIKOMI SELATAN 45 MAURISU TENGAH 52
BIKOMI SELATAN 46 NAIOLA TIMUR 235
BIKOMI TENGAH 47 NIMASI 66
BIKOMI TENGAH 48 KUANEK 55
BIKOMI TENGAH 49 BUK 148
BIKOMI TENGAH 50 OELBONAK 86
BIKOMI TENGAH 51 OENENU 62
BIKOMI TENGAH 52 OENINO 225
BIKOMI TENGAH 53 OENENU UTARA 63
BIKOMI TENGAH 54 OENENU SELATAN 187
BIKOMI TENGAH 55 SONO 158
BIKOMI NILULAT 56 NILULAT 80
BIKOMI NILULAT 57 HAUMENI 'ANA 132
BIKOMI NILULAT 58 SUNKAEN 119
BIKOMI NILULAT 59 NAINABAN 160
BIKOMI NILULAT 60 INBATE 223
BIKOMI UTARA 61 BAAS 15
BIKOMI UTARA 62 HAUMENI 40
BIKOMI UTARA 63 NAPAN 74
BIKOMI UTARA 64 TES 41
BIKOMI UTARA 65 SAINONI 75
BIKOMI UTARA 66 BANAIN 13
BIKOMI UTARA 67 BANAIN B 7
BIKOMI UTARA 68 BANAIN C 13

HALAMAN - 89
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK


NAIBENU 69 SUNSEA 230
NAIBENU 70 BAKITOLAS 88
NAIBENU 71 BENUS 138
NAIBENU 72 MANAMAS 256
NOEMUTI TIMUR 73 NAOB 217
NOEMUTI TIMUR 74 HAEKTO 124
NOEMUTI TIMUR 75 MANIKIN 104
NOEMUTI TIMUR 76 KUAKEN 60
INSANA 77 NANSEAN 129
INSANA 78 SUSULAKU 25
INSANA 79 LOERAM 97
INSANA 80 OINBIT 50
INSANA 81 MANUNAIN B 84
INSANA 82 SEKON 84
INSANA 83 SUSULAKU B 32
INSANA 84 NANSEAN TIMUR 95
INSANA 85 BOTOF 31
INSANA UTARA 86 HUMUSU A 46
INSANA UTARA 87 FATUMTASA 131
INSANA UTARA 88 HUMUSU B 131
INSANA UTARA 89 OESOKO 188
INSANA BARAT 90 SUBUN 68
INSANA BARAT 91 LAPEOM 51
INSANA BARAT 92 USAPINONOT 16
INSANA BARAT 93 LETNEO 25
INSANA BARAT 94 BANAE 43
INSANA BARAT 95 DESA ADMEN 71
INSANA BARAT 96 SUBUN BESTOBE 63
INSANA BARAT 97 SUBUN TUALELE 37
INSANA BARAT 98 NIFUNENAS 16
INSANA BARAT 99 OABIKASE 69
INSANA TENGAH 100 LANAUS 100
INSANA TENGAH 101 LETMAFO 87
INSANA TENGAH 102 TAINSALA 153
INSANA TENGAH 103 SONE 44
INSANA TENGAH 104 OEHALO 79
INSANA TENGAH 105 LETMAFO TIMUR 14
INSANA FAFINESU 106 FAFINESU B 135
INSANA FAFINESU 107 FAFINESU A 197
INSANA FAFINESU 108 FAFINESU C 242
INSANA FAFINESU 109 BANUAN 127
INSANA FAFINESU 110 FAFINESU 79
BIBOKI SELATAN 111 PANTAE 101

HALAMAN - 90
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK


BIBOKI SELATAN 112 OENAEM 15
BIBOKI SELATAN 113 TAUTPAH 307
BIBOKI SELATAN 114 TOKBESI 165
BIBOKI SELATAN 115 SAINIUP 218
BIBOKI SELATAN 116 TUNBAEN 248
BIBOKI TANPAH 117 T'EBA 120
BIBOKI TANPAH 118 OERINBESI 40
BIBOKI TANPAH 119 OEKOPA 42
BIBOKI TANPAH 120 T'EBA TIMUR 70
BIBOKI MOENLEU 121 TUNBES 98
BIBOKI MOENLEU 122 LUNIUP 81
BIBOKI MOENLEU 123 MATABESI 19
BIBOKI MOENLEU 124 KAUBELE 214
BIBOKI MOENLEU 125 OEPUAH 90
BIBOKI MOENLEU 126 OEPUAH UTARA 92
BIBOKI MOENLEU 127 OEPUAH SELATAN 112
BIBOKI UTARA 128 SAPAEN 11
BIBOKI UTARA 129 TAUNBAEN 142
BIBOKI UTARA 130 TUALENE 135
BIBOKI UTARA 131 BILOE 87
BIBOKI UTARA 132 HAUTEAS 42
BIBOKI UTARA 133 LOKOMEA 20
BIBOKI UTARA 134 TAUNBAEN TIMUR 117
BIBOKI UTARA 135 HAUTEAS BARAT 33
BIBOKI ANLEU 136 SIFANIHA 216
BIBOKI ANLEU 137 MOTADIK 126
BIBOKI ANLEU 138 NONATBATAN 170
BIBOKI ANLEU 139 TUAMESE 124
BIBOKI ANLEU 140 MAUKABATAN 66
BIBOKI ANLEU 141 KOTAFOUN 292
BIBOKI ANLEU 142 OEMANU 140
BIBOKI ANLEU 143 NIFUTASI 265
BIBOKI FEOTLEU 144 MANUMEAN 54
BIBOKI FEOTLEU 145 KULUAN 70
BIBOKI FEOTLEU 146 NAKU 228
BIBOKI FEOTLEU 147 MAKUN 48
BIBOKI FEOTLEU 148 BIRUNATUN 58
14.341

Terdapat 148 desa di Kabupaten Timor Tengah Utara yang sangt segera
dipenuhi kebutuhan akan listrik dengan total KK 14.341 KK.

HALAMAN - 91
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 7.7
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Jalan Usaha Tani
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Nama Kecamatan Nama Desa


MIOMAFFO BARAT 1 NOEPESU
MIOMAFFO BARAT 2 FATUNENO
MIOMAFFO BARAT 3 FATUTASU
MIOMAFFO BARAT 4 SA'TAB
MIOMAFFO TENGAH 5 AKOMI
MIOMAFFO TENGAH 6 NOENASI
MUSI 7 OELNEKE
MUSI 8 AINAN
MUSI 9 OEOLO
MUSI 10 BISAFE
MUTIS 11 TASINIFU
MUTIS 12 NAEKAKE A
MUTIS 13 NAEKAKE B
MUTIS 14 NOELELO
MIOMAFFO TIMUR 15 TAEKAS
MIOMAFFO TIMUR 16 JAK
MIOMAFFO TIMUR 17 TUNOE
MIOMAFFO TIMUR 18 TUNTUN
MIOMAFFO TIMUR 19 BOKON
MIOMAFFO TIMUR 20 KAENBAUN
MIOMAFFO TIMUR 21 FATUSENE
MIOMAFFO TIMUR 22 AMOL
NOEMUTI 23 SEO
NOEMUTI 24 NOEBAUN
NOEMUTI 25 BIJELI
NOEMUTI 26 BANFANU
NOEMUTI 27 OEPERIGI
BIKOMI SELATAN 28 MAURISU
BIKOMI TENGAH 29 NIMASI
BIKOMI TENGAH 30 KUANEK
BIKOMI TENGAH 31 BUK
BIKOMI TENGAH 32 OELBONAK
BIKOMI TENGAH 33 OENENU
BIKOMI TENGAH 34 OENINO
BIKOMI TENGAH 35 OENENU UTARA
BIKOMI TENGAH 36 OENENU SELATAN
BIKOMI TENGAH 37 SONO
BIKOMI NILULAT 38 NILULAT
BIKOMI NILULAT 39 HAUMENI 'ANA
BIKOMI NILULAT 40 SUNKAEN
BIKOMI NILULAT 41 NAINABAN

HALAMAN - 92
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


BIKOMI NILULAT 42 INBATE
BIKOMI UTARA 43 FAENNAKE
BIKOMI UTARA 44 BAAS
BIKOMI UTARA 45 HAUMENI
BIKOMI UTARA 46 NAPAN
BIKOMI UTARA 47 TES
BIKOMI UTARA 48 SAINONI
BIKOMI UTARA 49 BANAIN
BIKOMI UTARA 50 BANAIN B
BIKOMI UTARA 51 BANAIN C
NAIBENU 52 SUNSEA
NAIBENU 53 BAKITOLAS
NAIBENU 54 BENUS
NAIBENU 55 MANAMAS
NOEMUTI TIMUR 56 HAEKTO
INSANA 57 OINBIT
INSANA 58 MANUNAIN B
INSANA 59 TAPENPAH
INSANA 60 SEKON
INSANA 61 FATU'ANA
INSANA 62 BOTOF
INSANA UTARA 63 HUMUSU A
INSANA UTARA 64 FATUMTASA
INSANA BARAT 65 SUBUN
INSANA BARAT 66 LAPEOM
INSANA BARAT 67 USAPINONOT
INSANA BARAT 68 LETNEO
INSANA BARAT 69 BANAE
INSANA BARAT 70 DESA ADMEN
INSANA BARAT 71 SUBUN BESTOBE
INSANA BARAT 72 SUBUN TUALELE
INSANA BARAT 73 NIFUNENAS
INSANA BARAT 74 OABIKASE
INSANA BARAT 75 LETNEO SELATAN
INSANA TENGAH 76 LANAUS
INSANA TENGAH 77 LETMAFO
INSANA TENGAH 78 TAINSALA
INSANA TENGAH 79 SONE
INSANA TENGAH 80 OEHALO
INSANA TENGAH 81 LETMAFO TIMUR
BIBOKI MOENLEU 82 TUNBES
BIBOKI UTARA 83 SAPAEN
BIBOKI UTARA 84 TAUNBAEN
BIBOKI UTARA 85 TAUNBAEN TIMUR

HALAMAN - 93
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


BIBOKI ANLEU 86 SIFANIHA
BIBOKI ANLEU 87 MOTADIK
BIBOKI ANLEU 88 TUAMESE
BIBOKI ANLEU 89 MAUKABATAN
BIBOKI ANLEU 90 KOTAFOUN
BIBOKI ANLEU 91 OEMANU
BIBOKI ANLEU 92 NIFUTASI
BIBOKI FEOTLEU 93 MANUMEAN
BIBOKI FEOTLEU 94 KULUAN
BIBOKI FEOTLEU 95 NAKU
BIBOKI FEOTLEU 96 MAKUN
BIBOKI FEOTLEU 97 BIRUNATUN

Sebanyak 97 desa membutuhkan segera dibangun jalan usaha tani yang


bermanfaat untuk membuka konektivitas atasu keterpencilan terhadap
sumber-sumber daya ekonomi.

Tabel 7.8
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Bidan Desa
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
Kebutuhan Tenaga Bidan
Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan
Desa (BDD)
MIOMAFFO BARAT 01 SA'TAB 2
MIOMAFFO TENGAH 02 TUABATAN BARAT 2
MUTIS 03 NAEKAKE A 2
MUTIS 04 NAEKAKE B 2
MIOMAFFO TIMUR 05 FEMNASI 2
BIKOMI SELATAN 06 MAURISU 2
BIKOMI SELATAN 07 OETALUS 2
BIKOMI SELATAN 08 MAURISU TENGAH 2
BIKOMI TENGAH 09 OELBONAK 2
BIKOMI TENGAH 10 SONO 2
BIKOMI NILULAT 11 NAINABAN 2
BIKOMI UTARA 12 HAUMENI 2
BIKOMI UTARA 13 NAPAN 2
INSANA 14 NANSEAN TIMUR 2
INSANA BARAT 15 NIFUNENAS 2
INSANA BARAT 16 OABIKASE 2
INSANA BARAT 17 LETNEO SELATAN 2
INSANA TENGAH 18 OEHALO 2
BIBOKI SELATAN 19 TOKBESI 2
BIBOKI UTARA 20 TAUNBAEN 2
BIBOKI UTARA 21 HAUTEAS BARAT 2

HALAMAN - 94
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Kebutuhan Tenaga Bidan


Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan
Desa (BDD)
BIBOKI ANLEU 22 KOTAFOUN 2

Sebanyak 22 desa tertinggal di Kabupaten Timor Tengah Utara yang


membutuhkan Bidan Desa masing-masing desa 2 orang Bidang Desa.

Tabel 7.9
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Pasar Desa
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Nama Kecamatan Nama Desa


MIOMAFFO BARAT NOEPESU
MIOMAFFO BARAT FATUNENO
MIOMAFFO BARAT SUANAE
MIOMAFFO BARAT LEMON
MIOMAFFO BARAT FATUNISUAN
MIOMAFFO BARAT NOELTOKO
MIOMAFFO BARAT FATUTASU
MIOMAFFO BARAT MANUSASI
MIOMAFFO BARAT SAENAM
MIOMAFFO BARAT SA'TAB
MIOMAFFO TENGAH TUABATAN
MIOMAFFO TENGAH AKOMI
MIOMAFFO TENGAH BIJAEPASU
MIOMAFFO TENGAH NOENASI
MIOMAFFO TENGAH NIAN
MIOMAFFO TENGAH TUABATAN BARAT
MUSI OELNEKE
MUSI OETULU
MUSI AINAN
MUSI OEOLO
MUSI BISAFE
MUSI BATNES
MUTIS NAEKAKE B
MUTIS NOELELO
MIOMAFFO TIMUR TAEKAS
MIOMAFFO TIMUR FEMNASI
MIOMAFFO TIMUR BOKON
MIOMAFFO TIMUR KAENBAUN
MIOMAFFO TIMUR FATUSENE
MIOMAFFO TIMUR AMOL
NOEMUTI SEO
NOEMUTI NOEBAUN
NOEMUTI POPNAM

HALAMAN - 95
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


NOEMUTI NIBAAF
NOEMUTI BIJELI
NOEMUTI BANFANU
NOEMUTI OEPERIGI
BIKOMI SELATAN MAURISU
BIKOMI SELATAN NAIOLA
BIKOMI SELATAN OETALUS
BIKOMI SELATAN KIUSILI
BIKOMI SELATAN MAURISU UTARA
BIKOMI SELATAN MAURISU SELATAN
BIKOMI SELATAN MAURISU TENGAH
BIKOMI SELATAN NAIOLA TIMUR
BIKOMI TENGAH NIMASI
BIKOMI TENGAH KUANEK
BIKOMI TENGAH BUK
BIKOMI TENGAH OELBONAK
BIKOMI TENGAH OENENU
BIKOMI TENGAH OENINO
BIKOMI TENGAH OENENU UTARA
BIKOMI TENGAH OENENU SELATAN
BIKOMI TENGAH SONO
BIKOMI NILULAT NILULAT
BIKOMI NILULAT TUBU
BIKOMI NILULAT SUNKAEN
BIKOMI NILULAT NAINABAN
BIKOMI NILULAT INBATE
BIKOMI UTARA FAENNAKE
BIKOMI UTARA BAAS
BIKOMI UTARA TES
BIKOMI UTARA SAINONI
BIKOMI UTARA BANAIN
BIKOMI UTARA BANAIN B
BIKOMI UTARA BANAIN C
NAIBENU BAKITOLAS
NAIBENU BENUS
NOEMUTI TIMUR MANIKIN
NOEMUTI TIMUR KUAKEN
INSANA NANSEAN
INSANA SUSULAKU
INSANA LOERAM
INSANA OINBIT
INSANA MANUNAIN B
INSANA TAPENPAH
INSANA SEKON

HALAMAN - 96
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


INSANA SUSULAKU B
INSANA KEUN
INSANA NANSEAN TIMUR
INSANA FATU'ANA
INSANA BOTOF
INSANA UTARA HUMUSU A
INSANA UTARA HUMUSU B
INSANA UTARA OESOKO
INSANA BARAT SUBUN
INSANA BARAT LAPEOM
INSANA BARAT USAPINONOT
INSANA BARAT LETNEO
INSANA BARAT BANAE
INSANA BARAT DESA ADMEN
INSANA BARAT SUBUN BESTOBE
INSANA BARAT SUBUN TUALELE
INSANA BARAT NIFUNENAS
INSANA BARAT OABIKASE
INSANA TENGAH LANAUS
INSANA TENGAH LETMAFO
INSANA TENGAH TAINSALA
INSANA TENGAH SONE
INSANA TENGAH OEHALO
INSANA TENGAH LETMAFO TIMUR
INSANA FAFINESU OENAIN
INSANA FAFINESU FAFINESU A
INSANA FAFINESU FAFINESU C
INSANA FAFINESU BANUAN
INSANA FAFINESU FAFINESU
BIBOKI SELATAN PANTAE
BIBOKI SELATAN OENAEM
BIBOKI SELATAN TOKBESI
BIBOKI SELATAN SAINIUP
BIBOKI SELATAN TUNBAEN
BIBOKI TANPAH T'EBA
BIBOKI TANPAH OERINBESI
BIBOKI TANPAH OEKOPA
BIBOKI MOENLEU TUNBES
BIBOKI MOENLEU MATABESI
BIBOKI MOENLEU KAUBELE
BIBOKI MOENLEU OEPUAH UTARA
BIBOKI UTARA SAPAEN
BIBOKI UTARA TAUNBAEN
BIBOKI UTARA TUALENE

HALAMAN - 97
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


BIBOKI UTARA BILOE
BIBOKI UTARA HAUTEAS
BIBOKI UTARA LOKOMEA
BIBOKI UTARA TAUNBAEN TIMUR
BIBOKI UTARA HAUTEAS BARAT
BIBOKI ANLEU SIFANIHA
BIBOKI ANLEU MOTADIK
BIBOKI ANLEU TUAMESE
BIBOKI ANLEU KOTAFOUN
BIBOKI ANLEU OEMANU
BIBOKI ANLEU NIFUTASI
BIBOKI FEOTLEU MANUMEAN
BIBOKI FEOTLEU KULUAN
BIBOKI FEOTLEU NAKU
BIBOKI FEOTLEU MAKUN
BIBOKI FEOTLEU BIRUNATUN

Terdapat sekitar 106 desa di Kabuparen Timor Tengah Utara yang tidak
mempunyai pasar desa dan oleh karena itu membutuhkan intervensi
pembangunan pasar desa.

Tabel 7.10
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Poskesdes
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Nama Kecamatan Nama Desa


MIOMAFFO BARAT NOEPESU
MIOMAFFO BARAT FATUNENO
MIOMAFFO BARAT SUANAE
MIOMAFFO BARAT LEMON
MIOMAFFO BARAT FATUNISUAN
MIOMAFFO BARAT HAULASI
MIOMAFFO BARAT NOELTOKO
MIOMAFFO BARAT FATUTASU
MIOMAFFO BARAT SAENAM
MIOMAFFO BARAT SA'TAB
MIOMAFFO TENGAH TUABATAN
MIOMAFFO TENGAH AKOMI
MIOMAFFO TENGAH BIJAEPASU
MIOMAFFO TENGAH NOENASI
MIOMAFFO TENGAH TUABATAN BARAT
MUSI OETULU
MUSI AINAN
MUSI OEOLO

HALAMAN - 98
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


MUSI BISAFE
MUSI BATNES
MUTIS TASINIFU
MUTIS NAEKAKE A
MUTIS NAEKAKE B
MUTIS NOELELO
MIOMAFFO TIMUR FEMNASI
MIOMAFFO TIMUR JAK
MIOMAFFO TIMUR TUNOE
MIOMAFFO TIMUR TUNTUN
MIOMAFFO TIMUR BOKON
MIOMAFFO TIMUR KAENBAUN
MIOMAFFO TIMUR FATUSENE
MIOMAFFO TIMUR AMOL
NOEMUTI SEO
NOEMUTI NOEBAUN
NOEMUTI POPNAM
NOEMUTI NIBAAF
NOEMUTI BANFANU
NOEMUTI OEPERIGI
BIKOMI SELATAN MAURISU
BIKOMI SELATAN NAIOLA
BIKOMI SELATAN KIUSILI
BIKOMI SELATAN MAURISU UTARA
BIKOMI SELATAN MAURISU TENGAH
BIKOMI SELATAN NAIOLA TIMUR
BIKOMI TENGAH NIMASI
BIKOMI TENGAH KUANEK
BIKOMI TENGAH BUK
BIKOMI TENGAH OELBONAK
BIKOMI TENGAH OENENU
BIKOMI TENGAH OENINO
BIKOMI TENGAH OENENU UTARA
BIKOMI TENGAH OENENU SELATAN
BIKOMI TENGAH SONO
BIKOMI NILULAT NILULAT
BIKOMI NILULAT TUBU
BIKOMI NILULAT HAUMENI 'ANA
BIKOMI NILULAT SUNKAEN
BIKOMI NILULAT INBATE
BIKOMI UTARA FAENNAKE
BIKOMI UTARA BAAS
BIKOMI UTARA HAUMENI
BIKOMI UTARA NAPAN

HALAMAN - 99
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


BIKOMI UTARA TES
BIKOMI UTARA SAINONI
BIKOMI UTARA BANAIN
BIKOMI UTARA BANAIN B
BIKOMI UTARA BANAIN C
NAIBENU SUNSEA
NAIBENU BAKITOLAS
NAIBENU BENUS
NOEMUTI TIMUR NAOB
NOEMUTI TIMUR HAEKTO
NOEMUTI TIMUR MANIKIN
NOEMUTI TIMUR KUAKEN
INSANA NANSEAN
INSANA SUSULAKU
INSANA LOERAM
INSANA OINBIT
INSANA MANUNAIN B
INSANA TAPENPAH
INSANA SEKON
INSANA SUSULAKU B
INSANA KEUN
INSANA NANSEAN TIMUR
INSANA FATU'ANA
INSANA BOTOF
INSANA UTARA HUMUSU A
INSANA UTARA FATUMTASA
INSANA UTARA OESOKO
INSANA BARAT SUBUN
INSANA BARAT USAPINONOT
INSANA BARAT BANAE
INSANA BARAT DESA ADMEN
INSANA BARAT SUBUN BESTOBE
INSANA BARAT SUBUN TUALELE
INSANA BARAT NIFUNENAS
INSANA BARAT OABIKASE
INSANA BARAT LETNEO SELATAN
INSANA TENGAH TAINSALA
INSANA TENGAH OEHALO
INSANA FAFINESU OENAIN
INSANA FAFINESU FAFINESU B
INSANA FAFINESU FAFINESU A
INSANA FAFINESU BANUAN
INSANA FAFINESU FAFINESU
BIBOKI SELATAN PANTAE

HALAMAN - 100
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


BIBOKI SELATAN OENAEM
BIBOKI SELATAN TAUTPAH
BIBOKI SELATAN TOKBESI
BIBOKI SELATAN SAINIUP
BIBOKI SELATAN TUNBAEN
BIBOKI TANPAH T'EBA
BIBOKI TANPAH OEKOPA
BIBOKI TANPAH T'EBA TIMUR
BIBOKI MOENLEU TUNBES
BIBOKI MOENLEU LUNIUP
BIBOKI MOENLEU MATABESI
BIBOKI MOENLEU KAUBELE
BIBOKI MOENLEU OEPUAH
BIBOKI MOENLEU OEPUAH UTARA
BIBOKI MOENLEU OEPUAH SELATAN
BIBOKI UTARA SAPAEN
BIBOKI UTARA TAUNBAEN
BIBOKI UTARA TUALENE
BIBOKI UTARA BILOE
BIBOKI UTARA HAUTEAS
BIBOKI UTARA LOKOMEA
BIBOKI UTARA TAUNBAEN TIMUR
BIBOKI UTARA HAUTEAS BARAT
BIBOKI ANLEU SIFANIHA
BIBOKI ANLEU NONATBATAN
BIBOKI ANLEU TUAMESE
BIBOKI ANLEU MAUKABATAN
BIBOKI ANLEU KOTAFOUN
BIBOKI ANLEU OEMANU
BIBOKI ANLEU NIFUTASI
BIBOKI FEOTLEU MANUMEAN
BIBOKI FEOTLEU KULUAN
BIBOKI FEOTLEU NAKU
BIBOKI FEOTLEU MAKUN
BIBOKI FEOTLEU BIRUNATUN

Terdapat 140 desa di Kabupaten Timor Tengah Utara yang tidak ada
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) yang biasanya dikelola atau dikepalai oleh
seorang Bidan Desa. Yang menarik adalah tidak ada data tentang kebutuhan
akan Posyandu. Hal ini bisa mungkin semua desa di desa-desa tertinggal di
kabupaten ini telah ada posyandu.
Tabel 7.11
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Polindes

HALAMAN - 101
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Nama Kecamatan Nama Desa


MIOMAFFO BARAT FATUNENO
MIOMAFFO BARAT HAULASI
MIOMAFFO BARAT NOELTOKO
MIOMAFFO BARAT MANUSASI
MIOMAFFO BARAT SA'TAB
MIOMAFFO TENGAH BIJAEPASU
MIOMAFFO TENGAH TUABATAN BARAT
MUSI OELNEKE
MUSI OEOLO
MUTIS TASINIFU
MUTIS NOELELO
MIOMAFFO TIMUR TAEKAS
MIOMAFFO TIMUR JAK
NOEMUTI BIJELI
BIKOMI SELATAN OETALUS
BIKOMI SELATAN MAURISU SELATAN
BIKOMI SELATAN MAURISU TENGAH
BIKOMI SELATAN NAIOLA TIMUR
BIKOMI TENGAH NIMASI
BIKOMI NILULAT NILULAT
BIKOMI NILULAT INBATE
BIKOMI UTARA HAUMENI
BIKOMI UTARA NAPAN
BIKOMI UTARA SAINONI
NAIBENU SUNSEA
NAIBENU MANAMAS
NOEMUTI TIMUR NAOB
NOEMUTI TIMUR HAEKTO
NOEMUTI TIMUR KUAKEN
INSANA MANUNAIN B
INSANA UTARA HUMUSU A
INSANA UTARA HUMUSU B
INSANA BARAT LAPEOM
INSANA BARAT LETNEO
INSANA BARAT SUBUN BESTOBE
INSANA BARAT SUBUN TUALELE
INSANA BARAT NIFUNENAS
INSANA BARAT OABIKASE
INSANA BARAT LETNEO SELATAN
INSANA TENGAH LANAUS
INSANA TENGAH SONE
INSANA TENGAH OEHALO
INSANA FAFINESU FAFINESU B

HALAMAN - 102
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


INSANA FAFINESU FAFINESU C
BIBOKI SELATAN TOKBESI
BIBOKI TANPAH T'EBA
BIBOKI TANPAH OERINBESI
BIBOKI MOENLEU OEPUAH SELATAN
BIBOKI UTARA TAUNBAEN
BIBOKI UTARA TUALENE
BIBOKI ANLEU MOTADIK
BIBOKI ANLEU KOTAFOUN
BIBOKI FEOTLEU MAKUN

Terdapat 52 desa tertinggal di Kabupaten Timor Tengah Utara yang tidak


memiliki Polindes (Poliklinik Desa) dan oleh karena itu membutuhkan
pembentukan Polindes.

Tabel 7.12
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Lumbung Gizi
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Jumlah warga penderita


gizi buruk (marasmus dan
Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan
kwashiorkor) selama 3
tahun terakhir
MIOMAFFO BARAT NOEPESU 12
MIOMAFFO BARAT FATUNENO 14
MIOMAFFO BARAT LEMON 3
MIOMAFFO BARAT HAULASI 3
MIOMAFFO BARAT NOELTOKO 14
MIOMAFFO BARAT FATUTASU 3
MIOMAFFO BARAT MANUSASI 4
MIOMAFFO TENGAH AKOMI 2
MIOMAFFO TENGAH NOENASI 2
MIOMAFFO TENGAH NIAN 9
MUSI OELNEKE 3
MUSI AINAN 3
MUTIS TASINIFU 5
MUTIS NAEKAKE A 5
MUTIS NAEKAKE B 4
MUTIS NOELELO 4
MIOMAFFO TIMUR FEMNASI 1
MIOMAFFO TIMUR TUNOE 1
MIOMAFFO TIMUR FATUSENE 2
NOEMUTI BIJELI 2
BIKOMI SELATAN MAURISU 2
BIKOMI SELATAN KIUSILI 7

HALAMAN - 103
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Jumlah warga penderita


gizi buruk (marasmus dan
Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan
kwashiorkor) selama 3
tahun terakhir
BIKOMI SELATAN MAURISU UTARA 12
BIKOMI TENGAH NIMASI 1
BIKOMI TENGAH KUANEK 3
BIKOMI TENGAH BUK 1
BIKOMI TENGAH OELBONAK 1
BIKOMI TENGAH OENENU UTARA 3
BIKOMI NILULAT NAINABAN 1
BIKOMI NILULAT INBATE 5
BIKOMI UTARA FAENNAKE 3
BIKOMI UTARA BAAS 1
BIKOMI UTARA HAUMENI 3
BIKOMI UTARA TES 1
BIKOMI UTARA SAINONI 2
BIKOMI UTARA BANAIN 1
BIKOMI UTARA BANAIN B 1
NAIBENU SUNSEA 5
NAIBENU BAKITOLAS 1
NAIBENU BENUS 25
NAIBENU MANAMAS 1
NOEMUTI TIMUR MANIKIN 4
INSANA NANSEAN 13
INSANA SUSULAKU 1
INSANA LOERAM 16
INSANA MANUNAIN B 12
INSANA TAPENPAH 3
INSANA SEKON 2
INSANA SUSULAKU B 4
INSANA KEUN 12
INSANA NANSEAN TIMUR 2
INSANA FATU'ANA 12
INSANA BOTOF 3
INSANA UTARA HUMUSU B 7
INSANA BARAT LETNEO 1
INSANA BARAT BANAE 3
INSANA TENGAH LANAUS 7
INSANA TENGAH LETMAFO 16
INSANA TENGAH TAINSALA 2
INSANA TENGAH SONE 6
INSANA TENGAH LETMAFO TIMUR 4
INSANA FAFINESU OENAIN 2
INSANA FAFINESU FAFINESU B 7
INSANA FAFINESU FAFINESU A 5
INSANA FAFINESU FAFINESU C 2

HALAMAN - 104
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Jumlah warga penderita


gizi buruk (marasmus dan
Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan
kwashiorkor) selama 3
tahun terakhir
INSANA FAFINESU BANUAN 3
INSANA FAFINESU FAFINESU 3
BIBOKI SELATAN PANTAE 1
BIBOKI SELATAN TAUTPAH 4
BIBOKI SELATAN TUNBAEN 3
BIBOKI TANPAH T'EBA 4
BIBOKI TANPAH OEKOPA 18
BIBOKI TANPAH T'EBA TIMUR 2
BIBOKI MOENLEU TUNBES 6
BIBOKI MOENLEU LUNIUP 2
BIBOKI MOENLEU KAUBELE 7
BIBOKI MOENLEU OEPUAH 2
BIBOKI MOENLEU OEPUAH SELATAN 1
BIBOKI UTARA HAUTEAS 6
BIBOKI UTARA LOKOMEA 1
BIBOKI ANLEU SIFANIHA 8
BIBOKI ANLEU MAUKABATAN 15
BIBOKI ANLEU KOTAFOUN 7
BIBOKI ANLEU OEMANU 4
BIBOKI FEOTLEU KULUAN 5

Terdapat 84 desa tertinggal di Kabupaten Timor Tengah Utara yang


memerlukan pembentukan dan pengembangan lumbung gizi desa dimana di
desa-desa tersebut selama 3 tahun terakhir terjadi kasus gizi buruk. Jika
dicermati masing-masing desa tersebut di atas maka terlihat bahwa ada
beberapa desa yang kasus gizi buruk dalam 3 tahun terakhir lebih dari 10
anak bahkan ada yang mencapai 25 anak. Harus dipahami bahwa Kabupaten
Timor Tengah Utara merupakan salah satu kabupaten yang dikategorikan
rawan pangan cukup parah.

Tabel 7.13
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Sekolah SD
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)

Nama Kecamatan Nama Desa


NOEMUTI OEPERIGI
BIKOMI SELATAN MAURISU TENGAH
BIKOMI UTARA BANAIN
BIKOMI UTARA BANAIN C
INSANA BOTOF
INSANA BARAT OABIKASE

HALAMAN - 105
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


INSANA BARAT LETNEO SELATAN
BIBOKI MOENLEU MATABESI
BIBOKI UTARA HAUTEAS BARAT
BIBOKI FEOTLEU MANUMEAN

Masih ada 10 desa tertinggal di Kabupaten Timor Tengah Utara yang tidak
memeiliki Sekolah Dasar, dan oleh karenanya sangat membutuhkan intervensi
pembangunan penyediaan fasilitas Sekolah Dasar.

Kebutuhan Intervensi Pembangunan tersebut diatas dilandaskan pada 9


variabel yaitu (1) Kebutuhan air bersih, (2) Kebutuhan listrik, (3) Kebutuhan
Jalan usaha tani, (4) Kebutuhan bidan desa, (5) kebutuhan pasar desa, (6)
kebutuhan Poskesdes, (7) Kebutuhan Polindes, (8) Kebutuhan lumbung gizi
desa, dan (9) Kebutuhan pembangunan SD. Sementara Posyandu sudah
tersedia di semua desa di Kabupaten Timor Tengah Utara.

Dalam daftar target kabupaten dan desa Lokpri untuk 2000 Desa Mandiri
tidak ada satupun kabupaten di Provinsi NTT yang menjadi target. Hal ini
tentu cukup tepat dan logis dengan alasan bahwa semua kabupaten di NTT
dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal dan atau kabupaten tertinggal
parah, meskipun tentu saja di dalam kabupaten-kabupaten tersebut terdapat
juga desa-desa tidak tertinggal. Namun kondisi-kondisi umum desa di NTT
tidak cukup logis dalam metodologi perencanaan untuk ditargetkan menjadi
Desa Mandiri bahkan dalam 5 tahun mendatang sampai 2019.

(2)Kebutuhan Intervensi Kasus Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi


Gorontalo

Kondisi ketertinggalan kabupaten-kabupaten di Provinsi Gorontalo jauh


berbeda dengan di Provinsi NTT. Jika di NTT semua kabupaten yang ada
dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal dimana terdapat 9 kabupaten
dengan predikat sangat tertinggal, di Provinsi Gorontalo dari 5 kabupaten
yang ada hanya 3 (Boalemo, Pohuwatu, dan Gorontalo Utara) yang
dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal dan tidak satupun berpredikat
kabupaten tertinggal sangat parah. Kategorisasi atau klasifikasi ketertinggalan
Kabupaten Gorontalo Utara adalah ketertinggalan dengan Kebutuhan Rendah
Untuk Diintervensi.

HALAMAN - 106
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Berikut ini ditampilkan kebutuhan-kebutuhan intervensi untuk desa-desa


tertinggal di kabupaten tertinggal Gorontalo Utara.

Tabel 7.14
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Air Bersih
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)

Nama Kecamatan Nama Desa Kondisi Sumber Air


ATINGGOLA BUATA Mata air
ATINGGOLA WAPALO Mata air
ATINGGOLA ILOHELUMA Mata air
ATINGGOLA TOMBULILATO Mata air
ATINGGOLA POSONO Mata air
KWANDANG MASURU Sungai/danau/kolam
TOMILITO MOLANTADU Mata air
TOMILITO JEMBATAN MERAH Mata air
TOMILITO LEYAO Sungai/danau/kolam
ANGGREK DATAHU Mata air
ANGGREK HIYALOOILE Sungai/danau/kolam
ANGGREK HELUMO Mata air
MONANO DUNU Mata air
SUMALATA PUNCAK MANDIRI Mata air
SUMALATA TIMUR DEME II Mata air
SUMALATA TIMUR DEME I Sungai/danau/kolam
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA Mata air
SUMALATA TIMUR BULUWATU Sungai/danau/kolam
SUMALATA TIMUR MOTIHELUMO Sungai/danau/kolam
TOLINGGULA PAPUALANGI Mata air
TOLINGGULA SP. SUMALATA III Sungai/danau/kolam
BIAU DIDINGGA Mata air

Terdapat 22 desa tertinggal di Kabupaten tertinggal Gorontalo Utara yang


kondisi sumber air berisih masyarakat sangat memprihatinkan, dan oleh
karena itu membutuhkan intervensi pembangunan terkait dengan air bersih.

Tabel 7.15
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Listrik
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK
ATINGGOLA IMANA 59
ATINGGOLA ILOMATA 126
ATINGGOLA PINONTOYONGA 53
ATINGGOLA WAPALO 35
ATINGGOLA ILOHELUMA 30
ATINGGOLA SIGASO 193
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA 16
ATINGGOLA POSONO 16

HALAMAN - 107
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK


GENTUMA RAYA IPILO 83
GENTUMA RAYA MOLONGGOTA 101
GENTUMA RAYA GENTUMA 20
GENTUMA RAYA DUMOLODO 25
GENTUMA RAYA LANGKE 52
GENTUMA RAYA DURIAN 65
GENTUMA RAYA MOTOMINGO 17
GENTUMA RAYA NANATI JAYA 17
KWANDANG MOLINGKAPOTO 160
KWANDANG LEBOTO 35
KWANDANG BUALEMO 260
KWANDANG MOLUO 56
KWANDANG OMBULODATA 198
KWANDANG BOTUWOMBATO 122
MOLINGKAPOTO
27
KWANDANG SELATAN
KWANDANG BOTUNGOBUNGO 20
KWANDANG ALATA KARYA 76
KWANDANG MASURU 124
KWANDANG CISADANE 134
TOMILITO DAMBALO 151
TOMILITO TANJUNG KARANG 113
TOMILITO LEYAO 63
TOMILITO MILANGO 39
TOMILITO BUBODE 14
TOMILITO BULANGO RAYA 80
TOMILITO MUTIARA LAUT 46
PONELO KEPULAUAN PONELO 146
PONELO KEPULAUAN OTIOLA 142
PONELO KEPULAUAN TIHENGO 208
PONELO KEPULAUAN MALAMBE 186
ANGGREK TOLANGO 180
ANGGREK TOLONGIO 37
ANGGREK DUDEPO 213
ANGGREK MOTILANGO 96
ANGGREK ILOHELUMA 124
ANGGREK IBARAT 167
ANGGREK DATAHU 41
ANGGREK PUTIANA 97
ANGGREK HIYALOOILE 82
ANGGREK LANGGE 16
ANGGREK TUTUWOTO 28
ANGGREK HELUMO 104
MONANO DUNU 117
MONANO TUDI 44
MONANO ZURIYATI 46
MONANO MOKONOWU 8

HALAMAN - 108
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK


MONANO PILOHULATA 36
MONANO GARAPIA 23
MONANO SOGU 110
SUMALATA KIKIA 177
SUMALATA LELATO 23
SUMALATA PUNCAK MANDIRI 56
SUMALATA TIMUR WUBUDU 15
SUMALATA TIMUR BULADU 62
SUMALATA TIMUR BUBALANGO 49
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA 131
SUMALATA TIMUR BULUWATU 48
TOLINGGULA LIMBATO 126
TOLINGGULA PAPUALANGI 134
TOLINGGULA TOLINGGULA PANTAI 104
TOLINGGULA ILOTUNGGULA 91
TOLINGGULA TOLITE JAYA 99
TOLINGGULA ILOMANGGA 9
BIAU BIAU 36
BIAU POTANGA 75
BIAU BOHULO 40
BIAU BUALO 40
BIAU SEMBIHINGAN 5

Sebanyak 6.170 KK yang tersebar di 45 desa tertinggal di Kabupaten


Gorontalo Utara membutuhkan ketersediaan listrik di desa mereka.

Tabel 7.16
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Jalan Usaha Tani
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA IMANA
ATINGGOLA ILOMATA
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA BUATA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA DUMOLODO
GENTUMA RAYA LANGKE
GENTUMA RAYA DURIAN
KWANDANG BUALEMO
KWANDANG PONTOLO ATAS

HALAMAN - 109
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


KWANDANG BOTUWOMBATO
KWANDANG CISADANE
TOMILITO MUTIARA LAUT
PONELO KEPULAUAN PONELO
PONELO KEPULAUAN OTIOLA
PONELO KEPULAUAN TIHENGO
PONELO KEPULAUAN MALAMBE
ANGGREK TOLANGO
ANGGREK ILANGATA
ANGGREK POPALO
ANGGREK DUDEPO
ANGGREK ILOHELUMA
ANGGREK IBARAT
ANGGREK DATAHU
ANGGREK PUTIANA
MONANO DUNU
MONANO MONAS
MONANO TOLITEHUYU
MONANO ZURIYATI
MONANO MOKONOWU
MONANO PILOHULATA
MONANO GARAPIA
MONANO SOGU
SUMALATA BULONTIO BARAT
SUMALATA TIMUR WUBUDU
SUMALATA TIMUR BULADU
SUMALATA TIMUR DEME II
SUMALATA TIMUR DEME I
SUMALATA TIMUR DULUKAPA
SUMALATA TIMUR BUBALANGO
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA
TOLINGGULA LIMBATO
BIAU LUHUTO
BIAU SEMBIHINGAN

Sebanyak 49 desa tertinggal di Kabupaten Gorontalo Utara membutuhkan


pembangunan jalan usaha tani. Kondisi jalan di desa-desa ini diperkirakan
masih jalan setapak atau jalan tanah yang dalam 1 tahun hanya dapat dipakai
untuk beberapa bulan saja oleh karena kondisi cuaca hujan.

Tabel 7.17
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Bidan Desa
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa Kebutuhan Bidan Desa
ATINGGOLA PINONTOYONGA 2

HALAMAN - 110
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa Kebutuhan Bidan Desa


ATINGGOLA KOTAJIN UTARA 2
GENTUMA RAYA GENTUMA 2
GENTUMA RAYA KETAPANG 2
KWANDANG CISADANE 2
PONELO KEPULAUAN TIHENGO 2
MONANO DUNU 2
MONANO MOKONOWU 2
SUMALATA TUMBA 2
TOLINGGULA SP. SUMALATA III 2
TOLINGGULA ILOMANGGA 2
BIAU WINDU 2
BIAU OMUTO 2
BIAU BUALO 2
BIAU SEMBIHINGAN 2

Sebanyak minimal 30 bidan desa dibutuhkan oleh sekitar 15 desa tertinggal


di Kabupaten Gorontalo Utara dimana selama ini tidak tersedia bidan desa
untuk desa-desa tersebut.

Tabel 7.18
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Pasar Desa
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA MONGGUPO
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA BUATA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA OLUHUTA
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA IPILO
GENTUMA RAYA MOLONGGOTA
GENTUMA RAYA DUMOLODO
GENTUMA RAYA LANGKE
GENTUMA RAYA DURIAN
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA BOHUSAMI
GENTUMA RAYA KETAPANG
GENTUMA RAYA PASALAE
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG MOOTINELO

HALAMAN - 111
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


KWANDANG BUALEMO
KWANDANG BULALO
KWANDANG TITIDU
KWANDANG OMBULODATA
KWANDANG PONTOLO ATAS
KWANDANG BOTUWOMBATO
MOLINGKAPOTO
KWANDANG SELATAN
KWANDANG BOTUNGOBUNGO
KWANDANG ALATA KARYA
KWANDANG MASURU
KWANDANG CISADANE
KWANDANG KATIALADA
TOMILITO DAMBALO
TOMILITO MOLANTADU
TOMILITO TANJUNG KARANG
TOMILITO JEMBATAN MERAH
TOMILITO LEYAO
TOMILITO MILANGO
TOMILITO BUBODE
TOMILITO BULANGO RAYA
TOMILITO HUIDU MELITO
TOMILITO MUTIARA LAUT
PONELO KEPULAUAN PONELO
PONELO KEPULAUAN OTIOLA
PONELO KEPULAUAN TIHENGO
PONELO KEPULAUAN MALAMBE
ANGGREK DUDEPO
ANGGREK MOTILANGO
ANGGREK ILOHELUMA
ANGGREK IBARAT
ANGGREK DATAHU
ANGGREK PUTIANA
ANGGREK HIYALOOILE
ANGGREK ILODULUNGA
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
ANGGREK HELUMO
MONANO DUNU
MONANO TUDI
MONANO MONAS
MONANO TOLITEHUYU
MONANO ZURIYATI
MONANO MOKONOWU
MONANO GARAPIA
MONANO SOGU
SUMALATA BULONTIO TIMUR

HALAMAN - 112
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


SUMALATA KIKIA
SUMALATA KASIA
SUMALATA LELATO
SUMALATA TUMBA
SUMALATA MEBONGO
SUMALATA PULOHENTI
SUMALATA HUTAKALO
SUMALATA PUNCAK MANDIRI
SUMALATA TIMUR WUBUDU
SUMALATA TIMUR DEME II
SUMALATA TIMUR DEME I
SUMALATA TIMUR DULUKAPA
SUMALATA TIMUR BUBALANGO
SUMALATA TIMUR HULAWA
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA
SUMALATA TIMUR BULUWATU
SUMALATA TIMUR MOTIHELUMO
TOLINGGULA LIMBATO
TOLINGGULA PAPUALANGI
TOLINGGULA TOLINGGULA PANTAI
TOLINGGULA SP. SUMALATA III
TOLINGGULA MOLANGGA
TOLINGGULA ILOTUNGGULA
TOLINGGULA TOLITE JAYA
TOLINGGULA ILOMANGGA
BIAU BIAU
BIAU POTANGA
BIAU WINDU
BIAU DIDINGGA
BIAU OMUTO
BIAU BOHULO
BIAU TOPI
BIAU BUALO
BIAU SEMBIHINGAN

Sebanyak 101 desa tertinggal di Kabupaten Gorontalo Utara membutuhkan


minimal 1 pasar desa atau secara kesuluruhan membutuhkan 101 pasar desa.

Tabel 7.19
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Posyandu
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)

Nama Kecamatan Nama Desa


ATINGGOLA BUATA

Berdasarkan Data Podes 2014 untuk Kabupaten Gorontalo Utara hanya


terdapat 1 desa yang belum memiliki Posyandu.

HALAMAN - 113
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Tabel 7.20
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Poskesdes
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA ILOMATA
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA MONGGUPO
ATINGGOLA KOTA JIN
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA OLUHUTA
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA IPILO
GENTUMA RAYA GENTUMA
GENTUMA RAYA DUMOLODO
GENTUMA RAYA DURIAN
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA BOHUSAMI
GENTUMA RAYA KETAPANG
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG PONTOLO
KWANDANG MOLINGKAPOTO
KWANDANG MOOTINELO
KWANDANG POSSO
KWANDANG BULALO
KWANDANG TITIDU
KWANDANG MOLUO
KWANDANG OMBULODATA
KWANDANG PONTOLO ATAS
KWANDANG BOTUWOMBATO
KWANDANG MOLINGKAPOTO SELATAN
KWANDANG BOTUNGOBUNGO
KWANDANG ALATA KARYA
KWANDANG MASURU
KWANDANG CISADANE
KWANDANG KATIALADA
TOMILITO DAMBALO
TOMILITO TANJUNG KARANG
TOMILITO JEMBATAN MERAH
TOMILITO LEYAO
TOMILITO MILANGO
TOMILITO BUBODE
TOMILITO BULANGO RAYA

HALAMAN - 114
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


TOMILITO HUIDU MELITO
TOMILITO MUTIARA LAUT
PONELO KEPULAUAN PONELO
PONELO KEPULAUAN OTIOLA
PONELO KEPULAUAN TIHENGO
PONELO KEPULAUAN MALAMBE
ANGGREK ILANGATA
ANGGREK POPALO
ANGGREK TOLONGIO
ANGGREK ILOHELUMA
ANGGREK IBARAT
ANGGREK DATAHU
ANGGREK PUTIANA
ANGGREK HIYALOOILE
ANGGREK ILODULUNGA
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
ANGGREK HELUMO
MONANO MONANO
MONANO TUDI
MONANO TOLITEHUYU
MONANO ZURIYATI
MONANO MOKONOWU
MONANO PILOHULATA
MONANO GARAPIA
MONANO SOGU
SUMALATA BULOILA
SUMALATA BULONTIO BARAT
SUMALATA KASIA
SUMALATA LELATO
SUMALATA TUMBA
SUMALATA MEBONGO
SUMALATA PULOHENTI
SUMALATA HUTAKALO
SUMALATA PUNCAK MANDIRI
SUMALATA TIMUR WUBUDU
SUMALATA TIMUR DEME II
SUMALATA TIMUR DEME I
SUMALATA TIMUR DULUKAPA
SUMALATA TIMUR BUBALANGO
SUMALATA TIMUR HULAWA
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA
SUMALATA TIMUR BULUWATU
SUMALATA TIMUR MOTIHELUMO
TOLINGGULA LIMBATO
TOLINGGULA PAPUALANGI
TOLINGGULA TOLINGGULA ULU

HALAMAN - 115
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


TOLINGGULA TOLINGGULA TENGAH
TOLINGGULA TOLINGGULA PANTAI
TOLINGGULA ILOTUNGGULA
TOLINGGULA TOLITE JAYA
TOLINGGULA ILOMANGGA
BIAU BIAU
BIAU POTANGA
BIAU WINDU
BIAU DIDINGGA
BIAU OMUTO
BIAU LUHUTO
BIAU TOPI
BIAU BUALO
BIAU SEMBIHINGAN

Berbeda dengan Posyandu yang sangat berbasis komunitas baik penyediaan


tempat maupun tenaga kader, Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) membutuhkan
intervensi dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat dimana perlu
penyediaan gedung pos kesehatan desa, ketersediaan bidan, dan ketersediaan
prasarana obat-obatan. Oleh karena itu infrastruktur kesehatan ini jauh lebih
sulit untuk disediakan, dan di Kabupaten Gorontalo Utara masih terdapat 101
desa tertinggal yang belum memiliki Poskesdes.

Tabel 7.21
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Polindes
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA IMANA
ATINGGOLA ILOMATA
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA MONGGUPO
ATINGGOLA KOTA JIN
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA BUATA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA OLUHUTA
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA IPILO
GENTUMA RAYA MOLONGGOTA
GENTUMA RAYA GENTUMA

HALAMAN - 116
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


GENTUMA RAYA LANGKE
GENTUMA RAYA DURIAN
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA BOHUSAMI
GENTUMA RAYA KETAPANG
GENTUMA RAYA PASALAE
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG PONTOLO
KWANDANG MOOTINELO
KWANDANG BUALEMO
KWANDANG TITIDU
KWANDANG MOLUO
KWANDANG OMBULODATA
KWANDANG PONTOLO ATAS
KWANDANG BOTUWOMBATO
KWANDANG MOLINGKAPOTO SELATAN
KWANDANG BOTUNGOBUNGO
KWANDANG ALATA KARYA
KWANDANG MASURU
KWANDANG CISADANE
KWANDANG KATIALADA
TOMILITO DAMBALO
TOMILITO MOLANTADU
TOMILITO JEMBATAN MERAH
TOMILITO BULANGO RAYA
TOMILITO HUIDU MELITO
TOMILITO MUTIARA LAUT
PONELO KEPULAUAN PONELO
ANGGREK TOLANGO
ANGGREK ILANGATA
ANGGREK POPALO
ANGGREK TOLONGIO
ANGGREK DUDEPO
ANGGREK MOTILANGO
ANGGREK ILOHELUMA
ANGGREK IBARAT
ANGGREK DATAHU
ANGGREK PUTIANA
ANGGREK HIYALOOILE
ANGGREK ILODULUNGA
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
ANGGREK HELUMO
MONANO DUNU
MONANO TUDI
MONANO MONAS
MONANO TOLITEHUYU

HALAMAN - 117
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


MONANO ZURIYATI
MONANO PILOHULATA
MONANO GARAPIA
MONANO SOGU
SUMALATA BULONTIO BARAT
SUMALATA BULONTIO TIMUR
SUMALATA KIKIA
SUMALATA LELATO
SUMALATA TUMBA
SUMALATA MEBONGO
SUMALATA PULOHENTI
SUMALATA HUTAKALO
SUMALATA PUNCAK MANDIRI
SUMALATA TIMUR WUBUDU
SUMALATA TIMUR BULADU
SUMALATA TIMUR DEME II
SUMALATA TIMUR DEME I
SUMALATA TIMUR BUBALANGO
SUMALATA TIMUR HULAWA
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA
SUMALATA TIMUR BULUWATU
SUMALATA TIMUR MOTIHELUMO
TOLINGGULA LIMBATO
TOLINGGULA PAPUALANGI
TOLINGGULA TOLINGGULA ULU
TOLINGGULA TOLINGGULA TENGAH
TOLINGGULA TOLINGGULA PANTAI
TOLINGGULA SP. SUMALATA III
TOLINGGULA MOLANGGA
TOLINGGULA ILOTUNGGULA
TOLINGGULA TOLITE JAYA
TOLINGGULA ILOMANGGA
BIAU BIAU
BIAU POTANGA
BIAU WINDU
BIAU DIDINGGA
BIAU OMUTO
BIAU LUHUTO
BIAU BOHULO
BIAU BUALO
BIAU SEMBIHINGAN

Program Poskesdes dijalankan atau dikembangkan seiring dengan program


Polindes (Poliklinik Desa) yang juga harus dikelola atau dioperasikan oleh
bidan desa dalam pengawasan Puskesmas setempat. Jumlah desa tertinggal

HALAMAN - 118
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

yang membutuhkan polindes angkanya hampir sama dengan yang


membutuhkan Poskesdes yaitu 101 desa belum ada Polindes.

Tabel 7.22
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Lumbung Gizi Desa
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Jumlah warga penderita
gizi buruk (marasmus
Nama Kecamatan Nama Desa
dan kwashiorkor)
selama 3 tahun terakhir
ATINGGOLA WAPALO 2
GENTUMA RAYA IPILO 1
GENTUMA RAYA MOTOMINGO 1
GENTUMA RAYA PASALAE 3
GENTUMA RAYA NANATI JAYA 1
KWANDANG MOOTINELO 3
KWANDANG LEBOTO 1
KWANDANG BUALEMO 2
KWANDANG POSSO 2
KWANDANG OMBULODATA 2
KWANDANG BOTUWOMBATO 3
KWANDANG BOTUNGOBUNGO 3
KWANDANG ALATA KARYA 1
KWANDANG KATIALADA 1
TOMILITO MOLANTADU 2
TOMILITO JEMBATAN MERAH 1
TOMILITO BULANGO RAYA 3
TOMILITO HUIDU MELITO 2
PONELO KEPULAUAN OTIOLA 3
PONELO KEPULAUAN MALAMBE 2
ANGGREK TOLANGO 1
ANGGREK ILANGATA 4
ANGGREK TOLONGIO 1
ANGGREK IBARAT 2
ANGGREK PUTIANA 1
ANGGREK LANGGE 1
ANGGREK TUTUWOTO 1
MONANO DUNU 1
MONANO TUDI 1
MONANO ZURIYATI 1
MONANO MOKONOWU 1
MONANO SOGU 1
SUMALATA TIMUR DULUKAPA 1

Berbeda dengan kabupaten-kabupaten di NTT yang sebagian besar


dikategorikan sebagai kabupaten rawan pangan, kabupaten-kabupaten di
Provinsi Gorontalo tidak dikategorikan sebagai rawan pangan. Meskipun

HALAMAN - 119
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

begitu kasus gizi buruk tetap saja ada tetapi dalam tingkat yang kecil.
Terdapat 50 desa tertinggal di Gorontalo Utara yang mengalami gizi buruk 3
tahun terakhir dengan jumlah total hanya 50 anak.

Tabel 7.22
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Sekolah TK
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
KWANDANG MOLINGKAPOTO
KWANDANG OMBULODATA
KWANDANG PONTOLO ATAS
KWANDANG BOTUWOMBATO
KWANDANG BOTUNGOBUNGO
KWANDANG ALATA KARYA
KWANDANG MASURU
KWANDANG CISADANE
TOMILITO MOLANTADU
TOMILITO TANJUNG KARANG
TOMILITO MUTIARA LAUT
PONELO KEPULAUAN OTIOLA
PONELO KEPULAUAN TIHENGO
PONELO KEPULAUAN MALAMBE
ANGGREK TOLANGO
ANGGREK ILANGATA
ANGGREK POPALO
ANGGREK DUDEPO
ANGGREK MOTILANGO
ANGGREK ILOHELUMA
ANGGREK DATAHU
ANGGREK PUTIANA
ANGGREK HIYALOOILE
ANGGREK ILODULUNGA
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
ANGGREK HELUMO
MONANO ZURIYATI
MONANO MOKONOWU
MONANO PILOHULATA
MONANO GARAPIA
MONANO SOGU
SUMALATA KIKIA
SUMALATA KASIA
SUMALATA LELATO
SUMALATA TUMBA
SUMALATA MEBONGO
SUMALATA PULOHENTI
SUMALATA HUTAKALO

HALAMAN - 120
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


SUMALATA PUNCAK MANDIRI
SUMALATA TIMUR BULADU
SUMALATA TIMUR DEME II
SUMALATA TIMUR DEME I
SUMALATA TIMUR BUBALANGO
SUMALATA TIMUR HULAWA
SUMALATA TIMUR KOLUWOKA
SUMALATA TIMUR BULUWATU
SUMALATA TIMUR MOTIHELUMO
TOLINGGULA LIMBATO
TOLINGGULA PAPUALANGI
TOLINGGULA TOLINGGULA PANTAI
TOLINGGULA SP. SUMALATA III
TOLINGGULA ILOTUNGGULA
TOLINGGULA ILOMANGGA
BIAU BIAU
BIAU POTANGA
BIAU WINDU
BIAU DIDINGGA
BIAU LUHUTO
BIAU BOHULO
BIAU TOPI
BIAU BUALO
BIAU SEMBIHINGAN

Terdapat 78 desa tertinggal yang belum memiliki sekolah TK, sehingga


minimal dibutuhkan 78 sekolah TK.

Tabel 7.22
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Sekolah SD
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA PASALAE
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG MOLINGKAPOTO
KWANDANG PONTOLO ATAS
TOMILITO MILANGO
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
MONANO MONAS
MONANO PILOHULATA

HALAMAN - 121
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Nama Kecamatan Nama Desa


SUMALATA TIMUR DEME I
TOLINGGULA ILOMANGGA
BIAU WINDU
BIAU DIDINGGA
BIAU LUHUTO
BIAU SEMBIHINGAN

Terdapat 16 desa tertinggal yang belum memiliki sekolah SD, sehingga


minimal perlu dibangun 16 SD beserta prasarananya di desa-desa tersebut.

7.4. Strategi Intervensi Pembangunan Yang Sinkron


Indeks yang pernah dibuat tentang desa seperti Indeks ketertinggalan daerah/desa
oleh BPS Nasional, Indeks daerah dan desa tertinggal oleh PU, Indeks Pembangunan
Desa oleh Kemendagri, maupun Indeks Daerah Tertinggal oleh KPDT yang
kemudian diperbaharuai melalui Indeks Desa Membangun (Kemendesa PDTT,
2015), sangat berguna untuk memahami kondisi dan kebutuhan desa di awal dan
secara sekilas. Indeks-indeks tersebut tidak akan banyak berguna dalam
mengangkat atau memperbaharui kondisi ketertinggalan desa maupun kabupaten,
tanpa konsep perencanaan intervensi pembangunan yang matang, terintegrasi dan
sinkron satu sama lain. Namun tentu saja perencanaan dan implementasi
sebagaimana diharapkan tersebut, kemungkinan besar tidak mungkin dilakukan
tanpa dimiliki gambaran kondisi awal dalam bentuk angka-angka indeks tersebut.

Membaca hasil-hasil tabulasi kebutuhan intervensi pembagunan untuk desa


tertinggal, dengan mengambil studi kasus Kabupaten Timor Tengah Utara (Provinsi
NTT) dan Kabupaten Gorontalo Utara (Provinsi Gorontalo), sesungguhnya kita tidak
bisa melakukan pembangunan desa hanya berbasis pada sektor atau fokus saja
(air bersih, jalan, listrik, atau pembangunan lumbung gizi desa, dll). Pembangunan
sektor atau fokus membutuhkan pertimbangan kondisi kewilayahan suatu desa dan
desa-desa lain tetangganya (kweilayahan konteks kawasan), atau dengan kata lain
perlu mempertimbangkan lokus. Asumsi teoritis-metodologisnya adalah,
intervensi terhadap satu desa saja tidak akan membawa dampak signifikan
terhadap desa itu jika desa-desa disekitarnya tidak ikut dikembangkan atau
diintervensi.

Berdasarkan hal-hal tersebut dan kondisi-kondisi kebutuhan yang ada di dalam


tabel-tabel intervensi di atas, maka diperlukan strategi sinkronisasi intervensi
pembangunan desa tertinggal sebagai berikut:

HALAMAN - 122
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

(1) Unit-unit kerja Direktorat Jenderal maupun Direktorat yang memiliki


pendekatan dasar peogram Membangun Desa maupun Desa Membangun
harus bisa menentukan lokus Lokpri level desa maupun kabupaten yang sama.
Tujuannya agar program yang dilaksanakan oleh Kemendesa PDTT dapat
dirasakan secara signifikan oleh masyarakat.

(2) Dengan asumsi bahwa satu sektor saja tidak akan mungkin mengentaskan
sebuah desa, maka semua unit-unit kerja di Kemendesa PDTT harus
melakukan sinkronisasi dan integrasi data dan program. Sudah tidak bisa
program-program itu berjalan sendiri-sendiri tanpa bergandengan tangan
dengan program-program lain. Biro Perencanaan di Setjend Kementerian
PDTT harus mengabil peluang dan tugas koordinasi rutin untuk sinkronisasi
dan keterintegrasian data dan program-program tersebut.

(3) Begtitu banyak, luas, dan kompleksnya persoalan desa-desa dan desa
tertinggal untuk menjadi Desa mandiri, Maka mau tidak mau Kemendesa
PDTT harus proaktif menjalin kerja sama dengan kementerian-kementerian
lain yang memiliki program pemberdayaan di level masyarakat seperti
misalnya Kementerian Koperasi UMKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kenenterian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perdagangan, dll.

HALAMAN - 123
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

BAGIAN 8
Penutup:
Rekomendasi Dan Komitmen

Buku ini yang mengambil tema Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa
Tertinggal di Luar Jawa, menampilkan sebuah permodelan mengenai (1)
Penyusunan Lokpri (Lokus/Lokasi Prioritas) kabupaten dan desa tertinggal yang
diharapkan menjadi pertimbangan pengambilan kebijakan prioritasi lokasi sasaran
program; (2) Penyusunan kebutuhan-kebutuhan intervensi pembangunan untuk
desa tertinggal di Luar Jawa dengan mengambil studi kasus di Kabupaten Timor
Tengah Utara, NTT dan Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontaloyang
diharapkan dapat menjadi koridor pertimbangan pengambilan kebijakan bentuk
kegiatan; dan (3) Meninjau keterkaitan atau korelasi pengaruh antara fokus
kegiatan intervensi, lokua lokasi intervensi, dan level intervensi antara Pendekatan
Kawasan (yang bisa diterjemahkan sebagai design Membangun Desa) dan
Pendekatan Pembangunan Desa (yang bisa diterjemahkan sebagai design Desa
Membangun).

Berdasarkan rangkaian-rangkaian diskusi dan analisa mulai dari ranah konsepsi


dan pendekatan mengenai kebutuhan intervensi pembangunan desa tertinggal,
ranah strategi dan pendekatan intervensi yang diturunkan dari RPJMN 2015-2019,
Agenda Nawakerja Kemendesa PDTT, dan Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019,
sampai kepada analisa data Podesa 2014 untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan
intervensi pembangunan desa tertinggal di daerah/kabupaten tertinggal, maka
berikut ini disampaikan rekomendasi yang sekaligus diharapkan sebagai bahan
untuk membangun komitmen bersama, yaitu:

(1) Surat Keputusan Menteri lokasi prioritas dan kegiatan intervensi


prioritas: Tahapan-tahapan lokasi prioritas kabupaten tertinggal dan desa
tertinggal, sebagaimana ditawarkan melalui kajian kegiatan ini, dapat
dimanfaatkan oleh Biro Perencanaan untuk mengeluarkan buku pedoman

HALAMAN - 124
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

lokasi prioritas dan intervensi prioritas. Buku tersebut sebaiknya dikuatkan


oleh Surat Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, agar dipakai sebagai acuan oleh setiap unit kerja di Kemendesa
PDTT. Ada baiknya jika lokasi prioritas dan intervensi pembangunan prioritas
ini disertai unit apa yang harus bekerja di sana.

Buku pedoman semacam ini sangat diperlukan dengan maksud untuk


menghindari unit-unit kerja menentukan sendiri lokasi prioritas dan fokus
kegiatan prioritasnya tanpa melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan
unit kerja lain dan atau dengan biro perencanaan kementerian. Arahan
kebijakan yang semacam ini juga akan menghindarkan atau paling tidak
mengurangi kecenderungan ego sektoral setiap unit-unit kerja1. Buku
pedoman tersebut tentu saja perlu dikonsultasi dengan provinsi dan
kabupaten agar terjadi harmonisasi yang lebih baik.

(2) Konsentrasi kepada lokpri dan fokus yang sudah ditentukan: Jika buku
pedoman lokasi prioritas dan kegiatan intervensi prioritas tersebut sudah
diterbitkan, maka saatnya para pelaksana dan penanggungjawab program
untuk konsentrasi kepada Lokpri dan Fokus yang sudah ditentukan. Sering
sekali kepala desa, atau LSM, atau instansi pemerintah di daerah datang ke
Pusat untuk menyodorkan proposal kegiatan dengan lokasi dan kegiatan
semau mereka sendiri. Dengan proses-proses yang diusulkan di atas, maka
proposal-proposal yang melalui prosedural maupun non-prosedural bisa
ditolak dengan tegas jika lokasi dan fokus kegiatan tidak sama dengan yang
ada di dalam buku pedoman prioritas lokasi dan kegiatan Kemendesa PDTT.

Kemampuan untuk menolak proposal-proposal yang tidak sesuai dengan buku


pedoman tersebut sangat penting demi menjaga arah tujuan design besar
program yang sudah dirumuskan Kemendesa PDTT. Apa yang ingin dicapai di
tahun 2019 sesuai dengan dimaksud Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019
sangat ditentukan dengan fokus dan lokus prioritas yang sudah ditentukan
secara tahunan atau yang ada di dalam RoadMap 2015-2019. Sekali saja, apa
lagi beberapa kali, tidak fokus di dalam perjalanan program tahunan tersebut
maka sesungguhnya keinginan capaian yang termaktub di dalam Misi dan

1
Harus diakui bahwa penentuan lokasi kegiatan dan bentuk kegiatan biasanya menjadi ajang negosiasi
para petualang-petualang politik baik di Pusat, di level provinsi, maupun di level kabupaten. Ranah
politisasi semacam ini seringkali membuat para birokrat pemerintahan di Pusat maupun daerah kanglang
kabut karena tidak bisa berkonsentrasi melaksanakan program di lokasi-lokasi yang sudah dirancang
sedemikian rupa melalui analisa-analisa tertentu.

HALAMAN - 125
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Arahan Kebijakan Program menuju 2019 hanya isapan jempol belaka.


Mungkin disinilah letak pentingya komitmen

(3) Strategi Desa Membangun dan Membangun Desa harus sinkron: sebagian
sudah di singgung sebelumnya bahwa intervensi pembangunan harus terjadi
secara terintegrasi dan tersinkronisasi baik dalam level data base maupun
implementasi kegiatan. Design Desa Membangun dan Membangun Desa
bukanlah yang saling berkompetisi, dan bukan hal yang harus
dipertentangkan. Desa tidak memungkinkan membangun dirinya sendiri
tanpa membangun atau berjalan bersama-sama dengan desa-desa lain di
sekitarnya, atau dalam konteks regional/kawasan. Atau jika boleh dikatakan
dengan pernyataan lain, adalah bahwa sebuah desa menjadi Desa Mandiri
nampaknya sangat sulit tercapai jika desa-desa lain disekitarnya adalah desa
yang mandeg, desa yang tidak berkembang, atau desa yang teramat miskin.

Melihat dari konteks persoalan yang semacam itu maka sinkronisasi dan
keterintegrasian lokus dan fokus kegiatan menjadi kunci utama. Indeksasi
desa dan pembangunannya adalah jendela awal untuk membuka cakrawala
keterbukaan pikir (open mind) untuk saling melakukan sinkronisasi dan
keterintegrasian baik di tingkat Kemendesa PDTT, maupun kementerian
dengan pemerintah provinsi dan kabupaten.

(4) Konsolidasi pembangunan: Konsolidasi pembangunan memang mirip


dengan sinkronisasi dan keterintegrasian pembangunan, namun yang
diharapkan dari konsolidasi pembangunan adalah terjadinya pelembagaan
yang mantap dan baik mengenai koordinasi antar unit kerja di Kemendesa
PDTT atau antara unit-unit kerja di Kementerian PDTT dengan unit-unit kerja
di kementerian/lembaga lain. Konsolidasi pembangunan adalah rumah bagi
terjadinya koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi pembangunan.

Apa yang sudah dilakukan terhadap Kabupaten Kepulauan Anambas misalnya


oleh Direktorat Pembangunan Wilayah Perbatasan (Ditjen PDTU) atau
Direktorat Pengembangan Pulau-Pulau Terpencil Terluar (Ditjen PDTT),
diketahui pula oleh Direktorat PUED (Pengembangan Usaha Ekonomi Desa-
Ditjen PPMD) atau Direktorat Pembangunan Sarana Prasarana Sosial-Dasar
(Ditjen PPMD), bahkan mungkin saling bersinergi untuk mengembangkan
desa-desa dan kawasan di Kepulauan Anambas yang dikategorikan sebagai
kabupaten terpencil, terluar, dan perbatasan tersebut.

HALAMAN - 126
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Apa yang digambarkan di atas itulah sesungguhnya bentuk nyata dari


sinkronisasi, integrasi, dan koordinasi program. Hal tersebut hanya bisa
terjadi jika rumah konsolidasi program terjadi di Kementerian PDTT.

Akhir kata ingin disampaikan bahwa Indeksasi apapun tentang desa mudah dibuat.
Dimilikinya sebuah Indeksasi tentang desa tidak sendirinya merupakan kunci
sukses melapangkan jalan menuju Desa Mandiri. Namun implementasi nyata pasca
indeksasi itu jauh lebih sulit direalisasikan dan dinyatakan seperti misalnya
sinkronisasi dan integrasi data pembangunan, koordinasi perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, dan sinergisitas pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan kabupaten dan desa tertinggal.

HALAMAN - 127
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

Bahan Bacaan

Data Podes 2014 (Olahan): Biro Perencanaan Kemendesa PDTT, 2015


Kabupaten Gorontalo Utara Dalam Angka 2013
Kabupaten Timor Tengah Utara Dalam Angka 2013
Indeks Resiko Bencana Indonesia 2013: BNPB
Indikator Desa Tertinggal BPS (Http://digilib.its.ac.id)
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 6
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Provinsi NTT Dalam Angka 2014
Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2014
Permendag No. 70 tahun 2003 tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa
Peta ketahanan dan kerentanan pangan NTT, 2010: WFP dan badan Ketahanan
Pangan Nasional, Pemerintah Provinsi NTT
Panduan Identifikasi Desa Tertinggal, Desa Terpencil, Pulau-Pulau Terluar:PU-2010.
RPJMN 2015-2019
Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Udang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah

HALAMAN - 128
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL

LAMPIRAN

HALAMAN - 129
Lampiran 1 | Tabel Kondisi Umum Daerah Tertinggal
Lampiran 2 | Tabel Indeks Rawan Konflik Daerah Tertinggal 2012

No Provinsi Kabupaten Indeks Kelas Rangking


1 Maluku Maluku Tengah 137 Tinggi 1
2 Aceh Aceh Besar 133 Tinggi 2
3 Aceh Aceh Barat 130 Tinggi 3
4 Aceh Aceh Timur 129 Tinggi 4
5 Papua Mimika 129 Tinggi 5
6 Maluku Utara Halmahera Utara 126 Tinggi 6
7 Aceh Pidie Jaya 123 Sedang 7
8 Aceh Nagan Raya 122 Sedang 8
9 Aceh Aceh Barat Daya 122 Sedang 9
10 Aceh Bener Meriah 122 Sedang 10
11 Kalimantan Barat Sambas 121 Sedang 11
Nusa Tenggara
12 Timur Kupang 120 Sedang 12
Nusa Tenggara
13 Timur Manggarai 120 Sedang 13
Nusa Tenggara
14 Timur Timor Tengah Utara 120 Sedang 14
15 Aceh Aceh Selatan 118 Sedang 15
16 Maluku Seram Bagian Barat 118 Sedang 16
17 Maluku Utara Halmahera Barat 118 Sedang 17
18 Papua Jayawijaya 117 Sedang 18
19 Sulawesi Tengah Poso 116 Sedang 19
Nusa Tenggara
20 Timur Ende 116 Sedang 20
Nusa Tenggara
21 Timur Flores Timur 116 Sedang 21
22 Sulawesi Tengah Sigi 115 Sedang 22
23 Aceh Aceh Jaya 114 Sedang 23
24 Kalimantan Barat Landak 114 Sedang 24
Nusa Tenggara
25 Timur Sumba Barat 114 Sedang 25
26 Maluku Pulau Buru 114 Sedang 26
27 Kalimantan Barat Bengkayang 113 Sedang 27
28 Papua Nabire 113 Sedang 28
No Provinsi Kabupaten Indeks Kelas Rangking
29 Kalimantan Barat Sanggau 112 Sedang 29
30 Sulawesi Tengah Donggala 111 Sedang 30
Nusa Tenggara
31 Timur Sikka 111 Sedang 31
Nusa Tenggara
32 Timur Timor Tengah Selatan 111 Sedang 32
Nusa Tenggara
33 Timur Manggarai Timur 111 Sedang 33
34 Maluku Utara Halmahera Tengah 111 Sedang 34
35 Papua Puncak Jaya 111 Sedang 35
Nusa Tenggara
36 Timur Rote Ndao 110 Sedang 36
37 Aceh Gayo Lues 109 Sedang 37
Nusa Tenggara
38 Timur Alor 109 Sedang 38
39 Papua Barat Sorong 109 Sedang 39
40 Aceh Aceh Singkil 108 Sedang 40
Nusa Tenggara
41 Timur Belu 108 Sedang 41
Nusa Tenggara
42 Timur Manggarai Barat 108 Sedang 42
43 Maluku Buru Selatan 108 Sedang 43
44 Maluku Utara Morotai 108 Sedang 44
45 Sulawesi Tengah Parigi Moutong 107 Sedang 45
Nusa Tenggara
46 Timur Sabu Raijua 107 Sedang 46
47 Papua Keerom 107 Sedang 47
48 Sulawesi Tengah Banggai 106 Sedang 48
49 Papua Merauke 105 Sedang 49
Nusa Tenggara
50 Timur Ngada 103 Sedang 50
51 Nusa Tenggara Barat Bima 102 Sedang 51
Nusa Tenggara
52 Timur Sumba Barat Daya 102 Sedang 52
53 Maluku Maluku Tenggara Barat 102 Sedang 53
54 Maluku Seram Bagian Timur 102 Sedang 54
55 Papua Biak Numfor 102 Sedang 55
No Provinsi Kabupaten Indeks Kelas Rangking
Nusa Tenggara
56 Timur Lembata 101 Sedang 56
Nusa Tenggara
57 Timur Sumba Timur 101 Sedang 57
58 Papua Tolikara 101 Sedang 58
59 Kalimantan Barat Sintang 100 Sedang 59
60 Maluku Utara Halmahera Selatan 100 Sedang 60
61 Maluku Kepulauan Aru 99 Sedang 61
62 Papua Barat Sorong Selatan 99 Sedang 62
63 Papua Barat Teluk Wondama 99 Sedang 63
64 Kalimantan Barat Sekadau 97 Sedang 64
65 Sulawesi Tengah Buol 97 Sedang 65
66 Kalimantan Barat Kapuas Hulu 96 Sedang 66
67 Kalimantan Barat Ketapang 96 Sedang 67
68 Sulawesi Tengah Morowali 96 Sedang 68
69 Maluku Utara Halmahera Timur 96 Sedang 69
70 Sulawesi Barat Polewali Mandar 95 Rendah 70
71 Papua Sarmi 95 Rendah 71
72 Sulawesi Tengah Tojo Una Una 94 Rendah 72
Nusa Tenggara
73 Timur Nagekeo 94 Rendah 73
74 Papua Barat Teluk Bintuni 94 Rendah 74
75 Aceh Simeulue 93 Rendah 75
76 Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan 93 Rendah 76
77 Sulawesi Tengah Toli-Toli 93 Rendah 77
78 Papua Dogiyai 93 Rendah 78
79 Bengkulu Kepahiang 92 Rendah 79
80 Lampung Lampung Utara 91 Rendah 80
81 Lampung Pesawaran 91 Rendah 81
82 Sulawesi Barat Majene 91 Rendah 82
83 Papua Paniai 91 Rendah 83
84 Papua Barat Raja Ampat 91 Rendah 84
85 Sumatera Utara Nias Barat 90 Rendah 85
86 Jawa Timur Pamekasan 90 Rendah 86
87 Jawa Timur Situbondo 90 Rendah 87
No Provinsi Kabupaten Indeks Kelas Rangking
88 Maluku Utara Kepulauan Sula 90 Rendah 88
89 Papua Yapen Waropen 90 Rendah 89
90 Papua Barat Kaimana 89 Rendah 90
91 Kalimantan Barat Melawi 88 Rendah 91
92 Nusa Tenggara Barat Lombok Barat 88 Rendah 92
Nusa Tenggara
93 Timur Sumba Tengah 88 Rendah 93
94 Papua Mamberamo Raya 88 Rendah 94
95 Sumatera Selatan Ogan Ilir 87 Rendah 95
96 Jawa Timur Bangkalan 87 Rendah 96
97 Nusa Tenggara Barat Sumbawa Barat 87 Rendah 97
98 Papua Asmat 87 Rendah 98
99 Jawa Barat Sukabumi 86 Rendah 99
100 Banten Pandeglang 86 Rendah 100
101 Sulawesi Tenggara Muna 86 Rendah 101
102 Papua Waropen 86 Rendah 102
103 Papua Deiyai 86 Rendah 103
104 Sumatera Utara Nias 85 Rendah 104
105 Sumatera Utara Nias Selatan 85 Rendah 105
106 Maluku Maluku Barat Daya 85 Rendah 106
107 Jawa Timur Sampang 84 Rendah 107
108 Papua Yahukimo 84 Rendah 108
109 Papua Mamberamo Tengah 84 Rendah 109
110 Papua Intan Jaya 84 Rendah 110
111 Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir 83 Rendah 111
112 Sumatera Selatan Banyuasin 83 Rendah 112
113 Nusa Tenggara Barat Lombok Tengah 83 Rendah 113
114 Bengkulu Kaur 82 Rendah 114
115 Bengkulu Seluma 82 Rendah 115
116 Lampung Lampung Barat 82 Rendah 116
117 Banten Lebak 82 Rendah 117
118 Jawa Timur Bondowoso 82 Rendah 118
119 Kalimantan Selatan Hulu Sungai Utara 82 Rendah 119
120 Gorontalo Boalemo 82 Rendah 120
121 Gorontalo Gorontalo Utara 82 Rendah 121
No Provinsi Kabupaten Indeks Kelas Rangking
122 Sulawesi Selatan Toraja Utara 82 Rendah 122
123 Sulawesi Tenggara Buton 82 Rendah 123
124 Sulawesi Tenggara Konawe 82 Rendah 124
125 Sulawesi Tenggara Buton Utara 82 Rendah 125
126 Nusa Tenggara Barat Dompu 82 Rendah 126
127 Nusa Tenggara Barat Sumbawa 82 Rendah 127
128 Papua Lanny Jaya 82 Rendah 128
129 Papua Puncak 82 Rendah 129
130 Sumatera Utara Tapanuli Tengah 81 Rendah 130
131 Sumatera Utara Nias Utara 81 Rendah 131
132 Sulawesi Utara Sangihe 81 Rendah 132
Kep. Siau Tagulandang
133 Sulawesi Utara 81 Rendah 133
Biaro
134 Sulawesi Selatan Jeneponto 81 Rendah 134
135 Sulawesi Selatan Pangkajene Kepulauan 81 Rendah 135
136 Sulawesi Barat Mamasa 81 Rendah 136
137 Sulawesi Tenggara Bombana 81 Rendah 137
138 Sulawesi Tenggara Wakatobi 81 Rendah 138
139 Sulawesi Tenggara Kolaka Utara 81 Rendah 139
140 Nusa Tenggara Barat Lombok Timur 81 Rendah 140
141 Papua Boven Digoel 81 Rendah 141
142 Papua Supiori 81 Rendah 142
143 Papua Barat Maybrat 81 Rendah 143
144 Bangka Belitung Bangka Selatan 79 Rendah 144
145 Nusa Tenggara Barat Lombok Utara 79 Rendah 145
146 Sumatera Barat Kepulauan Mentawai 78 Rendah 146
147 Sumatera Barat Pasaman Barat 78 Rendah 147
148 Sumatera Barat Dharmasraya 78 Rendah 148
149 Sumatera Barat Solok Selatan 78 Rendah 149
150 Kepulauan Riau Natuna 78 Rendah 150
151 Sumatera Selatan Empat Lawang 78 Rendah 151
152 Bengkulu Mukomuko 78 Rendah 152
153 Bengkulu Lebong 78 Rendah 153
154 Bengkulu Bengkulu Tengah 78 Rendah 154
155 Kalimantan Barat Kayong Utara 78 Rendah 155
No Provinsi Kabupaten Indeks Kelas Rangking
156 Sulawesi Barat Mamuju 78 Rendah 156
157 Sulawesi Tenggara Konawe Selatan 78 Rendah 157
158 Sumatera Utara Pakpak Bharat 77 Rendah 158
159 Sumatera Barat Padang Pariaman 77 Rendah 159
160 Sumatera Selatan Lahat 77 Rendah 160
161 Sumatera Selatan Musi Rawas 77 Rendah 161
162 Lampung Way Kanan 77 Rendah 162
163 Jawa Barat Garut 77 Rendah 163
164 Sulawesi Utara Kepulauan Talaud 77 Rendah 164
165 Gorontalo Pohuwato 77 Rendah 165
166 Kepulauan Riau Anambas 75 Rendah 166
167 Sulawesi Barat Mamuju Utara 75 Rendah 167
168 Papua Barat Tambrau 75 Rendah 168
169 Kalimantan Timur Kutai Barat 74 Rendah 169
170 Kalimantan Timur Nunukan 74 Rendah 170
171 Sulawesi Tenggara Konawe Utara 74 Rendah 171
172 Papua Yalimo 74 Rendah 172
173 Sumatera Barat Pesisir Selatan 73 Rendah 173
174 Sumatera Barat Sawahlunto Sijunjung 73 Rendah 174
175 Sumatera Barat Solok 73 Rendah 175
176 Sumatera Selatan OKU Selatan 73 Rendah 176
177 Kalimantan Tengah Seruyan 73 Rendah 177
178 Kalimantan Selatan Barito Kuala 73 Rendah 178
179 Sulawesi Selatan Selayar 73 Rendah 179
180 Papua Mappi 71 Rendah 180
181 Kalimantan Timur Malinau 69 Rendah 181
182 Papua Pegunungan Bintang 69 Rendah 182
183 Papua Nduga 69 Rendah 183

Total Skoring Kalisifikasi Kerawanan Kabupaten Warna di Peta

57 - 95 Kerawanan Rendah Hijau

96 - 123 Kerawanan Sedang Kuning

124 - 171 Kerawanan Tinggi Merah


Lampiran 3 | Daftar Kabupaten Tertinggal 2015

(1) NAD (12 DT)


1 SIMEULUE
2 ACEH SINGKIL
3 ACEH SELATAN
4 ACEH TIMUR
5 ACEH BARAT
6 ACEH BESAR
7 ACEH BARAT DAYA
8 GAYO LUES
9 NAGAN RAYA
10 ACEH JAYA
11 BENER MERIAH
12 PIDIE JAYA (DOB )
(2) SUMATERA UTARA (6 DT)
1 NIAS
2 TAPANULI TENGAH
3 NIAS SELATAN
4 PAKPAK BHARAT
5 NIAS BARAT (DOB)
6 NIAS UTARA (DOB)
(3) SUMATERA BARAT (8 DT)
1 KEPULAUAN MENTAWAI
2 PESISIR SELATAN
3 SOLOK
4 SIJUNJUNG
5 PADANG PARIAMAN
6 SOLOK SELATAN
7 DHARMAS RAYA
8 PASAMAN BARAT
(4) SUMATERA SELATAN (7 DT)
1 OGAN KOMERING ILIR
2 LAHAT
3 MUSI RAWAS
4 BANYUASIN
5 OKU SELATAN
6 OGAN ILIR
7 EMPAT LAWANG
(5) BENGKULU (6 DT)
1 KAUR
2 SELUMA
3 MUKOMUKO
4 LEBONG
5 KEPAHIANG
6 BENGKULU TENGAH
(6) LAMPUNG (4 DT)
1 LAMPUNG BARAT
2 LAMPUNG UTARA
3 WAY KANAN
4 PESAWARAN
(7) BANGKA BELITUNG (1 DT)
1 BANGKA SELATAN
(8) KEPULAUAN RIAU (2 DT)
1 NATUNA
2 KEPULAUAN ANAMBAS
(9) JAWA BARAT (2 DT)
1 SUKABUMI
2 GARUT
(10) JAWA TIMUR (5 DT)
1 BONDOWOSO
2 SITUBONDO
3 BANGKALAN
4 SAMPANG
5 PAMEKASAN
(11) BANTEN (2 DT)
1 PANDEGLANG
2 LEBAK
(12) NTB (8 DT)
1 LOMBOK BARAT
2 LOMBOK TENGAH
3 LOMBOK TIMUR
4 SUMBAWA
5 DOMPU
6 BIMA
7 SUMBAWA BARAT
8 LOMBOK UTARA (DOB)
(13) NTT (20 DT)
1 SUMBA BARAT
2 SUMBA TIMUR
3 KUPANG
4 TIMOR TENGAH SELATAN
5 TIMOR TENGAH UTARA
6 BELU
7 ALOR
8 LEMBATA
9 FLORES TIMUR
10 SIKKA
11 ENDE
12 NGADA
13 MANGGARAI
14 ROTE NDAO
15 MANGGARAI BARAT
16 MANGGARAI TIMUR (DOB)
17 NAGEKEO (DOB)
18 SABU RAIJUA (DOB)
19 SUMBA BARAT DAYA (DOB)
20 SUMBA TENGAH (DOB)
(14) KALIMANTAN BARAT (10 DT)
1 KAYONG UTARA
2 SAMBAS
3 BENGKAYANG
4 LANDAK
5 SANGGAU
6 KETAPANG
7 SINTANG
8 KAPUAS HULU
9 SEKADAU
10 MELAWI
(15) KALIMANTAN TENGAH (1 DT)
1 SERUYAN
(16) KALIMANTAN SELATAN (2 DT)
1 BARITO KUALA
2 HULU SUNGAI UTARA
(17) KALIMANTAN TIMUR (3 DT)
1 KUTAI BARAT
2 MALINAU
3 NUNUKAN
(18) SULAWESI UTARA (3 DT)
1 KEPULAUAN SANGIHE
2 KEPULAUAN TALAUD
3 KEPULAUAN SITARO (DOB)
(19) SULAWESI TENGAH (10 DT)
1 BANGGAI KEPULAUAN
2 BANGGAI
3 MOROWALI
4 POSO
5 DONGGALA
6 TOLI-TOLI
7 BUOL
8 PARIGI MOUTONG
9 TOJO UNA-UNA
10 SIGI (DOB)
(20) SULAWESI SELATAN (4 DT)
1 SELAYAR
2 JENEPONTO
3 PANGKAJENE KEPULAUAN
4 TORAJA UTARA (DOB)
(21) SULAWESI TENGGARA (9 DT)
1 BUTON
2 MUNA
3 KONAWE
4 KONAWE SELATAN
5 BOMBANA
6 WAKATOBI
7 KOLAKA UTARA
8 BUTON UTARA (DOB)
9 KONAWE UTARA (DOB)
(22) GORONTALO (3 DT)
1 BOALEMO
2 POHUWATO
3 GORONTALO UTARA (DOB)
(23) SULAWESI BARAT (5 DT)
1 MAJENE
2 POLEWALI MANDAR
3 MAMASA
4 MAMUJU
5 MAMUJU UTARA
(24) MALUKU (8 DT)
1 BURU SELATAN (DOB)
2 MALUKU BARAT DAYA (DOB)
3 MALUKU TENGGARA BARAT (DOB)
4 MALUKU TENGAH
5 BURU
6 KEPULAUAN ARU
7 SERAM BAGIAN BARAT
8 SERAM BAGIAN TIMUR
(25) MALUKU UTARA (7 DT)
1 MOROTAI (DOB)
2 HALMAHERA BARAT
3 HALMAHERA TENGAH
4 KEPULAUAN SULA
5 HALMAHERA SELATAN
6 HALMAHERA UTARA
7 HALMAHERA TIMUR
(26) PAPUA BARAT (8 DT)
1 KAIMANA
2 TELUK WONDAMA
3 TELUK BINTUNI
4 SORONG SELATAN
5 SORONG
6 RAJA AMPAT
7 MAYBRAT (DOB)
8 TAMBRAU (DOB)
(27) PAPUA (27 DT)
1 MERAUKE
2 JAYAWIJAYA
3 NABIRE
4 YAPEN WAROPEN
5 BIAK NUMFOR
6 PANIAI
7 PUNCAK JAYA
8 MIMIKA
9 BOVEN DIGOEL
10 MAPPI
11 ASMAT
12 YAHUKIMO
13 PEGUNUNGAN BINTANG
14 TOLIKARA
15 SARMI
16 KEEROM
17 WAROPEN
18 SUPIORI
19 DEIYAI (DOB)
20 DOGIYAI (DOB)
21 INTAN JAYA (DOB)
22 LANNY JAYA (DOB)
23 MAMBERAMO RAYA (DOB)
24 MAMBERAMO TENGAH (DOB)
25 NDUGA (DOB)
26 PUNCAK (DOB)
27 YALIMO (DOB)
Sumber: http://kemendesa.go.id/hal/300027/183-kab-daerah-tertinggal
Lampiran 4 | Tabel Prioritasi Lokus Kabupaten Sasaran Program Kemendesa PDTT

Metode Prioritasi Lokus Kabupaten Sasaran


Kriteria Prioritasi Indikator Nilai
Prioritasi Daerah Kabupaten Tertinggal1 Daerah Sangat Tertinggal 2
Daerah Tertinggal 1

Prioritasi Daerah Rawan Konflik2 Tinggi 3


Sedang 2
Rendah 1

Prioritasi Daerah Rawan Pangan3 Prioritas 1 3


Prioritas 2 2
Prioritas 3 1

Prioritasi Daerah Resiko Bencana4 Tinggi 3


Sedang 2
Rendah 1

Skoring Nilai

Indikator Keterangan
Nilai 8 - 10 Kebutuhan Tinggi Segera Diintervensi
Nilai 6 7 Kebutuhan Sedang Segera Ditangani
Nilai 4-5 Kebutuhan Untuk Diintervensi

Tabel Hasil Prioritasi Intervensi Lokus Kabupaten Sasaran


Program Kemendesa PDTT
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
NAD (12) 12
SIMEULUE 1 0 2 3 1 7
ACEH SINGKIL 1 0 2 3 2 8
ACEH SELATAN 1 0 0 3 2 6
ACEH TIMUR 1 0 0 3 3 7
ACEH BARAT 1 0 0 3 3 7
ACEH BESAR 1 0 0 3 3 7
ACEH BARAT DAYA 1 0 0 3 2 6

1
Sumber tingkat ketertinggalan diambil dari paper Penetapan Daerah Tertinggal Dalam RPJMN 2010-2014
(https://hanibalhamidi.files.wordpress.com).
2
Indeks Rawan Konflik 2012, hasil Laporan Akhir Kajian Indeks Rawan Konflik Kabupaten Tertinggal TA. 2012):
KPDT.
3
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009: Dewan ketahanan Pangan nasional dan World Food
Program, 2010)
4
IRBI Indeks Resiko Bencana Indonesia 2014. BNPB, 2013
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
GAYO LUES 1 0 2 2 2 7
NAGAN RAYA 1 0 2 3 2 8
ACEH JAYA 1 0 1 3 2 7
BENER MERIAH 1 0 0 2 2 5
PIDIE JAYA (DOB ) 2 0 0 2 2 6
SUMATERA UTARA (6 DT) 6
NIAS 1 0 3 3 1 8
TAPANULI TENGAH 1 0 0 3 1 5
NIAS SELATAN 1 0 3 3 1 8
PAKPAK BHARAT 1 0 0 2 1 4
NIAS BARAT (DOB) 2 0 0 3 1 6
NIAS UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
SUMATERA BARAT (8 DT) 8
KEPULAUAN MENTAWAI 1 0 3 3 1 8
PESISIR SELATAN 1 0 0 3 1 5
SOLOK 1 0 0 2 1 4
SIJUNJUNG 1 0 0 2 1 4
PADANG PARIAMAN 1 0 0 3 1 5
SOLOK SELATAN 1 0 0 2 1 4
DHARMAS RAYA 1 0 0 2 1 4
PASAMAN BARAT 1 0 0 3 1 5
SUMATERA SELATAN (7 DT) 7
OGAN KOMERING ILIR 1 0 0 3 1 5
LAHAT 1 0 0 3 1 5
MUSI RAWAS 1 0 0 3 1 5
BANYUASIN 1 0 0 3 1 5
OKU SELATAN 1 0 0 2 1 4
OGAN ILIR 1 0 0 2 1 4
EMPAT LAWANG 2 0 0 3 1 6
BENGKULU (6 DT) 6
KAUR 1 0 0 3 1 5
SELUMA 1 0 1 3 1 6
MUKOMUKO 1 0 0 3 1 5
LEBONG 1 0 0 2 1 4
KEPAHIANG 1 0 0 2 1 4
BENGKULU TENGAH 2 0 0 3 1 6
LAMPUNG (4 DT) 4
LAMPUNG BARAT 1 0 0 3 1 5
LAMPUNG UTARA 1 0 0 2 1 4
WAY KANAN 1 0 0 2 1 4
PESAWARAN 2 0 0 3 1 6
BANGKA BELITUNG (1 DT) 1
BANGKA SELATAN 1 0 0 3 1 5
KEPULAUAN RIAU (2 DT) 2
NATUNA 1 1 1 2 1 6
KEPULAUAN ANAMBAS 2 1 0 2 1 6
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
JAWA BARAT (2 DT) 2
SUKABUMI 1 0 0 3 1 5
GARUT 1 0 0 3 1 5
JAWA TIMUR (5 DT) 5
BONDOWOSO 1 0 0 3 1 5
SITUBONDO 1 0 0 3 1 5
BANGKALAN 1 0 1 3 1 6
SAMPANG 1 0 3 3 1 8
PAMEKASAN 1 0 1 3 1 6
BANTEN (2 DT) 2
PANDEGLANG 1 0 0 3 1 5
LEBAK 1 0 1 3 1 6
NTB (8 DT) 8
LOMBOK BARAT 1 0 2 3 1 7
LOMBOK TENGAH 1 0 1 3 1 6
LOMBOK TIMUR 1 0 2 3 1 7
SUMBAWA 1 0 0 3 1 5
DOMPU 1 0 1 3 1 6
BIMA 1 0 1 3 2 7
SUMBAWA BARAT 1 0 3 3 2 9
LOMBOK UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
NTT (20 DT) 20
SUMBA BARAT 1 0 0 2 1 4
SUMBA TIMUR 1 0 3 3 2 9
KUPANG 1 1 2 3 2 9
TIMOR TENGAH SELATAN 1 0 3 3 2 9
TIMOR TENGAH UTARA 1 1 2 2 2 8
BELU 1 1 2 3 2 9
ALOR 1 1 2 3 2 9
LEMBATA 1 0 1 3 2 7
FLORES TIMUR 1 0 0 3 2 6
SIKKA 1 0 2 3 2 8
ENDE 1 0 2 3 2 8
NGADA 1 0 0 3 2 6
MANGGARAI 1 0 0 3 2 6
ROTE NDAO 1 1 1 2 2 7
MANGGARAI BARAT 1 0 3 3 2 9
MANGGARAI TIMUR (DOB) 2 0 3 3 2 10
NAGEKEO (DOB) 2 0 0 3 2 7
SABU RAIJUA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA BARAT DAYA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA TENGAH (DOB) 2 0 0 2 2 6
KALIMANTAN BARAT (10 DT) 10
KAYONG UTARA 2 0 0 3 1 6
SAMBAS 1 1 2 3 2 9
BENGKAYANG 1 1 2 3 2 9
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
LANDAK 1 0 3 2 2 8
SANGGAU 1 1 1 2 2 7
KETAPANG 1 0 2 3 2 8
SINTANG 1 1 2 3 2 9
KAPUAS HULU 1 1 2 3 2 9
SEKADAU 1 0 2 2 2 7
MELAWI 1 0 2 2 1 6
KALIMANTAN TENGAH (1 DT) 1
SERUYAN 1 0 1 3 1 6
KALIMANTAN SELATAN (2
2
DT)
BARITO KUALA 1 0 2 3 1 7
HULU SUNGAI UTARA 1 0 1 2 1 5
KALIMANTAN TIMUR (3 DT) 3
KUTAI BARAT 1 1 0 3 1 6
MALINAU 1 1 1 2 1 6
NUNUKAN 1 1 2 3 1 8
SULAWESI UTARA (3 DT) 3
KEPULAUAN SANGIHE 1 1 0 3 1 6
KEPULAUAN TALAUD 1 1 0 2 1 5
KEPULAUAN SITARO (DOB) 2 0 0 1 1 4
SULAWESI TENGAH (10 DT) 10
BANGGAI KEPULAUAN 1 0 2 3 1 7
BANGGAI 1 0 0 3 2 6
MOROWALI 1 0 1 3 2 7
POSO 1 0 0 3 2 6
DONGGALA 1 0 1 3 2 7
TOLI-TOLI 1 0 0 3 1 5
BUOL 1 0 1 3 2 7
PARIGI MOUTONG 1 0 1 3 2 7
TOJO UNA-UNA 1 0 1 2 1 5
SIGI (DOB) 2 0 0 2 2 6
SULAWESI SELATAN (4 DT) 4
SELAYAR 1 0 0 3 1 5
JENEPONTO 1 0 0 3 1 5
PANGKAJENE KEPULAUAN 1 0 0 3 1 5
TORAJA UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
SULAWESI TENGGARA (9 DT) 9
BUTON 1 0 2 3 1 7
MUNA 1 0 0 3 1 5
KONAWE 1 0 0 3 1 5
KONAWE SELATAN 1 0 0 3 1 5
BOMBANA 1 0 2 3 1 7
WAKATOBI 1 0 0 2 1 4
KOLAKA UTARA 1 0 1 3 1 6
BUTON UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
KONAWE UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
GORONTALO (3 DT) 3
BOALEMO 1 0 0 2 1 4
POHUWATO 1 0 0 3 1 5
GORONTALO UTARA (DOB) 2 0 0 2 1 5
SULAWESI BARAT (5 DT) 5
MAJENE 1 0 0 3 1 5
POLEWALI MANDAR 1 0 0 3 1 5
MAMASA 1 0 2 3 1 7
MAMUJU 1 0 0 3 1 5
MAMUJU UTARA 1 0 0 3 1 5
MALUKU (8 DT) 8
BURU SELATAN (DOB) 2 0 0 3 2 7
MALUKU BARAT DAYA (DOB) 2 1 2 3 1 9
MALUKU TENGGARA BARAT
1 1 2 3 2 9
(DOB)
MALUKU TENGAH 1 0 0 3 3 7
BURU 1 0 3 3 2 9
KEPULAUAN ARU 1 1 3 3 2 10
SERAM BAGIAN BARAT 1 0 1 3 2 7
SERAM BAGIAN TIMUR 1 0 3 3 2 9
MALUKU UTARA (7 DT) 7
MOROTAI (DOB) 2 1 0 3 2 8
HALMAHERA BARAT 1 0 0 3 2 6
HALMAHERA TENGAH 1 0 0 2 2 5
KEPULAUAN SULA 1 0 0 3 1 5
HALMAHERA SELATAN 1 0 1 3 2 7
HALMAHERA UTARA 1 0 0 3 3 7
HALMAHERA TIMUR 1 0 0 3 2 6
PAPUA BARAT (8 DT) 8
KAIMANA 1 0 3 2 1 7
TELUK WONDAMA 1 0 3 3 2 9
TELUK BINTUNI 1 0 3 3 1 8
SORONG SELATAN 1 0 3 3 2 9
SORONG 1 0 1 3 2 7
RAJA AMPAT 1 1 1 3 1 7
MAYBRAT (DOB) 2 0 0 2 1 5
TAMBRAU (DOB) 2 0 0 2 1 5
PAPUA (27 DT) 27
MERAUKE 1 1 1 3 2 8
JAYAWIJAYA 1 0 3 2 2 8
NABIRE 1 0 3 3 2 9
YAPEN WAROPEN 1 0 2 2 1 6
BIAK NUMFOR 1 0 2 2 2 7
PANIAI 1 0 3 2 1 7
PUNCAK JAYA 1 0 0 2 2 5
MIMIKA 1 0 2 2 3 8
BOVEN DIGOEL 2 1 3 2 1 9
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
MAPPI 1 0 3 2 1 7
ASMAT 1 0 3 2 1 7
YAHUKIMO 2 0 3 2 1 8
PEGUNUNGAN BINTANG 2 1 0 2 1 6
TOLIKARA 2 0 3 2 2 9
SARMI 1 0 3 3 1 8
KEEROM 1 1 1 2 2 7
WAROPEN 1 0 0 2 1 4
SUPIORI 1 1 3 2 1 8
DEIYAI (DOB) 2 0 0 2 1 5
DOGIYAI (DOB) 1 0 0 2 1 4
INTAN JAYA (DOB) 2 0 0 2 1 5
LANNY JAYA (DOB) 2 0 0 2 1 5
MAMBERAMO RAYA (DOB) 2 0 0 3 1 6
MAMBERAMO TENGAH (DOB) 2 0 0 2 1 5
NDUGA (DOB) 2 0 0 2 1 5
PUNCAK (DOB) 2 0 0 2 1 5
YALIMO (DOB) 2 0 0 2 1 5

Anda mungkin juga menyukai