Januari 2016
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Pengantar
Foto: Kompasiana
Buku ini adalah bukua tentang Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa
Tertinggal di Luar Jawa, untuk kasus NTT dan Gorontalo. Buku ini dirancang dengan
model penyajian diskusi mengenai upaya untuk menganalisis kebutuhan intervensi
pembangunan desa tertinggal di luar Pulau Jawa. Serial diskusi tersebut dirancang
mulai dari tema-tema yang bersifat konsepsional dan normative tentang
pembangunan daerah dan desa tertinggal, upaya-upaya memformulasi atau
menyusun kategorisasi atau tipologi daerah dan desa tertinggal, menganalisis
arahan kebijakan dokumen-dokumen resmi perencanaan nasional sampai kepada
arahan program di kementerian yang mengurus tentang desa.
Buku ini sesungguhnya merupakan pedoman formulasi dan analisa kebutuhan yang
dimaksud, dan oleh karena itu hanya 2 wilayah obyek kajian yang dicoba untuk
dianalisa kebutuhannya yaitu provinsi NTT dengan mengambil lokasi Kabupaten
Timor Tengah Utara dan Provinsi Gorontalo dengan mengambil Kabupaten
Gorontalo Utara. Dari metodologi, petahapan penentuan Lokpri (Lokus Prioritas),
sampai kebutuhan intervensi pembangunan desa tertinggal, diharapkan dapat
diadopsi atau diikuti sebagai pedoman untuk memformulasi kebutuhan
pembangunan daerah/desa tertinggal secara nasional.
HALAMAN - ii
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.. | ii
DAFTAR ISI. | iii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
BAGIAN 1
Pengantar
1.1 Latar Belakang.. | 1
1.2 Tujuan Kegiatan.. | 2
1.3 Wilayah Analisi.. | 3
1.4 Ruang Lingkup Cakupan Kegiatan. | 4
1.5 Pendekatan dan Metodologi Kegiatan .. | 6
1.6 Proses dan Pelaksanaan Kegiatan . | 13
1.7 Isi Buku Ini . | 14
BAGIAN 2
Kerangka Konsep: Memahami Wilayah dan Desa Tertinggal . | 16
2.1 Definisi Wilayah dan Desa Tertinggal .. | 16
2.2 Arahan Kebijakan Dokumen Perencanaan .. | 20
2.3 Arahan Program dan Indikator Kemendesa PDTT .. | 24
BAGIAN 3
Ichtiar kategorisasi Daerah dan Desa Tertinggal .. | 29
3.1. Ichtiar Kategorisasi Untuk Prioritasi .. | 29
3.2. Prioritas Fokus Intervensi Pembangunan di Kabupaten dan Desa Yang Sudah
Diprioritaskan . | 31
BAGIAN 4
Peta Kondisi Daerah Tertinggal di Indonesia . | 33
4.1. Peta Kondisi Daerah Tertinggal .. | 33
4.2. Peta Daerah Tertentu .. | 35
BAGIAN 5
Kondisi Ketertinggalan Wilayah Kajian NTT .. | 44
5.1. Provinsi Nusa Tenggara Timur . | 44
5.2. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Belu .. | 49
5.3. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Rote Ndao .. | 52
5.4. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten manggarai Timur .. | 58
HALAMAN - iii
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 6
Kondisi Ketertinggalan Wilayah kajian Gorontalo ..| 62
6.1. Provinsi Gorontalo .. | 62
6.2. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Gorontalo Utara .. | 66
6.3. Kondisi Ketertinggalan Kabupaten Bualemo .. | 70
BAGIAN 7
Analisa Kebutuhan Intervensi Program .. | 75
(Studi Kasus Wilayah Sasaran Kajian)
7.1 Analisa Prioritasi Kabupaten Sasaran .. | 75
7.2 Analisa Prioritasi Desa Sasaran .. | 77
7.3 Kebutuhan Intervensi Daerah Tertinggal .. | 81
7.4 Strategi Intervensi Pembangunan Yang Sinkron . | 122
BAGIAN 8
Penutup: Rekomendasi dan Komitmen .. | 124
LAMPIRAN
HALAMAN - iv
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - v
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 1
Pengantar
HALAMAN - 1
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Wilayah percontohan yang menjadi objek kajian yaitu Provinsi Gorontalo dan Nusa
Tenggara Timur. Kedua provinsi tersebut merupakan provinsi yang memiliki desa
tertinggal, daerah (kabupaten) tertinggal dan kabupaten perbatasan dalam bentuk
berbatasan darat dengan negara khususnya untuk wilayah NTT. Ketertinggalan
suatu daerah/kabupaten secara umum berbanding lurus dengan ketertinggalan
pada lingkup/level yang lebih rendah yaitu desa. Dengan kata lain jika suatu
kabupaten dikategorikan sebagai tertinggal maka di kabupaten tersebut pasti
memiliki kawasan-kawasan tertinggal, yang di dalamnya pasti ada desa-desa
tertinggal. Provinsi Gorontalo yang secara geografis masih relatif tertinggal dan
masih memiliki desa dengan tipologi tertinggal. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) merupakan provinsi yang secara geografis berada di perbatasan dan
memiliki desa tertinggal. Oleh karena itu, kedua provinsi tersebut merupakan objek
penelitian/kajian yang sesuai dengan kegiatan ini, khususnya dalam
membandingkan kedua karakteristrik geografis/kewilayahan dan administratif.
Upaya analisa kebutuhan intervensi pembangunan ini terdiri atas beberapa sub
kegiatan analisis yang cukup luas yaitu menyangkut identifikasi karakteristik
daerah dan desa tertinggal, analisis isu-isu strategis, potensi, dan masalah yang ada
di wilayah-wilayah tersebut, dan analisis kebutuhan intervensi serta model
intervensinya, dengan mengambil pilot project kasus di Provinsi Gorontalo dan
Provinsi NTT. Kedua provinsi ini diasumsikan dapat mewakili karakteristik dari
sebagian besar daerah dan desa tertinggal di Indonesia.
Provinsi Gorontalo memiliki karakteristik tipe sumberdaya alam yang relatife mirip
dengan kondisi di Kalimantan, Sumatera dan Jawa, dimana terhadap desa-desa di
wilayah pegunungan yang relative subur namun masih dalam kondisi terpencil.
Sebagian besar wilayah Gorontalo memiliki tipe pertanian yang mirip dengan di
HALAMAN - 2
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Lingkup wilayah kajian kegiatan ini adalah adalah (1) kebutuhan intervensi pada
level Kementerian/Lembaga di tingkat Pusat yang terkait dengan Kemendesa PDTT,
dan (2) kebutuhan intervensi untuk kabupaten dan desa-desa tertinggal, dengan
mengambil studi kasus (sebagai pilot project kajian) harmonisasi dan sinkronisasi
kebutuhan intervensi Kemendesa PDTT di Provinsi Gorontalo dan Nusa Tenggara
Timur.
Cakupan kabupaten kajian di 2 provinsi pilot project kajian ini adalah 5 kabupaten
tertinggal, yaitu Kabupaten Gorontalo Utara (DOM dan memiliki wilayah
masyarakat pesisir) dan Kabupaten Bualemo (kabupaten tertinggal bercirikan
wilayah datar pertanian dan pegunungan), untuk Provinsi Gorontalo, serta
Kabupaten Belu (kabupaten perbatasan dan pegunungan) dan Kabupaten
Manggarai Timur (DOM) untuk Provinsi NTT. Kunjungan lapangan untuk obserbasi
dan FGD akan dilakukan di 2 kabupaten (1 di Gorontalo dan 1 di NTT).
1.5.1. Pendekatan
HALAMAN - 3
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Bidang garapan kegiatan ini bisa dikatakan sebagai kegiatan yang terkait
dengan manajemen perencanaan dan implementasi pembangunan
masyarakat, lebih khususnya lagi yaitu pemberdayaan masyarakat. Oleh
karena itu ranah pendekatan kualitatifnya akan lebih banyak kepada diskripsi
mengenai gejala, kondisi, permasalahan atau fenomena soaial pembangunan
dan pemberdayaan, yang terformulasi pada topic-topik arah kebiajakn
pembangunan, sasaran pembangunan, target capaian atau ukuran-ukuran
indicator pembangunan, yang bisa didiskripsikan secara kualitatif dan atau
didukung dengan formulasi kuantitatif.
Berbasis pada kedua pendekatan tersebut diatas, lalu dikaitkan dengan tujuan,
sasaran, dan hasil yang diharapkan dari pekerjaan ini, kemudian diletakkan
dalam pendekatan konsepsi-konsepsi yang sudah dipaparkan sebelumnya,
maka semua data sekunder dan data primer yang terkumpulkan akan
dianalisa memakai beberapa jenis atau metode analisa. Metode-metode
analisa ini sifatnya saling mengisi dan mendukung satu sama lain, yaitu: (a)
Analisis Dokumen Kebijakan dan Perencanaan, dengan menggunakan
metode content analysis (analisis substansi); (b) Analisa Statistik Inferensial,
untuk menemukan karakteristik potensi dan permasalahan secara umum di
kabupaten dan desa tertinggal, khususnya di wilayah sasaran pilot project
kajian yaitu Provinsi Gorontalo dan Provinsi NTT, (c) Analisis SWOT,
terutama untuk menemukan permasalahan, potensi, kebutuhan, dan isu-isu
strategis pembangunan desa tertinggal, dan (d) Analisis Logical Framework
(analisa kerangka kerja logic), terutama untuk merumuskan arah kebijakan
intervensi, strategi kebijakan intervensi, dan perumusan kebutuhan-
kebutuhan program/kegiatan dalam rangka intervensi kegiatan pembangunan
untuk desa-desa tertinggal di luar jawa sesuai dengan isu-isu strategis dan
kebutuhan yang sudah ditemukan melalui analisa; dan (e) Penyusunan peta-
peta tematik yang relevan dengan tema pekerjaan ini, dengan mengambil
HALAMAN - 4
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
contoh wilayah Gorontalo dan NTT, antara lain Peta Administrasi Wialayah
dan Peta Tematik Kebutuhan Intervensi Program.
Tabel 1.1
Cakupan Data dan Input Instrumen Pengumpulan Data
HALAMAN - 5
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Begitu pula dokumen perencanaan resmi, hanya bisa diterapkan jika disertai
perundangan yang memayunginya. Pada prinsipnya content analysis ini
menganut sistem kerja (1) Intepretasi substansi, (2) Membandingkan,
mengkorelasikan, atau counter-content dengan dan antar substansi-substansi,
dan (3) Rekomendasi.
Contoh saja1: Permendag No. 70 tahun 2003 tentang Pedoman Penataan Dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,
1 Permendag mendefinisikan pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai Pusat Perbelanjaan, Pasar Tradisional, Pertokoan, Mall, PIasa, Pusat
Perdagangan maupun sebutan lainnya. Dalam penjelasan lebih lanut dikenal istilah pasar desa.
Sebutan pasar desa muncul pada Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa,
yang mengatakan bahwa Pasar Desa adalah pasar tradisional yang berkedudukan di desa dan dikelola
serta dikembangkan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Pasar Antar Desa adalah pasar desa
yang dibentuk dan dikelola oleh dua desa atau lebih. Pemegang pengelola pasar dikedua perundangan
tersebut adalah berbeda. Kepemilikan pasar desa di dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa
disebutkan dengan jelas bahwa Pasar Desa merupakan aset desa.
HALAMAN - 6
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Permendagri No. 42 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa, dan UU No.
6 tahun 2014 tentang Desa, mendefinisikan pasar yang ada di desa secara
berbeda. Hal ini berekses pada konsepsi lain yang berbeda, misalnya saja siapa
yang berhak mengelola pasar tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu
akan kontraproduktif terhadap target Kemendesa PDTT membangun dan atau
merevitalisasi 5.000 pasar desa sampai 2019. Masih banyak kemungkinan
perbedaan semacam ini di berbagai bidang di antara peraturan perundangan
yang ada.
Tabel 1.2
Format Analisis Kebijakan tersebut kira-kira adalah sebagai berikut:
Kekuatan, Stakehoder
Kelemahan, Terlibat (Lintas
Pokok-Pokok
Jenis Regulasi Penyimpangan K/L, Pusat- Rekomendasi
Pengaturan
(Analisis - Daerah)
SWOT)
Oleh karena itu Analisis Kebijakan tidak hanya menganalisis content dari
satu perundangan saja. Harus dilakukan analisis content perbandingan
antar perundangan yang terkait secara horizontal maupun terkait secara
vertical. Dengan demikian metode analisis kebijakan sesungguhnya juga
menggunakan pendekatan perbandingan. Content substansi yang satu
diperbandingkan, dikorelasikan, dibenturkan dengan content substansi
yang lain. Mencari kebenaran realitas suatu substansi dalam pendekatan
ini harus diperbandingkan dengan realitas yang lain. Misalnya saja makna
kebenaran mengenai hak-hak asal usul lokal atau kewenangan lokal yang
dikonsepsikan di dalam UU No. 6/2014 tentang Desa hanya akan diketahui
realitas kebenaran real setelah diperbandingkan dengan content dalam
tema yang sama di UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
didalamnya juga mengatur pembagian rurusan kewenangan antara
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah termasuk Pemerintah Desa.
HALAMAN - 7
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Analisis Kekuatan, Kendala, Peluang, dan Tantangan, atau yang sering disebut
analisis SWOT, merupakan salah satu metode analisa situasi dan kondisi yang
luas dipakai di lingkungan instansi pemerintah. Pada kegiatan ini langkah-
langkah SWOT tidak akan diikuti secara lengkap, namun pendekatan analisis
SWOT akan dipakai untuk membandingkan isu yang satu dengan isu yang lain.
Analisis ini popular karena simple dilakukan, bisa diterapkan dalam forum
yang melakukan analisa bersama, relative cepat, dan reliable (bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya). Selain itu pada umumnya SWOT dipakai
dalam konteks kegiatan perencanaan atau mencari/menggali isu-su/topic
atau domain penting yang dirasakan bersama dalam hal ini adalah fenomena-
fenomena yang terkait dengan desa-desa tertinggal.
SWOT sesungguhnya adalah metode analisa atas suatu situasi, kondisi, atau
fenomena baik situasi/kondisi yang negative maupun situasi/kondisi yang
positif atas suatu isu atau beberapa isu sebagaimana isu mengenai hal-hal
pembangunan desa dan kabupaten tertinggal. Efektifitas metode SWOT ini
adalah bahwa dalam satu rangkaian analisa dapat dikaji fenomena sebab dan
akibat, fenomena kendala dan kekuatan dari sesuatu yang sudah dilakukan,
HALAMAN - 8
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
bahkan sampai kepada analisa prediksi atas fenomena peluang dan tantangan
yang mungkin akan dihadapi ke depan atas suatu program yang sedang dikaji
dan akan dirumuskan kegiatannya. Dalam pertalian metode semacam inilah,
maka akan dilakukan 2 (dua) langkah mendasar yaitu: (1) Merumuskan
semua isu atau domain yang terkait dengan kondisi desa dan kabupaten
tertinggal; dan kemudian (2) Setiap isu/domain tersebut akan dilakukan
prinsip analisa SWOT-nya untuk menggali aspek-aspek apa yang perlu
dimasukkan atau aspek-aspek yang menjadi kebutuhan intervensi
pembangunannya.
Bagan 1.1
Penerapan Alur Analisis SWOT
Isu-isu strategis
Permasalahan dan
kendala stratgis
Permasalahan,
Potensi,
Kebutuhan, isu
Rumusan arah
strategis desa
dan kabupaten intervensi
tertinggal pembangunan
Rumusan kegiatan
intervensi
pembangunan
HALAMAN - 9
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Framework Analysis yang dibalik maka akan dikaji secara ligic dengan
pertanyaan: Jika semua kegiatan ini terpenuhi dengan baik apakah Result
akan tercapai. Jika semua Result ini tercapai apakah Goals akan terpenuhi. Jika
semua rumusan Goals terpenuhi akankah terjadi Outcomes seperti yang
diharapkan. Jika semua Outcomes ini terjadi akankah mencapai dampak
dimana terjadi Kualitas Hidup Masyarakat yang semakin baik sebagaimana
diharapkan oleh program.
tertinggal
INTERVENSI PEMBANGUNAN
menuju hasil jangka pendek yang
menjadi sasaran kinerja
Kegiatan ini merupakan hasil dari proses diskusi dan analisa yang terdiri atas 8
(delapan) kali proses diskusi yang tema-tema masing-masing diskusi dirancang
secara khusus mulai dari tema-tema yang sifatnya konsepsi terkait dengan desa dan
daerah tertinggal, pendekatan dan metodologi untuk memahami kebutuhan desa
dan daerah tertinggal, dan diskusi-diskusi yang terkait dengan analisa atas kondisi
HALAMAN - 10
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
desa dan daerah tertinggal di wilayaha sasaran (pilot project) kajian, sampai kepada
kebutuhan-kebutuhan khusus untuk pembangunan di desa dan daerah tertinggal
tersebut.
Bagian ini berisi tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan serta Manfaat, Ruang
Lingkup Kegiatan mengenai kajian dan penulisan buku ini.
Bagian ini berisi tentang kerangka konseptual atau pendekatan, termasuk definisi-
definisi penting yang menjadi landasan berpikir dalam memahami fenomena
kebutuhan melalui Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa Tertinggal di
Luar Pulau Jawa TA. 2015 ini. Bagin ini juga menjelaskan arahan-arahan kebijakan
mengenai daerah dan desa tertinggal mulai dari RPJMN 2015-2019, Agenda
Nawacita, Agenda Nawakerja, dan Renstra Kemendesa PDTT 2015-2019
Bagian ini berisi tentang upaya-upaya dari sudut definisi dan konsepsi mengenai
formulasi tipologi daerah dan desa tertinggal. Beberapa instansi atau lembaga yang
pernah melakukan formulasi tipologi ketertinggalan daerah dan desa ditampilkan
disini untuk dikaji variable dan indicator yang dipakai.
HALAMAN - 11
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Bagian ini berisi rumusan-rumusan rekomendasi dari proses dan tahapan kajian
Intervensi Kebutuhan Pembangunan Desa Tertinggal di Luar Jawa ini, yang
sekiranya dapat dipakai oleh Kementerian PDTT.
HALAMAN - 12
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 2
Kerangka Konsep
Memahami Wilayah dan Desa Tertinggal
Menurut Peraturan Menteri DPDTT No. 6/2015 tentang Oraganisasi dan Tata Kerja
Kemendesa PDTT, Pasal 2 disebutkan bahwa Kemendesa PDTT mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan
kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan
daerah tertinggal, dan transmigrasi. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa fokus
kajian dan kegiatan Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa Tertinggal di
Luar Pulau Jawa TA. 2015 ini adalah wilayah dan desa tertinggal. Wilayah
dimaksud bisa diterjemahkan sebagai kabupaten tertinggal dan kawasan tertinggal
yang ada di dalam suatu kabupaten.
HALAMAN - 13
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 2.1
26 kriteria dan 27 Indikator Daerah/Kabupaten Tertinggal
Kriteria Daerah dan Desa Tertinggal
Kriteria Indikator
(1) Rendahnya perekonomian 1) Prosentase keluarga miskin tinggi
masyarakat 2) Konsumsi per kapita rendah
(2) Rendahnya sumber daya 3) tingkat angka harapan hidup
manusia 4) tingkat rata-rata lama sekolah
5) tingkat angka melek huruf
(3) Rendahnya sarana dan 6) jumlah jalan dengan permukaan terluas
prasarana (infrastruktur) aspal/beton
7) jalan diperkeras
8) jalan tanah,
9) jalan lainnya
10) persentase pengguna listrik, telepon
HALAMAN - 14
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 2.2
Ukuran Nilai Indeks Dan Status Kabupaten Teringgal2
No Nilai Indeks Status
01 Indeks < 0,000 Maju
02 0,000 < Indeks < 0,5000 Agak Tertinggal
03 0,500 < Indeks < 1,000 Tertinggal
04 1,000 < Indeks < 2,000 Sangat tertinggal
05 Indeks > 2,000 Tertinggal sangat parah
2
Sumber: Ukuran Penetapan Kabupaten Tertinggal Dalam RPJMN 2010-2014 (https:hanibalhamidi. files.
wordpress.com)
HALAMAN - 15
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Aset Alam, antara lain: berbagai kejadian bencana alam dan ketersediaan
air minum yang aman.
Aset Finansial, antara lain: ketersediaan koperasi dan perbankan, akses
kredit, dan kepemilikan aset.
Aset Fisik, antara lain: jumlah sekolah dan fasilitas kesehatan.
Aset Manusia, antara lain: angka partisipasi kasar dan jenis mata
pencaharian.
Aset Sosial, antara lain: kejadian perkelahian massal dan lokasi
berkumpulnya anak jalanan.
HALAMAN - 16
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Pada Oktober 2015 ini Kemendesa PDTT meluncurkan buku Indek Desa
Membangun. Buku ini berbasis pada pengukuran-pengukuran kondisi-kondisi
kemiskinan dan ketertinggalan desa sebagaimana pernah dibuat pada tahun-
tahun seblumnya baik oleh BPS maupun Bappenas, namun disempurnakan
dengan memberikan porsi yang cukup kuat ukuran-ukuran sosial dan budaya
masyarakat desa seperti partisipasi pembangunan, inisiatif-inisiatif penguatan
ekonomi, kekuatan-kekuatan modal sosial (social capital), dll. criteria ukuran
dan parameter yang digunakan dalam Indeks Desa Membangun ini akan
menjadi arahan intervensi pembangunan yang seperti apa yang harus
diterapkan.
HALAMAN - 17
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 18
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 19
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 20
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 21
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 22
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
No Program Unggulan
10 Pilot project sistem jaringan koneksi on line dengan 5.000 Kepala Desa
HALAMAN - 23
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
No Program Unggulan
HALAMAN - 24
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 25
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 3
Ichtiar Kategorisasi Daerah
Dan Desa Tertinggal
Bagan 3.1
Irisan-Irisan Antar Sasaran Lokus
Kabupaten
Kabupaten dan atau
dan atau desa
desa di wilayah pulau
tertinggal
terluas terpencil
HALAMAN - 26
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kategorisasi atau klasifikasi atas suatu daerah yang dimaksud disini bukan kegiatan
membuat tipologi atau profil. Kategorisasi ini dibuat untuk kebutuhan pemilahan
proritasi daerah atau desa tertinggal mana yang harus didahulukan dalam
intervensi mendatang 2016 s/d 2019, dalam rangka memenuhi arahan
perencanaan nasional maupun arah program Kemendesa PDTT.
Dari karakteristik pola konsentrasi atau persebaran kabupaten tertinggal yang ada
maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa:
1) Kebutuhan perhatian tertinggi untuk intervensi pengentasan kabupaten
tertinggal adalah di wilayah Indonesia Timur khususnya wilayah Papua,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
2) Kebutuhan perhatian tertinggi untuk intervensi pengentasan desa
tertinggal adalah wilayah Papua, Maluku, Sumatera, dan Kalimantan.
HALAMAN - 27
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Proritasi sasaran desa-desa dalam program yang terkait dengan pembangunan dan
pemberdayaan desa dapat mengikuti prioritasi daerah/kabupaten. Mengapa
demikian sebab secara teoritis pehitungan ekonomi wilayah, misalnya kita ambil
salah satu sasaran strategis Rata-rata pertumbuhan ekonomi di DT sebesar 7, 24 %
pada tahun 2019 (untuk sasaran nasional), atau meningkatkan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 8,65 persen (untuk wilayah
Sulawesi) tidak akan bisa tercapai secara jujur jika desa-desa tertinggal dan
kabupaten-kabupaten tertinggalnya tidak diintervensi secara terintegrasi oleh
sebagian besar direktorat atau unit kerja di bawah Kemendesa PDTT. Satu atau dua
unit kerja saja yang masuk di suatu kabupaten tertinggal, kawasan tertinggal, atau
desa tertinggal secara logika tidak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi
atau mengentaskan ketertinggal desa atau kabupaten bersangkutan. Persoalannya
adalah sudahkan hal semacam itu dipikirkan oleh setiap Direktorat saat ini?
Proritasi Direktorat
Lokasi
sasaran Irisan kebutuhan Terlibat Program/kegiatan
Kabupaten
lokasi (minimal)
Sangat 1. Kabupaten Kabupaten 1. Dir. Program relevan di
prioritas Perbatasan Belu Pengembangan direktorat masing-
2. Kabupaten Wil. Perbatasan masing (akan
4
Pada tahun 2010 Kabupaten Belu dikategorikan sebagai kabupaten kerentanan pangan prioritas 1 (Peta
Ketahanan Pangan NTT 2010: Pemprov NTT Dewan Ketahanan Pangan World Food Program). Tahun
2015 kerentanan pangan Kab. Belu membaik menjadi kerentanan pangan prioritas 4 (Peta Kerentanan
dan Ketahanan Pangan Indonesia 215: Versi Rangkuman: Dewan Ketahanan Pangan WFP)
HALAMAN - 28
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
1) Mengetahui secara cepat kerangka program yang akan dan sedang dilakukan
mengenai nama program, sasaran program, lokus prioriras lokasi, direktorat
dan Ditjen yang harus terlibat, dan intervensi program yang dibutuhkan atau
dilaksanakan.
HALAMAN - 29
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 4
Peta Kondisi Daerah Tertinggal
Di Indonesia
Gambar 4.1
Sebaran dan Perkembangan Kabupaten Tertinggal 2004-20141
1
Lih. Bahan presentasi Rakornas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP: Balai kartini, Jakarta, 23 Desember 2014.
HALAMAN - 33
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Awal tahun 2015 Kemendesa PDTT dihadapkan pada jumlah kabupaten tertinggal
sebanyak 122 kabupaten yang harus menjadi sasarannya. Dari jumlah itu menurut
persebarannya, wilayah Papua, Bali dan Nusa Tenggara, serta Sulawesi merupakan
3 daerah terbanyak memiliki kabupaten tertinggal seperti tertera di dalam tabel
berikut:
Tabel 4.1
Konsentrasi Kabupaten Tertinggal Tahun 2015
HALAMAN - 34
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 4.2.
Konsentrasi desa tertinggal di Indonesia
Selain kategorisasi lokus kabupaten dan desa tertinggal, Kemendesa PDTT juga
memasukkan kategorisasi Daerah Tertentu menjadi target wilayah sasaran
program. Satu-satuny acuan sebagai pegangan apakah lokus daerah tertentu adalah
Permendesa PDTT No. 5/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendesa
PDTT, Pasal 379, Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu mempunyai
2
Sangat sulit dicari acuan kebijakan baik berupa Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, maupun
peraturan presiden yang dapat diacu sebagai definisi daerah tertentu
HALAMAN - 35
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 36
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Belakangan kasus kerawanan pangan di tinjau dalam pespektif yang lebih luas
karena sangat terkait dengan fenomena kesehatan karena menyangkut gizi
buruk dan tumbuh kembang anak, pertanian, ekonomi, dan perdagangan, dll.
Terdapat 13 Indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat kerawanan
pangan suatu wilayah/daerah, dimana indikator-indikator tersebut sangat
erat kaitannya dengan fokus program Kemendesa PDTT. Ke 13 indikator itu
sebagai berikut:
Ketersediaan pangan
1. Rasion konsumsi normative per kapita terhadap ketersediaan bersih padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar
Rata-rata produksi bersih tiga tahun (2007-2009) padi, jagung, ubi kayu
dan ubi jalar pada tingkat wilayah tertentu
Ketersediaan bersih serealia per kapita per hari
Data bersih serealia dari perdagangan
Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/4.orang/hari.
Akses pangan dan mata pencaharian
2. %tase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar
minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang
dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak
3. %tase desa yang tidak memiliki akses penghubung (sarana dan prasarana
transportasi) yang memadai
Lalu-lintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat
sepanjang tahun
4. %tase rumah tangga tanpa akses listrik
%tase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN
dan/atau non PLN, misalnya generator
Pemanfaatan pangan
5. %tase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan
%tase desa dengan jarak lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan
(rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih,
paramedik, dan sebagainya)
6. %tse rumah tangga tanpa akses ke air bersih
%tase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal
dari air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung.
7. Perempuan Buta Huruf
%tase perempuan di atas 15 tahun yang tidak dapat membaca atau menulis.
8. Berat badan balita di bawah standar (Underweight)
Anak di bawah lima tahun yang berat badannya kurang dari -2 Standar
Deviasi (-2 SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin
HALAMAN - 37
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
tertentu
9. Angka harapan hidup pada saat lahir
Perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru lahir dengan asumsi tidak ada
perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya.
Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan Transien
10. Bencana alam
Data bencana alam yang terjadi di NTT dan kerusakannya selama periode
11. Penyimpangan Curah Hujan
Data rata-rata tahunan curah hujan pada musim hujan dan kemarau selama
10 tahun terakhir dari saat pengukuran.
Kemudian dihitung %tase dari perbandingan nilai ratarata 10 tahun
terhadap nilai normalrata-rata 30 tahun terakhir dari saat pengukuran.
12. %tase daerah puso
%tase dari daerah ditanami padi dan jagung yang rusak akibat kekeringan,
banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT).
13 Deforestasi hutan
Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi
non hutan. Angka deforestasi hutan berdasarkan analisis citra satelit
Landsat pada tahun pengukuran
Berikut ini adalah peta kerentanan kerawanan pangan Indonesia 2015 yang
diambil dari Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015 (Dewan
Ketahanan Pangan Nasiona World Food Programe, 2015):
Gambar 4.2
Peta Kerawanan Pangan Indonesia 2015
HALAMAN - 38
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Hampir seluruh wilayah bagian Tengah Papua adalah paling tinggi kerentanan
terhadap rawan pangan (prioritas 1 untuk segera ditangani). Kemudian
prioritas 2 untuk segera ditangani yaitu wilayah gugusan Kepulauan Nias dan
Mentawai, Bangka Belitung, sebagian wilayah NTT, sebagian besar Papua.
Prioritas 3 yang tidak begitu para namun tetap rentan terhadap kerawanan
pangan antara lain Sumatera bagian Selatan sampa wilayah Jawa Barat dan
Banten, kemudian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Selatan, sebagian Sulawesi Tengah dan Utara, serta sebagian besar wilayah
Maluku dan Maluku Utara. Dari pengamatan sekilas saja bisa dipastikan semua
wilayah kerentanan pangan prioritas 1, prioritas 2, dan prioritas 3
berhimpitan dengan wilayah-wilayah kabupaten-kabupaten tertinggal.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini banyak bencana berskala
nasional terjadi di Indonesia. Sejak tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang
mengakibatkan korban jiwa 105.262 warga Aceh dan hampir sepertiga kota
Banda Aceh hancur, tidak berselang tiga bulan disusul dengan gempa bumi di
Pulau Nias dan dua tahun kemudian gempa bumi terjadi di Yogyakarta dan
Jawa Tengah tahun 2006, lalu tsunami Cilacap dan Tasikmalaya, gempa bumi
Bengkulu kemudian Padang dan masih banyak lagi kejadian-kejadian bencana
yang berskala kecil maupun besar. Berdasarkan data yang dihimpun oleh
BNPB diketahui bahwa selama tahun 2012 bencana alam telah mengakibatkan
sebanyak 487 orang meninggal, 675.798 orang mengungsi/menderita dan
33.847 rumah rousak dimana 7.891 rumah rusak berat, 4.587 rusak sedang,
HALAMAN - 39
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
dan 21.369 rusak ringan. Kejadian bencana terbanyak adalah puting beliung
259 kejadian atau 36 %, banjir 193 kejadian atau 26 % dan tanah longsor 138
kejadian atau 19 %.
Gambar 4.3.
Peta Kejadian Bencana di Indonesia
HALAMAN - 40
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
terlihat bahwa bencana banjir sering terjadi di sebagian wilayah Aceh, Jakarta
dan Menado, dimana akhir-akhir ini kejadian tersebut lebih meluas sampai di
Sumatera bagian selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi bagian selaran.
Bencana longsor terjadi kabupaten Paniai, Banjarnegara, bahkan juga
berkembang sampai wilayah Jawa Barat. Sementara bencana kebakaran hutan
terjadi sebagian besar wilayah di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Sebagian besar daerah-daerah bencana ini berhimpitan dengan kabupaten-
kabupaten tertinggal.
Gambar 3.4 menunjukkan jenis bencana lain, yaitu bencana kekeringan dalam
dalam 1 dekade terakhir menghantui sebagian besar wilayah di Indonesia.
Kekeringan akan mempengaruhi produktivitas lahan pertanian, yang berarti
juga mengurangi kesejahteraan ekonomi petani di pedesaan. Kelangkaan air
akibat dari kekeringan meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap
kondisi hidup sehat, dan kebutuhan akan air bersih.
Gambar 4.4
Peta Bencana Kekeringan di Indonesia
HALAMAN - 41
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Gambar 4.5
Peta Resiko Bencana (Kerawanan) Konflik
Sumber: BNPB, 2010. Keterangan: Merah: Resiko Tinggi, Kuning=Resiko Sedang, Hijau=Resiko rendah.
HALAMAN - 42
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 43
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 5
Kondisi Ketertinggalan
Wilayah NTT
HALAMAN - 44
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Secara etnis masyarakat asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami
daerah-daerah yang tersebar Diseluruh wilayah NTT. Paling sedikit
diperkirakan terdapat 16 kelompok suku atau etnis, diantaranya seperti
Helong (mendiami wilayah sekitar Kupang, Lamaholor (mendiami wilayah
Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan sebagian
Pulau Lomblen), dll.
Tabel 5.1
Jumlah Desa dan Kecamatan menurut Kabupaten/Kota di NTT
Jumlah Desa/Kelurahan
Wilayah Desa Kelurahan
2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013
1. Sumba Barat 63 63 63 63 11 11 11 11
2 Sumba Timur 140 140 140 140 16 16 16 16
3 Kupang 160 160 160 160 17 17 17 17
4 Timor Tengah
228 228 266 266 12 12 12 12
Selatan
5 Timor Tengah
143 144 144 144 31 31 31 31
Utara
6 Belu 196 196 196 69 12 12 12 12
7 Alor 158 158 158 158 17 17 17 17
8 Lembata 137 137 137 144 7 7 7 7
9 Flores Timur 229 229 229 229 21 21 21 21
10 Sikka 147 147 147 147 13 13 13 13
11 Ende 191 194 255 255 23 23 24 23
12 Ngada 82 107 135 135 16 16 16 16
13 Manggarai 132 144 145 145 17 17 17 17
14 Rote Ndao 82 82 82 82 7 7 7 7
15 Manggarai Barat 116 164 164 164 5 5 5 5
16 Sumba Tengah 65 65 65 65 0 0 0 0
17 Sumba Barat Daya 94 129 129 129 2 2 2 2
18 Nagekeo 84 97 97 97 16 16 16 16
19 Manggarai Timur 159 159 159 159 17 17 17 17
20 Sabu Raijua 58 58 58 58 5 5 5 5
21 Malaka - - - 127 - - - 0
22 Kota Kupang 0 0 0 0 51 51 51 51
NTT 2664 2801 2929 2936 316 316 317 316
Sumber: NTT Dalam Angka 2014 (BPS NTT)
HALAMAN - 45
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Beberapa kabupaten yang memiliki jumlah desa cukup banyak adalah seperti
kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Flores Timur, dan Kabupaten Ende.
Jumlah desa di Kabupaten Belum mengalami penurunan jumlah drastis karena
kabupaten ini mengalami pemekaran dengan Kabupaten Malaka pada tahun
2013. Kedua kabupaten ini sama-sama menjadi kabupaten wilayah
perbatasan.
Tabel 5.2
Jumlah dan Perkembangan Penduduk di NTT 2012-2013
Laju Pertumbuhan
Penduduk (orang) Penduduk per Tahun
Kabupaten/Kota (%)
2012 2013 2000-2010 2012-2013
1 Sumba Barat 115 .672 117 .787 2,32 1,83
2 Sumba Timur 236 .494 240 .190 2,11 1,56
3 Kupang 319 .895 328 .688 2,53 2,75
4 Timor Tengah Selatan 448 .693 451 .922 1,25 0,72
5 Timor Tengah Utara 236 .703 239 .503 1,71 1,18
6 Belu 196 .330 199 .990 2,40 1,86
7 Alor 194 .719 196 .613 1,47 0,97
8 Lembata 123 .977 126 .704 2,74 2,20
9 Flores Timur 239 .314 241 .590 1,65 0,95
10 Sikka 306 .431 309 .008 1,31 0,84
11 Ende 265 .304 266 .909 1,15 0,60
12 Ngada 147 .891 150 .186 2,11 1,55
13 Manggarai 304 .441 309 .614 2,29 1,70
14 Rote Ndao 131 .467 137 .182 1,95 4,35
15 Manggarai Barat 234 .811 240 .905 3,07 2,60
16 Sumba Tengah 65 .070 66 .314 2,79 1,91
17 Sumba Barat Daya 299 .534 306 .195 2,29 2,22
18 Nagekeo 134 .427 136 .201 1,85 1,32
19 Manggarai Timur 261 .777 264 .979 1,99 1,22
20 Sabu Raijua 78 .592 80 .897 1,30 2,93
21 Malaka 171 .303 174 .391 - 1,80
22 Kota Kupang 358 .382 368 .199 3,52 2,74
Nusa Tenggara Timur 4. 871 .227 4. 953 .967 2,07 1,70
Sumber: NTT Dalam Angka 2014 (BPS NTT)
Berita Resmi Statistik dari BPS Provinsi NTT 2015 menggambarkan adanya
perkembangan kondisi kemiskinan di NTT baik dari sudut tingkat
kemiskinan maupun kedalaman kemiskinan.
HALAMAN - 46
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada Bulan Maret 2015
sebesar 1.159,84 ribu orang (22,61%) meningkat sekitar 168 ribu orang
dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang berjumlah
991,88 ribu orang (19.60%). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama
periode September 2014 Maret 2015, %tase penduduk miskin di daerah
perdesaan mengalami kenaikan sebanyak 157,5 ribu orang (dari 886,18 ribu
orang menjadi 1.043,68 ribu orang) dan untuk perkotaan mengalami kenaikan
sebanyak 10,5 ribu orang (dari 105,70 ribu orang menjadi 116,16 ribu orang).
3
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 05/09/53, 15 September 2015
HALAMAN - 47
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 5.4.
Daftar Kabupaten Tertinggal di NTT 2015
Kabupaten DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik
SUMBA BARAT
SUMBA TIMUR
KUPANG
TIMOR TENGAH SELATAN
TIMOR TENGAH UTARA
BELU
ALOR
LEMBATA
FLORES TIMUR
SIKKA
ENDE
NGADA
MANGGARAI
ROTE NDAO
MANGGARAI BARAT
MANGGARAI TIMUR (DOB)
NAGEKEO (DOB)
SABU RAIJUA (DOB)
SUMBA BARAT DAYA (DOB)
SUMBA TENGAH (DOB)
Sumber: Analisa Irisan Ketertinggalan (Lihat lampiran laporan ini)
Lima kabupaten yang ada merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang
biasanya merupakan pemekaran dari kabupaten tertinggal yang lama. Dapat
dilihat dengan jelas bahwa tidak sedikit dari kabupaten-kabupaten tertinggal
di NTT, juga mengalami atau memeiliki ketertinggalan yang lain seperti
kabupaten rawan pangan, kabupaten rawan konflik, kabupaten rawan
bencana, dan kabupaten perbatasan. Beberapa diantaranya seperti Kabupaten
Sumba Timur, Kupang, Alor, Rote Ndao, Belu, dll. Kabupaten-kabupaten
dengan beberapa predikat ketertinggalan ini, dalam konteks intervensi
pembangunan, merupakan kabupaten dengan kebutuhan tinggi untuk segera
diprioritaskan intervensi pembangunan yang dibutuhkan.
HALAMAN - 48
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kabupaten Belu dengan luas sekitar 2.446 Km2 ini merupakan wilayah Provinsi NTT
dan berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste dengan
panjang garis perbatasan 122,9 Km. Ibu kota kabupaten ini adalah kota Atambua
yang jaraknya ke kota provinsi Kupang sekitar 187 Km. Sebagian besar wilayahnya
berbukit-bukit dan bergunung dengan derajat kemiringan lebih dari 50%. Luas
wilayah Kabupaten Belu adalah 1.284,94 km, ter diri dari 12 kecamatan, 69 desa
dan 12 kelurahan. Sebelas kecamatan berbatasan darat dengan Negara Republik
Democratic Timor Leste ).
HALAMAN - 49
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 5.5
Ketersediaan Prasarana Penerangan
Dari aspek sumber penerangan rumah tangga data Susenas memperlihatkan bahwa
pada tahun 2008 dari 94 495 rumah tangga ternyata sekitar 26,05% dijangakau
oleh listrik PLN dan 3,57% listrik non PLN dan sisanya 69,17% menggunakan
lampu minyak tanah atau pelita. Kondisi rumah tangga dari aspek kesehatan
menunjukkan bahwa pada tahun 2008 dari 94 495 rumah tangga ternyata yang
mempunyai sumber air minum ledeng hanya 6,27% sementara sisanya masing-
masing sumur 48,30%, mata air 33,66%, sungai dan lainnya 1,07%.
Tabel 5.6
Sumber ketersediaan Air Rumah Tangga di Kab. Belu 2008
HALAMAN - 50
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kondisi bentuk rumah atau kualitas bentuk rumah di Masyarakat Belu berikut ini
menmbah jelas karakteristil kondisi kemiskinan yang ada dimana 86,38% rumah
berkondisi semi permanen dan tidak permanen.
Tabel 5.7
Kualitas Rumah Masyarakat Kab. Belu 2008
Dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan data tahun 2008 memperlihatkan
bahwa sebanyak 68,79% penduduk umur 10 tahun ke atas berpendidikan paling
tinggi Cuma tamat SD. Sedangkan sisanya tamat SLTP (15,61%), tamat SLTA
(12,95%), serta tamat akdemi dan perguruan tinggi cuma 3,10%. Rendahnya
tingkat pendidikan formal dari sebagian besar penduduk Belu akan sangat
mempengaruhi akselerasi pembangunan secara menyeluruh.
Gambar 5.1
Presentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Yang Dicapai 2008
HALAMAN - 51
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Gambar 5.2
Peta Administrasi Kabupaten Belu-NTT
Kabupaten Rote Ndao merupakan salah satu wilayah administrasi di Provinsi NTT
yang terletak paling Selatan, terdiri atas beberapa pulau, dengan ibu kota yaitu
Labalain. Kondisi tanahnya termasuk subur jika dibandingkan dengan kabupaten
lain di NTT. Mata pencaharian utama penduduk Rote Ndao adalah petani. Rote Ndao
memiliki topografi yang eksotis dengan wilayah pesisir yang bersandingan dengan
kawasan pantai. Sebagian besar masyarakat Rote Ndao berasal dari Suku Rote yang
menggunakan bahasa Rote sebagai bahasa sehari-hari4. Kabupaten ini mempunyai
luas wilayah 1.731 Km2 yang terdiri dari 96 pulau dimana 6 pulau berpenghuni dan
90 pulau lainnya tidak berpenguni.
Permukaan tanah umumnya berbukit bukit dan bergunung gunung (32.625 Ha)
dan sebagian terdiri dari dataran rendah (45.250 Ha) dengan tingkat kemiringan
rata rata 45 %. Penggunaan lahan didominasi oleh hutan, lahan sawah,
perkebunan dan tegal/kebun. Pada saat ini jenis sawah yang dominan adalah sawah
tadah hujan mencakup 62% lahan sawah yang telah diusahakan, kemudian diikuti
oleh sawah dengan irigasi sederhana. Lahan sawah dengan sistem irigasi setengah
4
NTT Bangkit: Membangun Kawasan Timur Indonesia, dalam https://nttbangkit.wordpress.com
HALAMAN - 52
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
teknis banyak terdapat di kecamatan Lobalain, Rote Tengah dan Rote Timur. Luas
lahan sawah terbesar terdapat di Kecamatan Rote Tengah Lahan sawah terdapat
disemua kecamatan di Kabupaten Rote Ndao. Dari 27.161 Ha kebun yang ada,
20.711 Ha diantaranya adalah kebun tanaman lontar.
Kabupaten ini dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang juga berstatus sebagai
pulau terluar terpencil sekaligus daerah perbatasan. Dari kategori prioritasi yang
dilakukan melalui kajian ini, Kabupaten Rothe Ndao juga ditermasuk daerah rawan
pangan dengan prioritas sedang, daerah rawan bencana dengan status sedang
begitu pula dengan status sedang dalam kategori kerawanan bencana. Secara
administrative kabupaten ini terhabi dalam 8 kecamatan yakni: Rote Barat, Rote
Timur, Rote Tengah, Rote Barat Daya, Rote Barat Laut, Rote Selatan, Pantai Baru dan
Lobalain.
Ibukota : Baa
Luas Wilayah : 1.731 Km2
Jumlah Penduduk : 119.408 jiwa (2010)
Kecamatan : 8 Kecamatan
Desa : 88 Desa
Desa Tertinggal : 73 Desa (2014)
Potensi Unggulan Kabupaten : Pariwisata, industri, perikanan, peternakan,
perkebunan kelapa
Jumlah Penduduk : 127.911 jiwa (2013)
Matapencaharian penduduk : Petani, peternak, nelayan
Sarana Listrik : Kurang memadai
Sarana Air : Kurang memadai
Sarana Komunikasi : Kurang memadai
Sarana Jalan / Transportasi : Kurang memadai
HALAMAN - 53
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 5.8
Indeks kedalaman dan Keparahan kemiskinan Rore-Ndao 2013
HALAMAN - 54
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
meningkat. Tahun 2013 nilai indeks keparahan kemiskinan sebesar 1,8 atau
meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 1,38. Hal ini menunjukkan bahwa
ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin bertambah atau
semakin besar.
Tabel 5.9
Tingkat Pendidikan Berdasar Ijazah Yang Dimiliki 2013
Angka putus sekolah atau dengan kata lain bisa disebut tidak bersekolah lagi di
Rote Ndao cukup tinggi mencapai 59,08% dari jumlah penduduk tahun 2013.
Kondisi tidak melanjutkan sekolah lagi ini bisa diduga kecenderungan adalah pada
kelompok status sekolah SD, SMP, atau SMU.
HALAMAN - 55
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 5.10
Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Status Pendidikan-2013
Tabel 5.11
%tase Balita Menurut Jenis Kelamin dan Penolong Kelahiran pertama
HALAMAN - 56
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kondisi kesehatan yang dalam contoh di atas adalah perilaku masyarakat terhadap
kebutuhan pertolongan kelahiran, yang dipengaruhi oleh rata-rata tingkat
pendidikan rendah dan kendala insfrastruktur kesehatan baik dalam bentuk,
memiliki keterkaitan juga dengan rasio tenaga kesehatan yang tersedia. Rasion
ketersediaan tenaga kesehatan sangat rendah, yaitu hanya 3 tenaga kesehatan dari
1000 penduduk.
Tabel 5.12
Rasio Tenaga kesehatan terhadap Penduduk - 2013
HALAMAN - 57
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Sarana penerangan yang bersumber dari listrik relatif telah mencukup berdasarkan
tabel berikut ini, dimana 83,82% masyarakat telah memakai sarana listrik baik yang
bersumber dari listrik negara mupun non-PLN. Namun masih sebesar 15,31%
penduduk Rote Ndao yang menggunakan penerangan berupa lampu minyak.
Tabel 5.14
Sumber Penerangan Utama Masyarakat Rote Ndao-2013
HALAMAN - 58
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 59
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 60
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kondisi kemiskinan yang ditunjukkan melalui angka tingkat kemiskinan yang besar
tersebut, sejalan dengan kondisi-kondisi kemiskinan dan ketertinggal yang sebgaian
sudah dipaparkan sebelumnya. Manggarai Timur dikategorikan sebagai daerah
rawan pangan dengan status parah, yang ditandai dengan tingkat konsumsi kalori
makanan rendah, tingkat kegagalan panen cukup tinggi, akses terhadap air bersih
yang parah, dan daya beli akan sumber pangan yang rendah. Sementara itu
dipengarhui oleh tingkat pendidikan yang juga rendah, maka bisa dimaklumi bahwa
persepsi-persepsi akan pertolongan terhadap kelahiram masih didominasi
pertolongan dari dukun 54,34% untuk kelahiran pertama. Angka yang tinggi ini
tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti ketersediaan para medis di desa
dan keterbatasan sarana lain seperti Poskesdes dan ketersediaan bidan desa.
HALAMAN - 61
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 6
Kondisi Ketertinggalan
Wilayah Kajian Gorontalo
HALAMAN - 62
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 6.1: Tingat Pendidikan Menurut Ijazah Yang di Miliki di Prov. Gorontalo, 2013
HALAMAN - 63
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Jika dilihat pada sarana dan prasara kesehatan pada level terutama Posyandu
dan Polindes, maka Provinsi Gorontalo tahun 2013 terdapat sebanyak 1.298
posyandu dan 327 Polindes. Jumlah desa seluruhnya 735 desa, jadi di cukup
banyak desa bisa memiliki lebih dari 1 posyandu, namun untuk kasus Polindes
masih banyak desa yang tidak memiliki Polinder sehingga bisa dipastikan
mereka tidak memiliki Bidan Desa.
HALAMAN - 64
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 65
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kondisi demografi. Sejak tahun 2010 sampai 2013 jumpah penduduk Kabupaten
Gorut meningkat dari 104.617 jiwa menjadi 108.324 jiwa, yang terdiri dari
penduduk laki-laki sebanyak 54.904 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak
HALAMAN - 66
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
53.422 jiwa. Dengan demikian, selama kurun waktu 2010 - 2013, rata-rata tingkat
pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sebesar 1,16%.
Pada tahun 2013, dari total penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas), 70,56 %
adalah angkatan kerja, sedangkan sisanya 29,56% bukan angkatan kerja. Tingkat
partisipasi angkatan kerja ini sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang sebesar 70,44%. Dilihat dari lapangan usaha, sebagian besar penduduk
bekerja pada Sektor Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan yang
besarnya mencapai 52,85%. Sektor Jasa Kemasyarakatan menempati urutan
terbesar kedua, yaitu mencapai 15,52%,
sedangkan yang paling kecil adalah
sektor Industri Pengolahan yang hanya
6,60%.
HALAMAN - 67
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
2013, angka melek huruf penduduk Kabupaten Gorontalo Utara sebesar 96,67
persen, naik 1,78 persen dari tahun 2012. Rata-rata lama sekolah dari penduduk
Kabupaten Gorontalo Utara juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Akan
tetapi, jika dilihat angkanya, rata-rata lama sekolah tersebut masih tergolong
rendah. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2013, sebagian besar penduduk Gorontalo
Utara rata-rata bersekolah selama 6,93 tahun. Artinya, secara rata-rata, penduduk
Kabupaten Gorontalo Utara baru bersekolah sampai kelas 1 SMP. Padahal,
pemerintah pusat sudah menggalakkan program wajib belajar 9 tahun sejak tahun
1994.
HALAMAN - 68
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
jumlah tenaga kesehatan yang ada juga tidak banyak berubah dari tahun 2012, yaitu
terdiri dari 12 Dokter, 53 Bidan, 122 Perawat, 29 tenaga farmasi, dan 28 ahli gizi.
Pada tahun 2013, rumah tangga di Kabupaten Gorontalo Utara yang tinggal di
rumah dengan luas lantai per kapita < 10 M2 masih tergolong tinggi, yaitu 32,81%.
Hal ini berarti bahwa masih banyak rumah tangga yang tinggal di bawah kriteria
rumah sehat. Lebih jauh, sebesar
83,61% rumah tinggal di Gorontalo
Utara beratapkan seng dan yang
berjenis lantai bukan tanah sebesar
97,40%. Sementara itu, jika dilihat
dari jenis dindingnya, sebesar 73,49%
rumah tinggal berdinding tembok
ataupun kayu, sedangkan sisanya
berdinding bamboo atau lainnya
Dilihat berdasarkan ketersediaan
fasilitas buang air besar, baru 48,17%
rumah tangga di Gorontalo Utara
yang telah menikmati fasilitas buang
air besar, baik milik sendiri, digunakan bersama, maupun umum. Sedangkan
51,83% lainnya tidak/belum menggunakan fasilitas buang air besar. Rumah tangga
yang menggunakan listrik PLN (baik yang terdaftar maupun tidak) sebagai sumber
penerangannya mencapai 73,21%, meningkat sekitar 6% dari tahun 2012.
Sedangkan rumah tangga yang menggunakan listrik non PLN sebesar 13,03%.
HALAMAN - 69
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
jalan beraspal sepanjang 6,73 km atau naik 5,01 % dari tahun 2012, sedangkan jenis
jalan yang diperkeras dengan kerikil bertambah 4,97 km atau 1,98 %.
HALAMAN - 70
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
karena itu kabupaten ini, melalui analisa kajian ini dikategorikan prioritas
intervensi bawah di dalam daftar 183 kabupaten sasaran Kemendesa PDTT.
Ibukota : Tilamuta
Luas Wilayah : 2.262,58 Km2
Jumlah Penduduk : 141.547 jiwa (2013)
Kecamatan : 7 Kecamatan
Desa : 82 Desa (2013)
Desa Tertinggal : 23 Desa Tertinggal
Potensi Unggulan : Ikan laut
Sarana Listrik : Tidak semua desa, 15% yg sudah ada listriknya
Sarana Air : Belum memadai
Sarana Komunikasi : Belum ada jaringan
Sarana Jalan / Transportasi : Kurang memadai
Dari sisi demografis, hingga 2013 Kabupaten Boalemo dihuni oleh sebanyak
141.547 jiwa. Data sensus terakhir ini telah mengalami peningkatan sekitar 82,4%
dibandingkan tahun 2000.
Tabel 6.5..: Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamanatan 2013
HALAMAN - 71
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Persentase
Jumlah Penduduk
Tahun Garis Kemiskinan Penduduk
Miskin
Miskin
2009 200.692 24.400 20,74
2010 212.873 25.800 19,82
2011 231.480 29.062 21,90
2012 249.459 28.393 20,42
2013 269.570 30.060 21,79
Sumber: BPS Bualemo, 2014
Kondisi Kesehatan. Jumlah kelahiran sejak tahun 2010 sampai 2013 di Bualemo
mengalami penurunan dari 2.760 bayi lahir menjadi 2.644 bayi lahir di tahun 2013.
Namun demikian ironis justru bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) justru
semakin meningkat sejak 2010 sampai 2013 yang mencapai 120 bayi. Semantara
kasus bayi gizi buruk ridak ada perubahan yang sangat signifikan.
Tabel 6.7 : Jumlah Bayi Lahir, BBLR, dan Gizi Buruk, 2010-2013
Sejak tahun 2010 sampai 2013 tidak banyak fasilitas kesehatan yang bertambah di
Bualemo kecuali jumlah Puskesmas yang menjadi 11 buah. Jika jumlah kecamatan
di Bualemo ada 7 kecamatan, berarti ada satu atau dua kecamatan yang memiliki 2
buah Puskesmas. Begitu pula julmah Posyandu sudah mencukupi mencapai 151
buah sementara jumlah desa hanya 82 desa. Fasiltas yang nampaknya masih sangat
kurang adalah Polindes, yang di tahun 2013 jumlahnya hanya 15 buah sementara
jumlah desa 82 buah. Polindes adalah program semacam poliklinik desa yang secara
ideal dipimpin oleh seorang bidan desa dan disediakan bangunan dan fasilitas
kesehatan untuk pelayanan tingkat desa.
HALAMAN - 72
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 73
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 7
Analisa Kebutuhan Intervensi Program
(Studi Kasus Wilayah Sasaran Kajian)
HALAMAN - 75
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.1
Lokpri Kabupaten Intervensi di NTT
KABUPATEN TERTINGGAL DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
MANGGARAI BARAT 1 0 3 3 2 9
MANGGARAI TIMUR (DOB) 2 0 3 3 2 10
SUMBA TIMUR 1 0 3 3 2 9
KUPANG 1 1 2 3 2 9
TIMOR TENGAH SELATAN 1 0 3 3 2 9
TIMOR TENGAH UTARA 1 1 2 2 2 8
BELU 1 1 2 3 2 9
ALOR 1 1 2 3 2 9
SIKKA 1 0 2 3 2 8
ENDE 1 0 2 3 2 8
NGADA 1 0 0 3 2 6
MANGGARAI 1 0 0 3 2 6
ROTE NDAO 1 1 1 2 2 7
LEMBATA 1 0 1 3 2 7
FLORES TIMUR 1 0 0 3 2 6
NAGEKEO (DOB) 2 0 0 3 2 7
SABU RAIJUA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA BARAT DAYA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA TENGAH (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA BARAT 1 0 0 2 1 4
Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu
Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten
Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kota Gorontalo. Dari 5
kabupaten yang ada menurut data kabupaten tertinggal yang dikeluarkan oleh
Website resmi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi hanya 3 kabupaten dikategorikan tertinggal, dan 1 diantaranya
dikategorikan tertinggal parah yaitu Kabupaten Gorontalo Utara yang
merupakan Daerah Otobomi Baru.
HALAMAN - 76
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.2
Lokpri Kabupaten Intervensi di Gorontalo
KABUPATEN TERTINGGAL DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
BOALEMO 1 0 0 2 1 4
POHUWATO 1 0 0 3 1 5
GORONTALO UTARA (DOB) 2 0 0 2 1 5
Dalam hal ini maka penentuan Lokpri Kabupaten Tertinggal atau Lokpri Desa
Tertinggal yang akan diintervensi tergantung pada arah prioritas program
yang menjadi sasaran di Direktorat-Dorektorat Jenderal masing-masing.
Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Perdesaan misalnya, mestinya
mengambil lokus prioritas pada level kabupaten atau bisa disebut level
program antar desa meskipun sasaran akhir kegiatan adalah pada desa-desa
tertinggal.
Dalam subab ini dipaparkan cara atau tehnik yang dipakai untuk melakukan
Penentuan Lokpri Desa Tertinggal. Pertanyaan mendasar untuk Lokpri Desa
Tertinggal yang akan mendasar adalah desa-desa mana saja yang akan diintervensi
HALAMAN - 77
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.3
Jumlah Desa Tertinggal di Kabupaten Sangat Tertinggal di di NTT
Jumlah Desa
9 Kabupaten Sangat Jumlah Desa Jumlah Desa
Sangat
Tertinggal di NTT Tertinggal d Berkembang
Tertinggal
SUMBA TIMUR 81 58 1
KUPANG 55 105 0
TIMOR TENGAH SELATAN 159 103 4
TIMOR TENGAH UTARA 121 31 8
BELU 41 28 0
ALOR 91 64 3
ENDE 158 88 9
MANGGARAI BARAT 76 84 4
MANGGARAI TIMUR 96 58 4
JUMLAH 878 619 33
Jika ditelusuri lebih mendalam, diambil contoh saja 8 desa sangat tertinggal di
Kabupaten Timor Tengah Utara tersebut yaitu:
HALAMAN - 78
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.4
Jumlah Desa Tertinggal di Kabupaten Tertinggal di Provinsi Gorontalo
BOALEMO 53 29 0
POHUWATO 79 19 3
GORONTALO UTARA (DOB) 92 20 11
JUMLAH 224 68 14
HALAMAN - 79
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Jika ditelusuri lebih mendalam, dengan mengambil contoh lokasi untuk Lokpri
Kabupaten Intervensi di Gorontalo yaitu Kabupaten Gorontalo Utara, maka
dapat ditemukan ke 11 desa sangat tertinggal di kabupaten ini, yaitu:
HALAMAN - 80
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 81
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kategori desa Kebutuhan Tinggi Untuk Segera Diintervensi, misalnya saja untuk
desa Desa Satab-Kecamatan Momafo Barat, Desa Futunese-Kecamatan Momafo
Timur, Desa Oeperigi-Kecamatan Oemoti, Desa Sono-Kecamatan Bikomi Tengah dan
lain-lain di Kabupaten TTS, yang umumnya adalah desa sangat tertinggal, dengan
indeks kerawanan pangan tinggi, mungkin terletak diperbatasan, dll cukup sulit
ditargetnya menjadi Desa Mandiri. Desa-desa tersebut lebih logis diintervensi
dengan indicator ukuran keberhasilan menjadi desa-desa tidak parah
ketertinggalannya (tetapi masih menjadi desa tertinggal) atau desa yang lepas dari
ketertinggalan namun belum bisa disebut Desa Mandiri.
HALAMAN - 82
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kriteria Daerah/ Desa Tertinggal-BPS Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-PU Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-
Kriteria Indikator Kriteria dan Indikator SMERU
(1) Rendahnya 1) Prosentase keluarga 1. Kawasan Kriteria: Kawasan perdesaan Aset Alam, antara lain: berbagai
perekonomian miskin tinggi pemukim Parameter: Unit Administratif Desa kejadian bencana alam dan
masyarakat 2) Konsumsi per kapita an ketersediaan air minum yang aman.
rendah Aset Finansial, antara lain:
ketersediaan koperasi dan perbankan,
akses kredit, dan kepemilikan aset.
(2) Rendahnya 3) tingkat angka harapan 2. Prasarana Kriteria: Jaringan Air Bersih Aset Fisik, antara lain: jumlah sekolah
sumber daya hidup Dasar Parameter: Pelayanan terhadap Luas dan fasilitas kesehatan.
manusia 4) tingkat rata-rata lama Wilayah Kawasan kurang dari (<) 25 % Aset Manusia, antara lain: angka
sekolah Kriteria: Jaringan Listrik partisipasi kasar dan jenis mata
5) tingkat angka melek Parameter: Pelayanan terhadap Luas pencaharian.
huruf Kawasan kurang dari (<) 25 % Aset Sosial, antara lain: kejadian
Kriteria: Jaringan Irigasi perkelahian massal dan lokasi
Parameter: Pelayanan terhadap Luas berkumpulnya anak jalanan.
Kawasan kurang dari (<) 25 %
(3) Rendahnya 6) jumlah jalan dengan 3. Sarana Kriteria: Sarana Ekonomi (Pasar,
sarana dan permukaan terluas Wilayah Pertokoan, PKL, dll)
prasarana aspal/beton Parameter: Pelayanan terhadap Luas
(infrastruktur) 7) jalan diperkeras Kawasan kurang dari (<) 25 %
8) jalan tanah, Kriteria: Sarana Industri (Industri RT,
9) jalan lainnya Industri Menengah, Industri Besar)
10) persentase pengguna Parameter: Pelayanan terhadap Luas
listrik, telepon Kawasan kurang dari (<) 25 %
11) prosentase pengguna air Kriteria: Sarana Kesehatan (RSD,
bersih Puskemas, Pustu, dll)
12) jumlah desa dengan Parameter: Pelayanan terhadap Luas
pasar tanpa bangunan Kawasan kurang dari (<) 25 %
permanen Kriteria: Sarana Pendidikan (TK, SD, SMP,
13) jumlah prasarana SMU)
kesehatan/1000 Parameter: Pelayanan terhadap Luas
penduduk Kawasan kurang dari (<) 25 %
14) jumlah dokter/1000 Kriteria: Sarana transportasi (Terminal,
penduduk Stasiun)
15) jumlah SD-SMP/1000 Parameter: Pelayanan terhadap Luas
HALAMAN - 83
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Kriteria Daerah/ Desa Tertinggal-BPS Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-PU Kriteria Kebutuhan Desa Tertinggal-
Kriteria Indikator Kriteria dan Indikator SMERU
penduduk Kawasan kurang dari (<) 25 %
(4) Rendahnya 16) Celah fiscal yang tinggi
kemampuan
keuangan daerah
(5) Rendahnya 17) rata-rata jarak dari desa 4. Kondisi Kriteria: Perekonomian masyarakat
aksesibilitas ke kota kabupaten, Kehidupan Parameter: Jumlah Penduduk Miskin lebih
18) jarak ke pelayanan Masyarakat dari (>) 50 %
pendidikan, Kriteria: Tingkat Pendidikan
19) jumlah desa dengan Parameter: Tingkat Pendidikan Penduduk
akses pelayanan kurang dari (<) SMP lebih dari (>) 50%
kesehatan lebih besar Kriteria: Produktivitas Masyarakat
dari 5 km Parameter: Penduduk Menganggur lebih
dari (>) 50%
(6) karakteristik 20) persentase desa rawan
daerah gempa bumi,
21) persentase desa tanah
longsor
22) persentase desa banjir
23) persentase desa bencana
lainnya
24) persentase desa di
kawasan lindung
25) persentase desa
berlahan kritis
26) persentase desa rawan
konflik satu tahun
terakhir
27) persentase desa rawan
pangan
HALAMAN - 84
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 85
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Variabel Indikator
25 Terdapat Penyandang Kesejahteraan
Sosial (Anak
Jalanan, Pekerja Seks Komersial dan
Pengemis)
26 Terdapat Penduduk yang bunuh diri
Permukiman 11 Akses ke Air Bersih 27 Mayoritas penduduk desa memiliki
dan Air Minum sumber air
Layak minum yang layak.
28 Akses Penduduk desa memiliki air
untuk mandi dan
mencuci
12 Akses ke Sanitas 29 Mayoritas penduduk desa memiliki
Jamban.
30 Terdapat tempat pembuangan
sampah.
13 Akses ke Listrik 31 Jumlah keluarga yang telah memiliki
aliran listrik.
14 Akses Informasi dan 32 Penduduk desa memiliki telepon
Komunikasi selular dan sinyal
yang kuat.
33 Terdapat siaran televisi lokal, nasional
dan asing
34 Terdapat akses internet
Ketahanan 15 Keragaman 35 Terdapat lebih dari satu jenis kegiatan
ekonomi Produksi ekonomi penduduk
Masyarakat
Desa
16 Tersedia Pusat 36 Akses penduduk ke pusat perdagangan
Pelayanan (pertokoan,
Perdagangan pasar permanen dan semi permanen)
37 Terdapat sektor perdagangan di
permukiman
(warung dan minimarket)
17 Akses 38 Terdapat kantor pos dan jasa logistik
Distribusi/Logistik
18 Akses ke Lembaga 39 Tersedianya lembaga perbankan
Keuangan dan umum (Pemerintah
Perkreditan dan Swasta)
40 Tersedianya BPR
41 Akses penduduk ke kredit
19 Lembaga ekonomi 42 Tersedianya lembaga ekonomi rakyat
(koperasi)
43 Terdapat usaha kedai makanan,
restoran, hotel dan
penginapan
20 Keterbukaan 44 Terdapat moda transportasi umum
wilayah (Transportasi Angkutan Umum, trayek
reguler dan jam operasi
Angkutan Umum)
45 Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan
bermotor roda empat atau lebih
(sepanjang tahun kecuali
musim hujan, kecuali saat tertentu)
46 Kualitas Jalan Desa (Jalan terluas di
desa dengan aspal, kerikil, dan tanah)
HALAMAN - 86
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Variabel Indikator
Ekologi 21 Kualitas Lingkungan 47 da atau tidak adanya pencemaran air,
tanah dan
udara
48 Terdapat sungai yg terkena limbah
22 Potensi/Rawan 49 Pencemaran air, tanah dan udara
Bencana Alam
50 kejadian Bencana Alam (banjir, tanah
longsong, kebakaran hutan)
51 Upaya/Tindakan terhadap potensi
bencana alam (Tanggap bencana, jalur
evakuasi, peringatan dini dan
ketersediaan peralatan penanganan
bencana)
52 Upaya Antisipasi, Mitigasi bencana
alam yg ada di desa
Tabel 7.5
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Air Bersih
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
No Nama Kecamatan
1 MIOMAFFO BARAT
2 MIOMAFFO TENGAH
3 MUSI
4 MUTIS
5 MIOMAFFO TIMUR
6 BIKOMI SELATAN
7 BIKOMI TENGAH
8 BIKOMI NILULAT
9 BIKOMI UTARA
HALAMAN - 87
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
No Nama Kecamatan
10 NOEMUTI TIMUR
11 INSANA
12 INSANA UTARA
13 INSANA BARAT
14 INSANA TENGAH
15 INSANA FAFINESU
16 BIBOKI SELATAN
17 BIBOKI MOENLEU
18 BIBOKI UTARA
19 BIBOKI ANLEU
20 BIBOKI FEOTLEU
HALAMAN - 88
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 89
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 90
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Terdapat 148 desa di Kabupaten Timor Tengah Utara yang sangt segera
dipenuhi kebutuhan akan listrik dengan total KK 14.341 KK.
HALAMAN - 91
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.7
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Jalan Usaha Tani
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
HALAMAN - 92
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 93
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.8
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Bidan Desa
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
Kebutuhan Tenaga Bidan
Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan
Desa (BDD)
MIOMAFFO BARAT 01 SA'TAB 2
MIOMAFFO TENGAH 02 TUABATAN BARAT 2
MUTIS 03 NAEKAKE A 2
MUTIS 04 NAEKAKE B 2
MIOMAFFO TIMUR 05 FEMNASI 2
BIKOMI SELATAN 06 MAURISU 2
BIKOMI SELATAN 07 OETALUS 2
BIKOMI SELATAN 08 MAURISU TENGAH 2
BIKOMI TENGAH 09 OELBONAK 2
BIKOMI TENGAH 10 SONO 2
BIKOMI NILULAT 11 NAINABAN 2
BIKOMI UTARA 12 HAUMENI 2
BIKOMI UTARA 13 NAPAN 2
INSANA 14 NANSEAN TIMUR 2
INSANA BARAT 15 NIFUNENAS 2
INSANA BARAT 16 OABIKASE 2
INSANA BARAT 17 LETNEO SELATAN 2
INSANA TENGAH 18 OEHALO 2
BIBOKI SELATAN 19 TOKBESI 2
BIBOKI UTARA 20 TAUNBAEN 2
BIBOKI UTARA 21 HAUTEAS BARAT 2
HALAMAN - 94
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.9
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Pasar Desa
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
HALAMAN - 95
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 96
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 97
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Terdapat sekitar 106 desa di Kabuparen Timor Tengah Utara yang tidak
mempunyai pasar desa dan oleh karena itu membutuhkan intervensi
pembangunan pasar desa.
Tabel 7.10
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Poskesdes
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
HALAMAN - 98
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 99
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 100
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Terdapat 140 desa di Kabupaten Timor Tengah Utara yang tidak ada
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) yang biasanya dikelola atau dikepalai oleh
seorang Bidan Desa. Yang menarik adalah tidak ada data tentang kebutuhan
akan Posyandu. Hal ini bisa mungkin semua desa di desa-desa tertinggal di
kabupaten ini telah ada posyandu.
Tabel 7.11
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Polindes
HALAMAN - 101
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 102
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.12
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Lumbung Gizi
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
HALAMAN - 103
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 104
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.13
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Sekolah SD
(Kasus Kabupaten Timor Tengah Utara-Provinsi NTT)
HALAMAN - 105
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Masih ada 10 desa tertinggal di Kabupaten Timor Tengah Utara yang tidak
memeiliki Sekolah Dasar, dan oleh karenanya sangat membutuhkan intervensi
pembangunan penyediaan fasilitas Sekolah Dasar.
Dalam daftar target kabupaten dan desa Lokpri untuk 2000 Desa Mandiri
tidak ada satupun kabupaten di Provinsi NTT yang menjadi target. Hal ini
tentu cukup tepat dan logis dengan alasan bahwa semua kabupaten di NTT
dikategorikan sebagai kabupaten tertinggal dan atau kabupaten tertinggal
parah, meskipun tentu saja di dalam kabupaten-kabupaten tersebut terdapat
juga desa-desa tidak tertinggal. Namun kondisi-kondisi umum desa di NTT
tidak cukup logis dalam metodologi perencanaan untuk ditargetkan menjadi
Desa Mandiri bahkan dalam 5 tahun mendatang sampai 2019.
HALAMAN - 106
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.14
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Air Bersih
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Tabel 7.15
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Listrik
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa Jumlah KK
ATINGGOLA IMANA 59
ATINGGOLA ILOMATA 126
ATINGGOLA PINONTOYONGA 53
ATINGGOLA WAPALO 35
ATINGGOLA ILOHELUMA 30
ATINGGOLA SIGASO 193
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA 16
ATINGGOLA POSONO 16
HALAMAN - 107
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 108
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.16
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Jalan Usaha Tani
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA IMANA
ATINGGOLA ILOMATA
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA BUATA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA DUMOLODO
GENTUMA RAYA LANGKE
GENTUMA RAYA DURIAN
KWANDANG BUALEMO
KWANDANG PONTOLO ATAS
HALAMAN - 109
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.17
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Bidan Desa
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa Kebutuhan Bidan Desa
ATINGGOLA PINONTOYONGA 2
HALAMAN - 110
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.18
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Pasar Desa
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA MONGGUPO
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA BUATA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA OLUHUTA
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA IPILO
GENTUMA RAYA MOLONGGOTA
GENTUMA RAYA DUMOLODO
GENTUMA RAYA LANGKE
GENTUMA RAYA DURIAN
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA BOHUSAMI
GENTUMA RAYA KETAPANG
GENTUMA RAYA PASALAE
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG MOOTINELO
HALAMAN - 111
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 112
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.19
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Posyandu
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
HALAMAN - 113
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.20
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Poskesdes
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA ILOMATA
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA MONGGUPO
ATINGGOLA KOTA JIN
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA OLUHUTA
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA IPILO
GENTUMA RAYA GENTUMA
GENTUMA RAYA DUMOLODO
GENTUMA RAYA DURIAN
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA BOHUSAMI
GENTUMA RAYA KETAPANG
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG PONTOLO
KWANDANG MOLINGKAPOTO
KWANDANG MOOTINELO
KWANDANG POSSO
KWANDANG BULALO
KWANDANG TITIDU
KWANDANG MOLUO
KWANDANG OMBULODATA
KWANDANG PONTOLO ATAS
KWANDANG BOTUWOMBATO
KWANDANG MOLINGKAPOTO SELATAN
KWANDANG BOTUNGOBUNGO
KWANDANG ALATA KARYA
KWANDANG MASURU
KWANDANG CISADANE
KWANDANG KATIALADA
TOMILITO DAMBALO
TOMILITO TANJUNG KARANG
TOMILITO JEMBATAN MERAH
TOMILITO LEYAO
TOMILITO MILANGO
TOMILITO BUBODE
TOMILITO BULANGO RAYA
HALAMAN - 114
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 115
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.21
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Polindes
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
ATINGGOLA IMANA
ATINGGOLA ILOMATA
ATINGGOLA BINTANA
ATINGGOLA MONGGUPO
ATINGGOLA KOTA JIN
ATINGGOLA PINONTOYONGA
ATINGGOLA BUATA
ATINGGOLA WAPALO
ATINGGOLA ILOHELUMA
ATINGGOLA SIGASO
ATINGGOLA OLUHUTA
ATINGGOLA KOTAJIN UTARA
ATINGGOLA TOMBULILATO
ATINGGOLA POSONO
GENTUMA RAYA IPILO
GENTUMA RAYA MOLONGGOTA
GENTUMA RAYA GENTUMA
HALAMAN - 116
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 117
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 118
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.22
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Lumbung Gizi Desa
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Jumlah warga penderita
gizi buruk (marasmus
Nama Kecamatan Nama Desa
dan kwashiorkor)
selama 3 tahun terakhir
ATINGGOLA WAPALO 2
GENTUMA RAYA IPILO 1
GENTUMA RAYA MOTOMINGO 1
GENTUMA RAYA PASALAE 3
GENTUMA RAYA NANATI JAYA 1
KWANDANG MOOTINELO 3
KWANDANG LEBOTO 1
KWANDANG BUALEMO 2
KWANDANG POSSO 2
KWANDANG OMBULODATA 2
KWANDANG BOTUWOMBATO 3
KWANDANG BOTUNGOBUNGO 3
KWANDANG ALATA KARYA 1
KWANDANG KATIALADA 1
TOMILITO MOLANTADU 2
TOMILITO JEMBATAN MERAH 1
TOMILITO BULANGO RAYA 3
TOMILITO HUIDU MELITO 2
PONELO KEPULAUAN OTIOLA 3
PONELO KEPULAUAN MALAMBE 2
ANGGREK TOLANGO 1
ANGGREK ILANGATA 4
ANGGREK TOLONGIO 1
ANGGREK IBARAT 2
ANGGREK PUTIANA 1
ANGGREK LANGGE 1
ANGGREK TUTUWOTO 1
MONANO DUNU 1
MONANO TUDI 1
MONANO ZURIYATI 1
MONANO MOKONOWU 1
MONANO SOGU 1
SUMALATA TIMUR DULUKAPA 1
HALAMAN - 119
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
begitu kasus gizi buruk tetap saja ada tetapi dalam tingkat yang kecil.
Terdapat 50 desa tertinggal di Gorontalo Utara yang mengalami gizi buruk 3
tahun terakhir dengan jumlah total hanya 50 anak.
Tabel 7.22
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Sekolah TK
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
KWANDANG MOLINGKAPOTO
KWANDANG OMBULODATA
KWANDANG PONTOLO ATAS
KWANDANG BOTUWOMBATO
KWANDANG BOTUNGOBUNGO
KWANDANG ALATA KARYA
KWANDANG MASURU
KWANDANG CISADANE
TOMILITO MOLANTADU
TOMILITO TANJUNG KARANG
TOMILITO MUTIARA LAUT
PONELO KEPULAUAN OTIOLA
PONELO KEPULAUAN TIHENGO
PONELO KEPULAUAN MALAMBE
ANGGREK TOLANGO
ANGGREK ILANGATA
ANGGREK POPALO
ANGGREK DUDEPO
ANGGREK MOTILANGO
ANGGREK ILOHELUMA
ANGGREK DATAHU
ANGGREK PUTIANA
ANGGREK HIYALOOILE
ANGGREK ILODULUNGA
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
ANGGREK HELUMO
MONANO ZURIYATI
MONANO MOKONOWU
MONANO PILOHULATA
MONANO GARAPIA
MONANO SOGU
SUMALATA KIKIA
SUMALATA KASIA
SUMALATA LELATO
SUMALATA TUMBA
SUMALATA MEBONGO
SUMALATA PULOHENTI
SUMALATA HUTAKALO
HALAMAN - 120
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Tabel 7.22
Kebutuhan Intervensi Pembangunan Penyediaan Sekolah SD
(Kasus Kabupaten Gorontalo Utara -Provinsi Gorontalo)
Nama Kecamatan Nama Desa
GENTUMA RAYA MOTOMINGO
GENTUMA RAYA PASALAE
GENTUMA RAYA NANATI JAYA
KWANDANG MOLINGKAPOTO
KWANDANG PONTOLO ATAS
TOMILITO MILANGO
ANGGREK LANGGE
ANGGREK TUTUWOTO
MONANO MONAS
MONANO PILOHULATA
HALAMAN - 121
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
HALAMAN - 122
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
(2) Dengan asumsi bahwa satu sektor saja tidak akan mungkin mengentaskan
sebuah desa, maka semua unit-unit kerja di Kemendesa PDTT harus
melakukan sinkronisasi dan integrasi data dan program. Sudah tidak bisa
program-program itu berjalan sendiri-sendiri tanpa bergandengan tangan
dengan program-program lain. Biro Perencanaan di Setjend Kementerian
PDTT harus mengabil peluang dan tugas koordinasi rutin untuk sinkronisasi
dan keterintegrasian data dan program-program tersebut.
(3) Begtitu banyak, luas, dan kompleksnya persoalan desa-desa dan desa
tertinggal untuk menjadi Desa mandiri, Maka mau tidak mau Kemendesa
PDTT harus proaktif menjalin kerja sama dengan kementerian-kementerian
lain yang memiliki program pemberdayaan di level masyarakat seperti
misalnya Kementerian Koperasi UMKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kenenterian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perdagangan, dll.
HALAMAN - 123
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
BAGIAN 8
Penutup:
Rekomendasi Dan Komitmen
Buku ini yang mengambil tema Analisa Kebutuhan Intervensi Pembangunan Desa
Tertinggal di Luar Jawa, menampilkan sebuah permodelan mengenai (1)
Penyusunan Lokpri (Lokus/Lokasi Prioritas) kabupaten dan desa tertinggal yang
diharapkan menjadi pertimbangan pengambilan kebijakan prioritasi lokasi sasaran
program; (2) Penyusunan kebutuhan-kebutuhan intervensi pembangunan untuk
desa tertinggal di Luar Jawa dengan mengambil studi kasus di Kabupaten Timor
Tengah Utara, NTT dan Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontaloyang
diharapkan dapat menjadi koridor pertimbangan pengambilan kebijakan bentuk
kegiatan; dan (3) Meninjau keterkaitan atau korelasi pengaruh antara fokus
kegiatan intervensi, lokua lokasi intervensi, dan level intervensi antara Pendekatan
Kawasan (yang bisa diterjemahkan sebagai design Membangun Desa) dan
Pendekatan Pembangunan Desa (yang bisa diterjemahkan sebagai design Desa
Membangun).
HALAMAN - 124
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
(2) Konsentrasi kepada lokpri dan fokus yang sudah ditentukan: Jika buku
pedoman lokasi prioritas dan kegiatan intervensi prioritas tersebut sudah
diterbitkan, maka saatnya para pelaksana dan penanggungjawab program
untuk konsentrasi kepada Lokpri dan Fokus yang sudah ditentukan. Sering
sekali kepala desa, atau LSM, atau instansi pemerintah di daerah datang ke
Pusat untuk menyodorkan proposal kegiatan dengan lokasi dan kegiatan
semau mereka sendiri. Dengan proses-proses yang diusulkan di atas, maka
proposal-proposal yang melalui prosedural maupun non-prosedural bisa
ditolak dengan tegas jika lokasi dan fokus kegiatan tidak sama dengan yang
ada di dalam buku pedoman prioritas lokasi dan kegiatan Kemendesa PDTT.
1
Harus diakui bahwa penentuan lokasi kegiatan dan bentuk kegiatan biasanya menjadi ajang negosiasi
para petualang-petualang politik baik di Pusat, di level provinsi, maupun di level kabupaten. Ranah
politisasi semacam ini seringkali membuat para birokrat pemerintahan di Pusat maupun daerah kanglang
kabut karena tidak bisa berkonsentrasi melaksanakan program di lokasi-lokasi yang sudah dirancang
sedemikian rupa melalui analisa-analisa tertentu.
HALAMAN - 125
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
(3) Strategi Desa Membangun dan Membangun Desa harus sinkron: sebagian
sudah di singgung sebelumnya bahwa intervensi pembangunan harus terjadi
secara terintegrasi dan tersinkronisasi baik dalam level data base maupun
implementasi kegiatan. Design Desa Membangun dan Membangun Desa
bukanlah yang saling berkompetisi, dan bukan hal yang harus
dipertentangkan. Desa tidak memungkinkan membangun dirinya sendiri
tanpa membangun atau berjalan bersama-sama dengan desa-desa lain di
sekitarnya, atau dalam konteks regional/kawasan. Atau jika boleh dikatakan
dengan pernyataan lain, adalah bahwa sebuah desa menjadi Desa Mandiri
nampaknya sangat sulit tercapai jika desa-desa lain disekitarnya adalah desa
yang mandeg, desa yang tidak berkembang, atau desa yang teramat miskin.
Melihat dari konteks persoalan yang semacam itu maka sinkronisasi dan
keterintegrasian lokus dan fokus kegiatan menjadi kunci utama. Indeksasi
desa dan pembangunannya adalah jendela awal untuk membuka cakrawala
keterbukaan pikir (open mind) untuk saling melakukan sinkronisasi dan
keterintegrasian baik di tingkat Kemendesa PDTT, maupun kementerian
dengan pemerintah provinsi dan kabupaten.
HALAMAN - 126
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Akhir kata ingin disampaikan bahwa Indeksasi apapun tentang desa mudah dibuat.
Dimilikinya sebuah Indeksasi tentang desa tidak sendirinya merupakan kunci
sukses melapangkan jalan menuju Desa Mandiri. Namun implementasi nyata pasca
indeksasi itu jauh lebih sulit direalisasikan dan dinyatakan seperti misalnya
sinkronisasi dan integrasi data pembangunan, koordinasi perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan, dan sinergisitas pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan kabupaten dan desa tertinggal.
HALAMAN - 127
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
Bahan Bacaan
HALAMAN - 128
ANALISA KEBUTUHAN INTERVENSI PEMBANGUNAN
DESA TERTINGGAL
LAMPIRAN
HALAMAN - 129
Lampiran 1 | Tabel Kondisi Umum Daerah Tertinggal
Lampiran 2 | Tabel Indeks Rawan Konflik Daerah Tertinggal 2012
Skoring Nilai
Indikator Keterangan
Nilai 8 - 10 Kebutuhan Tinggi Segera Diintervensi
Nilai 6 7 Kebutuhan Sedang Segera Ditangani
Nilai 4-5 Kebutuhan Untuk Diintervensi
1
Sumber tingkat ketertinggalan diambil dari paper Penetapan Daerah Tertinggal Dalam RPJMN 2010-2014
(https://hanibalhamidi.files.wordpress.com).
2
Indeks Rawan Konflik 2012, hasil Laporan Akhir Kajian Indeks Rawan Konflik Kabupaten Tertinggal TA. 2012):
KPDT.
3
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009: Dewan ketahanan Pangan nasional dan World Food
Program, 2010)
4
IRBI Indeks Resiko Bencana Indonesia 2014. BNPB, 2013
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
GAYO LUES 1 0 2 2 2 7
NAGAN RAYA 1 0 2 3 2 8
ACEH JAYA 1 0 1 3 2 7
BENER MERIAH 1 0 0 2 2 5
PIDIE JAYA (DOB ) 2 0 0 2 2 6
SUMATERA UTARA (6 DT) 6
NIAS 1 0 3 3 1 8
TAPANULI TENGAH 1 0 0 3 1 5
NIAS SELATAN 1 0 3 3 1 8
PAKPAK BHARAT 1 0 0 2 1 4
NIAS BARAT (DOB) 2 0 0 3 1 6
NIAS UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
SUMATERA BARAT (8 DT) 8
KEPULAUAN MENTAWAI 1 0 3 3 1 8
PESISIR SELATAN 1 0 0 3 1 5
SOLOK 1 0 0 2 1 4
SIJUNJUNG 1 0 0 2 1 4
PADANG PARIAMAN 1 0 0 3 1 5
SOLOK SELATAN 1 0 0 2 1 4
DHARMAS RAYA 1 0 0 2 1 4
PASAMAN BARAT 1 0 0 3 1 5
SUMATERA SELATAN (7 DT) 7
OGAN KOMERING ILIR 1 0 0 3 1 5
LAHAT 1 0 0 3 1 5
MUSI RAWAS 1 0 0 3 1 5
BANYUASIN 1 0 0 3 1 5
OKU SELATAN 1 0 0 2 1 4
OGAN ILIR 1 0 0 2 1 4
EMPAT LAWANG 2 0 0 3 1 6
BENGKULU (6 DT) 6
KAUR 1 0 0 3 1 5
SELUMA 1 0 1 3 1 6
MUKOMUKO 1 0 0 3 1 5
LEBONG 1 0 0 2 1 4
KEPAHIANG 1 0 0 2 1 4
BENGKULU TENGAH 2 0 0 3 1 6
LAMPUNG (4 DT) 4
LAMPUNG BARAT 1 0 0 3 1 5
LAMPUNG UTARA 1 0 0 2 1 4
WAY KANAN 1 0 0 2 1 4
PESAWARAN 2 0 0 3 1 6
BANGKA BELITUNG (1 DT) 1
BANGKA SELATAN 1 0 0 3 1 5
KEPULAUAN RIAU (2 DT) 2
NATUNA 1 1 1 2 1 6
KEPULAUAN ANAMBAS 2 1 0 2 1 6
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
JAWA BARAT (2 DT) 2
SUKABUMI 1 0 0 3 1 5
GARUT 1 0 0 3 1 5
JAWA TIMUR (5 DT) 5
BONDOWOSO 1 0 0 3 1 5
SITUBONDO 1 0 0 3 1 5
BANGKALAN 1 0 1 3 1 6
SAMPANG 1 0 3 3 1 8
PAMEKASAN 1 0 1 3 1 6
BANTEN (2 DT) 2
PANDEGLANG 1 0 0 3 1 5
LEBAK 1 0 1 3 1 6
NTB (8 DT) 8
LOMBOK BARAT 1 0 2 3 1 7
LOMBOK TENGAH 1 0 1 3 1 6
LOMBOK TIMUR 1 0 2 3 1 7
SUMBAWA 1 0 0 3 1 5
DOMPU 1 0 1 3 1 6
BIMA 1 0 1 3 2 7
SUMBAWA BARAT 1 0 3 3 2 9
LOMBOK UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
NTT (20 DT) 20
SUMBA BARAT 1 0 0 2 1 4
SUMBA TIMUR 1 0 3 3 2 9
KUPANG 1 1 2 3 2 9
TIMOR TENGAH SELATAN 1 0 3 3 2 9
TIMOR TENGAH UTARA 1 1 2 2 2 8
BELU 1 1 2 3 2 9
ALOR 1 1 2 3 2 9
LEMBATA 1 0 1 3 2 7
FLORES TIMUR 1 0 0 3 2 6
SIKKA 1 0 2 3 2 8
ENDE 1 0 2 3 2 8
NGADA 1 0 0 3 2 6
MANGGARAI 1 0 0 3 2 6
ROTE NDAO 1 1 1 2 2 7
MANGGARAI BARAT 1 0 3 3 2 9
MANGGARAI TIMUR (DOB) 2 0 3 3 2 10
NAGEKEO (DOB) 2 0 0 3 2 7
SABU RAIJUA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA BARAT DAYA (DOB) 2 0 0 2 2 6
SUMBA TENGAH (DOB) 2 0 0 2 2 6
KALIMANTAN BARAT (10 DT) 10
KAYONG UTARA 2 0 0 3 1 6
SAMBAS 1 1 2 3 2 9
BENGKAYANG 1 1 2 3 2 9
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
LANDAK 1 0 3 2 2 8
SANGGAU 1 1 1 2 2 7
KETAPANG 1 0 2 3 2 8
SINTANG 1 1 2 3 2 9
KAPUAS HULU 1 1 2 3 2 9
SEKADAU 1 0 2 2 2 7
MELAWI 1 0 2 2 1 6
KALIMANTAN TENGAH (1 DT) 1
SERUYAN 1 0 1 3 1 6
KALIMANTAN SELATAN (2
2
DT)
BARITO KUALA 1 0 2 3 1 7
HULU SUNGAI UTARA 1 0 1 2 1 5
KALIMANTAN TIMUR (3 DT) 3
KUTAI BARAT 1 1 0 3 1 6
MALINAU 1 1 1 2 1 6
NUNUKAN 1 1 2 3 1 8
SULAWESI UTARA (3 DT) 3
KEPULAUAN SANGIHE 1 1 0 3 1 6
KEPULAUAN TALAUD 1 1 0 2 1 5
KEPULAUAN SITARO (DOB) 2 0 0 1 1 4
SULAWESI TENGAH (10 DT) 10
BANGGAI KEPULAUAN 1 0 2 3 1 7
BANGGAI 1 0 0 3 2 6
MOROWALI 1 0 1 3 2 7
POSO 1 0 0 3 2 6
DONGGALA 1 0 1 3 2 7
TOLI-TOLI 1 0 0 3 1 5
BUOL 1 0 1 3 2 7
PARIGI MOUTONG 1 0 1 3 2 7
TOJO UNA-UNA 1 0 1 2 1 5
SIGI (DOB) 2 0 0 2 2 6
SULAWESI SELATAN (4 DT) 4
SELAYAR 1 0 0 3 1 5
JENEPONTO 1 0 0 3 1 5
PANGKAJENE KEPULAUAN 1 0 0 3 1 5
TORAJA UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
SULAWESI TENGGARA (9 DT) 9
BUTON 1 0 2 3 1 7
MUNA 1 0 0 3 1 5
KONAWE 1 0 0 3 1 5
KONAWE SELATAN 1 0 0 3 1 5
BOMBANA 1 0 2 3 1 7
WAKATOBI 1 0 0 2 1 4
KOLAKA UTARA 1 0 1 3 1 6
BUTON UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
KONAWE UTARA (DOB) 2 0 0 3 1 6
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
GORONTALO (3 DT) 3
BOALEMO 1 0 0 2 1 4
POHUWATO 1 0 0 3 1 5
GORONTALO UTARA (DOB) 2 0 0 2 1 5
SULAWESI BARAT (5 DT) 5
MAJENE 1 0 0 3 1 5
POLEWALI MANDAR 1 0 0 3 1 5
MAMASA 1 0 2 3 1 7
MAMUJU 1 0 0 3 1 5
MAMUJU UTARA 1 0 0 3 1 5
MALUKU (8 DT) 8
BURU SELATAN (DOB) 2 0 0 3 2 7
MALUKU BARAT DAYA (DOB) 2 1 2 3 1 9
MALUKU TENGGARA BARAT
1 1 2 3 2 9
(DOB)
MALUKU TENGAH 1 0 0 3 3 7
BURU 1 0 3 3 2 9
KEPULAUAN ARU 1 1 3 3 2 10
SERAM BAGIAN BARAT 1 0 1 3 2 7
SERAM BAGIAN TIMUR 1 0 3 3 2 9
MALUKU UTARA (7 DT) 7
MOROTAI (DOB) 2 1 0 3 2 8
HALMAHERA BARAT 1 0 0 3 2 6
HALMAHERA TENGAH 1 0 0 2 2 5
KEPULAUAN SULA 1 0 0 3 1 5
HALMAHERA SELATAN 1 0 1 3 2 7
HALMAHERA UTARA 1 0 0 3 3 7
HALMAHERA TIMUR 1 0 0 3 2 6
PAPUA BARAT (8 DT) 8
KAIMANA 1 0 3 2 1 7
TELUK WONDAMA 1 0 3 3 2 9
TELUK BINTUNI 1 0 3 3 1 8
SORONG SELATAN 1 0 3 3 2 9
SORONG 1 0 1 3 2 7
RAJA AMPAT 1 1 1 3 1 7
MAYBRAT (DOB) 2 0 0 2 1 5
TAMBRAU (DOB) 2 0 0 2 1 5
PAPUA (27 DT) 27
MERAUKE 1 1 1 3 2 8
JAYAWIJAYA 1 0 3 2 2 8
NABIRE 1 0 3 3 2 9
YAPEN WAROPEN 1 0 2 2 1 6
BIAK NUMFOR 1 0 2 2 2 7
PANIAI 1 0 3 2 1 7
PUNCAK JAYA 1 0 0 2 2 5
MIMIKA 1 0 2 2 3 8
BOVEN DIGOEL 2 1 3 2 1 9
KABUPATEN TERTINGGAL Jmlh DT Perbatasan Rw. Pangan Rw. Bencana Rw. Konflik Skor
MAPPI 1 0 3 2 1 7
ASMAT 1 0 3 2 1 7
YAHUKIMO 2 0 3 2 1 8
PEGUNUNGAN BINTANG 2 1 0 2 1 6
TOLIKARA 2 0 3 2 2 9
SARMI 1 0 3 3 1 8
KEEROM 1 1 1 2 2 7
WAROPEN 1 0 0 2 1 4
SUPIORI 1 1 3 2 1 8
DEIYAI (DOB) 2 0 0 2 1 5
DOGIYAI (DOB) 1 0 0 2 1 4
INTAN JAYA (DOB) 2 0 0 2 1 5
LANNY JAYA (DOB) 2 0 0 2 1 5
MAMBERAMO RAYA (DOB) 2 0 0 3 1 6
MAMBERAMO TENGAH (DOB) 2 0 0 2 1 5
NDUGA (DOB) 2 0 0 2 1 5
PUNCAK (DOB) 2 0 0 2 1 5
YALIMO (DOB) 2 0 0 2 1 5