Anda di halaman 1dari 18

PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

DI KELURAHAN DAN DESA

Iwan Kartikawanto
Faculty of Administrative Science, University of Brawijaya, Jl. MT. Haryono 163 Malang
e-mail:

Abstract: Participatory Planning in the Kelurahan and the Village. The research aimed
at describing, analyzing, interpreting and comparing the: musrenbang that reflected the
participatory development wholly, factors that influence the differences and similarities of
participatory development plan; identifying, proving and finding the participatory
development plan according to the participatory planning principle at Kelurahan
Cepokomulyo, sub district Kepanjen and Sumberkerto village of Pagak sub district, Malang
Regency. The research used qualitative approach. The approach was used to obtain real and
deep picture about participatory development plan at Kelurahan and village. The results
showed that at Kelurahan Cepokomulyo, the musrenbang process is participative, while at
Sumberkerto village the process is not participative yet.
Keywords: Participatory Planning, Village Planning, Village Participation

Abstrak: Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Kelurahan dan Desa. Penelitian ini


bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, menafsirkan dan membandingkan:
musrenbang yang mencerminkan pembangunan partisipatif sepenuhnya, faktor yang
mempengaruhi perbedaan dan persamaan rencana pembangunan partisipatif, identifikasi,
membuktikan dan menemukan rencana pembangunan partisipatif sesuai dengan prinsip
perencanaan partisipatif di Kelurahan Cepokomulyo, Kecamatan Kepanjen dan Desa
Sumberkerto Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh gambaran nyata dan mendalam
mengenai rencana pembangunan partisipatif di Kelurahan dan desa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di Kelurahan Cepokomulyo, proses musrenbang adalah partisipatif,
sedangkan di Desa Sumberkerto prosesnya tidak partisipatif.
Kata kunci: perencanaan partisipatif, perencanaan desa, partisipasi desa

PENDAHULUAN disimpulkan bahwa hambatan perencanaan


Era reformasi saat ini telah membuat kelurahan dan desa di antaranya adalah: (1)
perubahan mendasar di berbagai bidang, keterbatasan kemampuan SDM bidang
termasuk di antaranya pola pembangunan yang perencanaan; (2) adanya intervensi
pada awalnya sentralistik menjadi kepentingan kelompok tertentu; (3) konsistensi
desentralistik, dengan pengembangan dari perangkat daerah dalam menerapkan pola
partisipasi masyarakat. tersebut; (4) kurangnya pemahaman bahwa
Namun, dalam perjalanannya bahwa perencanaan pembangunan tidak hanya
penerapan perencanaan pembangunan bersifat fisik, tetapi juga mencakup bidang non
partisipatif masih menemui berbagai fisik; (5) forum Musrenbang hanya merupakan
permasalahan di beberapa daerah, bisa formalitas; (6) lemahnya payung hukum
464
Iwan Kartikawanto., Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Kelurahan dan Desa 465

(Musrenbang Kelurahan dan Desa) yang


pelaksanaan pembangunan partisipatif di
bersifat partisipatif.
tingkat daerah.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut
Malang menggunakan situs berbeda status
di atas, keberhasilan perencanaan
pemerintahan dalam tingkatan yang sama,
pembangunan partisipatif di kelurahan dan
yaitu kelurahan dan desa. Kelurahan dan desa
desa sangat dipengaruhi beberapa faktor, di
yang terpilih, digunakan untuk mewakili
antaranya: (1) tingkat kualitas dan kuantitas
kondisi suatu kelurahan dan desa secara
sumberdaya (manusia, alam dan anggaran); (2)
umum. Kelurahan Cepokomulyo Kecamatan
kemauan pemerintah, masyarakat dan
Kepanjen digunakan untuk mewakili
stakeholder; (3) dinamika sosial dan budaya
kelurahan, sedangkan Desa Sumberkerto
setempat; (4) arus informasi yang bisa diterima
Kecamatan Pagak dipilih untuk mewakili desa.
masyarakat; (5) payung hukum. Sinkronisasi
beberapa faktor tersebut perlu dioptimalkan, TINJAUAN PUSTAKA
hal ini guna menghindari ketimpangan antar Perencanaan Pembangunan
faktor yang pada akhirnya menghambat Perencanaan merupakan faktor mendasar
keberhasilan perencanaan pembangunan dalam menjalankan setiap kegiatan dan
partisipatif. program. Perencanaan dimaksudkan untuk
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000, menyeimbangkan berbagai faktor yang
menyatakan bahwa proses perencanaan tersedia dalam menjalankan suatu kegiatan,
pembangunan didesain secara bottom-up dan dengan harapan bahwa kegiatan tersebut bisa
partisipatif. Meskipun Undang-Undang Nomor berjalan dengan baik. Menurut Catanese dan
25 Tahun 2000 telah diganti dengan Undang- Snyder (1996:50), bahwa perencanaan
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang merupakan aktivitas universal manusia, suatu
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, keahlian dasar dalam kehidupan yang
substansi dan esensi Undang-Undang Nomor berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil
25 Tahun 2004 masih sama dengan Undang- sebelum diadakan pemilihan di antara berbagai
Undang Nomor 25 Tahun 2000. Berdasarkan alternatif yang ada.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, proses
perencanaan pembangunan tetap dimulai dari Permasalahan Perencanaan Pembangunan
tingkat kelurahan dan desa, yaitu melalui Menurut Abe (2002:29-30) masalah-
kegiatan Musyawarah Perencanaan masalah yang timbul dalam perencanaan
Pembangunan Tingkat Kelurahan dan Desa daerah setelah diberlakukannya otonomi
daerah adalah sebagai berikut: (1) Dimana
Tentang RPJMD Kabupaten Malang 2006-
posisi perencanaan daerah dalam konteks
2010.
perencanaan nasional?; (2) Apakah
perencanaan daerah merupakan hal yang Model Perencanaan Pembangunan
terpisah dengan perencanaan nasional, atau Pembangunan daerah meskipun secara
sebaliknya di mana perencanaan daerah struktural terkait dengan pembangunan
merupakan penjabaran dari skema nasional, tetapi secara operasional menuntut
perencanaan nasional?; (3) Apakah adanya perhatian lebih seksama, yaitu secara khusus
perencanaan daerah merupakan bukti kongkrit harus didasarkan pada tingkat kebutuhan dan
dari skema otonomi daerah?; (4) Siapa yang derajat prioritas permasalahan yang
menyusun rencana tersebut? pusat atau berkembang di daerah. Terkait dengan
daerah? permasalahan pokok dalam pembangunan
daerah, Arsyad (1999:122) mengemukakan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
bahwa strategi pembangunan daerah
Perencanaan Pembangunan
didasarkan pada kekhasan daerah yang
Menurut Riyadi dan Bratakusumah
bersangkutan (indigenous development)
(2004:15-39) bahwa faktorfaktor perencanaan
dengan menggunakan potensi sumberdaya
pembangunan, antara lain: (1) Faktor
manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik
lingkungan; (2) Faktor sumberdaya manusia;
secara lokal.
(3) Faktor sistem; (4) Faktor ilmu
Abe (2005:77) menyatakan bahwa
pengetahuan; (5) Faktor pendanaan. Faktor-
terdapat enam tahap dalam proses
faktor perencanaan pembangunan tersebut,
perencanaan pembangunan, antara lain: (1)
merupakan unsur yang sangat penting dan
melakukan penyelidikan; (2) perumusan
mempengaruhi apakah suatu perencanaan yang
masalah; (3) Identifikasi daya dukung; (4)
dibuat memungkinkan untuk dilaksanakan,
Perumusan tujuan dan target; (5) merumuskan
pada sisi lain juga akan mempengaruhi sejauh
langkah-langkah; (6) penentuan anggaran.
mana kualitas perencanaan tersebut dibuat.
Proses perencanaan inilah yang dijadikan
Sebagai faktor pendukung, bahwa
dasar pada fokus penelitian ini, hal ini
penelitian ini sejalan dengan visi dan misi
mengingat cakupan tahapan yang ada sesuai
Kepala Daerah Kabupaten Malang, khususnya
dengan kondisi pada wilayah kelurahan dan
pada visi perwujudan masyarakat yang
desa.
demokratis dan sejahtera, sesuai dengan yang
Beberapa pendapat di atas dapat
tertulis dalam Perda Nomor 9 Tahun 2006
disimpulkan, bahwa tahap-tahap perencanaan
(2) Proses teknokratik; (3) Proses partisipatif;
merupakan suatu siklus yang mempunyai
(4) Proses bottom-up dan top-down.
hubungan yang saling terkait. Dengan
Menurut Abe (2005:92-94) substansi
demikian dapat disimpulkan bahwa tahap-
penting untuk melihat keberhasilan dan
tahap perencanaan terdiri dari: pengumpulan
kegagalan perencanaan daerah meliputi: Nilai-
data (survey), analisa, memformulasikan atau
nilai dan prioritas guna mencapai tujuan-
merumuskan perencanaan, penentuan
tujuan perencanaan yang mana memerlukan
kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi.
motivasi individu dan sosial manusia.

Perencanaan Pembangunan Partisipatif


Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Saat ini, kondisi partisipasi masyarakat
Kelurahan dan Desa
dalam pembangunan masih tergolong lemah.
Osborne dan Gaebler dalam Rahadhan dan
Kondisi seperti ini sesuai dengan yang
Fitanto (2006:17), menyatakan bahwa sebagai
dikemukakan Muluk (2002:152), bahwa
representasi lokalitas terdapat tiga aspek penting
perwujudan partisipasi publik dalam
yang perlu diperhatikan oleh pemerintah desa
pemerintahan daerah di Indonesia bukanlah
dalam proses desentralisasi: (1) Harapan
hal yang mudah, karena masyarakat belum
masyarakat; (2) Masalah yang dihadapi
terbiasa dengan partisipasi aktif dan sukarela.
masyarakat; (3) Sumberdaya yang dimiliki. Pada
Kondisi seperti ini disebabkan bahwa
sisi lain, pada era informasi saat ini sangat
penerapan paradigma tersebut masih berada
dituntut transparansi, akuntabilitas dan
dalam masa transisi menuju demokrasi.
responsibilitas, sehingga mengentalkan makna
Masyarakat sudah terbiasa dengan mobilized
globalisasi dan merupakan tantangan
participation yang digunakan pada era orde
berlangsungnya otonomi desa.
baru dan orde lama.
Perencanaan bukanlah sekedar formalitas
Menurut Wahyudi (2006:7), bahwa proses
kegiatan, tetapi perencanaan harus benar-benar
perencanaan pembangunan yang dilakukan
memperhatikan kepentingan masyarakat
pada dasarnya merupakan proses yang cukup
setempat. Sudah banyak contoh program
sederhana, dan siapa saja yang terlibat
pembangunan yang pada akhirnya tidak
sesungguhnya bisa menyusun perencanaan
bermanfaat bagi masyarakat, bahkan yang
tersebut asal bertanggungjawab, dalam hal ini
terjadi adalah salah sasaran program akibat
pemerintah harus mempunyai political will
terlalu dipaksakannya program tersebut untuk
untuk melibatkan masyarakat secara
dijalankan. Kondisi seperti ini jelas merupakan
partisipatif. Proses perencanaan pembangunan
pada dasarnya merupakan: (1) Proses politik;
berbagai segi yang merupakan kebutuhan dan
kegiatan yang sia-sia dan hanya berujung pada
mana yang merupakan keinginan. Proses
pemborosan anggaran pembangunan.
tersebut bisa dilakukan dengan
mempertemukan berbagai informasi yang ada,
Musrenbang sebagai Media Perencanaan
oleh sebab itu yang hendaknya menjadi
Pembangunan Partisipatif
prioritas adalah menjawab kebutuhan-
Banyak metode yang bisa digunakan
kebutuhan dasar masyarakat (komunitas
dalam analisa partisipatif, namun metode
setempat).
Participatory Rural Appraisal (PRA) saat ini
lebih banyak digunakan dan dianggap lebih
METODE PENELITIAN
layak oleh lembaga-lembaga swasta maupun
Guna memperoleh hasil penelitian yang
pemerintah. Wahyudi (2006:38)
akurat, pendekatan penelitian ini menggunakan
mengemukakan, bahwa secara garis besar latar
pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini
belakang pengembangan metode PRA adalah:
dilakukan pada wilayah Kabupaten Malang,
(1) Kebutuhan adanya metode kajian keadaan
masyarakat yang mudah dilakukan, untuk PEMBAHASAN
pengembangan program yang benar-benar Proses Musrenbang Kelurahan dan Desa
menjawab kebutuhan masyarakat setempat; (2) sebagai Cerminan Partisipatif
Kebutuhan adanya pendekatan program Perencanaan pembangunan partisipatif
pembangunan yang bersifat kemanusiaan dan pada dasarnya merupakan pola perencanaan
berkelanjutan. dengan mengembangkan aspirasi masyarakat,
Forum Musrenbang merupakan forum berbasis pada permasalahan dan kebutuhan
untuk mengkaji rumusan perencanaan masyarakat. Pengembangan perencanaan
pembangunan dengan melibatkan partisipasi pembangunan parisipatif bertujuan agar
masyarakat, yaitu dengan berdasarkan pada berbagai kebijakan pembangunan yang
kompleksitas permasalahan dan kebutuhan diambil bisa benar-benar menyentuh
yang muncul di tengah masyarakat. Namun kepentingan rakyat (pro-rakyat).
berbagai permasalahan yang kompleks Sesuai dengan yang disampaikan oleh
tersebut tidak mungkin diakomodasi secara Abe (2005: 77-84) bahwa proses perencanaan
keseluruhan. Hal ini sesuai dengan pendapat memerlukan tahap-tahap, yaitu: Penyelidikan
Abe (2005: 79-80), bahwa seluruh pendapat (pengumpulan data), perumusan masalah,
masyarakat tidak harus diterima secara identifikasi daya dukung, rumusan tujuan,
keseluruhan, pada momentum seperti itulah langkah-langkah dan penentuan anggaran.
sangat dibutuhkan untuk memilah-milah
terhadap program pembangunan, sehingga
Jika rangkaian tahapan perencanaan
mereka banyak yang tidak mengerti tentang
pembangunan tersebut tidak diterapkan
program pembangunan yang sedang dan telah
sepenuhnya, tentunya akan berakibat bahwa
direncanakan.
perencanaan pembangunan yang dihasilkan
Sebagai tahapan paling awal dalam
tidak bisa berfungsi dalam menjalankan
perencanaan pembangunan adalah proses
berbagai program pembangunan sesuai yang
pengumpulan data. Proses pengumpulan data
diharapkan.
dalam kegiatan Musrenbang didasarkan pada
Melalui forum musyawarah atau diskusi,
berbagai aspirasi yang muncul dari
masyarakat secara bersama-sama terlibat
masyarakat. Pernyataan tersebut sesuai dengan
dalam proses analisa dan perumusan. Potensi
yang disampaikan Abe (2005:78), bahwa
partisipasi masyarakat dalam setiap tahap
proses penyelidikan atau kegiatan
perencanaan sangat penting, karena terdapat
pengumpulan data, tidak lain adalah proses
dua hal yang sementara ini sangat dibutuhkan,
mengajak masyarakat untuk mengenali secara
antara lain: (1) kebutuhan terhadap hasil
seksama permasalahan-permasalahan yang
pembangunan yang berpihak pada rakyat; (2)
mereka hadapi, membuka kembali pengalaman
kebutuhan tentang pembelajaran bagi
hidup mereka, mengkaji apa yang semula telah
masyarakat terhadap perencanaan
dianggap hal yang wajar. Berdasarkan
pembangunan partisipatif.
pernyataan tersebut, penggalian informasi
Kelurahan dan desa memiliki posisi yang
sebanyak-banyaknya dari masyarakat jelas
sangat menentukan nilai dan keberhasilan dari
merupakan modal utama dalam perencanaan
perencanaan pembangunan partisipatif di
partisipatif. Canter dalam Sirajuddin, dkk.
tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. Pada
(2006:19) mengemukakan bahwa keguanaan
sisi lain, walaupun kelurahan dan desa terletak
peran serta masyarakat dalam perencanaan
pada tingkatan pemerintahan yang sama,
adalah untuk menghasilkan masukan dan
namun dalam implementasi perencanaan
persepsi yang berguna bagi warga negara dan
pembangunan partisipatif terdapat banyak
masyarakat yang berkepentingan. Pendapat
perbedaan. Hal tersebut dapat dibuktikan pada
tersebut menegaskan bahwa semakin banyak
Kelurahan Cepokomulyo dan Desa
cakupan informasi yang diperoleh akan
Sumberkerto.
tentunya semakin baik, hal ini karena berbagai
Kondisi Kelurahan Cepokomulyo pada
permasalahan yang muncul di masyarakat bisa
kenyataanya sangat berbeda dengan kondisi di
terekam, dengan demikian akan meningkatkan
Desa Sumberkerto. Masyarakat Desa
akurasi dalam proses analisa.
Sumberkerto tergolong kurang responsif
470 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 14, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 464-480

setiap data yang ada. Adisasmita (2006:39)


Kelurahan Cepokomulyo, proses
mengemukakan bahwa dalam menentukan
pengumpulan data sudah mengakomodasi
prioritas program pembangunan harus
aspirasi masyarakat secara langsung, yaitu
digunakan kriteria yang terukur menggunakan
melalui berbagai forum warga, terutama dari
bobot dan nilai dari masing-masing kriteria
forum RT. Sedangkan Desa Sumberkerto,
yang digunakan terhadap program
pengumpulan data tidak dilakukan secara
pembangunan yang diusulkan. Pendapat
langsung pada masyarakat, sementara
tersebut juga ditunjang dengan pendapat Abe
stakeholder yang diharapkan bisa mewakili
(2005:79), bahwa proses analisa mempunyai
aspirasi masyarakat dalam kegiatan
makna sebagai tindakan untuk menemukan
Musrenbang desa hanya bersikap pasif dan
kaitan antara fakta dengan fakta yang lain, apa
sedikit sekali memberikan kontribusi usulan.
yang dirumuskan haruslah sederhana, jelas dan
Berbagai aspirasi lebih didomisasi elit desa.
kongkrit. Berdasarkan kedua pendapat
Sebagai kesimpulan dari kedua kasus tersebut,
tersebut, bahwa penilaian terhadap setiap
bahwa data yang diperoleh di Kelurahan
permasalahan merupakan rangkaian dalam
Cepokomulyo sudah mewakili berbagai
menentukan prioritas permasalahan, penilaian
permasalahan yang muncul di masyarakat,
tersebut sangat ditentukan oleh tingkat
partisipatif dan bervariatif. Namun sebaliknya,
kedalaman pada proses analisa. Abe (2005:79)
data yang diperoleh di Desa Sumberkerto
mengemukakan, bahwa pendamping
cakupannya terbatas dan tidak partisipatif.
masyarakat harus mampu menjadi teman
Identifikasi permasalahan merupakan
diskusi yang baik, sehingga rumusan masalah
proses menganalisa data-data yang berasal dari
yang diperoleh bersama masyarakat,
aspirasi masyarakat. Proses identifikasi
merupakan hal yang bisa dicarikan jalan
dilakukan melalui pendalaman permasalahan,
keluarnya. Berdasarkan pernyataan tersebut
yaitu dengan mempertemukan berbagai
menjelaskan bahwa perlunya pendampingan
informasi yang ada. Hasan dkk. (2009:174)
adalah untuk memberikan dorongan dan
mengemukakan bahwa pada hakekatnya
membantu masyarakat dalam memecahkan
proses analisa data merupakan kegiatan
berbagai permasalahan yang dihadapi
penelaahan, pengurutan dan pengelompokan
masyarakat.
data untuk menyusun hipotesis kerja.
Khususnya kasus di Kelurahan
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa dalam
Cepokomulyo, bahwa proses identifikasi
proses analisa adalah dengan mengkaji semua
permasalahan dilakukan secara berjenjang
data yang diperoleh secara mendalam, dengan
yang dimulai dari tingkat RT hingga tingkat
berdasarkan makna yang terkandung pada
Khususnya kondisi Kelurahan Cepokomulyo,
kelurahan. Proses identifikasi permalasahan
bahwa potensi wilayah sangat ditunjang
dilakukan secara musyawarah atau diskusi
dengan SDM, swadaya masyarakat, kondisi
bersama. Sedangkan kasus di Desa
ekonomi masyarakat yang baik, infrastruktur
Sumberkerto, proses identifikasi tidak
yang cukup memadai dan sudah ditunjang
berjenjang dan hanya dilakukan di tingkat
dengan peraturan kelurahan hukum.
desa. Proses identifikasi tidak berjalan secara
Sedangkan Desa Sumberkerto yang
partisipatif, namun proses tersebut lebih
merupakan desa miskin, potensi wilayah yang
didominasi oleh elit desa. Proses identifikasi
tersedia berupa material batuan kapur, sumber
lebih banyak dilakukan dengan
air dan ditunjang dengan peraturan desa. Pada
mempertemukan informasi dari beberapa elit
kedua kasus tersebut, Kelurahan Cepokomulyo
desa, yaitu tergantung pada pengetahuan
lebih berpeluang dalam menjalankan rencana
mereka terhadap permasalahan yang muncul.
pembangunan.
Namun cakupan permasalahan sangat terbatas
Perumusan tujuan dan sasaran merupakan
dan tergolong kurang, sehingga dalam proses
alat untuk memberikan arah suatu tindakan
identifikasi permasalahan kurang mampu
agar sesuai dengan yang diharapkan.
menggali secara mendalam.
Tjokroamidjojo (1985:62) mengemukakan
Identifikasi daya dukung wilayah
bahwa perumusan tujuan merupakan
diperlukan untuk menunjang keberhasilan
prasyarat dalam menentukan strategi yang baik
rencara program pembangunan, yaitu dengan
untuk menggunakan sumber-sumber
menggali berbagai potensi yang dimiliki
pembangunan, kepada alokasi keperluan
wilayah. Menurut Abe (2005:80-81) bahwa
investasi yang menunjang pencapaian tujuan
pemaknaan daya dukung terbagi: (1) daya
pembangunan. Dalam proses pelaksanaan
dukung kongkrit, aktual dan tersedia; (2) daya
pembangunan tersebut, tentunya banyak
dukung yang merupakan potensi (akan ada,
terdapat kepentingan yang mempengaruhi dan
atau bisa diusahakan). Berdasarkan
sangat rentan terjadinya penyimpangan.
pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa
Kasus di Kelurahan Cepokomulyo dan
suatu perencanaan harus melalui pengkajian
Desa Sumberkerto, perumusan tujuan dan
dan perhitungan yang mendalam, hal ini
sasaran rencana pembangunan tahunan
dimaksudkan agar perencanaan yang
disesuaikan dengan visi dan misi pemerintah
dihasilkan benar-benar bisa diterapkan.
Kabupaten Malang, pada sisi lain juga sudah
Kasus pada Kelurahan Cepokomulyo dan
berpedoman pada visi dan misi pemerintah
Desa Sumberkerto, sangat nampak adanya
kelurahan/desa masing-masing. Dengan
perbedaan-perbedaan potensi wilayah.
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
demikian rencana pembangunan tersebut tidak
pengawasan. Paradigma baru dalam
terdapat penyimpangan dengan kebijakan yang
perencanaan anggaran, menurut Suhadak dan
berlaku.
Nugroho (2007:11) bahwa perencanaan
Penyusunan rencana indikatif dan
anggaran menekankan pada pendekatan
kegiatan merupakan upaya dalam menentukan
bottom-up planning dan tetap mengacu pada
kegiatan yang diperlukan. Menurut Abe (2005:
arah kebijakan pembangunan pemerintah pusat
83) bahwa dalam perumusan langkah-langkah
yang tertuang dalam dokumen perencanaan.
rencana kegiatan, diharapkan memuat: (1) apa
Kedua pendapat tersebut bertujuan untuk
yang hendak dicapai; (2) kegiatan yang hendak
memperjelas bahwa dalam perencanaan
dilakukan; (3) pembagian tugas atau
anggaran juga harus memperhatikan kebijakan
pembagian tanggungjawab; (4) waktu (kapan
anggaran pada pemerintahan di atasnya dan
dan berapa lama kegiatan akan dilakukan).
disusun secara partisipatif, antara perencanaan
Berdasarkan hasil Musrenbang Kelurahan
pembangunan dan perencanaan anggaran harus
Cepokomulyo dan Desa Sumberkerto, tidak
ada konsistensi, selain itu perencanaan
membahas secara terperinci pada berbagai
anggaran harus memperhatikan kewenangan
program-program yang direncanakan. Rencana
masing-masing dalam menjalankan rencana
indikatif dan kegiatan yang telah tersusun
program pembangunan. Abe (2005:84)
tidak menjelaskan waktu, pembagian tugas dan
mengemukakan bahwa perencanaan anggaran
penanggungjawab pelaksana program.
merupakan upaya mengalokasikan anggaran,
Berdasarkan kondisi tersebut dapat
kekeliruan dalam menyusun alokasi bisa
disimpulkan bahwa perencanaan yang
berakibat kandasnya rencana pembangunan di
dihasilkan belum memberikan kepastian
tengah jalan. Pendapat tersebut mempertegas
pelaksanaan kegiatan.
bahwa pengalokasian anggaran harus tepat,
Perencanaan pembangunan harus
guna mewujudkan hal tersebut harus dilakukan
bersinergi dengan anggaran, guna menunjang
analisa anggaran yang disesuaikan dengan
hal tersebut maka dalam pembuatan suatu
kapasitas sasaran pembangunan dan sumber
rencana pembangunan juga harus dilakukan
daya.
pembuatan rencana anggaran. Menurut Darise
Kasus pada Kelurahan Cepokomulyo dan
(2006:136) bahwa dalam penyusunan rencana
Desa Sumberkerto, masih terdapat
pembangunan harus didasarkan data dan
ketimpangan yang jauh antara rencana
informasi yang akurat dan dapat
program pembangunan dengan kapasitas
dipertanggungjawabkan, serta disusun untuk
anggaran kelurahan/desa yang masih kecil.
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
Resposibilitas masyarakat terhadap
Berdasarkan nilai partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan tergantung tingkat
penyusunan rencana anggaran pembangunan,
interaksi sosial, budaya dan didukung dengan
pada Kelurahan Cepokomulyo sudah tergolong
kebijakan pemerintahan yang mendukung
partisipatif. Sebaliknya di Desa Sumberkerto
program pembangunan partisipatif.
penyusunan rencana anggaran didominasi oleh
Kelurahan Cepokomulyo dan Desa
elit desa, dengan demikian tergolong tidak
Sumberkerto, terdapat perbedaan kondisi
partisipatif. Namun pengalokasian anggaran
lingkungan yang ekstrem. Khususnya di
pada kedua wilayah tersebut masih belum
Kelurahan Cepokomulyo, interaksi sosial
didasarkan pada kesesuaian kewenangan,
terjalin dengan sangat dinamis, dengan budaya
selain itu belum disesuaikan dengan prioritas
yang terbuka, di samping itu kondisi ekonomi
dan kapasitas anggaran yang dimiliki.
masyarakat cukup baik, serta ditunjang dengan
kebijakan pemerintah kelurahan yang pro-aktif
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
dalam mendorong partisipasi masyarakat
Perencanaan Pembangunan Partisipatif
dalam perencanaan pembangunan. Namun
Kelurahan dan Desa
sebaliknya dengan Desa Sumberkerto,
Kondisi lingkungan suatu wilayah akan
interaksi sosial masyarakat tergolong kurang,
berpengaruh terhadap pembentukan pola
baik pada lingkungan intern dan ekstern,
kehidupan masyarakat, hal tersebut secara
budaya masyarakat masih agak tertutup,
tidak langsung akan mempengaruhi dinamika
kondisi ekonomi masyarakat tergolong miskin
masyarakat dalam menyikapi berbagai
dan kebijakan pemerintah desa yang kurang
kebijakan program pembangunan dalam suatu
pro-aktif dalam mendorong partisipasi
pemerintahan. Sesuai dengan yang
masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
disampaikan Riyadi dan Bratakusumah
Sumberdaya manusia merupakan unsur
(2004:15-39) bahwa kondisi lingkungan yang
penggerak dalam perencanaan pembangunan
berasal dari luar (eksternal) maupun dari
partisipatif. Menurut Sirajuddin, dkk.
dalam (internal). Pendapat tersebut juga
(2006:19) bahwa dengan melibatkan
senada dengan pendapat Sirajuddin, dkk.
masyarakat yang potensial terkena dampak
(2006:5) yang mengemukakan bahwa
kegiatan dan kelompok kepentingan (interest
demokrasi partisipatif akan membawa
groups), para pengambil keputusan dapat
konsekwensi langsung dari partisipasi yang
menangkap pandangan, kebutuhan dan
meluas, demokrasi partisipatif juga
pengharapan dari masyarakat dan kelompok
membutuhkan sokongan dari lingkungan sosial
tersebut, sekaligus menuangkannya dalam
maupun politik yang lebih luas.
tawar dalam pengambilan kebijakan
konsep. Selanjutnya Sirajuddin, dkk.
pemerintah desa sangat kurang. Pada sisi lain,
(2006:24) mengemukakan bahwa jika peran
Desa Sumberkerto kurang ditunjang dengan
serta masyarakat tidak diperlakukan secara
kualitas SDM perangkat desa yang memadai,
hati-hati, itu akan menimbulkan perasaan
hal tersebut berakibat rendahnya respon
skeptis di antara masyarakat, ketimbang
pemerintah desa dalam menyikapi berbagai
memberikan informasi yang berguna bagi
permasalahan yang dihadapi masyarakat.
mereka. Kenyataan tersebut perlu direspon
Keberhasilan pelaksanaan Musrenbang
oleh pihak penyelenggara yaitu pemerintah
kelurahan/desa sangat ditunjang oleh
kelurahan dan desa agar kegiatan Musrenbang
kebijakan dan peran aktif pemerintahan yang
bisa benar-benar berjalan sebagaimana
berwenang, selain itu diperlukan jaminan
mestinya. Menurut Abe (2005:89) bahwa
hukum yang jelas. Menurut Riyadi dan
kegagalan partisipasi masyarakat salah
Bratakusumah (2004: 15-39), bahwa dalam
satunya disebabkan bahwa rakyat kehilangan
melaksakan proses perencanaan pembangunan
institusi lokal dan kecerdasan lokal, sebagai
sangat dipengaruhi oleh sistem yang
akibat dari tekanan politik elit. Berdasarkan
digunakan, yaitu aturan atau kebijakan yang
pernyataan tersebut bahwa dengan tidak
digunakan oleh daerah tertentu, sebagai
adanya saluran kelembagaan, menggakibatkan
pedoman pelaksanaan perencanaan
masyarakat tidak memiliki wadah dalam
pembangunan, yang menyangkut prosedur,
menyampaikan aspirasinya, selain itu
mekanisme pelaksanaan, pengesahan.
masyarakat merasa tidak punya kepercayaan
Berdasarkan pernyataan tersebut, sebagai
terhadap intitusi yang ada.
payung hukum dalam pelaksanaan
Kondisi SDM pada kedua wilayah sangat
Musrenbang Kelurahan Cepokomulyo dan
berbeda. Kelurahan Cepokomulyo memiliki
Desa Sumberkerto, telah merujuk pada Surat
kualitas SDM yang memadai, baik SDM dari
Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan
masyarakat dan perangkat kelurahan. Kondisi
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS
tersebut memunculkan sinergi antara
dan Menteri Dalam Negeri
masyarakat dengan pemerintah kelurahan
0008/M.PPN/01/2007 dan 050/264A/SJ. Juga
secara seimbang. Sedangkan pada Desa
ditunjang dengan Surat dari Plt. Sekretaris
Sumberkerto, masyarakatnya tergolong kurang
Daerah Kabupaten Malang Nomor
berdaya untuk berpartisipasi dalam
050/041/421.202/2009. Namun dalam
perencanaan pembangunan. Hal ini disebabkan
implementasinya, pelaksanaan Musrenbang
karena kemampuan masyarakat yang kurang,
pada kedua wilayah dijalankan secara berbeda.
baik dari segi tingkat pendidikan dan posisi
cenderung mendominasi setiap forum
Pada sisi lain, jika ditinjau secara normatif
pertemuan di tingkat desa.
dari segi pemerintahan kelurahan dan desa
Perkembangan ilmu pengetahuan
terhadap partisipasi masyarakat dalam
merupakan faktor sangat mempengaruhi
perencanaan pembangunan, yang merujuk
proses perencanaan pembangunan. Menurut
pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
Adisasmita (2006:45), bahwa filosofi
2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah
pembangunan yang bertumpu pada paradigma
Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan,
klasik (trickle down effect yang
berdasarkan kedua ketentuan tersebut
diintroduksikan oleh Albert Hirschman)
seharusnya pada pemerintahan desa lebih
merupakan mekanisme pembangunan yang
partisipatif jika dibandingkan dengan
bersifat top-down. Kegagalan dalam
pemerintahan kelurahan.
penerapan ilmu pengetahuan dalam
Berdasarkan hasil pengamatan pada kedua
perencanaan pembangunan jelas akan
lokasi penelitian yang terjadi sebaliknya,
berdampak luas. Pendapat tersebut didukung
proses perencanaan pembangunan pada
oleh pendapat Riyadi dan Bratakusumah
Kelurahan Cepokomulyo lebih partisipatif jika
(2004:38), bahwa dalam penerapan
dibandingkan dengan Desa Sumberkerto. Hal
perencanaan pembangunan tergantung sejauh
tersebut membuktikan, walaupun dari segi
mana SDM perencana mampu
ketentuan penyelenggaraan pemerintahan pada
mengimprovisasi perkembangan IPTEK secara
kelurahan dan desa berbeda, namun karena
optimal. Berdasarkan pernyataan tersebut,
memiliki acuan normatif dalam pelaksanaan
SDM merupakan kunci utama dalam
Musrenbang yang sama, maka pelaksanaan
penerapan setiap ilmu pengetahuan yang
Musrenbang pada kelurahan dan desa juga
diimbangi dengan kemampuan menguasai
diperlakukan sama.
pengetahuan tersebut secara tepat dan benar.
Khususnya Kelurahan Cepokomulyo,
Khususnya metode analisa yang digunakan
pemerintah kelurahan secara pro-aktif juga
dalam Musrenbang, saat ini metode yang
menfasilitasi dan mendorong partisipasi
digunakan adalah PRA (Participatory Rural
masyarakat dalam proses Musrenbang yang
Appraisal). Pernyataan Wahyudi (2006:76)
dimulai dari tingkat RT. Sedangkan Desa
bahwa keberhasilan Musrenbang terletak
Sumberkerto belum secara pro-aktif
pada kemampuan fasilitator dalam
mendorong partisipasi masyarakat dalam
memfasilitasi kegiatan PRA untuk
proses perencanaan pembangunan, hal ini
Musrenbang. Pada kenyataannya di lapangan,
terbukti tidak adanya forum warga. Namun
bahwa penerapan PRA masih belum sesuai
sebaliknya, pemerintah Desa Sumberkerto
Kepastian tersedianya dana yang memadai
dengan makna yang sebenarnya dari PRA,
dalam pemerintah kelurahan/desa akan
sehingga hasil yang didapatkan dalam
memperlancar pelaksanaan rencana program
Musrenbang belum sesuai dengan yang
pembangunan. Namun pada penyataannya
diharapkan. Adisasmita (2006:51)
bahwa kemampuan anggaran pada setiap
mengemukakan bahwa PRA bisa berhasil jika
wilayah berbeda-beda dan cenderung belum
partisipasi masyarakat diperlakukan dengan
memadai. Menurut Tjokroamidjojo (1985:66)
benar. Pendapat tersebut dimaksudkan agar
bahwa diperlukan adanya keterkaitan antara
cakupan data dan informasi tentang
perencanaan pembangunan dengan
permasalahan dan kebutuhan masyarakat bisa
perencanaan anggaran, agar apa yang
tergali sedalam-dalamnya, sehingga nantinya
direncanakan sebagai kegiatan pembangunan
bisa dihasilkan keputusan yang tepat dan
juga harus mendapat kepastian penyediaan
benar.
penyediaan anggarannya. Kepastian
Musrenbang Kelurahan Cepokomulyo dan
anggaran yang dibutuhkan dalam
Desa Sumberkerto pada dasarnya sama-sama
menjalankan rencana program pembangunan
menggunakan metode PRA, yaitu dengan
harus jelas, hal ini dimaksudkan agar
teknik bagan hubungan kelembagaan (diagram
perencanaan yang telah disusun benar-benar
venn). Penggunaan metode tersebut dengan
bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
melibatkan berbagai potensi lembaga
Anggaran yang bisa dipastikan tersedia di
kemasyarakatan yang ada di wilayah. Menurut
Kelurahan Cepokomulyo dan Desa
Wahyudi (2006:39) bahwa PRA dianggap
Sumberkerto untuk program pembangunan,
baik, karena dalam metode tersebut terdapat
nilainya masih belum sepadan dengan usulan
prinsip-prinsip untuk mewujudkan partisipasi
rencana pembangunan. Kondisi anggaran
masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya
tersebut dapat disimpulkan, bahwa program
bahwa keterlibatan lembaga kemasyarakatan
pembangunan yang mungkin bisa dijalankan
tersebut berbeda-beda. Pada Kelurahan
sesuai dengan rencana pembangunan tergolong
Cepokomulyo sudah menjalankan metode
sangat kecil. Selain itu belum adanya
PRA dengan teknik diagram venn dengan
kepastian anggaran yang tersedia terhadap
baik, sedangkan Desa Sumberkerto masih
rencana program pembangunan, terutama
belum menerapkan metode tersebut secara
rencana pembangunan yang membutuhkan
benar. Pada sisi lain, bahwa pada kedua
dana dari luar luar kelurahan/desa.
wilayah tersebut belum menerapkan teknik
Prinsip-Prinsip Perencanaan Partisipatif
perencanaan secara benar.
dan kurangnya posisi tawar dalam
Suasana interaktif dalam Musrenbang
pengambilan kebijakan pemerintahan desa.
sangat dibutuhkan guna diperoleh analisa yang
Kesetaraan dan suasana kooperatif dalam
mendalam, dalam suasana tersebut dibentuk
Musrenbang perlu dibangun. Abe (2005:92)
dengan maksud agar tercipta hubungan saling
mengemukakan bahwa dalam perencanaan
memberikan informasi guna pendalaman
partisipatif, di antara peserta tidak boleh ada
dalam analisa. Menurut Wahyudi (2006:41)
yang lebih tinggi dalam kedudukan. Menurut
bahwa dalam penerapan PRA pada forum
Wahyudi (2006:41) bahwa dalam proses
Musrenbang harus memperhatikan prinsip
Musrenbang harus didasarkan pada prinsip
triangulasi untuk memperoleh kedalaman
saling belajar dan saling menghargai
informasi yang bisa diandalkan, yang
perbedaan. Pengalaman, pengetahuan
merupakan bentuk pemeriksaan dan
masyarakat dan pengetahuan orang luar saling
pemeriksaan ulang (check and re-check)
melengkapi dan bernilai sama. Suasana saling
informasi. Hal senada juga disampaikan oleh
belajar tentunya akan mengembangkan
Adisasmita (2006:52) bahwa dalam
pengetahuan masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan partisipatif harus
perencanaan, di samping itu perencanaan yang
lebih memberdayakan peran aktif masyarakat,
dihasilkan akan terus berkembang sejalan
sekaligus mendorong kontribusinya dalam
dengan perkembangan pengetahuan
penyusunan program pembangunan,
masyarakat.
memberikan pemikiran yang konstruktif.
Kasus pelaksanaan Musrenbang
Berdasarkan pernyataan tersebut, bahwa
Kelurahan Cepokomulyo, telah berjalan secara
kesadaran dan kemauan masyarakat
kooperatif antar stakeholder. Sedangkan di
merupakan modal utama.
Desa Sumberkerto, pelaksanaan Musrenbang
Kasus pelaksanaan Musrenbang
desa tidak berjalan secara kooperatif dan
Kelurahan Cepokomulyo berlangsung secara
belum memperhatikan kesetaranan antar
interaktif, hal ini karena masyarakat, lembaga
stakeholder, karena pelaksanaan Musrenbang
kemasyarakatan dan pemerintah kelurahan
lebih didominasi oleh elit desa.
bersama-sama pro-aktif dalam mengikuti
proses Musrenbang kelurahan. Sedangkan KESIMPULAN
pada Desa Sumberkerto berlangsung pasif dan Berdasarkan hasil penelitian dan
cenderung didominasi oleh elit desa, hal ini pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
karena masyarakat dan lembaga sebagai berikut:
kemasyarakatan yang tidak berusaha pro-aktif
ditunjang dengan ADK yang terbatas
1. Proses Musrenbang kelurahan dan desa
namun swadaya masyarakat tergolong
sebagai cerminan partisipasi masyarakat
tinggi. Perencanaan pembangunan yang
dalam proses perencanaan pembangunan,
dihasilkan memungkinkan untuk
berdasarkan hasil pengamatan dan analisa
terlaksana, walaupun dalam jumlah
pada Kelurahan Cepokomulyo Kecamatan
kecil. Berkaitan dengan partisipasi
Kepanjen dan Desa Sumberkerto
masyarakat, kondisi tersebut sangat
Kecamatan Pagak diperoleh kesimpulan
berpengaruh positif terhadap partisipasi
sebagai berikut:
masyarakat dalam proses perencanaan
a) Proses Musrenbang Kelurahan
pembangunan.
Cepokomulyo secara umum dapat
b) Desa Sumberkerto merupakan wilayah
disimpulkan, bahwa partisipasi
yang memiliki kondisi lingkungan
masyarakat dalam perencanaan sudah
tidak memadai, kualitas SDM yang
sesuai secara teoritis dan normatif.
rendah, penerapan metode perencanaan
Nilai partisipatif dalam Musrenbang
partisipatif yang belum sesuai baik
Kelurahan Cepokomulyo bisa
secara teoritis dan normatif, ditunjang
dikategorikan dalam tangga kemitraan
dengan dana pembangunan dari APB
(partnership).
Desa yang terbatas dan swadaya
b) Musrenbang Desa Sumberkerto, bahwa
masyarakat tergolong rendah.
kegiatan Musrenbang Desa
Berdasarkan kondisi tersebut, maka
Sumberkerto masih bersifat formalitas
rencana pembangunan yang dihasilkan
dan tergolong dalam tangga manipulasi
akan sulit terlaksana. Berkaitan dengan
(Manipulation).
partisipasi masyarakat, kondisi dari
2. Faktor-faktor perencanaan pembangunan
berbagai faktor yang tergolong kurang
partisipatif di Kelurahan Cepokomulyo dan
maka berpengaruh negatif terhadap
Desa Sumberkerto, pada kenyataannya
partisipasi masyarakat.
memberikan pengaruh terhadap proses
3. Penerapan prinsip-prinsip partisipasi
perencanaan dan partisipasi masyarakat.
masyarakat dalam perencanaan
Kenyataan tersebut sebagai berikut:
pembangunan, antara Kelurahan
a) Kelurahan Cepokomulyo merupakan
Cepokomulyo dan Desa Sumberkerto,
wilayah dengan kondisi lingkungan
sebagai berikut:
yang memadai, kualitas SDM yang
a) Kelurahan Cepokomulyo, sudah
cukup, penerapan metode perencanaan
menerapkan prinsip interaktif,
partisipatif yang cukup baik, walaupun
DAFTAR PUSTAKA
kesetaraan dan kooperatif, pengambilan
Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah:
keputusan secara bersama.
Memperkuat Prakarsa Rakyat Dalam
Kesungguhan dalam menerapkan
Otonomi Daerah, Yogyakarta: Lapera
prinsip-prinsip tersebut, menghasilkan
Pustaka Utama.
dorongan peningkatan partisipasi
. 2005. Perencanaan Daerah
masyarakat dalam proses perencanaan
Partisipatif, Yogyakarta: Pembaruan.
pembangunan, sekaligus menghasilkan
Adisasmita, R. 2006. Membangun Desa
perencanaan yang mendalam dan
Partisipatif, Yogyakarta: Graha Ilmu.
aspiratif.
Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan,
b) Desa Sumberkerto, pelaksanaan
Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE-
Musrenbang desa belum menerapkan
YKPN.
prinsip interaktif, kesetaraan dan
Baiquni, M. 2009. Sesat Pikir Perencanaan
kooperatif, pengambilan keputusan
Pembangunan Regional:
secara bersama dengan
mempertimbangkan aspirasi semua Refleksi Kritis di Era Otonomi,
pelaku. Kondisi tersebut berdampak http://www.psppr-
menurunnya partisipasi masyarakat ugm.net/jurnalpdf/Baiquni.pdf
dalam proses perencanaan [13/03/2009].
pembangunan, namun sebaliknya Catanese, A. J. dan James C. S. 1996.
mendorong dominasi elit desa. Secara Perencanaan Kota, Diterjemahkan oleh
teoritis, partisipasi masyarakat dalam Wahyudi (ed.). Jakarta: Erlangga.
proses Musrenbang desa belum sesuai. Conyers, D. 1992. Perencanaan Sosial di
4. Secara umum, perbandingan setiap fokus Dunia Ketiga (Suatu Pengantar),
penelitian pada Kelurahan Cepokomulyo Diterjemahkan oleh Susetiawan.
dan Desa Sumberkerto, terdapat adanya Yogyakarta: Gadjah Mada University
perbedaan pada proses Musrenbang, Press.
faktor-faktor yang mempengaruhi Hasan, M. T, dkk. 2009. Metode Penelitian
perencanaan pembangunan dan penerapan Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis,
prinsip-prinsip perencanaan pembangunan Surabaya: Visipress Media.
partisipatif. Pada Kelurahan Cepokomulyo, Hikmat, H. 2000. Analisis Dampak
proses Musrenbang kelurahan yang Lingkungan Sosial: Strategi Menuju
dijalankan sudah partisipatif. Pembangunan Berpusat pada Rakyat
(People Centered Development),
0152192692007_ARTIKEL%207%20PE
480 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 14, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 464-480

Suhadak dan Nugroho, T. 2007. Paradigma


OPLE%20CENTRE%20DEVELOPMEN
Baru Pengelolaan Keuangan Daerah
T [25-2-09]
dalam Penyusunan APBD di Era
Muluk, M. R. K. 2007. Desentralisasi
Otonomi, Malang: Bayumedia Publishing.
Pemerintahan dan Daerah, Malang:
Suman, A. dan Yustika, A. E. Perspektif Baru
Banyuadi Publishing.
Pembangunan Indonesia, Malang: PT
Pranarka, A. M.W. dan Moeljarto, V. 1996.
Danar Wijaya.
Pemberdayaan
Syamsi, I. 1986. Pokok-Pokok Kebijaksanaan,
(Empowerment):
Perencanaan, Pemrograman dan
Pemberdayaan, Konsep
Penganggaran Pembangunan Tingkat
dan Implementasi,
Nasional dan Regional, Jakarta: CV
Jakarta: CSIS.
Rajawali.
Rahadhan, P. dan Fitanto, B. 2006. Distribusi
Syafrudin, A. 1993. Perencanaan Administrasi
kewenangan Kabupaten Desa: Telaah
Pembangunan Daerah, Bandung: Mandar
Kasus Implementasi Otonomi Daerah,
Maju.
Malang: SPOD FE Unibraw.
Tjokroamidjojo, B. 1985. Perencanaan
Riyadi dan Bratakusumah, D.S. 2004.
Pembangunan, Jakarta: Gunung Agung.
Perencanaan Pembangunan Daerah:
Todaro, M. 1983. Pembangunan Ekonomi di
Strategi Menggali Potensi Dalam
Dunia Ketiga, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mewujudkan Otonomi Daerah, Jakarta:
Wahyudi, I. 2006. Metodologi Perencanaan
PT Gramedia Pustaka Utama.
Partisipatif: Best Practise untuk
Sirajuddin, dkk. 2006. Hak Rakyat Mengontrol
Musrenbang, Jakarta: Yappika.
Negara: Membangun Model Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, Jakarta: Yappika.
Staveren, J.M. and D.B.W.M Van Dusseldorp.
1980. Framework for Regional Planning
in Developing Countries, Netherland:
International Institute for Land
Reclamation and Improvement.

Anda mungkin juga menyukai