Anda di halaman 1dari 20

Efektivitas Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (Musrenbang) Tahun 2019 di Kelurahan


Kampung Bugis Kota Tanjungpinang

Brellian Caesar Firdausi1, Hari Susanto2, Lelia Putri3, Nurrayda Yuniarta4,


Sanggetha Hasanah Irwani5, Sayd Fikri6, Septiawan Alfatir7, Zangki Firdaus8
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Sekolah Tinggi Ilmu Politik Raja Haji
Tanjungpinang

A. PENDAHULUAN
Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) pada
hakikatnya adalah forum perencanaan pembangunan formal yang berusaha
mempertemukan aspirasi masyarakat dari bawah dengan usulan program
pembangunan dari instansi pemerintah. Dalam praktiknya, forum Musrenbang
memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan. Buruknya, salah satu bentuk
konflik yang muncul adalah model perencanaan ini tidaklah mampu memuaskan
semua pihak. Hal itu dikarenakan sejak awal desain Musrenbang masih kental
dengan nuansa sentralistis (top down planning) yang antara lain ditandai dengan
penyeragaman (uniformity) pendekatan perencanaan di pusat dan daerah, disiplin
waktu pelaksanaan Musrenbang yang kaku dan cenderung dipaksakan, serta
ketergantungan daerah terhadap alokasi anggaran dan program pemerintah pusat
yang masih cukup tinggi (Sunarti, 2015).
Ditetapkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap
daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah,
terpadu dan tanggap terhadap perubahan mendasar bahwa Perencanaan
Pembangunan Nasional yang semula bersifat Top Down Planning menjadi Bottom
Up Planning yang menekankan pada penjaringan aspirasi masyarakat secara
partisipatif, demokrasi, terarah, dan menyeluruh. Sedangkan dalam Pasal 2
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 pelaksanaannya diharapkan memenuhi
prinsip-prinsip Pembangunan Nasional yang diselenggarakan berdasarkan
demokrasi yaitu dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan Nasional (Undang-Undang Nomor 25 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004).
Musrenbang Kelurahan atau yang biasa disebut dengan Musrenbangkel
adalah forum dialog antara pemerintah dengan pemangku kepentingan dari suatu
isu/persoalan, kebijakan, peraturan, atau program pembangunan yang sedang
dibicarakan. Dalam musrenbangkel, pemerintah kelurahan dan warga berembug
dalam menyusun program tahunan kelurahannya. Musrenbang kelurahan menjadi
media dialog dan penyepakatan penyusunan program dan kegiatan pembangunan
di wilayah kelurahan, baik yang ditangani secara swadaya, melalui pos bantuan
daerah, menjadi bagian Renja SKPD Kelurahan, maupun diajukan untuk ditangani
oleh SKPD lain yang relevan.
Dalam penyelenggaraan Musrenbang ini sebenarnya adalah terjadinya
pemaduserasian antara pendekatan top down yang dimiliki oleh instansi sektoral
dan pendekatan bottom yang diemban oleh instansi daerah berdasarkan usulan
masyarakat melalui Musyawarah Pembangunan Kelurahan (Musbanglur) dan
temu karya pembangunan. Dalam prakteknya forum lebih bersifat pemangkasan
usulan atau keinginan masyarakat oleh instansi pemerintah di atasnya, dengan
alasan prioritas dan ketersediaan dana.
Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, maka
musrenbang perlu memiliki karakter, menurut (Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor: 050-187/Kep/Bangda/2007, 2007), tentang Pedoman Penilaian dan
Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musrenbang sebagai berikut: (1)
Merupakan “demand driven process” artinya aspirasi dan kebutuhan peserta
musrenbang berperanan besar dalam menentukan keluaran hasil musrenbang; (2)
Bersifat inkusif artinya musrenbang melibatkan dan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada semua stakeholders untuk menyampaikan
masalahnya, mengidentifikasi posisinya, mengemukakan pandangannya,
menentukan peranan dan kontribusinya dalam pencapaian hasil musrenbang; (3)
Merupakan proses berkelanjutan artinya merupakan bagian integral dari proses
penyusunan rencana daerah (RKPD); (4) Bersifat “strategic thinking process”
artinya proses pembahasan dalam musrenbang distrukturkan, dipandu, dan
difasilitasi mengikuti alur pemikiran strategis untuk menghasilkan keluaran nyata;
menstimulasi diskusi yang bebas dan fokus, dimana solusi terhadap permasalahan
dihasilkan dari proses diskusi dan negosiasi; (5) Bersifat partisipatif dimana hasil
merupakan kesepakatan kolektif peserta; (6) Mengutamakan kerjasama dan
menguatkan pemahaman atas isu dan permasalahan pembangunan daerah dan
mengembangkan konsensus; dan (7) Bersifat resolusi konflik artinya mendorong
pemahaman lebih baik dari peserta tentang perspektif dan toleransi atas
kepentingan yang berbeda, memfasilitasi landasan bersama dan mengembangkan
kemauan untuk menemukan solusi permasalahan yang menguntungkan semua
pihak (mutually acceptable solution).
Selain itu, tujuan Musrenbang Kelurahan yaitu, sebagai berikut; (1)
Menyepakati prioritas kebutuhan dan kegiatan yang termasuk urusan
pembangunan yang menjadi wewenang kelurahan yang menjadi bahan
penyusunan Rencana Kerja SKPD Kelurahan; (2) Prioritas kegiatan kelurahan
yang akan dilaksanakan oleh warga kelurahan yang dibiayai melalui dana
swadaya masyarakat dan dikoordinasikan oleh lembaga kemasyarakatan di
kelurahan setempat; (3) Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan
kelurahan sendiri yang dibiayai melalui dana bantuan dari pemerintah daerah
(kota); (4) Prioritas kegiatan pembangunan kelurahan yang akan diusulkan
melalui musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan
dibiayai melalui APBD kota atau APBD provinsi; dan (5) Menyepakati Tim
Delegasi kelurahan yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di
kelurahannya di forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan program
pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.
Selain itu, output (keluaran) dari hasil Musrenbang Kelurahan dapat
berupa daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan, daftar
permasalahan prioritas yang akan diajukan ke musrenbang kecamatan, daftar
nama Tim Delegasi Kelurahan yang mengikuti musrenbang kecamatan dan berita
acara musrenbang kelurahan.
Dalam praktiknya Musrenbang Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang memiliki sejumlah kekurangan, seperti tidak mampu menjangkau
seluruh isu strategis pada tataran lokal diwilayah Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang, kurangnya usulan dari masyarakat yang inovatif terhadap tema
yang dipilih oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang, belum adanya jaminan akan
dilaksanakannya usulan yang telah diprioritaskan pada tahun berjalan, dan masih
adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap usulan yang telah disepakati dalam
Musrenbang.
Disamping itu, Musrenbang Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang juga memiliki kelebihan antara lain meningkatkan sinergi dan
koordinasi diantara perangkat pemerintah kota dan masyarakat, serta memberikan
peluang yang luas bagi masyarakat Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tim penulis ingin mengetahui
sejauh mana efektivitas pelaksanaan Musrenbang di Kelurahan Kampung Bugis,
sehingga tim penulis memberikan judul pada tulisan ini ialah “Efektivitas
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tahun
2019 di Kelurahan Kampung Bugis Kota Tanjungpinang”.

B. KERANGKA TEORI
1. EFEKTIVITAS
Efisiensi dan efektivitas merupakan dua kata yang selalu terdengar
berdampingan namun keduanya memiliki arti dan makna yang berbeda. Efisiensi
adalah ukuran berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit
output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output itu. Ketika mengukur
efisiensi, harus diketahui berapa banyak biaya yang harus ditanggung untuk
mencapai suatu output tertentu. Ketika mengukur efektivitas harus diketahui
apakah investasi tersebut dapat berguna. Efisiensi dan efektivitas merupakan hal
penting, tetapi ketika organisasi publik mulai mengukur kinerja, seringkali hanya
mengukur tingkat efisiensi saja (A l i s m a n, 2014).
Kata efektif itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu ”effective” yang
berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
popular mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang telah ditentukan didalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program.
Menurut Duncan sebagaimana dikutip oleh Hidayat dalam
(Setyadiharja, 2018) menjelaskan bahwa ukuran efektivitas dapat
diukur melalui tiga dimensi yakni, pencapaian tujuan, integrasi,
dan adaptasi. Efektivitas yang dikemukakan oleh Sughanda dalam (Aswar
Annas, 2017) adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Menurut Mardiasmo dalam (A l i s m a
n, 2014), efektivitas yaitu suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau
dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan. Dimana ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi adalah bila telah
mencapai tujuan, maka dapat dikatakan organisasi tersebut dikatakan telah
berjalan efektif.
H. Emerson dalam (Ruddin, 2015), menyatakan bahwa efektifitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan, sasaran dan tepat waktu yang telah
ditentukan. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian dalam (Toar, Kasenda, &
Singkoh, 2019), yaitu:
1) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan
dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi
dapat tercapai;
2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi;
3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus
mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan
operasional;
4) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa
yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan;
5) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja;
6) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi;
7) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program
apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut
tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi
semakin didekatkan pada tujuannya; dan
8) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat
manusia yang tidak sempurna, maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Menurut Handayaningrat dalam (Setianingsih, 2015), efektivitas


merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Berdasarkan pendapat tersebut maka efektivitas berkaitan
dengan tingkat pencapaian sebuah tujuan. Dikatakan efektif jika tujuan tersebut
dapat tercapai secara maksimal dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi dari
perencanaan awal. Oleh karena itu, efektivitas memiliki sejumlah indikator dalam
menentukan tinggi rendahnya pencapaian suatu tujuan. Efektivitas adalah
hubungan antara output dan tujuan dimana efektivitas diukur berdasarkan
seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur organisasi mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Adapun menurut Ringkasan Eksekutif Kajian Efektivitas Perencanaan
Pembangunan oleh Badan Penelitian dan Pembangunan (2010) menjelaskan
bahwa indikator efektivitas dalam perencanaan pembangunan daerah adalah:
1. Satuan waktu;
2. Satuan hasil;
3. Kualitas kerja; dan
4. Kepuasan masyarakat.

Georgopolous dan Tannembaum dalam (Setyadiharja, 2018),


mengemukakan bahwa efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana
keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran
organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran.
Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran
maupun tujuan. Menurut Barnard dalam (Hirawan, 2014), efektivitas mempunyai
pencapaian sasaran dari upaya bersama, dimana derajat pencapaian sasaran
menunjukkan derajat keefektivan yang dicapai. Selain itu, Sigit dalam (Wulansari,
Mahawati, & Hartini, 2013), mendefenisikan efektifitas adalah suatu yang
berkelanjutan yang merentang dari efektif, kurang efektif, sedang-sedang, sangat
kurang, sampai tidak efektif.
Dalam mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat
sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan
tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang
dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan
pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan
jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana
yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika
usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga
menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu
dikatakan tidak efektif.

2. MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN


(MUSRENBANG)
Menurut Lestercong Wijaya dalam (Toar et al., 2019), musrenbang
tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk
perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara berjenjang melalui
mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari Musrenbang kelurahan,
Musrenbang kecamatan, dan Musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang
berikutnya hasil Musrenbang kabupaten/kota juga digunakan sebagai masukan
untuk Musrenbang provinsi, dan Musrenbang Nasional.
Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dalam hal ini
ditingkat kelurahan adalah forum musyawarah tahunan para pemangku
kepentingan (stakeholder) kelurahan untuk menyepakati rencana kegiatan untuk
tahun anggaran berikutnya. Musrenbang kelurahan dilakukan setiap bulan Januari
untuk menyusun rencana kegiatan tahunan dengan mengacu/memperhatikan pada
rencana pembangunan jangka menengah Kelurahan (RPJMkel) yang telah disusun
untuk 5 (lima) tahun kedepan.
Musrenbang kelurahan adalah forum dialog antara pemerintah dengan
pemangku kepentingan dari suatu isu/persoalan, kebijakan, peraturan, atau
program pembangunan yang sedang dibicarakan. Dalam musrenbang kelurahan,
pemerintah kelurahan dan warga berembug dalam menyusun program tahunan di
kelurahan, musrenbang kelurahan menjadi media dialog dan penyepakatan
penyusunan program dan kegiatan pembangunan di wilayah kelurahan, baik yang
ditangani secara swadaya, melalui pos bantuan daerah, menjadi bagian Renja
SKPD Kelurahan, maupun diajukan untuk ditangani oleh SKPD lain yang relevan
dengan usulan yang ada.
(Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah, 2004),
merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan
pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah. Sebagai satuan kerja perangkat
daerah, kelurahan diamanatkan untuk menyusun Rencana Strategis Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang kemudian dirumuskan dalam Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD).
Payung hukum untuk pelaksanaan Musrenbang diatur dalam (Undang-
Undang Nomor 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004),
yang secara teknis pelaksanaannya diatur dengan Surat Edaran Bersama (SEB)
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan
Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang
yang diterbitkan setiap tahunnya.
Konsep “musyawarah” menunjukkan bahwa forum Musrenbang bersifat
partisipatif dan dialogis. Musyawarah merupakan istilah yang sebenarnya sudah
mempunyai arti yang jelas, merupakan forum untuk merembugkan sesuatu dan
berakhir pada pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan bersama,
bukan seminar atau sosialisasi informasi. Proses Musrenbang jangan sampai
disusun sebagai suatu acara seremonial yang separuh atau sebagian besar dari
waktunya diisi dengan sambutan-sambutan atau pidato-pidato. Inti dari
Musrenbang adalah partisipasi aktif warga. Adapun beberapa tujuan Musrenbang
Kelurahan yaitu sebagai berikut:
1. Menyepakati prioritas kebutuhan dan kegiatan yang termasuk urusan
pembangunan yang menjadi wewenang kelurahan yang menjadi bahan
penyusunan Rencana Kerja SKPD Kelurahan.
2. Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan oleh warga kelurahan
yang dibiayai melalui dana swadaya masyarakat dan dikoordinasikan oleh
lembaga kemasyarakatan di kelurahan setempat.
3. Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan kelurahan sendiri yang
dibiayai melalui dana bantuan dari pemerintah daerah (kota).
4. Prioritas kegiatan pembangunan kelurahan yang akan diusulkan melalui
musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan dibiayai
melalui APBD kota atau APBD propinsi.
5. Menyepakati Tim Delegasi kelurahan yang akan memaparkan persoalan yang
ada dikelurahannya di forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan
program pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.
Keluaran (output) dari diadakannya Musrenbang Kelurahan ialah dapat
berupa sebagai berikut:
1. Daftar prioritas kegiatan urusan pembangunan untuk menyusun Rencana Kerja
SKPD kelurahan.
2. Daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan secara
swadaya.
3. Daftar permasalahan prioritas yang akan diajukan ke Musrenbang Kecamatan.
4. Daftar nama Tim Delegasi Kelurahan yang akan mengikuti Musrenbang
Kecamatan.
5. Berita acara musrenbang kelurahan.

Faktor-faktor pendukung efektifitas pelaksanaan musrenbang


berdasarkan (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 050-
187/Kep/Bangda/2007, 2007), yang dapat disimpulkan menjadi tiga faktor, yaitu:
1. Data Musrenbang
Penilaian atas komponen data musrenbang ditujukan untuk mengetahui data
tempat penyelenggaraan musrenbang, profil peserta dan tingkat kehadiran
masyarakat dalam penyelenggaraan musrenbang tersebut.
2. Persiapan Musrenbang
Penilai atas komponen persiapan musrenbang meliputi pengorganisasian
penyelenggaraan, proses musyawarah yang mengawali musrenbang, dan
ketersediaan informasi bagi peserta.
3. Pelaksanaan Musrenbang
Penilaian atas komponen pelaksanaan musrenbang meliputi jadwal dan tempat
pelaksanaan, informasi yang disampaikan dalam pemaparan narasumber,
keterwakilan stakeholder dan narasumber, ketersediaan dan kompetensi
fasilitator, fasilitas dan peralatan pendukung. Serta rumusan kesepakatan akhir
dan naskah kesepakatan dalam musrenbang.

Selain itu dalam pelaksanaan Musrenbang Kelurahan terdapat proses


dalam pelaksanaannya yang mana dimulai dari pra-musrenbang kelurahan.
Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk penyelenggaraannya ialah
membentuk Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM) oleh Lurah, menetapkan
fasilitator yang berasal dari aparat (ditentukan oleh Lurah) dan masyarakat (dipilih
oleh warga), menyusun jadwal serta agenda Musrenbang Kelurahan,
mempersiapkan bahan/materi untuk Musrenbang Kelurahan, mengumumkan
secara terbuka tentang jadwal, agenda, dan tempat Musrenbang Kelurahan,
melakukan musyawarah/rembug dusun/RW, daftar prioritas masalah dari tingkat
di bawah Kelurahan, peta potensi dan permasalahan Kelurahan (peta kerawanan
kemiskinan, pengangguran, dan lain sebagainya), dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kelurahan, informasi dari Pemerintah
Kota tentang perkiraan jumlah Dana Alokasi Kelurahan (DAK) yang akan
dialokasikan Kelurahan yang bersangkutan, informasi dari Pemerintah Kota
tentang isu-isu strategis daerah, informasi tentang jumlah usulan yang dihasilkan
pada forum sejenis di tahun sebelumnya yang telah terealisasi, evaluasi
pelaksanaan pembangunan Kelurahan pada tahun sebelumnya, dan menyiapkan
daftar nama para wakil kelompok fungsional/asosiasi warga, koperasi, LSM yang
bekerja di Kecamatan, atau organisasi tani/nelayan dan pedagang.

Setelah selesai mengadakan pra-musrenbang, maka dilakukannya


pelaksanaan Musrenbang Kelurahan secara umum dengan runutan agenda sebagai
berikut:
a. Pendaftaran peserta;
b. Pemaparan Lurah atas prioritas kegiatan pembangunan di Kelurahan yang
bersangkutan;
c. Lurah mempresentasikan prioritas masalah Kelurahan sesuai hasil Pra
Musrenbang (seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan, dan pendidikan);
d. Membahas Dokumen RPJM Kelurahan (hasil evaluasi Renja SKPD Kelurahan
yang sudah berjalan);
e. Menyampaikan informasi tentang perkiraan jumlah Dana Alokasi Kelurahan
(DAK) yang berasal dari pemerintah Kota (kegiatan pembangunan yang
dilakukan oleh SKPD yang sudah berjalan di wilayah kelurahan);
f. Menyampaikan informasi tentang isu-isu strategis kota;
g. Membahas pelaksanaan pembangunan Kelurahan tahun sebelumnya termasuk
mendiskusikan tentang jumlah usulan yang dihasilkan pada forum sejenis di
tahun sebelumnya yang telah terealisasikan;
h. Merumuskan kriteria bersama dalam menentukan prioritas untuk menyeleksi
usulan;
i. Pemaparan masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat Kelurahan yang
disampaikan oleh beberapa perwakilan dari masyarakat misalnya ketua
kelompok tani, komite sekolah, Ketua RW/RT dan lain-lain;
j. Pemisahan kegiatan berdasarkan kegiatan yang akan diselesaikan sendiri
ditingkat Kelurahan dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang akan dibahas dalam Musrenbang tahunan Kecamatan;
k. Membahas prioritas pembangunan tahun yang akan datang beserta
pendanaannya sesuai dengan potensi serta permasalahan kelurahan;
l. Penetapan prioritas kegiatan pembangunan tahun yang akan datang sesuai
dengan potensi serta permasalahan di Kelurahan yang akan diusung ke
Musrenbang Kecamatan;
m. Musyawarah penentuan tim delegasi Kelurahan dengan proses sebagai berikut:
1. Penyampaian/penyepakatan kriteria tim delegasi kelurahan;
2. Penentuan calon dari peserta Musrenbang Kelurahan;
3. Pemilihan atau pengambilan suara;
4. Penyampaian atau penyepakatan mandat yang diberikan kepada tim
delegasi;
5. Penetapan daftar nama 3-5 orang (masyarakat) delegasi dari peserta
Musrenbang Kelurahan untuk menghadiri musrenbang Kecamatan
(terdapat perwakilan perempuan).
n. Berita acara Musrenbang Tahunan.
Menurut (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 050-
187/Kep/Bangda/2007, 2007) Tentang Pedoman Penilaian Dan Evaluasi
Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, maka
musrenbang perlu memiliki karakter sebagai berikut:
a. Merupakan “demand driven process” artinya aspirasi dan kebutuhan peserta
musrenbang berperanan besar dalam menentukan keluaran hasil musrenbang;
b. Bersifat inklusif artinya musrenbang melibatkan dan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada semua stakeholders untuk menyampaikan
masalahnya, mengidentifikasi posisinya, mengemukakan pandangannya,
menentukan peranan dan kontribusinya dalam pencapaian hasil musrenbang;
c. Merupakan proses berkelanjutan artinya merupakan bagian integral dari proses
penyusunan rencana daerah (RKPD);
d. Bersifat ”strategic thinking process” artinya proses pembahasan dalam
musrenbang distrukturkan, dipandu, dan difasilitasi mengikuti alur pemikiran
strategis untuk menghasilkan keluaran nyata; menstimulasi diskusi yang bebas
dan fokus, dimana solusi terhadap permasalahan dihasilkan dari proses diskusi
dan negosiasi;
e. Bersifat partisipatif dimana hasil merupakan kesepakatan kolektif peserta
musrenbang;
f. Mengutamakan kerjasama dan menguatkan pemahaman atas isu dan
permasalahan pembangunan daerah dan mengembangkan konsensus;
g. Bersifat resolusi konflik artinya mendorong pemahaman lebih baik dari
peserta tentang perspektif dan toleransi atas kepentingan yang berbeda, serta
menfasilitasi landasan bersama dan mengembangkan kemauan untuk
menemukan solusi permasalahan yang menguntungkan semua pihak (mutually
acceptable solutions).

Didalam Musrenbang kelurahan juga memiliki prinsip-prinsip yang harus


dipegang oleh seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan musrenbang,
prinsip-prinsip ini nantinya akan menjadikan forum musyawarah pengambilan
keputusan bersama dalam rangka menyusun program kegiatan pembangunan agar
dapat berjalan dengan baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Prinsip kesetaraan, peserta musyawarah adalah kelompok masyarakat ditingkat
kelurahan dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara,
dan dihargai meskipun terjadi perbedaan pendapat. Sebaliknya, juga memiliki
kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan orang lain, menghargai
perbedaan pendapat dan juga menjunjung tinggi hasil keputusan bersama.
Prinsip musyawarah dialogis, peserta musrenbang kelurahan memiliki
keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin,
status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan dan berbagai sudut pandang
tersebut diharapkan menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan
masyarakat banyak di atas kepentingan individu atau golongan.
2. Prinsip keberpihakan, dalam proses musyawarah, dilakukan upaya untuk
mendorong individu dan kelompok yang paling “diam” untuk menyampaikan
aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin, perempuan dan generasi
muda.
3. Prinsip anti dominasi, dalam musyawarah tidak boleh ada individu/kelompok
yang mendominasi sehingga keputusan-keputusan yang dibuat tidak lagi
melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara seimbang.

Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, keberhasilan


musrenbang sangat ditentukan oleh pelaku, materi, dan proses yang terkait
musrenbang itu sendiri. Secara lebih terinci factor-faktor tersebut menurut
(Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 050-187/Kep/Bangda/2007, 2007)
Tentang Pedoman Penilaian Dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) adalah sebagai berikut:
1. Kesiapan dan Keterlibatan Pelaku
a. Komitmen Politik Pemerintah Daerah.
Adanya komitmen politik yang tinggi dari Pimpinan Daerah dan alokasi
anggaran APBD yang memadai untuk penyelenggaraan musrenbang
merupakan faktor yang terpenting untuk keberhasilan musrenbang.
b. Kompetensi Penyelenggara Musrenbang.
Penyelenggara musrenbang harus lembaga pemerintah daerah yang kredibel
dan mempunyai kewenangan dan otoritas untuk mengambil keputusan.
c. Kompetensi fasilitator.
Fasilitator yang ditugaskan untuk menfasilitasi musrenbang ini harus
memiliki keterampilan organisasi, analisis, dan berwawasan luas serta supel.
Kriteria umum fasilitator mesti mempunyai pemahaman dan pengetahuan
tentang kerangka berfikir strategis; pengalaman memfasilitasi perencanaan
strategis; mengetahui metoda dan teknik partisipatif; memahami karakter
daerah; memiliki kesabaran; sikap berorientasi pada hasil; kejujuran dan
punya integritas; terbuka, percaya diri dan mampu menangani penolakan;
berani mengambil resiko; akomodatif, bertanggung jawab, luwes dan
responsif serta terpenting mempunyai kepercayaan bahwa perencanaan
partisipatif (keterlibatan aktif stakeholders dalam pengambilan keputusan
perencanaan) dapat membawa perubahan yang mendasar pada kesejahteraan
masyarakat.
d. Stakeholders yang dilibatkan dalam konsultasi perlu inklusif, yaitu
stakeholders yang terpengaruh langsung oleh isu dan permasalahan
pembangunan daerah; lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan atau
otoritas atas isu yang dibahas dan perwakilan masyarakat umum.
Stakeholders mencerminkan kepedulian (interests) pada fungsi-fungsi
pemerintahan daerah; stakeholders perlu diidentifikasi dan dianalisis tingkat
kepentingannya terhadap isu pembangunan daerah yang dibahas (dari segi
kontribusi informasi, sumber daya ataupun keahlian menurut fungsi-fungsi
pemerintahan daerah).
e. Keterlibatan DPRD.
Keterlibatan DPRD dalam musrenbang adalah sangat penting, karena
banyak pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran yang
dilakukan oleh DPRD, sehingga tanpa keterlibatan DPRD sukar dipastikan
apakah hasil musrenbang ini mendapatkan dukungan sepenuhnya dari
DPRD. Diharapkan bahwa DPRD dapat menyampaikan pokok-pokok
pikirannya dalam penyusunan RKPD (sebagai hasil reses dan penjaringan
aspirasi masyarakat yang dilakukannya didaerah pemilihannya).
f. Media informasi yang digunakan adalah informasi yang perlu disediakan
untuk mendukung penyelenggaraan musrenbang. Informasi ini harus
disampaikan jauh sebelum waktu pelaksanaan musrenbang, sehingga
memungkinkan stakeholders mempelajari dan menguasai permasalahan
yang perlu dibahas. Penyajian informasi harus ringkas dan mudah dipahami
serta sesuai dengan tingkat pengetahuan stakeholders, sedapat mungkin
dilengkapi bentuk visual dan tabel sederhana.

2. Kesiapan Informasi dan Instrumen


a. Informasi yang disediakan untuk peserta adalah informasi yang perlu
disediakan untuk mendukung penyelenggaraan musrenbang. Informasi ini
harus disampaikan jauh sebelum waktu pelaksanaan musrenbang agar
stakeholder dapat mempelajari dan merencanakan pertanyaan yang perlu
diajukan; informasi mesti sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan
sesuai dengan tingkat pengetahuan stakeholders. Informasi juga sejauh
mungkin berbentuk visual sehingga mudah dipahami.
b. Tools atau instrumen yang digunakan.
Ini berkaitan dengan alat, instrumen, atau format yang digunakan untuk
menyerap dan menganalisis aspirasi, pendapat stakeholders.
c. Penjelasan tujuan penyelenggaraan musrenbang.
Tujuan musrenbang perlu dipahami secara jelas oleh peserta musrenbang.
Perlu dijelaskan kesepakatan yang akan dituju dan bagaimana proses
mencapainya. Perlu juga diberitahukan batasan-batasan yang ada atau harus
diikuti oleh Pemerintah Daerah untuk menampung aspirasi; sehingga tidak
semua aspirasi dan kebutuhan peserta dapat ditampung dalam RKPD.
Penjelasan ini perlu disajikan dalam panduan pelaksanaan Musrenbang.
d. Alur dan kerangka strategis pembahasan.
Alur pembahasan mengikuti proses pemikiran strategis (seperti identifikasi
isu, perumusan tujuan, strategi, kebijakan, perumusan program dan lain
sebagainya). Alur tersebut harus terlihat dalam penyajian materi yang akan
dibahas.

3. Pengorganisasian Alur Proses Musrenbang


a. Proses-proses musyawarah sebelumnya.
b. Musrenbang Kelurahan dan Forum SKPD Kabupaten/kota sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan musrenbang RKPD, mengingat proses
yang dibangun dengan pendekatan “bottom up” dan “top down” yang
menjamin seluruh kepentingan dapat dipertemukan untuk mencapai
kesepakatan.
c. Waktu pelaksanaan musrenbang.
Lama waktu musrenbang sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup dan
skala isu atau permasalahan yang akan dibahas, sebaiknya ada waktu
(kesempatan) yang cukup untuk mempelajari, merumuskan pendapat dan
mencapai suatu kesepakatan.
d. Metode penyelenggaraan Musrenbang perlu memenuhi persyaratan
penyelenggaraan konsultasi publik, Focus Group Discussions (FGD), dan
lokakarya.
e. Strategi pelaksanaan musrenbang.
Ini berkaitan dengan bagaimana proses pembahasan akan dilakukan untuk
mencapai tujuan (kesepakatan); pembagian kelompok kerja yang sesuai
dengan latar belakang dan kepedulian peserta sehingga mencerminkan
“demand driven” proses dan alur perencanaan strategis.
f. Agenda pembahasan yang efisien dan efektif adalah pengaturan organisasi
dan jadwal kegiatan konsultasi menurut hari, jam, kegiatan dan penanggung
jawab kegiatan serta keluaran tiap-tiap kegiatan.

4. Dokumentasi dan Tindak Lanjut Hasil Musrenbang


a. Rekaman proses dinamika pembahasan musrenbang.
Rekaman proses pelaksanaan konsultasi merupakan analisis dari aspek-
aspek penting pembahasan musrenbang seperti bagaimana dinamika
pembahasan, keaktifan kelompok kerja, proses mencapai kesepakatan,
notulen hasil konsultasi. Rekaman harus dibuat selengkap mungkin.
Untuk ini perlu ditugaskan personil khusus yang menangani perekaman
proses pelaksanaan musrenbang.
b. Naskah kesepakatan musrenbang yang sistematis.
Adalah naskah kesepakatan (atau rekomendasi) yang dibuat pada akhir
musrenbang berisikan secara garis besar butir-butir kesepakatan yang
dicapai, siapa yang akan melaksanakan kesepakatan, komitmen, sumber
daya dan dana serta waktu diperlukan untuk melaksanakan kesepakatan;
penanggung jawab implementasi kesepakatan; mekanisme pemantauan dan
evaluasi; penandatanganan naskah kesepakatan oleh stakeholders yang
hadir.
c. Pelaporan hasil musrenbang.
Laporan hasil musrenbang harus dibuat dan disampaikan kepada semua
peserta musrenbang; mencantumkan secara jelas perubahan yang telah
dilakukan (apabila ada) sebagai hasil kesepakatan musrenbang.

Adapun pendekatan untuk mengukur efektifitas pelaksanaan musrenbang


yang baik dan efektif memiliki beberapa unsur, yaitu:
1. Sistematis
Sistematis yang dimaksud dalah, setiap perencanaan yang disusun harus sesuai
dengan Standar Operasional Procedure (SOP) Musrenbang Kecamatan yang
berlaku. Dalam perencanaan yang sistematis tidak akan ditemukan usulan
prioritas yang tiba-tiba muncul pada saat Musrenbang Kecamatan diadakan,
namun setiap usulan prioritas yang muncul merupakan usulan-usulan yang
telah dibahas sebelumnya dalam Musrenbang Tingkat Kelurahan, yang setiap
usulan yang telah dibahas dalam tingkat Kelurahan merupakan usulan yang
sudah disepakati dalam Rembuk RW.
2. Terpadu
Terpadu maksudnya adalah setiap unsur perencanaan yang ada dalam
Musrenbang Kecamatan memiliki keterkaitan yang saling mendukung antar
rencana yang ada dan program yang dimiliki dan disusun oleh SKPD
penanggungjawab. Sehingga, tidak akan diketemukan unsur yang bertolak
belakang dengan rencana pembangunan yang dilakukaan.

3. Transparan
Transparansi yaitu dalam proses perencanaan tersebut tidak boleh ada hal yang
tidak diketahui oleh masing-masing peserta Musrenbang Kecamatan mulai dari
usulan-usulan, kuantitas, kualitas, biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan,
hingga tujuan dari semua usulan rioritas tersebut perlu direalisasikan.

4. Akuntabel
Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan. Setiap proses perencanaan
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan oleh masing masing pihak yang
ikut serta dalam Musrenbang, seperti usulan-usulan prioritas dari tiap
kelurahan hingga pembangunan yang telah dilaksanakan dari Musrenbang itu
sendiri.

Dwidjowijoto dalam (Utara, Si, Mustakim, & Si, 2018), mengemukakan


bahwa perencanaan yang baik dapat diidentikkan dengan sebuah perjalanan yang
sudah melewati separuh jalan, karena sisanya tinggal melaksanakan dan
mengendalikan. Sepanjang pelaksanaan kosisten dan pengendaliannya efektif
maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menunggu waktu untuk sampai
ketujuan.
Seperti yang dikemukakan oleh (hayat, 2018), bahwa sebuah program
pembangunan tanpa usulan masyarakat dan tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat mendapat banyak perlawanan dan tidak berdampak baik pada
keberlanjutan pembangunan daerah, justru sebaliknya menciptakan masalah baru
dalam pembangunan daerah.

C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Kelurahan Kampung Bugis merupakan salah satu kelurahan yang ada di
Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang. Adapun batas wilayah
Kelurahan Kampung Bugis yaitu berbatasan dengan Kelurahan Tembeling
(Kabupaten Bintan) disebelah utara, Kelurahan Tanjungpinang Kota disebelah
selatan, Kelurahan Senggarang disebelah barat, dan berbatasan dengan Kelurahan
Air Raja disebelah timurnya. Jumlah penduduk di Kampung Bugis menurut data
kelurahan per-januari 2019 berjumlah 10.437 jiwa (3047 Kepala Keluarga),
dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 5.559 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 4.878 jiwa. Kelurahan Kampung Bugis terbagi menjadi 6 Rukun Warga
(RW) dan 19 Rukun Tetangga (RT) yang mana sebagian besar penduduk
bermukim didaerah pesisir pantai.
Adapun visi dari Kelurahan Kampung Bugis ialah “Menjadikan
Kelurahan Kampung Bugis Yang Berbudaya, Tertib, Aman serta Ramah dalam
memberikan Pelayanan menuju Tanjungpinang yang sejahtera kedepannya”,
dengan misinya sebagai berikut:
1. Mengembangkan kinerja aparatur yang professional
2. Mengembangkan pelayanan publik yang berkualitas
3. Menumbuhkan peran serta masyarakat dalam pembangunan.
4. Menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, indah, tertib, aman dan nyaman.

Berdasarkan dari hasil observasi dan data-data primer yang terkumpul,


secara umum tata cara pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di
tingkat Kelurahan Kampung Bugis adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Kelurahan memberitahukan kepada Kepala RW dan
RT tentang akan diadakannya Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kelurahan melalui surat
dan meminta agar ketua RT dan RW mengumpulkan usulan
kegiatan pembangunan sesuai dengan kebutuhan di masing-
masing wilayahnya dan memusyawarahkannya dahulu dalam
rembuk warga atau pra-musrenbang.
2. Rembuk warga atau pra-musrenbang Kelurahan Kampung
Bugis ini difasilitasi oleh Kelurahan Kampung Bugis dan forum
RT/RW untuk mempersiapkan usulan yang akan diprioritaskan
dalam musrenbang nanti.
3. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan
dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh
pemerintah Kota Tanjungpinang dan dihadiri oleh Ketua RT/RW,
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), kelompok-
kelompok masyarakat, seperti pemuda, wanita, organisasi
masyarakat, pengusaha, kelompok tani, dan lain sebagainya.
4. Dari proses Musrenbang Kelurahan Kampung Bugis tersebut
output yang dihasilkan dapat berupa daftar prioritas kegiatan
pembangunan bidang infrastruktur, daftar prioritas kegiatan
pembangunan bidang Sosial Pemerintahan, daftar prioritas
kegiatan pembangunan bidang Ekonomi, serta nama-nama
anggota delegasi yang akan menjadi utusan Kelurahan
Kampung Bugis untuk ikut membahas kembali hasil
Musrenbang Kelurahan pada Musrenbang tingkat Kecamatan.

Berikut ini usulan prioritas hasil musrenbang Kelurahan Kampung


Bugis:
N Volume
Usulan Infrastruktur Lokasi
o (meter)
1 Rehab/renovasi dan RT 002/RW 001 375x4m
pembangunan dermaga Kelurahan
utama, pembangunan atap Kampung Bugis.
sepanjang dermaga utama,
tiga rumah tunggu, ponton
sandaran boat dan
pembangunan tempat parkir
di areal dermaga utama
kampung bugis,
RT.002/RW.001 Kelurahan
Kampung Bugis.
2 Pembangunan parit saluran RT.001/RW.005 175x0,6
permukiman masyarakat Kp. Madong m
RT.001/RW.005 Kp. Madong Kelurahan
Kelurahan Kampung Bugis. Kampung Bugis.
3 Rehab total dan RT.003/RW.002 450x3m
pembangunan jalan Kelurahan
semenisasi beton bertulang Kampung Bugis,
dan parit saluran Jl. Jl. Flamboyan
Flamboyan RT.003/RW.002
Kelurahan Kampung Bugis.
4 Pembangunan saluran RT.002/RW.003 450x1m
drainase Jl. Damai Sei Ladi
RT.002/RW.003 Sei Ladi Kelurahan
Kelurahan Kampung Bugis. Kampung Bugis,
Jl. Damai
5 Pembangunan jalan RT.002/RW.005 283x4m
semenisasi beton bertulang, Sei. Nyirih
parit saluran, gorong-gorong, Kelurahan
box culvert dan jembatan Kampung Bugis
titian RT.002/RW.005 Sei
Nyirih Kelurahan Kampung
Bugis.
6 Pembangunan jalan RT.003/RW.001 120x1,5
semenisasi beton Kelurahan m
bertulang,parit saluran dan Kampung Bugis
gorong-gorong
RT.003/RW.001 Kelurahan
Kampung Bugis.
7 Rehab total dan RT.003, RT.002/ 560x2,2
pembangunan jalan RW.002 5m
semenisasi beton bertulang, Kelurahan
parit saluran dan gorong- Kampung Bugis,
gorong.gang senggol RT.003, gang senggol
RT.002/RW.002 Kelurahan
Kampung Bugis.
8 Pembangunan dermaga dan RT.002/RW.005 10x3m
rumah tunggu RT.002/RW.005 Sei Nyirih
Sei Nyirih Kelurahan Kampung Kelurahan
Bugis. Kampung Bugis
9 Rehab total dan RT.004/RW.002 225x3m
pembangunan jalan Kelurahan
semenisasi beton bertulang Kampung Bugis,
dan parit saluran di badan gang jati
jalan, di gang jati
RT.004/RW.002 Kelurahan
Kampung Bugis.
1 Pembangunan jalan RT.003/RW.005 440x3m
0 semenisasi beton bertulang Kelurahan
dan parit saluran di Kampung Bugis,
RT.003/RW.005 Kp. Baru Kp. Baru
Kelurahan Kampung Bugis.

N Usulan Sosial Volume


Lokasi
o Pemerintahan (meter)
1 Bangunan Kesenian & MCK SDN 005 & 135 m²
SMPN 11
2 Pengadaan Sound Sistem Kelurahan 1 Paket
Speaker aktif , Tenda , Kursi Kampung Bugis
dan Meja untuk 4 Posyandu
(Untuk PKK)
3 Pengadaan alat musik Kelurahan 1 Paket
akustik, Sound sistem dan in Kampung Bugis
focus (untuk Karang taruna)
4 Pengadaan pentas hidup Kelurahan 1 Paket
lengkap dengan atap atau Kampung Bugis
tenda (untuk Karang taruna)

N Volume
Usulan Bidang Ekonomi Lokasi
o (meter)
1 Pengadaan alat dan pakaian 8 Kelurahan 1 Paket
group kelompok Kompang & Kampung Bugis
Marawis
2 Pengadaan Pakaian dan Alat Kelurahan 1 Paket
Musik Tradisional, Kampung Bugis
Randai,Calempong, Melati
Putih dan Gambus
3 Pengadaan alat musik Kelurahan 1 Paket
tradisional , pakaian serta Kampung Bugis
perlengkapan bangsawan
dalam syair
4 Pengadaan kamera Shooting Kelurahan 1 Paket
film, kamera D750, microfon Kampung Bugis
pantom, Mic clip on wireless
5 Pengadaan 10 Pakaian adat Kelurahan 1 Paket
(40 set) Kampung Bugis
6 Pelatihan Mable Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
7 Pelatihan Sablon Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
8 Pelatihan Handy Crab Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
9 Pelatihan Jahit Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
1 Pelatihan Pembuatan Kerupuk Kelurahan 1 Paket
0 Dan Pengadaan Alat Kampung Bugis
Sumber: Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai Kelurahan Kampung
Bugis.

Dari usulan prioritas tersebut diatas pada Tahun 2019 ini


hanya 4 kegiatan yang direalisasikan oleh Pememerintah Kota
Tanjungpinang. Dari hasil observasi tersebut menunjukan
kemungkinan untuk merealisasikan usulan dalam Musrenbang
tingkat kelurahan sangatlah kecil karna usulan tersebut masih
harus melalui tahap pembahasan di tingkat yang lebih tinggi,
namun usulan-usulan ini pelaksanaannya cukup fleksibel karna
dinas terkait dapat melakukan pembangunan hanya dengan
dasar usulan yang telah disepakati di musrenbang kelurahan,
seperti itulah prosedur yang harus dilalui dalam merencanakan
pembangunan di Kelurahan Kampung Bugis.
Jika melihat usulan-usulan yang di prioritaskan tersebut,
sebagian besar sudah mengikuti tema yang diambil oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang yakni "Pengembangan Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif serta Peningkatan Infrastruktur Dasar".
Namun belum ada ide kreatif tentang pariwisata yang benar-
benar inovatif dan dapat diwujudkan, sebagai contoh usulan
yang ada masih berupa pengadaan-pengadaan pakaian/alat
musik yang mungkin tidak menarik untuk direalisasikan atau
dijalankan oleh Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang.
Berbicara mengenai efektivitas, menurut Duncan
sebagaimana dikutip oleh Hidayat dalam (Setyadiharja, 2018),
menjelaskan bahwa ukuran efektivitas dapat diukur melalui tiga
dimensi yakni, pencapaian tujuan, integrasi, dan adaptasi.
a. Pencapaian tujuan
Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian
tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu,
agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan
langkah baik dalam pengertian pencapaian bagian-bagiannya
maupun langkah dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan
terdiri dari beberapa faktor yaitu kurun waktu dan sasaran yang
merupakan target konkrit.
Dalam Buku (Nurcholis, 2009), pengertian Musrenbang
Desa/Kelurahan adalah forum musyawarah tahunan stakeholder
desa/kelurahan (pihak yang berkepentingan untuk mengatasi
permasalahan desa/kelurahannya dan pihak yang akan terkena
dampak hasil musyawarah) untuk menyepakati rencana kegiatan
tahun anggaran berikutnya.
Dari pendapat tersebut kurun waktu yang efektif untuk
realisasi pencapaian tujuan musrenbang adalah satu tahun,
dimana kegiatan yang telah disepakati akan dilaksanakan pada
anggaran tahun berikutnya, tidak ada larangan untuk
dilaksanakan pada tahun yang sama dengan penyelenggaraan
musrenbang jika memang ada yang dapat melaksanakannya.
Kelurahan Kampung Bugis pada Tahun 2019 ini telah
merealisasikan empat usulan prioritasnya dari 30 (tiga puluh)
kegiatan yang diusulkan, artinya Pemerintah Kota Tanjungpinang
masih dapat menyanggupi usulan tersebut tanpa menunggu
anggaran tahun selanjutnya.
Berbicara tentang efektivitas tentu akan lebih efektif jika
dapat dilaksanakan sesegera mungkin karna telah diprioritaskan
dalam forum Musrenbang Kelurahan. Agar tepat sasaran prioritas
usulan diambil dari usulan yang benar-benar dibutuhkan
masyarakat atas saran ketua RT yang dipercaya memahami
kondisi wilayahnya. Walaupun ditingkat kelurahan hanya sebatas
usulan tetap saja tidak ada kepastian dalam realisasinya, dan ini
dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap
kelurahan dan pelaksanaan Musrenbang ini.

b. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat
kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi,
pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai
macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses
sosialisasi. Program pembangunan tanpa usulan masyarakat dan
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat mendapat banyak
perlawanan dan tidak berdampak baik pada keberlanjutan
pembangunan daerah, justru sebaliknya menciptakan masalah
baru dalam pembangunan daerah (hayat, 2018).
Untuk meningkatkan integrasi dan peran masyarakat
dalam Musrenbang, Kelurahan mengundang seluruh ormas serta
perwakilan masyarakat yang terlibat dan memiliki peran aktif
dalam membangun Kampung Bugis, pada pembahasan
Musrenbang mereka kemudian dibagi perkelompok untuk
membahas prioritas usulan sesuai dengan bidang yang digeluti
ormas atau kelompok masyarakat tersebut. Bidang pembahasan
dibagi tiga yakni bidang infrastruktur, bidang sosial
pemerintahan dan bidang ekonomi. Pembagian ini mengikuti
petunjuk pelaksanaan yang sebelumnya telah diberikan oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagai acuan
penyelenggaraaan Musrenbang tingkat Kelurahan.

c. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu
digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga
kerja. Adapun adaptasi yang dilakukan Kelurahan Kampung Bugis
dalam penyelenggaraan Musrenbang Kelurahan ialah
menyesuaikan pelaksanaan dengan tahap yang sesuai dengan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional serta peraturan dan
petunjuk teknis yang ada. Pra-musrenbang merupakan contoh
konkrit dimana dengan melaksanakannya pra-musrenbang waktu
yang diperlukan untuk melaksanakan musrenbang Kelurahan
dapat lebih efektif karena telah dipersiapkan dengan matang
prioritas kegiatan yang akan dibahas, hal ini juga dapat
menghindari pembahasan yang tidak perlu dan melenceng dari
fungsi dan tujuan kegiatan.
Jadi, dari ketiga aspek dimensi tersebut tim penulis masih
mendapatkan kekurangan-kekurangan dalam menjalankan
musrenbang secara efektif seperti pencapaian tujuan yang masih
belum jelas realisasinya, namun pada aspek integrasi dan
adaptasi Kelurahan Kampung Bugis telah berhasil
melaksanakannya dengan cukup baik.

D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN

E. DAFTAR PUSTAKA

A l i s m a n. (2014). Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Manajemen Keuangan Di


Aceh Barat. JURNAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIA,
1 Nomor 2, 3.
Aswar Annas. (2017). Interaksi Pengambilan Keputusan Dan Evaluasi Kebijakan.
hayat. (2018). Reformasi Kebijakan Publik: Prespektif Makro Dan Mikro. Jakarta:
Prenada Media Grup.
Hirawan, Z. (2014). Efektivitas musrenbang dalam penyusunan APBD kabupaten
Subang. Elektronik Jurnal FISIP Untirta, 5(2), 216–231. Retrieved from
http://ejurnal.fisip-untirta.ac.id/index.php/JAP/article/view/128/119
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 050-187/Kep/Bangda/2007. (2007).
Nurcholis, H. (2009). Pedoman Pengembangan Perencanaan Pembangunan
Partisipatif Pemerintah Daerah: Perencanaan Partisipatif Pemerintah
Daerah (Cetakan 1). Jakarta: Grasindo.
Ruddin, A. (2015). Efektifitas Pengawasan Khusus Oleh Inspektorat Kabupaten
Sigi. Katalogis, 3(2), 35–44.
Setianingsih, budhi. (2015). Efektivitas Sistem Perencanaan Pembangunan
Daerah (Simrenda) (Studi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Malang). Jurnal Administrasi Publik Mahasiswa Universitas
Brawijaya, 3(11), 1930–1936.
Setyadiharja, R. (2018). Efektivitas Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Kecamatan di Kota Tanjungpinang.
Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan Dan Politik Daerah,
3(1), 71. https://doi.org/10.24905/jip.v3i1.864
Sunarti, S. (2015). Efektivitas Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Di Kelurahan Besusu Tengah Kecamatan Palu Timur Kota
Palu. Katalogis, 3(2), 96–106.
Toar, K., Kasenda, V., & Singkoh, F. (2019). Issn : 2337 - 5736. 3(3), 1–10.
Undang-Undang Nomor 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
(2004).
Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah. (2004).
Utara, K. W., Si, M., Mustakim, D. H., & Si, M. (2018). Kata kunci: Efektivitas
Dan Musrenbang 1. 1–10.
Wulansari, N., Mahawati, E., & Hartini, E. (2013). No 主観的健康感を中心とし
た在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.
2(2), 1–15

Anda mungkin juga menyukai