A. PENDAHULUAN
Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) pada
hakikatnya adalah forum perencanaan pembangunan formal yang berusaha
mempertemukan aspirasi masyarakat dari bawah dengan usulan program
pembangunan dari instansi pemerintah. Dalam praktiknya, forum Musrenbang
memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan. Buruknya, salah satu bentuk
konflik yang muncul adalah model perencanaan ini tidaklah mampu memuaskan
semua pihak. Hal itu dikarenakan sejak awal desain Musrenbang masih kental
dengan nuansa sentralistis (top down planning) yang antara lain ditandai dengan
penyeragaman (uniformity) pendekatan perencanaan di pusat dan daerah, disiplin
waktu pelaksanaan Musrenbang yang kaku dan cenderung dipaksakan, serta
ketergantungan daerah terhadap alokasi anggaran dan program pemerintah pusat
yang masih cukup tinggi (Sunarti, 2015).
Ditetapkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap
daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah,
terpadu dan tanggap terhadap perubahan mendasar bahwa Perencanaan
Pembangunan Nasional yang semula bersifat Top Down Planning menjadi Bottom
Up Planning yang menekankan pada penjaringan aspirasi masyarakat secara
partisipatif, demokrasi, terarah, dan menyeluruh. Sedangkan dalam Pasal 2
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 pelaksanaannya diharapkan memenuhi
prinsip-prinsip Pembangunan Nasional yang diselenggarakan berdasarkan
demokrasi yaitu dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan Nasional (Undang-Undang Nomor 25 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004).
Musrenbang Kelurahan atau yang biasa disebut dengan Musrenbangkel
adalah forum dialog antara pemerintah dengan pemangku kepentingan dari suatu
isu/persoalan, kebijakan, peraturan, atau program pembangunan yang sedang
dibicarakan. Dalam musrenbangkel, pemerintah kelurahan dan warga berembug
dalam menyusun program tahunan kelurahannya. Musrenbang kelurahan menjadi
media dialog dan penyepakatan penyusunan program dan kegiatan pembangunan
di wilayah kelurahan, baik yang ditangani secara swadaya, melalui pos bantuan
daerah, menjadi bagian Renja SKPD Kelurahan, maupun diajukan untuk ditangani
oleh SKPD lain yang relevan.
Dalam penyelenggaraan Musrenbang ini sebenarnya adalah terjadinya
pemaduserasian antara pendekatan top down yang dimiliki oleh instansi sektoral
dan pendekatan bottom yang diemban oleh instansi daerah berdasarkan usulan
masyarakat melalui Musyawarah Pembangunan Kelurahan (Musbanglur) dan
temu karya pembangunan. Dalam prakteknya forum lebih bersifat pemangkasan
usulan atau keinginan masyarakat oleh instansi pemerintah di atasnya, dengan
alasan prioritas dan ketersediaan dana.
Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, maka
musrenbang perlu memiliki karakter, menurut (Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor: 050-187/Kep/Bangda/2007, 2007), tentang Pedoman Penilaian dan
Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musrenbang sebagai berikut: (1)
Merupakan “demand driven process” artinya aspirasi dan kebutuhan peserta
musrenbang berperanan besar dalam menentukan keluaran hasil musrenbang; (2)
Bersifat inkusif artinya musrenbang melibatkan dan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada semua stakeholders untuk menyampaikan
masalahnya, mengidentifikasi posisinya, mengemukakan pandangannya,
menentukan peranan dan kontribusinya dalam pencapaian hasil musrenbang; (3)
Merupakan proses berkelanjutan artinya merupakan bagian integral dari proses
penyusunan rencana daerah (RKPD); (4) Bersifat “strategic thinking process”
artinya proses pembahasan dalam musrenbang distrukturkan, dipandu, dan
difasilitasi mengikuti alur pemikiran strategis untuk menghasilkan keluaran nyata;
menstimulasi diskusi yang bebas dan fokus, dimana solusi terhadap permasalahan
dihasilkan dari proses diskusi dan negosiasi; (5) Bersifat partisipatif dimana hasil
merupakan kesepakatan kolektif peserta; (6) Mengutamakan kerjasama dan
menguatkan pemahaman atas isu dan permasalahan pembangunan daerah dan
mengembangkan konsensus; dan (7) Bersifat resolusi konflik artinya mendorong
pemahaman lebih baik dari peserta tentang perspektif dan toleransi atas
kepentingan yang berbeda, memfasilitasi landasan bersama dan mengembangkan
kemauan untuk menemukan solusi permasalahan yang menguntungkan semua
pihak (mutually acceptable solution).
Selain itu, tujuan Musrenbang Kelurahan yaitu, sebagai berikut; (1)
Menyepakati prioritas kebutuhan dan kegiatan yang termasuk urusan
pembangunan yang menjadi wewenang kelurahan yang menjadi bahan
penyusunan Rencana Kerja SKPD Kelurahan; (2) Prioritas kegiatan kelurahan
yang akan dilaksanakan oleh warga kelurahan yang dibiayai melalui dana
swadaya masyarakat dan dikoordinasikan oleh lembaga kemasyarakatan di
kelurahan setempat; (3) Prioritas kegiatan kelurahan yang akan dilaksanakan
kelurahan sendiri yang dibiayai melalui dana bantuan dari pemerintah daerah
(kota); (4) Prioritas kegiatan pembangunan kelurahan yang akan diusulkan
melalui musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan
dibiayai melalui APBD kota atau APBD provinsi; dan (5) Menyepakati Tim
Delegasi kelurahan yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di
kelurahannya di forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan program
pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.
Selain itu, output (keluaran) dari hasil Musrenbang Kelurahan dapat
berupa daftar prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan, daftar
permasalahan prioritas yang akan diajukan ke musrenbang kecamatan, daftar
nama Tim Delegasi Kelurahan yang mengikuti musrenbang kecamatan dan berita
acara musrenbang kelurahan.
Dalam praktiknya Musrenbang Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang memiliki sejumlah kekurangan, seperti tidak mampu menjangkau
seluruh isu strategis pada tataran lokal diwilayah Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang, kurangnya usulan dari masyarakat yang inovatif terhadap tema
yang dipilih oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang, belum adanya jaminan akan
dilaksanakannya usulan yang telah diprioritaskan pada tahun berjalan, dan masih
adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap usulan yang telah disepakati dalam
Musrenbang.
Disamping itu, Musrenbang Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang juga memiliki kelebihan antara lain meningkatkan sinergi dan
koordinasi diantara perangkat pemerintah kota dan masyarakat, serta memberikan
peluang yang luas bagi masyarakat Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tim penulis ingin mengetahui
sejauh mana efektivitas pelaksanaan Musrenbang di Kelurahan Kampung Bugis,
sehingga tim penulis memberikan judul pada tulisan ini ialah “Efektivitas
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tahun
2019 di Kelurahan Kampung Bugis Kota Tanjungpinang”.
B. KERANGKA TEORI
1. EFEKTIVITAS
Efisiensi dan efektivitas merupakan dua kata yang selalu terdengar
berdampingan namun keduanya memiliki arti dan makna yang berbeda. Efisiensi
adalah ukuran berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit
output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output itu. Ketika mengukur
efisiensi, harus diketahui berapa banyak biaya yang harus ditanggung untuk
mencapai suatu output tertentu. Ketika mengukur efektivitas harus diketahui
apakah investasi tersebut dapat berguna. Efisiensi dan efektivitas merupakan hal
penting, tetapi ketika organisasi publik mulai mengukur kinerja, seringkali hanya
mengukur tingkat efisiensi saja (A l i s m a n, 2014).
Kata efektif itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu ”effective” yang
berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
popular mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang telah ditentukan didalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program.
Menurut Duncan sebagaimana dikutip oleh Hidayat dalam
(Setyadiharja, 2018) menjelaskan bahwa ukuran efektivitas dapat
diukur melalui tiga dimensi yakni, pencapaian tujuan, integrasi,
dan adaptasi. Efektivitas yang dikemukakan oleh Sughanda dalam (Aswar
Annas, 2017) adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Menurut Mardiasmo dalam (A l i s m a
n, 2014), efektivitas yaitu suatu keadaan tercapainya tujuan yang diharapkan atau
dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan. Dimana ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi adalah bila telah
mencapai tujuan, maka dapat dikatakan organisasi tersebut dikatakan telah
berjalan efektif.
H. Emerson dalam (Ruddin, 2015), menyatakan bahwa efektifitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan, sasaran dan tepat waktu yang telah
ditentukan. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian dalam (Toar, Kasenda, &
Singkoh, 2019), yaitu:
1) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan
dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi
dapat tercapai;
2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi;
3) Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus
mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan
operasional;
4) Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa
yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan;
5) Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja;
6) Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi;
7) Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program
apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut
tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi
semakin didekatkan pada tujuannya; dan
8) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat
manusia yang tidak sempurna, maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
3. Transparan
Transparansi yaitu dalam proses perencanaan tersebut tidak boleh ada hal yang
tidak diketahui oleh masing-masing peserta Musrenbang Kecamatan mulai dari
usulan-usulan, kuantitas, kualitas, biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan,
hingga tujuan dari semua usulan rioritas tersebut perlu direalisasikan.
4. Akuntabel
Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan. Setiap proses perencanaan
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan oleh masing masing pihak yang
ikut serta dalam Musrenbang, seperti usulan-usulan prioritas dari tiap
kelurahan hingga pembangunan yang telah dilaksanakan dari Musrenbang itu
sendiri.
N Volume
Usulan Bidang Ekonomi Lokasi
o (meter)
1 Pengadaan alat dan pakaian 8 Kelurahan 1 Paket
group kelompok Kompang & Kampung Bugis
Marawis
2 Pengadaan Pakaian dan Alat Kelurahan 1 Paket
Musik Tradisional, Kampung Bugis
Randai,Calempong, Melati
Putih dan Gambus
3 Pengadaan alat musik Kelurahan 1 Paket
tradisional , pakaian serta Kampung Bugis
perlengkapan bangsawan
dalam syair
4 Pengadaan kamera Shooting Kelurahan 1 Paket
film, kamera D750, microfon Kampung Bugis
pantom, Mic clip on wireless
5 Pengadaan 10 Pakaian adat Kelurahan 1 Paket
(40 set) Kampung Bugis
6 Pelatihan Mable Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
7 Pelatihan Sablon Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
8 Pelatihan Handy Crab Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
9 Pelatihan Jahit Dan Kelurahan 1 Paket
Pengadaan Alat Kampung Bugis
1 Pelatihan Pembuatan Kerupuk Kelurahan 1 Paket
0 Dan Pengadaan Alat Kampung Bugis
Sumber: Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai Kelurahan Kampung
Bugis.
b. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat
kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi,
pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai
macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses
sosialisasi. Program pembangunan tanpa usulan masyarakat dan
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat mendapat banyak
perlawanan dan tidak berdampak baik pada keberlanjutan
pembangunan daerah, justru sebaliknya menciptakan masalah
baru dalam pembangunan daerah (hayat, 2018).
Untuk meningkatkan integrasi dan peran masyarakat
dalam Musrenbang, Kelurahan mengundang seluruh ormas serta
perwakilan masyarakat yang terlibat dan memiliki peran aktif
dalam membangun Kampung Bugis, pada pembahasan
Musrenbang mereka kemudian dibagi perkelompok untuk
membahas prioritas usulan sesuai dengan bidang yang digeluti
ormas atau kelompok masyarakat tersebut. Bidang pembahasan
dibagi tiga yakni bidang infrastruktur, bidang sosial
pemerintahan dan bidang ekonomi. Pembagian ini mengikuti
petunjuk pelaksanaan yang sebelumnya telah diberikan oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagai acuan
penyelenggaraaan Musrenbang tingkat Kelurahan.
c. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu
digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga
kerja. Adapun adaptasi yang dilakukan Kelurahan Kampung Bugis
dalam penyelenggaraan Musrenbang Kelurahan ialah
menyesuaikan pelaksanaan dengan tahap yang sesuai dengan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional serta peraturan dan
petunjuk teknis yang ada. Pra-musrenbang merupakan contoh
konkrit dimana dengan melaksanakannya pra-musrenbang waktu
yang diperlukan untuk melaksanakan musrenbang Kelurahan
dapat lebih efektif karena telah dipersiapkan dengan matang
prioritas kegiatan yang akan dibahas, hal ini juga dapat
menghindari pembahasan yang tidak perlu dan melenceng dari
fungsi dan tujuan kegiatan.
Jadi, dari ketiga aspek dimensi tersebut tim penulis masih
mendapatkan kekurangan-kekurangan dalam menjalankan
musrenbang secara efektif seperti pencapaian tujuan yang masih
belum jelas realisasinya, namun pada aspek integrasi dan
adaptasi Kelurahan Kampung Bugis telah berhasil
melaksanakannya dengan cukup baik.
D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
E. DAFTAR PUSTAKA