Dosen Pengampu :
Suji, S.Sos., M.Si. (197006152008121002)
Disusun Oleh :
1. Denada Reza Tri Lestari (190910201004)
2. Donna Sri Rahayu (190910201023)
3. Wanti Amaliana (190910201028)
4. Andan Pusposeruni (190910201061)
5. Fatah Yosi Abdillah (190910201063)
6. Mohamad Riski Hibatullah (190910201102)
7. Isnur Fadhilah (190910201130)
UNIVERSITAS JEMBER
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
dengan sistem perencanaan yang partisipatif. Partisipasi dan aspirasi masyarakat menjadi
penting dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah di era otonomi daerah.
Pada hakikatnya proses perencanaan pembangunan menjadi suatu aspek yang penting
bagi setiap daerah, dimana setiap daerah tersebut harus dapat meminimalisir kesalahan-
kesalahan yang ada dalam proses pembangunan agar pelaksanaan pembangunan daerah dapat
berjalan dengan efektif dan selaras dengan apa yang telah direncanakan. Permasalahan yang
dihadapi setiap daerah berbeda-beda dalam perencanaan pembangunannya. Kondisi seperti
inilah yang menandakan bahwa proses perencanaan pembangunan daerah berkaitan erat
dengan isu-isu strategis dan permasalahan daerah itu sendiri (Aziz, Supriyono, & Muluk,
2013). Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah diberi kewenangan oleh Pemerintah Pusat melalui
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa otonomi
daerah yang dituangkan dalam undang-undang ini ialah pemberian kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah juga
berguna untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakat, dengan adanya kewenangan
yang seluas-luasnya kepada daerah maka akan memberikan dampak yang positif dalam
seluruh aspirasi masyarakat. Pemerintah memberikan kesempatan bagi masyarakat terlibat
langsung dalam proses perencanaan pembangunan karena perencanaan itu sendiri menjadi
instrument yang sangat penting dan menjadi syarat mutlak agar pembangunan dapat
terlaksana dengan optimal.
3
1.3 RUMUSAN TUJUAN
1.3.1 Mendeskripsikan perencanaan pembangunan.
1.3.2 Mendeskripsikan sejarah otonomi daerah di Indonesia.
1.3.3 Mendeskripsikan urgensi perencanaan pembangunan daerah di era otonomi
daerah.
1.3.4 Mendeskripsikan hambatan pelaksanaan program perencanaan pembangunan
daerah di era otonomi daerah.
1.3.5 Mendeskripsikan strategi yang diterapkan dalam perencanaan pembangunan
daerah diera otonomi daerah.
1.3.6 Mendeskripsikan faktor pendukung dalam proses perencanaan pembangunan
E-Musrembang di Kota Surabaya dalam era otonomi daerah ?
1.3.7 Mendeskripsikan peranan stakeholder dalam perencanaan pembangunan E-
Musrembang di Kota Surabaya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pembangunan merupakan bentuk kegiatan yang cukup menyita waktu yang relatif lama,
melibatkan sumber daya manusia yang ada dalam lingkup wilayah yang bersangkutan.
Karena pada dasarnya pembangunan memerlukan manajemen dan rencana yang matang.
Manajemen pada pembangunan menyiratkan proses yang berkesinambungan. Secara generik
proses ini dimulai dari perencanaan, disusul pelaksanaan, diakhiri dengan pengendalian.
5
1. Penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan-tujuan konkrit yang hendak dicapai
dalam jangka waktu tertentu. Atas dasar nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang
bersangkutan.
2. Pilihan diantara cara-cara alternaif yang efisien dan rasional guna mencapai tujuan-
tujuan tersebut.
perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang dipilih dan dilakukan secara
sadar untuk melakukan berbagai kegiatan pembangunan guna untuk meningkatkan
kesejahteraan suatu pembangunan.
Pada era otonomi daerah, kewenangan pembangunan menjadi salah satu hak daerah,
maka dari itu, sistem perencanaan pembangunan bergeser dari sistem sentralisasi menjadi
desentralisasi. Hal ini juga berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan yang
ada di daerah. Implikasi tersebut dapat diamati melalui perubahan yang mendasar dalam
proses Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga berpengaruh pada proses Perencanaan
Pembangunan Daerah. Sejak diterapkannya otonomi daerah, setidaknya telah terjadi
perubahan penting yang mempengaruhi sistem perencanaan pembangunan salah satunya
adalah penerapan otonomi daerah menyebabkan tiap daerah (provinsi, kabupaten, dan kota)
leluasa untuk menentukan rencana pembangunan daerah masing-masing.
Adanya otonomi daerah ini memberikan kebebasan bagi daerah untuk melakukan
penyelenggaraan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan dasar
perubahan paradigma dalam pelaksanaan pemerintahan, pengelolaan anggaran negara dan
daerah serta sebagai perwujudan tuntutan agenda reformasi dalam upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat. Adapun perubahan paradigma tersebut disikapi oleh daerah
dengan menyesuaikan dan merubah berbagai mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, terutama dalam melaksanakan pembangunan yang baik dan tepat sasaran. Dengan
6
demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku
kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan daerah dalam jangka
waktu tertentu.
Otonomi Daerah merupakan suatu hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan peraturan UU yang berlaku. Otonomi
daerah di Indonesia sudah ada sejak era penjajahan Belanda dan Jepang. Hal itu digunakan
untuk kepentingan para penjajah dalam menjajah, mengurangi beban keungaan pusat, dan
mengimbangi gerakan-gerakan kebangsaan untuk mempertahankan kolonialisme di Indonesia
. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengadopsi penerapan otonomi daerah
yang sebelumnya dilakukan oleh penjajah Belanda dan Jepang, sehingga pemerintah
Indonesia membentuk undang-undang yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia sebagai berikut :
7
pemberontakan Madiun dan agresi Belanda ke berbagai daerah. Pelaksanaan undang-
undang ini sempat terkendala pula oleh pembentukan RIS (Republik Indonesia
Serikat) yang salah satu negara bagiannya adalah NKRI.
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Undang-undang ini ditetapkan berdasarkan UUDS 1950 dan adanya agresi serta
pemberontakan dalam negeri. Dalam hal otonomi daerah, undang-undang ini
menganut sistem otonomi riil. Urusan-urusan pusat dan urusan rumah-tangga daerah
tidak ditetapkan secara rinci, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
riil pusat/daerah berdasarkan keadaan dan faktor-faktor nyata.
4. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.
Keadaan gangguan eksternal mereda namun keadaan politik negeri memanas adalah
sebab dikeluarkannya UU ini. Mengenai otonomi daerah, undang-undang ini juga
menganut sistem seperti UU no. 1 tahun 1957 yaitu sistem otonomi riil namun
implementasinya tidak efektif.
5. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah.
Perhatian lebih ditujukan pada usaha stabilisasi polkam dalam negeri dan
pembangunan. Dengan undang-undang ini dibentuk Daerah (daerah otonom, dalam
rangka desentralisasi) dan Wilayah (daerah administrasi, dalam rangka
dekonsentrasi). Walaupun menganut prinsip pemberian otonomi riil diganti dengan
prinsip otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, namun dalam praktiknya
tidak sepenuhnya demikian. Urusan daerah bertambah banyak tapi wewenangnya
sedikit dan masih bersifat sentralisasi.
6. Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang ini menganut prinsip pemberian otonomi yang seluas-luasnya, nyata,
dan bertanggung jawab. Dengan undang-undang ini, ditetapkan Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota yang masing-masing bersifat otonom (asas desentralisasi).
7. Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Dalam undang-undang ini, NKRI dibagi atas daerah provinsi yang kemudian dibagi
lagi atas kabupaten/kota. Pemberian otonomi daerah dianut prinsip otonomi yang
seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan otonomi yang
seluas-luasnya ialah bahwa daerah diberi wewenang untuk mengelola semua urusan
pemerintahan kecuali urusan yang tetap dipegang Pusat. Dalam ayat (3) pasal 10 UU
No. 32/2004, urusan yang wewenang sepenuhnya dipegang Pusat adalah 1) politik
luar negeri, 2) pertahanan, 3) keamanan, 4) yustisi, 5) fiskal/moneter nasional dan 6)
8
agama. Otonomi yang nyata ialah bahwa daerah diberi tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Otonomi yang
bertanggungjawab ialah bahwa daerah dalam menjalankan otda-nya harus benar-benar
sejalan dengan tujuan pemberian otonomi daerah yaitu memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian utama tujuan
nasional.
8. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam undang-undang ini, antara kewenangan pusat,provinsi, dan kabupaten/kota
relatif seimbang. Prinsip pemberian otonomi daerah dalam undang-undang ini adalah
otonomi yang seluas-seluasnya berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara
kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional
dan tidak ada kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu, seluas apapun otonomi yang
diberikan kepada Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah akan tetap berada di tangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah
pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional.
Sejalan dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan
bagian integral dari kebijakan nasional. Di dalam undang-undang ini disebutkan
adanya 3 (tiga) golongan urusan pemerintahan yaitu urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
Era otonomi daerah merupakan kondisi negara Indonesia dengan kebijakan baru yaitu
masing-masing daerah diberikan wewenang untuk mengelola sendiri daerah mereka. Hal
tersebut bertujuan agar setiap daerah yang berada di Indonesia dapat memaksimalkan dan
dapat memanfaatkan sumber daya alam maupun manusia secara efektif dan efisien.
Pemerintah berharap dengan adanya otonomi daerah pemerintah daerah mampu memberikan
dorongan kepada masyarakat agar mendukung dalam mengelola daerah mereka masing-
masing. Ketika setiap daerah sudah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengelola
daerah mereka masing-masing daerah akan melakukan berubahan dengan mewujudkan atau
menciptakan program-program baru yang bertujuan untuk memajukan daerah mereka.
Penyelenggaraan otonomi daerah harus memiliki kerja sama yang seimbang antara
pemerintah daerah dan masyarakat. Salah satu faktor utama dalam otonomi daerah yang
9
harus diperhatikan yaitu perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan
daerah merupakan susunan atau rangkaian kegiatan yang akan digunakan untuk
menyukseskan suatau kebijakan. Pembangunan daerah meliputi berbagai hal dari sumber
daya manusia sampai sumber daya alam dikelola secara maksimal. Ketika pembangunan
daerah berjalan sesuai dengan peraturan maka masyarakat akan merasakan kesejahteraan,
namun apabila pembangunan daerah tidak berjalan sesuai dengan peraturan maka akan
mewujudkan kesenjangan dari berbagai bidang yang mengakibatkan munculnya konflik
antara pemerintah dan masyarakat.
Di era otonomi daerah yang mengharuskan setiap daerah untuk mampu bergerak
secara mandiri dalam mengelola daerah mereka, peran perencanaan daerah menjadi hal yang
penting untuk dilakukan. Kemudian dalam perkembangan otonomi daerah masih memiliki
kendala yaitu mengenai belum siapnya dalam menghadapi sistem pemerintahan daerah
sehingga menyebabkan masih adanya daerah yang tertinggal dalam pembangunan daerah.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki daerah yang tertinggal sangat penting untuk
diterapkannya perencanaan pembagunan daerah. perencanaan yang baik dan benar adalah
suatu perencanaan yang dapat dilakukan berdasarkan basic on data dan informasi yang
akurat, valid dan mampu menggunakan asas kepastian yang mampu mempertimbangkan
sumber daya dan potensi yang ada dan yang dimiliki daerah tersebut. Urgensi perencanaan
pembangunan daerah dalam mengatasi permasalahan pembangunan suatu negara berkaitakn
dengan sumber-sumber pembagunan misalnya seperti ekonomi, infrastruktur, sumber daya
alam, dan sumber daya manusia. Kemudian perencanaan pembangunan daerah juga
membantu daerah tersebut untuk mengatasi permasalaha-permasalahan yang mengakibatkan
kesejangan. Berdasarkan penjelasan diatas maka alasan pentingnya atau urgensi penerapan
perencanaan pembangunan daerah dalam era otonomi daerah antara lain :
1. Perencanaan daerah digunakan sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan.
Pentingnya perencanaan pembangunan daerah dalam era otonomi daerah
digunakan untuk membantu atau mendorong tercapai tujuan. Otonomi daerah
memiliki tujuan agar seluruh masyarakat dan komponen lainnya dapat merasakan
kesejahteraan dan peningkatan kemajuan dalam bidang apa pun. Kesejahteraan
masayarakat dapat dilihat ketika masyarakat dapat memenuhi kebutuhan
perekonomian mereka dengan maksimal, artinya kesejahteraan dapat diukur dari
tingkatan kemiskinan masyarakat dalam suatu daerah. Kemudian kesejahteraan
masyarakat juga diukur dari tingkat kualitas sumber daya manusia, kualitas sumber
10
daya manusia yang baik yaitu ketika sumber daya manusia dapat menguasa kemajuan
dan penggunan teknologi secara modern.
Ketika masyarakat dapat menguasai dan menggunakan teknologi maka kehidupan
mereka akan terbantu lebih cepat dan tepat. Selain itu, yang menjadi tingkat
pengukuran kesejahteraan masyarakat yaitu kualitas infrastruktur dalam setiap daerah.
Jika infrastruktur dalam setiap daerah memadai maka masyarakat akan terfasilitasi
dengan baik dan ketika akan melakukan sesuatu misalnya mengurusi dokumen
kependudukan masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang baik. Namun apabila
infrastruktur dalam setiap daerah tidak memadai masyarakat juga akan merasakan
kesusahan. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan daerah dalam era otonomi
sangat penting untuk dilakukan akan pembangunan daerah lebih tertata secara rapi
dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Perencanaan pembangunan digunakan sebagai pengarah kegiatan dan pedoman untuk
melaksanakan kegiatan – kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan
pembangunan.
Pada perencanaan pembangunan daerah dalam era otonomi digunakan sebagai
pedoman atau acuan dalam melaksanakan kebijakan. Pemerintah daerah dalam
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan daerah akan
melakukan penyusunan pedoman atau acuan terlebih dahulu agar kebijakan tersebut
dapat terarah dan terukur. Perencanaan pembangunan daearh menjadi pedoman utama
dalam melaksanakan kebijakan karena dengan adanya perencanaan pembangunan
daerah, pemerintah dan masyarakat akan mudah untuk mengetahui arah atau acuan
dalam pembangunan. Kemudian suatu kebijakan yang memiliki pedoman sebelum
dilaksanakannya kebijakan tersebut maka akan menghasilkan kebijakan yang baik.
Perencanaan pembangunan daerah menjadi pedoman dalam pembangunan di era
otonomi bertujuan agar pemerintah dan masyarakat dalam bertindak lebih terarah dan
terukur sehingga tidak dilakukan secara semena-mena. Oleh karena itu perencanaan
pembangunan daerah dalam era otonomi daerah menjadi bagian yang penting agar
terciptanya pedoman dan peraturan dalam melakukan pembangunan daerah.
3. Perencanaan pembagunan daerah digunakan sebagai alat untuk mempertimbangkan
segala aspek yang berkaitan dengan pembangunan.
Pada pembangunan daerah terdiri dari berbagai aspek yang saling berkaitan satu
sama lain, sehingga tidak dapat dilaksanakan dalam menggunakan satu aspek saja.
Contohnya seperti ketika ingin melakukan pembangunan infrastruktur yang
11
menggunakan teknologi yang canggih pembuata kebijakan harus memperhatikan
aspek kualitas sumber daya manusia. ketika aspek sumber daya manusia memadai
maka pembangunan infrastruktur berbasis teknologi akan berjalan secara lancar dan
maksimal. namun apabila aspek sumber daya manusia tidak memadai maka
infrastruktur yang akan dibangun tersebut tidak dapat digunakan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah sangat penting untuk melakukan sosialisasi kepada
masyarakat. Selain itu, dalam melakukan pembangunan infrastruktur juga harus
memperhatikan jumlah anggaran yang tersedia, jika anggaran dapat mencukupi dalam
pembangunan tersebut maka pembangunan akan dapat terwujud. Kemudian aspek
kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam menyukseskan pembangunan
tersebut. Pada perencanaan pembangunan daerah berbagai aspek terkumpul menjadi
satu sehingga dapat mempermudah dalam melakukan pertimbangan ketika akan
melakukan suatu pembagunan.
4. Perencanaan pembangunan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai
alternatif dalam pembangunan daerah otonomi.
Ketika melakukan pembangunan daerah harus memperhatikan beberapa aspek
yang menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan.
Permasalahan – permasalahan dalam pembangunan juga sering muncul contohnya
seperti kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, anggaran yang terbatas dan
lain-lain. Oleh karena itu, dalam melaksanakan otonomi daerah yaitu mengenai
pembangunan daerah sangat penting untuk diterapkannya perencanaan pembangunan.
Pada perencanaan pembangunna daerah akan terdapat berbagai alternatif dalam
menyelesaikan atau mengatasi permasalahan yang menghambat berjalannya
pembagunan daerah.
12
lainnya, Fungsi tersbut tidaklah lain adalah sebuah kepemimpinan, pengawasan, keterbukaan,
suatu pembangunan dikatakan gagal atau tidak berjalan dalam mencapai suatu tujuannya
dalam jangka pendek maupun jangka panjang apabila dalam implementasinya dalam suatu
daerah fungsi-fungsi yang terkait dalam system perencanaan pembangunan daerah tidak
saling keterkaitan dan tidak dijalankan tidak baik.
Pencapaian dalam pelaksanaan fungsi-fungsi secara baik tidak bisa dilihat arahnya dari
kepemimpinan yang baik saja akan tetapi semua komponen yang mampu berjalan dengan
baik dan benar secara koordinasi bersama-sama dalam sebuah prinsip penerapan perencanaan
dan pembnagunan daerah, Salah satu ciri dalam daerah yang tidak maju bisa diihat dari
sebuah pemimpin yang mematikan salah satu fungsi dari sebuah koordinasi satu sama lainya
dalam fungsi pengawasan terhadap pembangunan (Daerah Otonom), Maka dapat dipastikan
prinsip dan perencanaan tidak berjalan dengan optimal.
Disatu sisi sangat perlu menjaga sinkornisasi dalam menjalankan sebuah fungsi-fungsi
manajamen pembangunan daerah, Haruslah mampu disadari perencanaan pembangunan
daerah telah disusun dengan baik dan benar berdasarkan kerangka pemikiran dasar
pembangunan daerah yang baik dan telah memalui tahapan yang sudah sesuai dengan
tahapan yang telah disepakati, kritik dan evaluasi akan tetapi suatu perencaan haruslah
mampu terbuka dalam hal perencanaan dan pembangunan daerah apabila terjadi perubahan
apabila diperlukan, Implementasinya dalam asas keperluan dilakukan perubahan maka unsur
dan komponen harus mampu melakukan perubahan tersebut dan tidak terjadinya keraguan
perubahan perencanaan dan pembangunan daerah.
Di Lain hal keterbukaan dan pengawasan sangat diperlukan dalam perencanaan dan
pembangunan suatu daerah maka daerah harus mampu keterbukaan terhadap rencana variasi
peran badan resmi yang mampu mengawasai pelaksanaan perencanaan yang mampu
diandalkan, Maka pemerintah haruslah membentuk badan yang mampu berisikan sebuah
praktisi dan pakar yang berstatus independen dalam sebuah penyusunan dan perencaan
pembangunan daerah dan perencanaan pernyataan- pernyataannya menyangkut keselarasan
dan kesesuaian dengan rencana dan pelaksanaan perencaan dan pembangunan badan yang
berisi para pakar dan praktisi karena hal ini merupakan sebuah wujud optimalisasi
pembanguan dan perencanaan setelah para perencana dan pakar menyusun sebuah rencana
bersama untuk pembnagunnan suatu daerah.
13
Penyusaain rencana akan sealalu menghadapi hambatan-hambatan baik terduga maupun
tidak terduga dalam bentuk :
Hambatan-hambatan ini harus mampu dicegah dan bila perlu mampu dihilangkan
sekalipun pengaruh yang mungkin muncul pada sebuah perencaan khususnya dalam sebuah
proses dan manjamen pembangunan daerah dalam system pemerintahan daerah pada
umumnya haruslah mampu diminimalisasi, Dalam prakteknya dapat diminimalisasi dengan
sebuah prinsip transparan, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak sesuai maka semua
komponen dapat mengetahuinya dan mampu dengan segera menanggulanginya. Hambatan
yang ada dapat segera di minimalisir dengan sebuah strategi dan konsep perencanaan dan
pembnagunan yang ampuh dan jitu kepada pengelolaan perencanaan dan pengembangan
perencanaan daerah dengan mempertibangkan komponen sebgai berikut:
a) Pra Perencanaan.
b) Perencanaan yang matang.
c) Impelentasi dan pengawasan.
d) Evaluasi.
e) Feedback Dari perencanan dan pembangunan daerah.
14
dapat berkoordinasi dengan baik mengenai perencanaan pembangunan di Kota Surabaya.
Akan tetapi terdapat faktor penghambat sistem yang sangat bergantung dengan jaringan
internet, minimnya pemahaman dan kemampuan Sumber Daya Manusia, masih banyaknya
masyarakat yang belum sadar akan manfaat dan kegunaan internet.
1. Pra Perencanaan
Hal yang dilakukan pada tahap pra perencanaan adalah menggali informasi,
identifikasi masalah, analisis sosial-ekonomi, dan generalisasi yang berkaitan dengan
perencanaan pembangunan, pelaksanaan serta evaluasi dari rencana pembangunan
tersebut.
2. Perencanaan yang matang
Setelah melakukan tahap pra perencanaan tahap berikutnya yatiu perencanaan yang
matang. Berbagai informasi mengenai perencanaan pembangunan tersebut kembali
didiskusikan untuk mencipkan sebuah rencana pembangunan daerah dengan lebih
matang dan siap untuk dilaksanakan.
3. Implementasi dan pengawasan
Implementasi merupakan suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
telah dsusun secara matang dan terperinci. Tahap implementasi akan dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Dalam proses implementasi
perencanaan tersebut perlu pula dilakukan pengawasan agar pembangunan daerah
dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana awal.
4. Evaluasi
Setelah rencana pembangunan dapat diimplementasikan tahap berikutnya yaitu
evaluasi. Tahap evalusi ini bermaksud untuk mengetahui dengan pasti apakah
15
kemajuan, pencapaian hasil dan kendala dijumpai dalam pelaksanaan rencana
pembangunan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana
pembangunan di masa yang akan datang.
5. Feedback dari perencana dan pembangunan daerah
Setelah tahap evalusi perencanaan dan pembangunan daerah perlu adanya feedback
yang berguna untuk memperbaiki kekurangan dan juga meningkatan perencanaan
pembangunan daerah menjadi lebih baik lagi.
Konsep dari sebuah rencana dan strategi dalam perencanaan dan pembangunan daerah
adalah sebagai berikut:
16
dan kondisi lingkungan regional, nasional, dan internasional (perencanaan, pelaksanaan,
kondisi perekonomian nasional, dan lain-lain) juga menentukan kualitas bagian lain.
Di Indonesia, berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 telah merubah
secara fundamental dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu yang paling jelas
adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan sentralisitik menjadi desentralistik. Karena
sistem pemerintahan yang masih sentralistik sehingga proses perencanaan pembangunan
lebih banyak diwarnai oleh permasalahan inkonsistensi kebijakan, rendahnya partisipasi
masyarakat, ketidakselarasan antara perencanaan program dan pembiayaan, rendahnya
transparansi dan akuntabilitas, serta kurang efektifnya penilaian kinerja. Oleh karena itu
harus ada perubahan dalam sistem perencanaan yang sebelumnya masih menganut
pendekatan topdown, oleh karenannya sistem perencanaan yang diatur dalam UU No. 25
tahun 2004 dan aturan pelaksanaannya menerapkan kombinasi pendekatan antara top-down
dan bottom-up, yang lebih menekankan cara-cara aspiratif dan partisipatif. Dalam tataran
global, kesadaran akan kelemahan pendekatan top-down dalam kegiatan pembangunan dan
upaya pengentasan kemiskinan telah mendorong munculnya perhatian pada peranan
partisipasi masyarakat dan pentingya memahami dinamika masyarakat dan pemerintah
daerah serta interaksinya dengan pemerintahan yang lebih tinggi (Dasgupta, 2004).
Terbukanya ruang partisipasi dan aspirasi masyarakat yang lebar kemudian mendorong
anggota masyarakat untuk dapat bergerak bersama dalam menyampaikan aspirasinya.
Seperti dalam pembangunan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya,
Pemerintah Kota Surabaya memanfaatkan inovasinya yaitu melalui musrenbang, dimana
masyarakat berpeluang menyampaikan aspirasi mereka dan berpartisipasi dalam
menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Jadi Musrenbang merupakan forum antar aktor dalam rangka menyusun rencana
pembangunan nasional maupun rencana pembangunan daerah. Dari forum Musrenbang
tersebut akan menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan yang berupa rencana-
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara Negara dan masyarakat. Selain itu dengan semakin
majunya teknologi, perkembangan dari musrembang juga semakin meningkat. Rangkaian
forum musrenbang kini tak hanya diwujudkan melalui instrument yang manual dan formal
17
seperti yang dilakukan selama ini. Kehadiran E- Musrenbang merupakan sebuah inovasi
dalam sistem perencanaan pembangunan daerah dengan mengadopsi perkembangan
teknologi, informasi dan komunikasi. E- Musrenbang dinilai mampu membuka ruang
partisipasi masyarakat dari segala tingkatan untuk memberikan aspirasi terkait pembangunan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya E-musrembang ini juga dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat dalam
mewujudkan perencanaan pembangunan, sehingga memiliki pengaruh terhadap proses
perencanaan pembangunan. Daya tarik diantaranya yaitu perencanaan pembangunan yang
bersifat partisipatif dan berkualitas. Seperti dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004,
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah dinyatakan bahwa perencanaan
pembangunan bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Partisipasi
masyarakat dimaksudkan agar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah menjadi lebih memiliki
legitimasi. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan publik seperti
dalam perencanaan pembangunan ini menjadi proses awal masyarakat untuk
mengekspresikan gagasannya. Selain itu partisipasi masyarakat juga memiliki posisi yang
sangat penting dalam perencanaan pembangunan, karena pada dasarnya masyarakat adalah
pihak yang paling mengetahui masalah dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya
serta masyarakat juga yang nantinya akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau
tidaknya pembangunan yang dilakukan di wilayah masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan ini juga dapat menjadi bukti bahwa hakekat otonomi daerah dan
sistem perencanaan pembanunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya sudah
cukup baik. Yang lebih penting lagi sebenarnya adalah sejauh mana masyarakat peduli dan
18
mempunyai rasa memiliki atas kegiatan pembangunan di wilayahnya. Rasa memiliki akan
terbangun ketika aspirasi yang mereka sampaikan terakomodir di dalam APBD. Mencermati
secara singkat terhadap sistem E-Musrenbang Kota Surabaya sebagai salah satu sistem
perencanaan pembangunan daerah, bahwa pentingnya keterlibatan masyarakat di dalam
penyusunan perencanaan pembangunan sangat ditekankan dalam UU 25/2004. Jika dianalisa
dalam proses E- Musrenbang, ide dasarnya adalah membuka kesempatan yang luas kepada
masyarakat untuk memberikan usulan terhadap proses pembangunan.
19
arah pembangunan. Berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat tersebut, maka tim
penyusunan rencana sudah dapat mulai menyusun rencana awal (rancangan) dokumen
perencanaan pembangunan yang dibutuhkan. Kemudian rancangan tersebut dibahas dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) untuk menerima tanggapan baik
dari pihak yang peduli dan berkepentingan dengan pembangunan, seperti tokoh masyarakat
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat. Setelah itu, Bappeda harus
mendapatkan pengesahan rencana pembangunan yang telah disusun ke DPRD setempat.
Stakeholder di luar pemerintah daerah yang terdiri dari pihak masyarakat dan LSM juga
memilki keluasan peran dalam proses perencanaan pembangunan di era otonomi daerah saat
ini. Pihak masyarakat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasinya yang berhubungan
dengan kebutuhan publik. Peran masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya adalah sebagai
wujud mengawal jalannya pembangunan dengan disertai wadah atau ruang partisipasi publik
untuk memberikan masukan-masukan yang mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya dalam musyawarah perencanaan pembangunan
yang dilaksanakan secara berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai ke
tingkat nasional. Kemudian pemerintah daerah wajib untuk mendengarkan segala aspirasi
dari masyarakat dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana
pembangunan. Aspirasi masyarakat perlu diperhatikan dalam proses perencanaan
pembangunan karena partisipasi masyarakat adalah salah satu syarat untuk melaksanakan dan
mengembangkan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance), sebab
perencanaan merupakan proses awal, sebelum langkah-langkah yang bakal mempengaruhi
kehidupan masyarakat berjalan. Karena tujuan dari pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah adalah mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik untuk menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa dan negara.
Musrenbang yang diadakan di tingkat kecamatan, desa/ kelurahan menjadi tempat atau
forum bagi stakeholder untuk berkomunikasi dan berdiskusi untuk menemukan keputusan
yang kolektif. Karena setiap stakeholder atau pemangku kepentingan pasti memiliki
kepentingan dan tujuan yang ingin diwujudkan dalam pengambilan kebijakan dalam dunia
perencanaan. Adanya peran stakeholder di tingkat daerah akan membantu dalam proses
perencanaan pembangunan daerah, karena mereka memiliki kefahaman yang lebih baik
tentang keadaan dari tempat yang akan dilaksanakan pembangunan. Sehingga partisipasi
stakeholder pembangunan, baik di pihak pemerintah maupun masyarakat menjadi aspek yang
krusial dalam proses dan mekanisme penyusunan RPJP Daerah begitu pula terhadap
20
formulasi yang tercakup didalamnya. Akan tetapi, musrenbang sebagai tempat stakeholder
untuk berkomunikasi masih menememui permasalahan. Pertama, masalah rendahnya
keterlibatan masyarakat dalam proses musyawarah yang diakibatkan ketidaktahuan peran
masyarakat dalam pembuatan keputusan dan kurangnya informasi yang dimiliki. Kedua,
musrenbang yang dilaksanakan oleh pemerintah hanya sebagai bentuk formalitas untuk
mendengarkan aspirasi masyarakat, sedangkan ketika pada fase penyusunan rencanan
pembangunan, tidak ada kepastian akan aspirasi masyarakat menjadi prioritas dalam tujuan
utama dari pelaksanaan proyek pembangunan. Diharapkan pemerintah lebih memperhatikan
segala aspirasi masyarakat dari tingkatan yang paling rendah sebagai bentuk menyertakan
pastrisipasi publik dalam pembangunan yang tujuan utamanya adalah mengadakan
pemerataan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal ini akan sesuai dengan adanya
kebijakan otonomi daerah yang menitikberatkan aspek perencanaan dari bawah demi
mendukung pembangunan di daerah.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses penyusunan tahapan-
tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya,
guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan daerah dalam jangka waktu tertentu.
Otonomi daerah di Indonesia sudah ada sejak era penjajahan sampai saat ini yang masih
bersifat dinamis yaini menyesuaikan dengan tujuan dan kondisi politik atau negara pada
saat itu. Adapun urgensi penerapan perencanaan pembangunan di era oronomi daerah
yakni: a) sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan; b) sebagai pengarah legiatan dan
pedoman untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian
tujuan pembangunan; c) sebagai alat untuk mempertimbangkan segala aspek yang
berkaitan dengan pembangunan; dan d) perencanaan pembangunan memberikan
kesempatan untuk memilih berbagai alternatif dalam pembangunan daerha otonomi.
Penyesuaian rencana akan selalu menghadapi hambatan-hambatan baik yang terduga
maupun tidak terduga seperti: 1) ketidakmauan dan ketidakmampuan penyusunan rencana
menangkap filosofi dan otonomisasi daerah; 2) ketidakmampuan, keterlambatan atau
ketidakpengalaman sebuah tim perencanaan dalam Menyusun rencana yang baik, sesuai
standar dan dapat di mengerti; 3) buruknya kerangka pemikiran dasar daerah tentang
daerah yang bersangkuran; 4) resistensi anggota tim penyusun rencana dan masyarakat
dalam sebuah perencanaan terhadap sebuah perubahan haluan pembangunan atau
penggantian sektor unggulan; dan 5) mentalitas dalam memandang rencana terutama
rencana jangka panjang, sebagai syarat yang diharuskan dan digariskan dalam
perencanaan dan pembangunan daerah. hambatan tersebut dapat diminimalisir dengan
sebuah strategi dan konsep perencanaan dan pembangunan daerah dengan
mempertimbangkan komponen sebagai berikut: 1) pra rencana; 2) perencanaan yang
matang; 3) implementasi dan pengawasan; 4) evaluasi; dan 5) feedback dari perencanaan
dan pembangunan daerah. Selain dengan memperhatikan komponen-komponen tersebut
adanya E-Musrenbang menjadi inovasi tersendiri dengan melibatkan partisipasi
masyarakat sehingga dapat menghasilkan perencanaan pembangunan daerah yang lebih
berkualitas dengan adanya E-Musrenbang pembangunan daerah dapat berjalan secara
transparan dan tersusun dengan baik. Dalam perencanaan pembangunan E-Musrenbang di
22
Kota Surabaya, partisipasi stakeholder dalam konteks pemerintah daerah berarti para
pemangku kepentingan, dalam hal ini pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan LSM
bekerja secara kolaboratif dalam mempromosikan hak dasar warga dan barang-barang
yang berkaitan erat sebagai kebutuhan publik di daerah.
3.2 SARAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Fadhil.PerencanaanPembangunanDiEraOtonomiDaerah.https://www.ilmuadmpublik.com/
2020/05/perencanaan-pembangunan-di-era-otonomi.html. Diakses pada Senin, 11 April 2022,
pukul 20.00 WIB.
Sufianto, D. (2020). Pasang Surut Otonomi Daerah Di Indonesia. Jurnal Academia Praja
Vol.3. No.2
Kholik, Saeful. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah. Jurnal
Hukum Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Vol. 6 No. 1 – Juni 2020,
hlm. 56-70.
Kholik, S. (2020). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah. Hukum
Mimbar Justia, 1-16.
24